BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Forensik memiliki arti “membawa ke pengadilan”. Istilah pengadilan”. Istilah forensik adalah suatu proses ilmiah (didasari oleh ilmu pengetahuan) dalam mengumpulkan, menganalisa dan menghadirkan berbagai bukti dalam sidang pengadilan terkait adanya suatu kasus hukum. Kekuatan dari forensik adalah memungkinkan analisa dan mendapatkan kembali fakta dari kejadian dan lingkungan. 1 Ilmu kedokteran forensik tidak saja dipergunakan untuk menyelesaikan kasus pada korban korban yang telah meninggal meninggal tetapi juga kasus-kasus yang melibatkan orang yang masih hidup. Forensik klinik sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran forensik dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan penyidikan korban manusia hidup misalnya dalam identifikasi pelaku tindak kriminal (seperti penganiayaan, pemerkosaan) dan kasus-kasus yang terjadi pada kehidupan masyarakat. Analisa forensik dilaksanakan terhadap bukti-bukti untuk membantu peradilan menemukan fakta-fakta fisik sehingga kasus-kasus kriminal maupun sipil dapat diselesaikan. Salah satu kasus dibidang hukum yang memerlukan penjelasan forensik adalah kasus perdebatan status keayahan (disputed paternity).2
1.
1
2.
2
Sulianta, Feri. Komputer Feri. Komputer Forensik , Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, Hlm. 2
G. Forbes, Refresher Course For General Practitioners Blood Groups and Desputed
Paternity, Paternity, Brithish Medical Journal, 1951, Hlm. 227.
Disputed paternity (ragu ayah) adalah usaha untuk mengeksklusi seseorang yang dituduh sebagai orang tua biologis dari seorang anak. Penentuan status keayahan tidak hanya menyangkut masalah psikologi namun juga penting dalam aspek hukum dan aspek medis. Dalam aspek hukum masalah ini berhubungan dengan pembuatan akta kelahiran, hak waris dan pernikahan. Diketahuinya ayah biologis juga berguna dari aspek medis dalam hal pendonoran darah atau transplantasi organ. Untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak dapat dilakukan tes paternitas.
3
Tes paternitas adalah tes yang digunakan untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak, tes paternitas akan membandingkan pola anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan yang menunjukkan kepastian kepastian adanya hubungan biologis. biologis. Terdapat pengelompokan sistem yang digunakan dalam tes paternitas dibagi menjadi empat, yaitu sistem sel darah merah, sistem biokimia, tes dengan marker Human Leucocyte Antigen Antigen (HLA) dan DNA profiling. Pada prinsipnya dalam penyelesaian kasus disputed paternity (ragu ayah) semakin banyak sistem yang diperiksa, maka peluang untuk memastikan bukan ayah akan semakin besar. Dengan pemeriksaan semua serologi forensik seperti sel darah merah, biokimia, dan HLA kurang akurat jika dibandingkan dengan pemeriksaan DNA yang memiliki peluang memastikan status keayahan sebesar 99,9%. Tes DNA ini didasarkan pada analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam
3
Anonim, DNA Paternity Paternity Test , diakses di http://my.clevelandclini http://my.clevelandclinic.org/services/ c.org/services/paternity_test paternity_test/hic_dna_p /hic_dna_paternity_test aternity_test.aspx .aspx tanggal 3 maret 2016.
Disputed paternity (ragu ayah) adalah usaha untuk mengeksklusi seseorang yang dituduh sebagai orang tua biologis dari seorang anak. Penentuan status keayahan tidak hanya menyangkut masalah psikologi namun juga penting dalam aspek hukum dan aspek medis. Dalam aspek hukum masalah ini berhubungan dengan pembuatan akta kelahiran, hak waris dan pernikahan. Diketahuinya ayah biologis juga berguna dari aspek medis dalam hal pendonoran darah atau transplantasi organ. Untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak dapat dilakukan tes paternitas.
3
Tes paternitas adalah tes yang digunakan untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak, tes paternitas akan membandingkan pola anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan yang menunjukkan kepastian kepastian adanya hubungan biologis. biologis. Terdapat pengelompokan sistem yang digunakan dalam tes paternitas dibagi menjadi empat, yaitu sistem sel darah merah, sistem biokimia, tes dengan marker Human Leucocyte Antigen Antigen (HLA) dan DNA profiling. Pada prinsipnya dalam penyelesaian kasus disputed paternity (ragu ayah) semakin banyak sistem yang diperiksa, maka peluang untuk memastikan bukan ayah akan semakin besar. Dengan pemeriksaan semua serologi forensik seperti sel darah merah, biokimia, dan HLA kurang akurat jika dibandingkan dengan pemeriksaan DNA yang memiliki peluang memastikan status keayahan sebesar 99,9%. Tes DNA ini didasarkan pada analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam
3
Anonim, DNA Paternity Paternity Test , diakses di http://my.clevelandclini http://my.clevelandclinic.org/services/ c.org/services/paternity_test paternity_test/hic_dna_p /hic_dna_paternity_test aternity_test.aspx .aspx tanggal 3 maret 2016.
membedakan ciri setiap individu sehingga dapat menentukan identitas seseorang hampir 100% pasti sebagai ayah biologis si anak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI PATERNITAS
Paternitas adalah salah satu sarana untuk menetapkan seorang laki-laki yang merupakan ayah biologis. Paternitas adalah suatu prosedur hukum yang sah untuk keayahan. Kesangsian dari keayahan mulai muncul pada segi hukum setelah lahirnya sang anak. Untuk menentukan peternitas itu sendiri sulit karena banyak hal yang harus dibuktikan. Dan sampai sekarang untuk menyelesaikan masalah paternitas ini dilihat mulai dari segi kemiripan atau dari segi yang tidak terdapat kemiripan antara anak dan yang diduga sebagai ayah. Dari segi kemiripan contohnya karakteristik warna pelangi mata, rambut, cara bersikap ataupun berbicara yang khas, tinggi badan.4
Gambar 2.1. Hubungan ayah dan anak
Sumber: 5 Stellar Father’s Day Adventures, www.redtri.com
3.
4
Dahlan ,S., Ilmu Kedokteran Forensik, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro ,
2008, hlm. 149
PERAN PATERNITAS DALAM KEHIDUPAN
Semakin lama semakin disadari bahwa setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai asal usul mereka. Pengetahuan mengenai siapa ayah dan ibu kandung dari seorang anak, mempunyai banyak pengaruh dari berbagai pihak yang terkait. Pertama , informasi mengenai siapa orang tua biologis dari seorang anak, akan menunjukkan pasangan tersebut sebagai orang pertama yang (seharusnya) merupakan lingkaran terdalam lingkungan anak tersebut. Kedua, pengetahuan itu memberikan hak tertentu kepada anak tersebut, seperti hak atas pengasuhan, hak untuk mendapatkan santunan biaya hidup dan hak waris dari orangtuanya. Dalam hal orang yang bersengketa menganut agama Islam, mempelai wanita (sebagai anak) memiliki hak untuk meminta ayah kandungnya untuk wali nikahnya.
Ketiga, pengetahuan itu memberikan
kewajiban tertentu kepada orangtuanya, diantaranya kewajiban memberikan asuhan, warisan dan memberi nafkah serta hak untuk membawa anak tersebut ke Negara tempat orangtuanya berasal.5 Peranan Paternitas Dalam Ruang Lingkup Keluarga a. Peranan Ayah Sebagai Seorang Mitra
Berdasarkan hasil observasi dilapangan bahwa sebagian bahaya terbesar saat ini bagi suatu Keluarga adalah para ayah yang tidak merasa penting untuk mengambil peran sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya seperti yang dilakukan para ayah di tempo dulu.
4.
5
Idries, A.M & Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan, Jakarta: CV. Sagung Seto, 2013, hlm.226
Sementara itu, masyarakat pada umumnya juga mempunyai pandangan mengerti akan tugas dari seorang ayah ditengah keluarga. Masyarakat lebih menghargai seorang ayah sebagai pengusaha atau pekerja yang sukses dan kaya walaupun dia mungkin adalah seorang ayah yang gagal total dalam mendidik anak dan menciptakan keharmonisan di sebuah keluarganya. Kehadiran ayah dalam kehidupan anak dan ruang lingkup keluarga ternyata punya makna yang besar sekali. Hal ini karena ayah mengambil peran yang signifikan terhadap menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis. Dari keberbedaan kualitatif antara apa yang dilakukan ibu dan ayah terhadap anaknya tersebutdi atas, menunjukkan betapa pentingnya kehadiran ayah di tengah-tengah anak dan keluarganya. 6 b.
Peranan Ayah Sebagai Motivator
Peran ayah menurut konsep tradisional adalah pribadi yang mempunyai hak tindak bagi keluarganya, mendisiplinkan dan memberi nasehat pada anak-anak, serta seperangkat contoh-contoh tindakan maskulin lain yang harus dilakukan. Hasil penelitian terhadap perkembangan anak yang tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan, perkembangan anak menjadi pincang. Kelompok anak yang kurang mendapat perhatian ayahnya cenderung memiliki kemampuan akademisi menurun, aktivitas sosial terhambat, dan interaksi sosial tersebut.
6
Riza,
Erwin.
Peranan
Ayah
dalam
Keluarga,
diakses
dari
https://www.academia.edu/12138814/PERANAN_AYAH_DALAM_KELUARGA pada 3 April 2016.
Mempelajari keterlibatan ayah dengan bayinya tidaklah terbatas pada periode awal saja, kaum laki-laki dapat mempelajari berbagai ketrampilan sebagai ayah dalam berbagai kesempatan. Keterampilan seorang ayah dapat dilakukan tidak hanya pada masa anak-anak saja, atau awal masa bayi. Kesempatan untuk mempelajari peran ayah efektif adalah suatu proses yang terus menerus, tidak terbatas periode tertentu. Seorang ayah ternyata mempunyai kemampuan yang baik dalam mengasuh anak, bahkan terhadap bayi yang kecil sekalipun. Ayah dan ibu mempunyai cara sendiri dalam mempengaruhi anaknya. Dan keintiman hubungan ayah dengan anak membawa manfaat bagi ayah. Anak membutuhkan ayah, ayah juga membutuhkan anak. Tingkat keintiman yang berubah-ubah antara ayah dan anak perempuan yang terjadi pada lingkaran kehidupan ganda akan terulang kembali dalam kehidupan wanita sewaktu ia berhubungan dengan suami ata u kekasihnya. Setiap wanita menginginkan intensitas keakraban yang berbeda-beda dalam hubungan dengan laki-laki. Cara yang tepat untuk menentukan patokan tersebut adalah memutuskan apakah yang dirasakan baik untuk kehidupan wanita. Bagi wanita hubungan yang akrab dengan kekasihnya berubah-ubah seperti halnya dengan ayahnya. Bila seorang wanita kehilangan figur ayah dalam kehidupannya, maka ada lima pola yang muncul dalam diri wanita dalam berhubungan dengan kekasihnya, yaitu frenetic searchers, hopeless, clingy, awkward dan distrustful.
a. Frenetic Searchers Kelompok Frenetic Searchers tidak mampu mengatasi ketiadaan ayah mereka. Mereka sering berganti-ganti kekasih. Ketiadaan ayah membuat para wanita ini tenggelam dalam keputusasaan yang akan segera hilang bila mendapatkan kekasih baru. Dengan cara ini, ia berusaha mengurangi perasaan suka akibat kehilangan ayah. b. Hopeless Kelompok hopeless berbeda dengan kelompok searchers, mereka biasanya kehilangan ayahnya lebih diri dan lebih menggoncangkan jiwa, sehingga tidak mempunyai harapan sama sekali. Wanita semacam ini sama sekali tidak mempercayai laki-laki, karena mereka yakin bahwa laki-laki selalu akan memperlakukan mereka dengan buruk. Banyak wanita dari kelompok ini yang mampu mengatasi keputusasaan, namun perlu usaha sungguh-sungguh. c. Clingy Kelompok clingy berusaha mengejar kekurangan di masa lalunya, wanita dari kelompok ini berpindah-pindah dari percintaan berikutnya guna menikmati kesempatan untuk dapat lebih bergantung pada pasangannya. d. Distrustful Kelompok distrustful suka mengejek dan mengharap agar semua laki-laki meninggalkan mereka setelah bulan madu selesai, wanita dari
kelompok ini cenderung menjalin hubungan yang simbiosis, cenderung acuh tak acuh atau sama sekali menghindar dari laki-laki. Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari kasus sengketa asal-usul. Sengketa asal usul berdasarkan obyek sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis kasus, yaitu: 1. Kasus ragu orangtua (disputed parentage): yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa orangtua (ayah dan ibu) dari seorang anak. Kasus yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus pencarian orangtua pada kasus penculikan, bayi tertukar, kasus terpisahnya keluarga pada masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak dikenal 2. Kasus ragu ayah (disputed paternity): yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah kandung dari seorang anak. Kasus yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus klaim keayahan oleh seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus incest. 3. Kasus ragu ibu (disputed maternity); kasus yang mencari pembuktian siapa ibu kandung dari seorang anak. Kasus yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus bayi tertukar, kasus pembunuhan anak sendiri dan kasus aborsi. 4. Kasus ragu kerabat: yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang atau lebih punya hubungan darah (kekerabatan) tertentu. Kasus yang termasuk dalam kategori ini adalah pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga setelah bencana alam, dsb. Sengketa asal usul dalam masyarakat jumlahnya banyak sekali, tetapi biasanya yang muncul dan menjadi berita hanya sebagian kecilnya saja.
Fenomena ini kita kenal sebagai sebagai fenomena Gunung Es. Kasus sengketa asal usul yang terbanyak dalam masyarakat adalah kasus klaim keayahan terhadap seorang pria oleh seorang wanita yang hamil, dengan janin dalam rahim yang diklaimnya sebagai anak dari pria tersebut. Kasus semacam ini pada umunya diselesaikan secara kekeluargaan dan secara diam-diam karena dianggap merupakan aib keluarga, khususnya jika pria tersebut merupakan orang terhormat atau pria yang sudah beristri. Hal ini dapat dimaklumi, karena kasus ini bukan saja dapat mengakibatkan hancurnya nama baik dan reputasi pria tersebut, tetapi juga dapat menyebabkan pecahnya rumah tangga dan hancurnya karir pria tersebut. Pada masa rezim Suhartom diberlakukan PP 10 yang dapat memberikan sanksi pemecatan pada pegawai negeri yang terlibat kasus semacam ini. Kasus
sengketa
asal
usul
merupakan
kasus
medis,
sehingga
pemecahannyapun harus secara medis pula. Setiap manusia dilahirkan dengan membawa sifat gabungan dari ayah dan ibunya karena ia tercipta dari penyatuan sel sperma ayahnya dan sel telur ibunya pada saat pembuahan. Dengan demikian, pada diri setiap anak terdapat sifat gabungan dari ayah dan ibunya yang diturunkan melalui materi keturunan yang kita sebut DNA.
ASPEK MEDIKOLEGAL PATERNITAS
Di Indonesia sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang ketentuan hukum yang berlakupun bervariasi, setidaknya ada tiga hukum yang berlaku, yanitu Hukum Islam, Hukum Perdata yang memuat dalam KUH Perdata atau BW (Burgelijk Wetbook) dan hukum adat sebagai hukum yang tidak
tertulis. Setelah lahir Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan terjadi univikasi hukum dalam segala hal yang berhubungan dengan perkawainan. Perkawinan terdapat beberapa ketentuan hukum tentang asal usul anak, hal ini dapat dimngerti, karena pluralitas bangsa, terutama dari segi agama dan adat kebiasaan, maka Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 mengatur tentang asal usul anak, dalam pasal 42, 43, dan 44, selengkapnya berbunyi sebagai berikut: 7
Pasal 42: anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43: anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (1). Kedudukan anak tersebut dalam ayat (1) diatas selanjutnya akan di atur dal am Peraturan Pemerintah (2).
Pasal 44: (1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut. (2) Pengadilan memberikan keputusakn tentang sah tidaknya anak atas Permintaan pihak yang bersangkutan. Selain itu terdapat undang-undang yang mendasari aspek medikolegal dari
Paternitas: a. Pasal 27 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: 8 1. Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.
7
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 T ahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 8
2. Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran. 3. Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran. 4. Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya dan dilengkapi berita acara pemeriksaan kepolisian. b. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:9 “ Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuannya sendiri.” c. Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuannya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir” d. Pasal 39 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: 1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9
Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2. Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. e. Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: “ Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.”
PERBEDAAN TES MATERNITAS DAN TES PATERNITAS
Tes Paternitas merupakan tes untuk menentukan apakah seorang laki-laki adalah ayah dari seorang anak. Tes ini hanya membandingkan pola DNA anak dengan ayah yang akan dites. Tes Maternitas merapakan tes untuk menentukan apakah seorang ibu adalah bener-bener ibu dari anak yang akan di tes. MACAM-MACAM PEMERIKSAAN Dasar Pemeriksaan
Pemeriksaan forensik serologis yang pertama kali digunakan untuk menyelesaikan kasus disputed paternity adalah sistem ABO yang pertama kali ditemukan di Jerman pada tahun 1910. Setelah itu ditemukan system MNS dan Rhesus pada tahun 1940. Pemeriksaan serologi dengan menggunakan sistemsistem ini terutama digunakan untuk mengeksklusi seseorang yang dituduh
sebagai ayah biologis seorang anak atau dapat memastikan bahwa seorang pria pasti bukan ayah biologis anak tersebut. 10 Sejak tahun 1950 penelitian tentang polimorfisme genetik berkembang dengan sangat pesat, sejak saat itu berbagai antigen sel darah merah dan sel darah putih, enzim sel darah merah, serta plasma protein diketahui merupakan bentuk alel. Selain itu diketahui bahwa pada rangkaian DNA seseorang juga terdapat beberapa lokus yang polimorfis artinya rangkaian DNA di tempat tersbut berbeda antara satu individu dengan individu lainnya, baik urutan basa DNA maupun panjang
DNA.
Lokasi-lokasi
polimorfis
inilah
jika
dianalisis
dengan
membandingkan DNA anak, ayah dan ibunya akan menunjukkan kebenaran pria dan wanita sebagai orangtua kandung.11 Pengelompokkan sistem yang digunakan dalam tes paternitas dibagi menjadi empat yaitu:12 1.
Sistem sel darah merah terdiri dari: sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS, Kell (K), Duffy (Fy), Kidd (Jk), Lutheran.
2.
Sistem biokimia meliputi pemeriksaan plasma protein dan enzim sel darah merah terdiri dari: haptoglobin (Hp), phosphoglucomutase (PGM), esterase D (EsD), erythrocyte acid phosphatase (EAP),
10
Tuner L. DNA Paternity Testing: Public Perceptions and the Influence of Gender , AJETS,
2003, hlm 21-37. 11
Prosedur Tetap Forensik Klinik RSUP. Sanglah Denpasar. Instalasi Forensik Klinik RSUP
Sanglah Denpasar. Denpasar, 2006. 12
Tuner L. Loc.Cit.
glyoxalase (GLO), adenosine deaminase (ADA), adenylate kinase (AK), group specific component (GC), Gm dan KM. 3.
Human Leukocyte Antigen (HLA) yang mengidentifikasi antigen pada leukocyte.
4.
DNA profiling.
Ada tiga proses penentuan anak kandung, yaitu : 13 1. Pemeriksaan medis berdasarkan ciri Fisik 2. Pemeriksaan golongan darah 3. Pemeriksaan DNA Tes paternitas yang sering digunakan untuk untuk menyelesaikan kasus disputed paternity yaitu metode konvensional dengan analisis fenotipe berupa tes golongan darah sistem ABO, Rhesus, MNS dan tes Human Leukocyte Antigen (HLA) serta tes paternitas yang menggunakan metode forensik molekular yaitu tes DNA. Analisis fenotip hanya dapat memberikan jawaban pasti jika si X bukan ayah si anak, sedangkan tes DNA didasarkan pada analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu sehingga dapat menentukan identitas seseorang hampir 99,9 % pasti sebagai ayah biologis si anak. Terdapat berbagai teknik analisi DNA yaitu Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP), Polymerase Chain Reaction (PCR), STRs (Short Tandem Repeats), Y- STRs (Y- Short Tandem Repeats), mtDNA (Mitochondrial DNA), CODIS (Combined DNA Index System). 13
Cordner, Stephen D., Plueckhahn Vernon D. Ethics. Legal Medicine and Forensic Pathology. Melbourne University Press. Australia, 1991.
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan paternitas. Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru berkembang dalam dua dekade terakhir, merupaKan bagian dari ilmu kedokteran forensik yang memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA. Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas). Tes paternitas adalah tes yang dilakukan untuk menetapkan apakah seseorang itu merupakan ayah biologis dari seorang anak. Dalam hal ilmu forensik, tes paternitas sering digunakan pada situasi kriminalitas seperti perkosaan atau persetubuhan dengan saudara sedarah dimana dari hubungan tersebut terjadi hasil konsepsi. Selain itu, tes paternitas dan tes-tes lain yang berguna untuk membuktikan hubungan keluarga dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban yang hilang atau tersangka melalui anggota keluarganya yang ada untuk di tes. Walaupun tes paternitas lebih sering dailakukan daripada tes maternitas, ada beberapa keadaan dimana ibu biologis anak tersebut tidak jelas. Untuk tes paternitas yang diperiksa adalah ibu, anak, dan terduga ayah. Bisa saja hanya a yah
dan anak yang diperiksa, jika ibu biologis tidak bersedia ikut tes. Partisipasi ibu pada tes paternitas dapat membantu separuh DNA anak, sehingga separuhnya lagi dapat dibandingkan dengan DNA terduga ayah. Contohnya pada anak yang diadopsi yang ingin bertemu kembali dengan ibu kandungnya, bayi yang tertukar di rumah sakit, dan fertilisasi in-vitro dimana laboratorium dapat mengimplantasi embrio yang tidak berhubungan dengan ibu tersebut di dalam rahimnya.
Setiap anak akan menerima setengah pasang
kromosom lainnya dari ibu sehingga setiap individu membawa sifat yang diturunkan dengan baik dari ibu maupun ayah. Sedangkan DNA yang berada pada mitokondria hanya diturunkan dari ibu kepada anak-anaknnya. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA mitokondria dapat digunakan sebagai marka untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secarmaternal. Kedua pola penurunan materi genetik dapat diilustrasikan seperti gambar sebelumnnya. Dengan perkembangan teknologi, pemeriksaan DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan individu yang satu dengan individu yang lain. Identifikasi DNA untuk tes paternitas dilakukan dengan menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeat). STR adalah lokus DNA yan tersusun atas pengulungan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnnya. Identifikasi DNA dengan penanda STR memiliki tingkat variasi yang tinggi baik antar lokus STR maupun antar individu.
Pemeriksaan terhadap korban atau serpihan tubuh korban oleh dokter forensik. Data antemortem diperoleh oleh tim lainnya, yang melakukan pengumpulan data tersangka korban dari keluarga, kerabat, data medis, data gigi dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan pembandingan antara data postmortem dan data antemortem, untuk mencari adanya kesesuaian antara keduanya.Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak data yang sesuai antara keduanya semakin meyakinkan bahwa korban adalah tersangka korban. Dengan demikian tugas kedua tim ini adalah mencari data sebanyak mungkin dari serpihan tubuh korban dan keluarga tersangka korban. Data yang dikumpulkan meliputi data visual (gambaran profil atau bagian tubuh), pakaian, perhiasan, dokumen, data medis (ras, umur, jenis kelamin, ciri khusus, DNA), serologi (golongan darah), sidik jari, dan data gigi. Dari semua data tersebut diatas, pemeriksaan gigi, sidik jari DNA merupakan 3 data penentu identitas, yang dikenal sebagai data identifikasi primer, sementara data lainnya disebut sebagai data identikasi sekunder yang hanya bersifat mengarahkan dan memperkuat data identifikasi primer. Data sidik jari pada kasus pemboman biasanya sulit didapat karena ujung jari sulit ditemukan, tidak lengkap, sudah rusak atau terbakar. Data gigi amat membantu pada identifikasi korban yang berasal dari luar negeri, karena data antemortem giginya biasanya lengkap dan mudah diperoleh. Identifikasi orang Indonesia melalui pemeriksaan gigi biasanya sulit dilakukan karena data antemortem gigi sulit diperoleh karena jarangnya kunjungan ke dokter gigi dan kurang baiknya dental record di kalangan dokter gigi praktek di Indonesia.Atas dasar itu maka untuk korban yang sulit diidentikasi dengan cara lain, maka
pemeriksaan DNA merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk pemastian identitas. Tes Marker Genetik dari Antigen Eritrosit a. Sistem ABO
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah ABO ditemukan oleh Karl Landsteiner pada tahun 1900.14
Gambar 4
Karl Landsteiner Penemu Sistem Golongan
Darah ABO (Sumber:
Anonim, “ Karl Landsteiner –
Biographical”, 2014, Diakses di: http://www.nobelprize.org/ nobel_prizes/medicine/laureates /1930 /landsteiner-bio.html diunduh tanggal 10 April 2016).
14
Dennis O’Neil, ABO Blood Types, 2014, Diakses di: http://anthro.Palomar.edu /blood/ABO_system.htm: tanggal 10 April 2016
Penerapan Hukum Mendel dalam sistem ABO adalah sebagai berikut: 15 1. Antigen A atau B tidak mungkin timbul pada anak bila Antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu at au kedua orang tuanya 2. Orang tua dengan golongan darah AB tidak mungkin mempunyai anak dengan golongan darah O 3. Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua dengan golongan darah AB Hukum Mendel juga berlaku untuk sistem golongan darah lainnya dan berdasarkan kepada hukum tersebut maka penentuan golongan darah dapat diterapkan dan membantu penyelesaian perkara-perkara sipil atau kriminal, seperti kasus penculikan bayi atau bayi yang tertukar. Golongan darah ABO ditentukan berdasarkan jenis antigen (aglutinogen) dan antibodi (aglutinin) yang terkandung dalam darahnya, sebagai be rikut: 16 1. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. 2. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada pernukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. 3. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah merah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B.
15
Idries, A.M & Tjiptomartono, A.L. Op.Cit . Hlm 26-27. Rai Bahadur, A Textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology, Elsevier, England, 2013, Hlm 106-107. 16
Tabel 1. Antigen dan antibodi yang terdapat dalam darah berdasarkan
sistem ABO Golongan
Antigen
pada
sel
Antibodi
dalam
Darah
darah merah
serum
A
A
Anti-B
B
B
Anti-A
AB
AB
Tidak ada
O
Tidak ada
Anti-A dan Anti-B
(Sumber: Victoria K Gonsorcik dan Jun Teruya, “ ABO Grouping”, 2013,
Diakses
di:
http://emedicine.medscape.com/article/1731198-
overview tanggal 10 April 2016) Tes paternitas dengan metode golongan darah ABO menggunakan bahan sampel darah ayah, sampel darah anak atau yang diduga anak , sampel darah ibu atau wanita yang diduga sebagai ibu , reagen anti A dan reagen anti B. Pemeriksaan golongan darah dilakukan pada ayah, anak dan terduga ibu, setelah diketahui golongan darah masing-masing maka dari interprestasi yang didapatkan kemudian dicocokkan apakah mereka bisa dimungkinkan mempunyai pertalian darah atau tidak. Pemeriksaan golongan darah ABO sangat mudah dilakukan dan tidak mahal serta hanya membutuhkan sedikit sampel darah. Serum yang mengandung antibodi anti A dicampur dengan sampel darah, serum lainnya yang mengandung antibodi anti B dicampur dengan sisa sampel darah. Jika sampel darah mengalami aglutinasi dengan penambahan antibodi anti A, tetapi tidak mengalami aglutinasi
dengan antibodi anti B berarti terdapat antigen A tetapi tidak terdapat antigen B sehingga golongan darahnya adalah A.
Gambar 5. Prinsip Pemeriksaan Golongan Darah
ABO (Sumber: Campbell, N.A, J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, M.L, Cain, S.A, Wasserman, P.V, Minorsky, R.B, Jackson, “ Biology”, 8th ed, San Francisco, Pearson Benjamin Cummings, 2009, Hlm 128)
Golongan darah ABO diturunkan melalui gen pada kromosom 9 dan tidak berubah oleh pengaruh lingkungan selama kehidupan berlangsung. Golongan darah ABO seseorang ditentukan dengan mewarisi 1 dari 3 alel (A, B atau O) dari tiap orang tua. Alel A dan B bersifat lebih dominan dari pada alel O. 17
17
Roberts, JA Fraser., Pembrey, Marcus E, “ Pengantar Genetika Kedokteran”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1995, Hlm 56-57.
Hal ini menyebabkan seseorang yang memiliki genotip AO akan memiliki fenotip A, dan seseorang yang memiliki genotip BO akan memiliki fenotip B sedangkan orang yang memiliki genotip OO akan memiliki fenotip O. Alel A dan B sama-sama dominan sehingga jika alel A diperoleh dari satu orang tua dan alel B dari orang tua yang lain maka fenotip yang muncul adalah AB. Dari hal tersebut diketahui bahwa golongan darah A memiliki dua fenotip yaitu AA dan AO, golongan darah B juga memiliki 2 genotip yaitu BB dan BO. Sedangkan golongan darah O dan AB hanya memiliki satu genotip. Kalau golongan darah orang tua diketahui, kemungkinan genotip pada anak-anak mereka dapat ditetapkan. Kalau kedua orangtuanya bergolongan B maka mereka dapat mempunyai anak bergenotip BB (antigen B dari kedua orang tua), BO (antigen B dari salah tua orangtua, O dari orang tua lain yang heterozigot). Tabel 2 Antigen ibu, ayah dan anak berdasarkan golongan darah ABO. Ayah
Anak
Wanita sebagai ibu Tidak mungkin
Mungkin
O
A
O,B
A,AB
O
B
O,A
B,AB
O
O
AB
O,A,B
O
AB
-
-
A
A
-
A,B,AB,O
A
B
A,O
B,AB
A
O
AB
A,B,O
A
AB
O,A
B,AB
B
A
O,B
A,AB
B
B
-
A,B,AB,O
B
O
AB
A,B,O
B
AB
B,O
A,AB
AB
A
-
A,B,AB
AB
B
-
A,B,AB,O
AB
O
-
-
AB
AB
-
A,B,AB
(Sumber: Anonim, “ American Association of Blood Banks”, Gale Encyclopedia of Medicine, 2008, Diakses di http://medicaldictionary.thefreedictionary.com /Blood+Typing+and+Crossmatching tanggal 10 April 2016.) Penafsiran dari hasil pemeriksaan penentuan golongan darah berdasarkan sistem exclusion of maternity, di mana
penggolongan darah dapat untuk
membuktikan bahwa seorang wanita tidak mungkin adalah ibunya, namun tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah ibunya. Manfaat prediktif semakin besar kalau penggolongan darah kelompok orang yang bersangkutan ini meliputi pula identifikasi antigen lain selain aglutinogen ABO. 18
18
Idries, A.M & Tjiptomartono, A.L. Loc.Cit
b. Sistem MN
Sistem MN ditemukan oleh Landsteiner dan Levine pada tahun 1927. Pengelompokan ini didasar pada dua molekul glikoprotein spesifik yang terletak pada permukaan sel darah merah. Sistem kelompok MN terdapat pada lokus autosomal yang terdapat pada kromosom 4 dan 23 dengan dua alel yang diberi nama LM dan LN. 19 Orang dengan golongan darah M mempunyai satu dari kedua tipe molekul ini dan orang dengan golongan darah N mempunyai tipe yang lainnya. Golongan MN dikarakterisasi oleh adanya kedua molekul pada sel darah merah. Sebuah lokus gen tunggal, dimana dua variasi alel bisa berada, menentukan golongan darah ini. Individu M adalah homozigot untuk satu alel; individu N adalah homozigot untuk alel yang lainnya. Kondisi heterozigot terdapat pada golongan MN.
19
Eldra Solomon, Charles Martin, Diana Martin, Linda Berg. “ Biology”. Ed 10. Cangange Learning. USA. 2014. Hlm 405
Gambar 6 Reaksi Antigen dengan Anti-Sera
Dalam Penggolongan Darah MN (Sumber: Anonim, “ Mendelian Genetics I I : Variations on
a
Theme”,
2015,
Diakses
di
http://biotech.gsu.edu/ houghton'04/2107'15/lecture11.html tanggal 8 April 2016) Perlu diperhatikan bahwa fenotip MN bukanlah intermediet antara fenotip M dan N, tetapi kedua fenotip tersebut secara sendiri-sendiri terekspresikan oleh adanya kedua tipe molekul ini pada sel darah merah. Berikut tabel genotip dan aglutinogen sistem kelompok MN.
Tabel 3. Genotip dan Aglutinogen berdasarkan sistem MN. Genotip
Aglutinogen
Kelompok darah/ fenotip
MM
M
M
NN
N
N
MN
M+N
MN
(Sumber: Mark E. Brecher, “ AABB Technical Manual”, 15th edition, Bethesda, Amerika, 2005, Hlm 337.) Tes paternitas dengan metode golongan MN menggunakan bahan sampel darah ayah, sampel darah anak atau yang diduga anak , sampel darah ibu atau wanita yang diduga sebagai ibu. Pemeriksaan golongan darah dilakukan pada ayah, anak dan terduga ibu menggunakan analisis PCR ( polymerase chain reaction), setelah diketahui golongan darah masing-masing maka dari interpretasi yang didapatkan kemudian dicocokan apakah mereka bisa dimungkinkan mempunyai pertalian darah atau tidak.
Tabel 4. Interpretasi Golongan Darah sistem MN. Ayah
Anak
Wanita
yang
Wanita yang
mungkin
tidak
adalah ibunya
mungkin ibunya
M
MN
N, MN
M
MN
MN
M, N, MN
-
N
MN
M, MN
N
MN
N
N, MN
M
N
MN
M, MN
N
MN
N
N, MN
M
M
M
M, MN
N
N
N
N, MN
M
MN
M
MN
N
(Sumber: Randall Skelton, “ A Survey of The Forensic Sciences”, Lulu Press, USA, 2011, Hlm 222) c. Sistem Rhesus
Bersama dengan sistem golongan darah O-A-B, sistem Rh juga penting dalam transfusi darah. Perbedaan utama antara sistem O-A-B dan sistem Rh adalah sebagai berikut: Pada sistem O-A-B, aglutinin bertanggung jawab atas timbulnya reaksi transfusi yang terjadi secara spontan, sedangkan pada sistem Rh, reaksi aglutinin spontan hampir tak penah terjadi. Malahan, orang mula-mula harus terpajan secara masif dengan antigen Rh, biasanya melalui transfusi darah
atau melalui ibu yang memiliki bayi dengan antigen, sebelum terdapat cukup aglutinin untuk menyebabkan reaksi transfusi yang bermakna.20 Terdapat enam tipe antigen Rh yang biasa, salah satunya disebut faktor Rh. Tipe-tipe ini ditandai dengan C, D, E, c, d dan e. Orang yang memiliki antigen C tidak mempunyai antigen c, tetapi orang yang kehilangan antigen C selalu mempunyai antigen c. Keadaan ini sama halnya untuk antigen D-d dan E-e. Juga, akibat cara penurunan faktor-faktor ini, maka setiap orang hanya mempunyai satu dari ketiga pasang antigen tersebut. Tipe antigen D dijumpai secara luas di masyarakat dan bersifat lebih antigenik daripada antigen Rh lain. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai tipe antigen ini dikatakan Rh-positif, sedangkan mereka yang tidak mempunyai tipe antigen D dikatakan Rh-negatif. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa bahkan pada orang-orang dengan Rh-negatif, beberapa antigen Rh lainnya masih dapat menimbulkan reaksi transfusi, walaupun biasanya jauh lebih ringan. Kira-kira 85 persen dari seluruh orang kulit putih adalah Rh-positif dan 15 persennya Rh negatif. Pada orang kulit hitam Amerika, persentase Rh positifnya kira-kira 95%, sedangkan pada orang kulit hitam afrika, betul-betul 100%. Bila sel darah merah yang mengandung faktor Rh, atau protein sebagai hasil pemecahan sel darah merah, disuntikkan ke tubuh orang yang darahnya tidak memiliki faktor yang sama – artinya, pada orang yang Rh negatif- akan terbentuk aglutinin anti-Rh dengan sangat lambat, konsentrasi maksimum aglutinin akan tercapai kira-kira 2 sampai 4 bulan kemudian. Respon imun ini untuk sebagian 20
Azmi E, Feldi W, Husni W, Maimanah, Mita P, Rani PSH, dkk. Genetika Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2008. https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/genetikadasar_files-of-drsmed.pdf, (3 april 2016).
besar timbul pada orang-orang tertentu daripada yang lain. Bila berkali-kali terpajan dengan faktor Rh, maka orang dengan Rh negatif akhirnya menjadi sangat ”peka” terhadap faktor Rh.
Gambar 1 Penggolongan Darah Berdasarkan Rh (Sumber: Antranik, “Blood
Components, Hemoglobin, Type/Rh Factor, Agglutinati on”, 2011, Diakses di gttp://antranik.org/blood-components-hemoglobin-typerh-factor-aglutination/ tanggal 10 April 2016) d. Sistem Kell
Golongan darah Kell, Antigen Kell merupakan antigen yang kuat setelah golongan darah ABO dan dapat mengakibatkan HDN dan reaksi transfusi hemolitik. Anti Kell (anti-K) ditemukan pada tahun 1946 oleh Coombs dkk. Sedangkan anti Cellano (anti-k) ditemukan oleh Levine dkk tahun 1949. Sistem golongan darah Kell mempunyai 2 bentuk, yaitu K(+) dan K(-). 21
21
Dalimoenthe NZ. Dasar-Dasar Transfusi Darah. Edisi Pertama. Balai Penerbit FK Universitas Padjajaran. Bandung. 2011. p:27-38
Tabel 1. Fenotipe dan genotipe Sistem Golongan darah Kell Anti-K
Anti-k
Gol
Genotype
Phenotype
Kulit Putih
Kulit Hitam
+
-
K pos
KK
K
0,21%
-
+
+
K pos
Kk
Kk
8-10%
2-5%
-
+
K pos
Kk
K
1-92%
95-97%
e. Sistem Duffy Golongan darah Duffy ditemukan oleh Cutbush & Chanary pada tahun 1950. Terdapat 2 allel, yaitu Fya dan Fyb. Terdapat 4 Fenotype Duffy yaitu Fy(a+b+), Fy(a+b-), Fy(a-b+) dan Fy(a-b-). Fenotipe Fy(a-b-) jarang ditemukan pada penduduk Eropa, tetapi banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Barat. Individu dengan Fy(a-b-) resisten terhadap invasi Plasmodium vivax. Antigen Fya dan Fy b adalah reseptor untuk parasit malaria, Plasmodium vivax.
Oleh karena itu individu yang fenotip Fy (ab) memiliki ketahanan terhadap malaria. Hal ini sangat berpengaruh terhadap variasi golongan darah Duffy terlihat pada populasi yang terdapat banyak kasus malaria. Antibodi yang terbentuk terhadap antigen Duffy menyebabkan reaksi transfusi dan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (HDN). f.
Sistem Kidd
Golongan darah Kidd mempunyai 2 allel, Jka ditemukan oleh Allen dkk tahun 1951 dan Jkb oleh Plaut dkk tahun 1957. Dikenal 4 macam phenotype, pemeriksaan menggunakan anti-Jka dan Anti-Jkb, yaitu Jk(a+b-), Jk(a+b+), Jk(a b+) dan Jk(a-b-). Kedua anti-JK dan anti-Jk b sulit untuk di deteksi dan di indentifikasi karena mereka sangat lemah dan terdeteksi terutama pada fase
antiglobulin pengujian. Antibodi ini biasanya titer rendah serta menjadi reaksi lemah. Antibodi menghilang dengan cepat dari peredaran dan juga dalam serum.
Tes Marker Genetik dari Serum Protein a. Sistem G-C (GMP Spesific – Component)
Group spesific component (Gc) adalah vitamin D yang terikat dengan glikoprotein pada fraksi α-2 globulin pada protein serum. Namun fungsi biologis dari Gc belum diketahui. Tiga jenis utma fenotipe Gc ( Gc 1-1, Gc 2-2, Gc 2-1) sudah dikethui pola proteinnya melalui elektroforesis. 22 Penggunaan isoelectric focusing (IEF) dapat membedakan 9 subtipe Gc (1F, 1S, 2, 1F1S, 2-1F, 2-1S, 1F-1A1, 1S-1A1, DAN 2-1A1). Metode tersebut membutuhkan immunofiksasi (imobilisasi pita protein di dalam jel dengan antibodi spesifik) untuk mendeteksi pita protein yang telah dipisahkan. Fenotipe pertama dipisahkan dengan perpindahan melalui jel dan menghasika pola pita yang dapat terlihat. Biasanya imunopresipitat dapat dibuat lebih jelas terlihat dengan pewarnaan protein seperti Coomassie Brilliant Blue. b. Sistem Hp (Haptoglobin)
Haptoglobin adalah glikoprotein dari kelas
-2 globulin yang merupakan
kompleks stabil dengan hemoglobin yang mengontrol pengeluaran hemoglobin dari tubuh. Kompleks ini stabil, kuat terikat dan ireversibel. Elektroforesis biasanya keluar pada vertical policrylamid gel apparatus. Pemisahan tipe Hp secara elektroforesis merupakan cara utama yang dilakukan, hemoglobin 22
Stuart ,H.J & Jon, J.N,Forensic Science An Introduction to Scientific a nd Investigative Tehniques. Edisi Kedua. Florida: CRC Press, 2005. hlm:253