Pada paper ini penulis memfokuskan pembahasan pada evaluasi pelaksanaan UN pada hal yang substansial, dan bukan kepada masalah teknis.
Penulis adalah mahasiswa FISIP UI.
. Zul Sikumbang, 2013. "DPR minta pemerintah evaluasi total pelaksanaan UN", dalam www.antaranews.com
Antonius Eko, 2013, Evaluasi Satu Dasawarsa Pelaksanaan UN, Membongkar Sikap Bungkam Pemerintah Soal UN. www.portalkbr.com.
Ester Lince Napitupulu, 2011. Indeks Pendidikan Indonesia Masih Rendah. www.edukasi.kompas.com.
Ibid
Tempo edisi 21-27 Oktober 2013, p.17.
Chan Basaruddin, 2013. "Ujian Nasional Untuk Apa?", dalam www.edukasi.kompas.com
Admin, 2013. "Ujian Nasional Bukan Amanat UU, dalam www.jpnn.com
PAPER
EVALUASI KEBIJAKAN PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL DI INDONESIA
Aditya Maulana Mugiraharjo, 1106007060
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang vital bagi manusia. Inilah investasi terpenting yang dilakukan oleh setiap orang tua kepada anaknya. Pendidikan tidak ubahnya seperti makanan yang membuat manusia tetap hidup. Agama dan budaya juga menganggap pendidikan sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Terlepas dari berbagai macam latar belakang, semua sepakat bahwa pendidikan ialah hal fundamental dan wajib dilakukan oleh setiap manusia. Berbagai negara di dunia memiliki sistem pendidikan yang disesuaikan dengan karakter sosial, budaya masing masing. Setiap negara memiliki keunggulan yang khas dan tidak bisa disamakan dengan negara lainnya.
Indonesia memiliki kebijakan pendikan yang diatus dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan pendidikan Indonesia tidak terlepas dari sebuah proses evaluasi pembelajaran di setiap akhir periode jenjang pendidikan. Sejak tahun 2004, Departemen Pendidikan Nasional (saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mulai menyelenggarakan Ujian Nasional sebagai evaluasi hasil belajar untuk pelajar tingkat sekolah menengah yang berlaku secara nasional. Hingga tahun pelajaran 2012/2013, UN telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali.
Dari sepuluh kali penyelenggaraan UN masih banyak terdapat kekurangan di berbagai sisi, baik segi substansi maupun teknis. Kita tentu tidak lupa akan kekisruhan penyelenggaraan UN pada tahun 2013 ini yang menyebabkan penundaan pelaksanaan UN di 11 Provinsi. Bukan hanya itu saja, dari tahun ke tahun penyelenggaraan UN selalu menimbulkan polemik, seperti kebocoran soal, kecurangan pada saat pengerjaan soal, hingga transparansi penggunaan dan besaran dana yang tidak jelas.
Hal ini yang kemudian dikemukakan oleh berbagai pegiat pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Pendidikan pada Konvemsi Rakyat yang bertema "Evaluasi Satu Dasawarsa Ujian Nasional" yang digelar pada bulan September 2013. Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyarti mengatakan bahwa penyelenggaraan UN tidak pernah dievaluasi oleh Pemerintah secara serius. Padahal UN sudah terbukti memiliki dampak buruk, seperti menyontek, makin rendahnya mutu pendidikan anak bangsa. Sebagai gambaran, pada tahun 2011 indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) berada pada peringkat 69, menurun dari tahun sebelumnya yaitu peringkat 65.
Sebagian masyarakat yang lain yang tetap menginginkan adanya pelaksanaan UN mengungkapkan, UN yang diselenggarakan harus menjawab keinginan mereka yaitu terlaksananya beberapa tujuan sekaligus, yaitu UN sebagai pemetaan; kedua, UN sebagai penentu kelulusan; ketiga, UN sebagai salah satu tahapan menempuh ke jenjang pendidikan berikutnya; keempat UN untuk pembinaan dan peningkatan mutu. Pada tujuan tipe yang pertama, yaitu UN sebagai pemetaan, kini sudah dilaksanakan oleh pemerintah.
UN sebagai penentu kelulusan kini mengalami beberapa perubahan dari tahun ke tahun. Sejak pelaksanaan UN tahun 2011, teknis pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan sedikit mengalami perubahan. Sebelumnya, UN digunakan sebagai satu satunya penentu kelulusan pelajar dari jenjang pendidikan yang sedang diikuti. Sejak tahun 2011, penentu kelulusan tidak hanya UN, namun digabung dengan hasil Ujian Sekolah dengan presentase sebesar 60 % untuk UN, dan 40 % untuk nilai Ujian Sekolah. Hal ini sudah memenuhi prinsip prinsip keadilan, dimana proses evaluasi belajar yang dijalani setiap pelajar juga diperhatikan, sehingga tidak ada hanya ditentukan dari hasil selama 4 hari pelaksanaan UN.
Keinginan publik yang ketiga, yaitu UN sebagai salah satu tahapan yang dapat digunakan untuk menempuh jenjang pendidikan berikutnya. Sistem ini juga sudah terlaksana karena begitu pelajar lulus dari tingkat SMP / SMA, ia dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Pengecualian diberikan untuk pelajar SMA yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Lulus dari UN tidak serta merta membuat pelajar diterima di perguruan tinggi. Ia harus mengikuti tes seleksi masuk yang diadakan untuk masuk perguruan tinggi. Sedangkan untuk keinginan keempat, publik harus bersabar terlebih dahulu karena substansial pelaksanaan UN terus digugat. Jika ingin UN mencapai tujuan untuk pembinaan dan peningkatan mutu, maka harus dibahas terlebih dahulu apakah UN yang sekarang sudah benar benar mencerdaskan dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
KERANGKA TEORI
Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang berisi penilaian kebijakan yang meliputi substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir dari sebuah proses kebijakan atau kegiatan saja, namun melekat ke seluruh proses kebijakan. Menurut Anderson (1975), istilah evaluasi memiliki arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi mencakup kesimpulan, klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali.
Dimensi Fungsi Kebijakan
Evaluasi kebijakan berfungsi untuk memenuhi akuntabilitas publik, karenanya sebuah kajian evaluasi harus mampu memenuhi esensi akuntabilitas tersebut, yakni:
Memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap pelaksanaan sebuah program/kebijakan. Dalam hal ini, studi evaluasi perlu dilakukan untuk meneliti/mengkaji tentang hubungan kausal atau sebab akibat.
Mengukur kepatuhan, yaitu melihat kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan
Melakukan auditing untuk melihat mengenai ketercapaian tujuan dan sasaran kebijakan, penggunaan anggaran, dan pelaksanaan program.
Melihat dan mengukur akibat sosial ekonomi dari kebijakan, seperti dampak kebijakan terhadap ekonomi masyarakat, kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan. (William N. Dunn dan Ripley, dalam Rochyati, 2012)
Dimensi Tujuan Kebijakan
Studi evaluasi dalam kebijakan publik berguna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam proses evaluasi. Informasi yang harus didapatkan dari studi evaluasi ialah :
Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Kebijakan, yakni mengevaluasi kinerja orang-orang yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan. Darinya kita akan memperoleh jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi, dlsb yang terkait.
Evaluasi kebijakan dan dampaknya, yakni mengevaluasi kebijakan itu sendiri serta kandungan programnya. Darinya kita akan memperoleh informasi mengenai manfaat kebijakan, dampak kebijakan, kesesuaian kebijakan/program dengan tujuan yang ingin dicapai (William N. Dunn dan Ripley, dalam Rochyati, 2012)
Dimensi Dampak Kebijakan
Evaluasi sumatif umumnya dilakukan untuk memperoleh informasi terkait dengan efektifitas sebuah kebijakan/program terhadap permasalahan yang dihadapi. Evaluasi ini bertujuan untuk:
Menilai apakah program telah membawa dampak yang diinginkan terhadap individu, rumah tangga dan lembaga.
Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan program yang diadakan.
Mencari tahu apakah ada akibat yang tidak direncanakan atau diperkirakan.
Mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok yang menjadi sasaran program dan apakah membaiknya kondisi kelompok sasaran betul-betul disebabkan karena program yang telah diadakan atau faktor lain. (William N. Dunn dan Riple, dalam Rochyati, 2012)
Dimensi Dampak dalam Evaluasi
Dampak dalam evaluasi dapat diketahui dalam beberapa poin di bawah ini, yaitu :
Dampak pada masalah publik (pada kelompok sasaran) yang diharapkan atau tidak.
Dampak pada kelompok di luar sasaran sering disebut eksternalitas/dampak melimpah (spillover effects).
Dampak sekarang dan dampak yang akan datang.
Dampak biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program dan dampak biaya tak langsung yang dikeluarkan publik akibat suatu kebijakan (misalnya dampak terhadap pengeluaran rumah-tangga akibat relokasi pemukiman yang menyebabkan jarak ke sekolah/tempat kerja makin jauh). (William N. Dunn dan Ripley, dalam Rochyati, 2012)
PEMBAHASAN
Ujian Nasional pada tahun ajaran 2012 / 2013 merupakan pelaksanaan UN yang ke-10. Berbagai macam permasalahan muncul sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2004. Masyarakat pun terpecah suaranya untuk mendukung pelaksanaan UN atau menolaknya. Beberapa aktifis pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Pendidikan menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan UN secara substansial dan komprehnsif. Pasalnya, selama ini Pemerintah dirasa kurang serius dalam melakukan evaluasi UN, dan hanya menyentuh aspek teknis ketimbang substansial dalam setiap evaluasi pelaksanaan UN setiap tahunnya.
Berangkat dari landasan teori yang telah dikemukakan di bagian kerangka teori, maka penulis dapat mengevaluasi pelaksanaan UN di Indonesia. Pada evaluasi pelaksanaan UN, kita akan mengetahui bagaimana kesesuaian pelaksanaan dengan perencanaan awal; apakah UN telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku; apakah UN memiliki dampak, baik positif maupun negatif kepada pelajar atau masyarakat secara luas; apakah ada akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan UN.
Dalam perencanaan awalnya, UN diadakan untuk mengadakan evaluasi pembelajaran berskala nasional bagi pelajar SMA dan SMP. Pelaksanaan UN, nantinya diharapkan mampu menghasilkan output, yaitu adanya Indeks Pendidikan bagi setiap sekolah, daerah atau wilayah di Indonesia. Dari Indeks Pendidikan yang tercipta, maka Pemerintah selanjutnya dapat memetakan masalah-masalah atau kekurangan-kekurangan yang terjadi di daerah atau wilayah sehingga dapat ditemukan solusi dan dilakukan perbaikan di sekolah, daerah atau wilayah yang perlu diperbaiki. Melalui indeks kompetensi sekolah tersebut, kemudian akan menghasilkan indikator indikator yang lain, seperti indikator pembinaan sekolah atau daerah, dan indikator tentang kelulusan masing masing sekolah atau daerah sehingga dapat dilakukan pemetaan.
Dilihat dari aspek dampak kebijakan, akan dibahas mengenai dampak yang timbul setelah pelaksanaan kebijakan. Terdapat beberapa dampak positif dan negatif dari pelaksanaan UN. Terlebih dahulu akan kita bahas dampak positif dari UN. Menurut penulis, UN memiliki dampak positif, yaitu memacu semangat belajar pelajar. Dengan adanya pelaksanaan UN sebagai salah satu faktor penentu kelulusan, maka minat dan semangat belajar para siswa semakin meningkat. Mereka tidak hanya semakin terpacu dengan hanya mencapai status lulus, bahkan kalau bisa mendapatkan nilai sempurna di setiap mata pelajaran yang diujikan. Minat dan semangat belajar yang bertambah dapat kita lihat secara kasat mata dari banyaknya siswa yang mengikuti program les tambahan atau bimbingan belajar. Tidak hanya bagi siswa, sekolah pun demikian. Program program tambahan diadakan untuk kesuksesan muridnya.
Selain itu, dampak positif dari dilaksanakannya UN ialah standarisasi pendidikan. Standar pendidikan ini didapatkan dari upaya untuk memberikan standar terhadap pendidikan nasional. Hasil yang didapat dari UN kemudian dijadikan dasar untuk melakukan perbaikan dan pemberian perhatian lebih terhadap sekolah atau daerah yang masih perlu ditingkatkan tingkat pendidikan. Dengan seperti itu maka mutu pendidikan dapat diberikan standar secara nasional dan kemudian mutu pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan negara lain.
Sedangkan di sisi lain, UN juga memiliki dampak negatif, yaitu menghalalkan berbagai cara. Psikologis pelajar yang merasa tertekan untuk harus lulus, menyebabkan para siswa melakukan berbagai hal -menghalalkan berbagai cara- salah satunya mencontek. Praktik mencontek yang dilakukan para siswa yaitu dengan membeli bocoran jawaban dari pihak pihak tertentu. Hal inilah yang tentunya tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Apabila UN dilaksanakan malah hanya menjadi tekanan bagi para siswa dan juga malah mendidik bangsa menjadi bangsa pencontek, maka pelaksanaan UN tidak sesuai dengan tujuan pendiidkan nasional. Oleh karena itu, maka pelaksanaan UN harus ditinjau ulang substansi pelaksanaannya. Dalam pembahasan ini jelas terlihat bahwa yang menjadi tujuan UN bukan lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun jelas hanya untuk mencapai status "lulus", meskipun didapat dari menghalalkan berbagai cara.
Upaya standarisasi yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya hanya simbol dalam bentuk angka belaka. Pasalnya, standarisasi dalam bentuk sebenarnya, yaitu kualitas guru, infratsruktur tidak pernah tersentuh dalam pembahasan. Pemerintah seolah olah lupa standar nasional yang dilakukan ternyata hanya kosong belaka. Mengapa demikian? Karena selama ini UN hanya dijadikan sebagai bahan kepentingan politik semata. Hasil UN digadang-gadang menjadi salah satu aspek keberhasilan dari sang kepala daerah. Ini sangat menyimpang dari substansi dan tujuan. Selanjutnya, ketika hasil yang dicapai suatu sekolah atau daerah baik, apakah akan terjadi perbaikan fasilitas, insfrastruktur, dan kualitas guru ? Tidak juga.
Hal yang paling fundamental dalam pelaksanaan UN ialah kesesuaian antara pelaksanaan UN dengan dasar hukum yang mengatur pelaksanaan pendidikan nasional, yaitu Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Para aktifis pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Pendidikan menganggap bahwa UN bertentangan dengan Pasal 58 UU Sisdiknas mengenai evaluasi hasil belajar. Dalam pasal itu dikatakan bahwa evaluasi hasil belajar berada di tangan pendidik. Mengenai standar nasional pendidikan, seharusnya tanggung jawab ada di tangan pemerintah, dan bukan siswa. Seharusnya evaluasi dilakukan bukan kepada siswa, namun kepada Pemerintah itu sendiri. Evaluasi yang ada pada siswa hanyalah attitude dan kecakapan.
Maka sudah sangat perlu bagi kita semua, baik Pemerintah, Masyarakat, Orangtua Murid, Pendidik, Aktifis Pendidikan untuk duduk bersama untuk memberikan evaluasi mengenai UN ini. Tujuannya tidak lain ialah menghindari polemik mengenai UN yang terus berlanjut dari tahun ke tahun yang lagi-lagi mengorbankan peserta didik yang hanya ingin menuntut ilmu tanpa dibebani kepentingan kepentingan politik.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Dari pemaparan makalah ini, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai pelaksanaan UN, yaitu pertama, jika dilihat dari tinjauan pemenuhan kepentingan publik mengenai UN, Pemerintah telah memenuhi kepentingan publik tersebut. Dengan kata lain, masyarakat yang tetap menginginkan adanya pelaksanaan UN, menganggap UN telah memenuhi keinginan masyarakat. Kedua, dilihat dari segi dampak. Dari segi dampak, terlihat bahwa UN memiliki manfaat yang lebih sedikit dibandingkan dengan keburukannya. Ketiga, dilihat dari segi pencapaian tujuan, UN juga dirasa sudah menjadi bahan "dagangan" politik bagi pemimpin daerah. Keempat, kesesuaian dengan landasan hukum. UN dianggap bertentangan dengan Pasal 58 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pelaksanaan UN di Indonesia harus ditinjau ulang, terutama mengenai substansi serta landasan hukum pelaksanaannya. Pemerintah harus serius dalam melakukan evaluasi pelaksanaan UN sehingga tidak hanya sekedar memberi pengertian sementara kepada pihak pihak yang kontra, namun juga memberikan jawaban dan langkah yang lebih substansial dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar ke depan dan berjangka panjang serta sesuai dengan grand design pendidikan Indonesia. Pemerintah harus mendengar suara dari semua pihak mengenai pelaksanaan UN.
Rekomendasi
Dari pendahuluan, pembahasan, dan kemudian kesimpulan, penulis memiliki rekomendasi kepada pemerintah, yaitu :
Mengadakan evaluasi pelaksanaan UN secara serius dan membahas masalah masalah substansial seperti, urgensi dilaksanakannya UN, tujuan pelaksanaan UN, dampak positif atau negatif pelaksanaan.
apabila Pemerintah tidak dapat menemukan urgensi, dasar hukum, dan tujuan pelaksanan UN yang sesuai dengan grand design pendidikan nasional, maka sebaiknya Pemerintah untuk menghapuskan UN.
DAFTAR PUSTAKA
Nurfaiqoh, 2009. http://repository.fisip-untirta.ac.id/67/1/Nurfaiqoh.pdf.
(diakses pada 29 November 2013, pukul 20.46 WIB)
Eko, Antonius, 2013. Evaluasi Satu Dasawarsa Pelaksanaan UN Membongkar Sikap Bungkam Pemerintah Soal UN.
http://www.portalkbr.com/berita/perbincangan/2949533_4215.html (diakses pada 15 Desember 2013, pukul 22.31 WIB)
Napitupulu, Ester Lince, 2011. Indeks Pendidikan Indonesia Masih Rendah. http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/02/18555569/Indeks.Pendidikan.Indonesia.Menurun (diakses pada 15 Desember 2013, pukul 22.39 WIB)
Admin, 2013. Ujian Nasional Bukan Amanat UU. http://www.jpnn.com/read/2013/09/26/192842/Ujian-Nasional-Bukan-Amanat-UU- (diakses pada 15 Desember 2013, pukul 22.46 WIB)
Admin, 2013. UN Melanggar UU Sisdiknas. http://indonesiarayanews.com/read/2013/04/17/58951/rss.xml#ixzz2ndxo0Prc (diakses pada 16 Desember 2013, pukul 20.55)
Basaruddin, Chan. 2013. Ujian Nasional Untuk Apa?.
http://edukasi.kompas.com/read/2013/05/08/0255454/Ujian.Nasional.untuk.Apa. (diakses pada 16 Desember 2013, pukul 21.20 WIB)
Sikumbang, Zul, 2013. DPR minta pemerintah evaluasi total pelaksanaan UN. http://www.antaranews.com/berita/374405/dpr-minta-pemerintah-evaluasi-total-pelaksanaan-un (diakses pada 16 Desember 2013, pukul 22.26 WIB)
Rochyati, 2012. Evaluasi Kebijakan Publik. http://rochyati-w-t-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-69585-Umum-EVALUASI%20KEBIJAKAN%20PUBLIK.html (diakses pada 16 Desember 2013, pukul 17.46 WIB)
Anderson, J. 1978. Implementasi kebijakan publik. Bandung:AIPI
UN Menuju Indeks Kompetensi Sekolah. Tempo, edisi 21-27 Oktober 2013, p.16.