PANDUAN ANALISIS MODUS KEGAGALAN & DAMPAK (AMKD) Failure Mode,Effect and Analysis (FMEA)
RSU ATTUROTS AL ISLAMY SLEMAN 2015
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.......................................................................................................................2 BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.............................................................................................3 B. TUJUAN..................................................................................................................3 BAB. II. PEMBAHASAN A. DEFINISI ……………………………………………….......……………………4 B. RUANG LINGKUP ……………………………………………………………...5 C. LANGKAH-LANGKAH 1. Langkah 1. Pilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim……………….6 2. Langkah 2. Diagram alur proses………………………………………………….9 3. Langkah 3. Brainsorming modus kegagalan dan dampaknya……..…….………10 4. Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan …………………………….……..11 5. Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan………...………………15 6. Langkah 6. Redesain proses……………………………………………..………16 7. Langkah 7. Analisa dan uji coba proses baru……………………………………17 8. Langkah 8. Implementasi dan monitor proses yang diredesain …………………17 BAB V. PENUTUP.........................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA............................................................ ..........................................23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 2
Tujuh langkah menuju keselamatan rumah sakit adalah upaya untuk menggerakkan program keselamatan pasien di RSU Atturots Al Islamy. Berdasarkan langkah ke enam dari tujuh langkah tersebut yaitu rumah sakit mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali pertahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tim KPRS RSU Atturots Al Islamy menyusun panduan FMEA (Failure Mode Effect and analysis) sebagai tool untuk penilaian risiko pada proses yang belum dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan proaktif. B. TUJUAN I. Tujuan Umum Buku panduan ini sebagai dasar bagi tim KPRS untuk meningkatkan mutu layanan RS melalui kegiatan redesain proses pelayanan untuk menganalisis modus kegagalan dan dampaknya II.
Tujuan Khusus a. Pedoman dalam melaksanakan langkah-langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan Dampak b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi terjadi error. c. Panduan dalam perbaikan sistem (re-desain proses) terhadap proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI
3
Pada saat ini pencegahan kesalahan medis belum menjadi fokus utama untuk asuhan perawatan pasien di rumah sakit. Sebagian besar sistem pelayanan kesehatan tidak didesain untuk mencegah terjadinya error. Definisi dari FMEA (Failue Mode and Effect Analysis) adalah : 1) Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi. 2) Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi. 3) Mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk. Secara
umum
definisinya
adalah
metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi
dan mencegah Potensi Kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien. B. RUANG LINGKUP 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim. Membuat diagram proses. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya. Memprioritaskan modus kegagalan. Identifikasi akar masalah. Redesain proses Analisis dan uji prose baru Implementasi dan monitor perbaikan proses.
C. TATA LAKSANA Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak ( Failure Mode Effect and Analysis / FMEA ) ada 5 tahap. Yaitu : I.
Tahap 1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim. A. Pilih proses yang beresiko tinggi. 1. Proses yang beresiko tinggi meliputi : a. Proses baru. 4
Misalnya : staf mengoperasikan alat / instrumen medis yang baru. b. Proses yang sedang berjalan. Misalnya : proses pengadaan, penyimpanan & distribusi tabung gas medis (O2, N2O). c. Proses klinis. Misalnya : proses pengambilan darah di laboratorium. d. Proses non klinis. Misalnya : mengkomunikasikan hasil laborat ke dokter atau identifikasi pasien yang beresiko jatuh. 2. Proses yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih karakteristik. a. Variabel individu : Pasien : tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi pasien, proses pengobatan. Pemberi layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan dalam pelaksanaan tugas. b. Kompleksitas : Proses dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri puluhan langkah. Semakin banyak langkah dalam suatu proses, semakin tinggi probabilitas terjadinya kesalahan. Teori Donald Berwick bahwa :
Bila proses terdiri dari 1 langkah, kemungkinan salah 1%.
Bila proses 25 langkah, kemungkinan salah 22%
Bila proses 100 langkah, kemungkinan salah 63%
c. Tidak standar. Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan berdasarkan kebiasaan atau prosedur yang sudah ketinggalan jaman. Diperlukan : SPO, Protokol atau Clinical Pathways untuk membatasi pengaruh dari variabel ini. 5
d. Proses tanpa jeda. Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu berurutan tanpa jeda sehingga seringkali baru disadari terjadi penyimpangan pada langkah berikutnya. Misal : NORUM. Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan gangguan pada seluruh proses. Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan penyimpangan pada langkah berikut. Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau adanya langkah yang diabaikan. Kesalahan pada satu langkah akan segera diikuti oleh kesalahan berikutnya, terutama karena koreksi tidak sempat dilakukan. e. Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas. Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang dalam proses dapat menimbulkan variasi kesalahan. Misal : penulisan resep dengan singkatan dapat menimbulkan Medication error. Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai sesuai dengan tugas dan fungsinya. f. Kultur garis komando ( Hierarchical culture ). Suatu proses akan menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi dalam unit kerja dengan budaya hirarki dibandingkan dengan unit kerja yang budayanya berorientasi tim. Hal ini karena : Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang lain. Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi tentang medikasi, dosis serta elemen perawatan lainnya. g. Keterbatasan waktu. Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung meningkatkan resiko kegagalan. 3. Pertimbangkan : Yang paling tinggi potensi resikonya. Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain 6
Ketertarikan orang untuk memperbaiki.
B. Membentuk tim. 1. Komposisi tim. a) Multidisiplin & multi personal Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota tim. Beberapa karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan memutuskan, orang yang penting untuk penerapan perubahan yang mungkin diperlukan, pemimpin yang memiliki pengetahuan-dipercaya-dihormati, orang dengan pengetahuan yang sesuai, b) Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang) 2. Pembagian peran tim a) Team leader Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati. Mempunyai kemampuan membuat keputusan. Orang yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan akan dilaksanakan. b) Fasilitator. Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader. Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area yang dianalisis. Memandu tim dalam proses diskusi. Memilah temuan atau masukan yang tidak penting. Memastikan bahwa anggota mendokumentasikan hasil.
tim
menyelesaikan
setiap
langkah
dan
Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang dibicarakan. 7
Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator. c) Expert. Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis. Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa perubahan proses. d) Perwakilan dari disiplin ilmu terkait. e) Notulen Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen. Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian. Fungsi notulis dapat menghambat kemampuannya dalam mengemukakan pendapat, sehingga perlu bergantian. Membuat dokumentasi.
II.
LANGKAH 2. MEMBUAT ALUR PROSES Pilihlah salah satu diagram / mapping Process Mapping Process juga dikenal sebagai Flowchart, menggambarkan semua langkah dalam proses. Mapping Process membantu Tim mengidentifikasi masalah yang dapat diperbaiki. Tool ini sangat mendasar yang sebaiknya digunakan pada langkah awal karena dapat memberikan pandangan yang jelas tentang proses. Tim sebaiknya memulai dengan Process Map level tinggi (5-12 langkah).Kemudian memilih proses yang mempunyai masalah yang paling besar. Contoh : a. Detaile Process Map paling umum digunakan
8
. b. High-Level. Process Map tercepat, paling sederhana dan detil
c. High--‐low (Top--‐down) Menambahkan pada kedalaman pada high--‐level Process Map, namun tanpa mapping yang detil
III.
Tahap 3. Brainstorm Potensial Modus Kegagalan dan Dampaknya.
Dalam tahap ke 3, proses harus menggunakan alat bantu berupa : 9
1. Failure Mode. Jenis potensi kegagalan dalam proses untuk memenuhi persyaratan atau tujuan proses. Berasal dari proses yang tidak sempurna. Menyebabkan dampak. Contoh : tidak berfungsi, fungsi menurun, fungsi menyimpang, jatuh, salah identifikasi dll. 2. Efek. Akibat dari kegagalan, yang mengganggu / merugikan. Dirasakan pasien Contoh : keterlambatan penanganan, kematian, cacat, kerusakan jaringan, tidak dapat diperbaiki, melanggar ketentuan, kerugian finansial.
Contoh diagram 1 proses No 1.
Sub Proses Print charge slip &
Failure Mode Charge slip & etiket
Effect Dampak pada pasien : salah obat,
etiket
berbeda dg resep
salah harga, terapi irasional Dampak pada pengunjung : Dampak pada staf : komplain
Charge slip & etiket buram
pasien, sangsi atasan Peralatan / fasilitas : Dampak pada pasien : salah minum obat Dampak pada pengunjung : Dampak pada staf : komplain dari pasien 10
IV. Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan. Seberapa parah efek yang ditimbulkan. Tingkat kefatalan dampak menggunakan alat bantu berupa tabel Severity. Seberapa sering potensi penyebab terjadi. Tingkat kemungkinan terjadi menggunakan alat bantu berupa tabel Occurrence. Seberapa mudah potensi penyebab terdeteksi. Kemampuan deteksi dari sistem yang ada menggunakan tabel Detection. Risk Priority number (RPN) Sering digunakan untuk mengkalkulasi kritisnya keadaan sebagai suatu a risk priority number
(RPN),
juga
disebut
Criticality
Index
(CI),
berdasarkan
derajat
Severity,Probability dan Deteksi. Risk Priority Number = severity x Occurence x Detection Modus kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis menjadi perhatian untuk diatasi / menjadi PRIORITAS. Memilih skala peringkat : JCI tidak secara spesifik menentukan “skala” mana yang harus digunakan dalam menilai modus kegagalan. Skala yang dipilih adalah skala 1-10 A. Severity Yaitu efek pada pelanggan. Nilai 10 adalah ekstrem (komplain) dan nilai 1adalah pelanggan tidak nyaman. Contoh skala 1-10
11
RATING 1
DESKRIPSI Dampak minor atau tidak ada
2 3
DEFINISI Tidak akan disadari oleh orang yang mengalami dan tidak mempengaruhi proses Dapat mempengaruhi orang yang mengalami dan akan sedikit berpengaruh pada proses.
4 5
Dampak moderat
6
Cedera ringan
7 8
Cedera berat
Akan mengakibatkan cedera serius pada orang & menyebabkan dampak serius pada proses.
Bencana, cacat seumur hidup / meninggal
Sangat berbahaya : kegagalan akan menyebabkan kematian pada orang yang dilayani & menyebabkan dampak serius pada proses.
9 10
Dapat berpengaruh pada orang yang mengalami & menyebabkan dampak serius pada proses. Akan berpengaruh pada orang dan menyebabkan dampak serius pada proses.
12
B. Occurance Contoh skala 1-10 DESKRIPSI 1 2 3
Sangat jarang & hampir tidak ada
KEMUNGKINA N 1 dalam 10.000
DEFINISI Tidak ada / sedikit diketahui terjadinya, sangat tidak mungkin kondisi akan pernah terjadi
Kemungkinan rendah
1 dalam 5.000
Mungkin, tapi tidak diketahui datanya, kondisi terjadi dalam kasus terisolasi, tetapi kemungkinannya rendah
Kemungkinan moderat
1 dalam 200
Didokumentasikan, tetapi jarang, kondisi tersebut memiliki kemungkinan cukup besar terjadi
Kemungkinan tinggi
1 dalam 100
Didokumentasikan & sering, kondisi tersebut terjadi sangat teratur dan / selama jangka waktu yang wajar.
9
Yakin terjadi
1 dalam 20
Didokumentasikan, hampir pasti, kondisi tersebut pasti akan terjadi selama periode panjang yang spesifik untuk langkah / hubungan tertentu
10
Selalu terjadi
1 dalam 10
4 5 6 7 8
13
C. Detection Menggunakan skala 1-10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pasti terdeteksi
10 dari 10
Hampir selalu terdeteksi dengan segera
Kemungkinan rendah
7 dari 10
Mungkin terdeteksi
Kemungkinan moderat
5 dari 10
Kemungkinan sedang terdeteksi
Kemungkinan tinggi
2 dari 10
Tidak akan terdeteksi dengan mudah
Hampir pasti tidak 0 dari 10 terdeteksi Tidak ada upaya deteksi
Tidak mungkin terdeteksi tanpa upaya serius Tidak ada mekanisme deteksi atau proses baru
Prioritaskan Modus Kegagalan Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas tindakan. Jika modus kegagalan menggunakan RPN, mungkin dapat memilih “cut off point” untuk menentukan prioritas. o Nilai dibawah cutoff point tidak memerlukan tindakan segera kecuali tersedia waktu. o Nilai di atas cutoff point , harus dilakukan eksplorasi.
14
Tabel RPN dan Criticality No
Sub
Failure
Effect
S
Potential Cause
O
D
RPN
1.
Proses Print
Mode Charge slip
Dampak pada
9
Petugas salah input
3
7
189
Charge slip
fasilitas : Dampak pada
Tinta mesin printer
4
1
36
& etiket
pasien : salah
hampir habis
buram
minum obat Dampak pada
charge slip & etiket
pasien : salah
& etiket
berbeda dg
obat, salah
resep
harga, terapi irasional Dampak pada pengunjung : Dampak pada staf : komplain pasien, sangsi atasan Peralatan /
pengunjung : 15
Dampak pada staf : komplain dari pasien Target RPN = 150 Maka : Dibawah 150 resiko diterima oleh rumah sakit. Diatas atau sama dengan 150 maka resiko akan di kontrol atau dieleminasi dengan rencana tindak lanjut. V. Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan. Dalam konteks FMEA : RCA digunakan untuk menganalisa kemungkinan salah dalam Proses dan sistem. Desainnya adalah Kegagalan dimasa datang bisa dicegah. Kalaupun tidak dapat dicegah, pasien harus di proteksi terhadap dampak kegagalan tsb atau Dampak di mitigasi. Alat bantu yang bisa digunakan untuk analisa akar penyebab : 1. Brainstorming. Analisa akar penyebab : jika diinginkan ide / solusi yang tidak terbatas untuk menemukan akar masalah dari semua pihak dalam proses perbaikan. Tujuan : untuk menghasilkan beberapa ide-ide dalam waktu minimum melalui proses kreatif dalam kelompok. 2. Cause & Effect Diagram. Analisa akar penyebab : ketika masalah memiliki beberapa penyebab. Tujuannya : untuk menampilkan gambaran yang jelas dari beberapa hubungan sebab akibat antara hasil dan faktor yang mempengaruhi. Menggunakan 5 faktor yaitu = 5 M + 1 E 1 Tulang mencakup “Why” sebanyak 5 kali.
16
VI.
Langkah 6. Redesain Proses. Hal yg perlu dilakukan adalah : a) Lakukan studi literatur untuk mengumpulkan informasi dari literatur ilmiah. b) Belajar dari rumah sakit lain dalam mengatasi masalah untuk problem yang sama. c) Berkomitmen untuk mencapai berubahan baru dalam cara pandang baru. Strategi Redesain 1) Desain atau desain ulang proses untuk eleminasi peluang terjadinya kegagalan (mencegah terjadinya kegagalan). 2) Mencegah kegagalan sampai ke pasien dg meningkatkan deteksi kegagalan. 3) Fokus pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke pasien.
VII. I.
II.
III.
Langkah 7. Analisis dan Uji Coba Proses Baru. Panduan Analisis. a. Bagaimana proses baru tersebut dapat diterapkan. b. Kapan proses yg baru akan diterapkan c. Siapa yang akan bertindak & bertanggung jawab. d. Dimana proses baru tersebut akan diterapkan. Panduan Pengujian. a. Pengujian diatas kertas. b. Simulasi c. Uji coba terbatas. Pengumpulan Data. a. Tinjauan terhadap catatan hasil pengujian, b. Survei sebelum dan sesudah perubahan. c. Sistem pelaporan. d. Pengamatan di lapangan e. Diskusi kelompok terfokus (FGD). f. Kehadiran pada program pendidikan. g. Evaluasi kompetensi. 17
VIII. Langkah 8. Implementasi dan Monitor Proses yang Diredesain. A. Strategi perubahan. Buat ‘sense of urgency’ Bentuk tim pemandu. Buat visi dan strategi Komunikasikan visi yang berubah. B. Strategi pemantauan. Dokumentasikan seluruh hasil proses yang baru, masukkan ke dalam prosedur (sehingga menjadi standar baru). Berikan training dan sosialisasi menyeluruh. Jaga kestabilan proses selama beberapa waktu untuk memastikan kekonsistenannya. Contoh Tabel Implementasi dan Pemantauan : Hasil Kegiatan Tindakan yg diambil
PIC (penanggung
Obat dg nama yg sama
jawab) Michael
Dateline (Batas waktu)
S
O
D
RPN
15 April
10
3
3
90
namun berbeda sediaannya , diletakkan terpisah ( di rak yg berbeda) Tindakan dan pengukuran outcome 1) Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di : Kontrol. Eliminasi. Terima. 2) Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan dieliminasi atau dikontrol. 3) Identifikasi ukuran outcome yang digunakan untuk analisa dan uji re-desain proses. 4) Identifikasi penanggung jawab dan deadline / target waktu untuk melaksanakan tindakan tersebut. 5) Tentukan apakah perlu dukungan direktur atau tidak untuk menjalankan proses baru tersebut. 6) Lakukan pengukuran S, O dan D kembali setelah tindak lanjut dilakukan. 7) Hitung kembali nilai RPN baru. 18
8) Jika nilai RPN sudah mencapai target maka cari kembali nilai RPN yang masih diatas target. C. DOKUMENTASI Dokumentasi dalam panduan ini adalah : Menuliskan semua langkah dalam bentuk form yang tersedia sebagai berikut :
2
19
Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan dengan tabel RPN dan Criticality N
Sub
Failure
o
Proses
Mode
Effect
S
Potential Cause
O
D RPN
Dampak pada pasien : Dampak pada pengunjung : Dampak pada staf : Peralatan / fasilitas : Dampak pada pasien : Dampak pada pengunjung : Dampak pada staf : Langkah 8. Tabel implementasi dan pemantauan. 20
Hasil Kegiatan Tindakan yg diambil
PIC (penanggung jawab)
Dateline (Batas waktu)
S
O
D
RPN
1) Pengorganisasian tim kerja. 2) Mekanisme kerja yaitu langkah-langkah dalam proses AMKD / FMEA. 3) Prosedur yang dilaksanakan, mengunakan : SPO Pelayanan / Peralatan Medis yang diperlukan. SPO Analisis Modus Kegagalan dan Dampak (AMKD). Surat Keputusan penetapan orang-orang yang terlibat. Surat tugas petugas yang terlibat tim. 4) Laporan AMKD yang telah dibuat untuk satu analisis. 5) Salinan Kebijakan Direktur terkait tindak lanjut yang diusulkan oleh tim.
BAB V PENUTUP
21
Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien yang aman, khususnya dalam rangka mencegah kesalahan identifikasi pasien. Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA
22
1.
Daud A. 2008, Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen resiko Klinis di Rumah Sakit : Cegah Cedera Melalui Implementasi Keselamatan Pasien Dengan Redesain Proses (Analisa HFMEA), IMR, Jakarta.
2.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012. Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi, IMR, Jakarta.
3.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Panduan Nasional Keselamatan pasien Rumah Sakit-Edisi 2. Depkes, Jakarta.
4.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), 2008. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)-Edisi 2. KKP-RS, Jakarta.
5.
Buku FMEA, JCI Edisi Ke-3.
23