PANAS PELARUTAN ASAM BORAT DAN ASAM OKSALAT Yeni Fitriana Jayanti, Mega Bunga Persada
Lab Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
[email protected],, 085743951412
[email protected]
Abstrak Tujuan praktikum panas pelarutan asam borat dan asam oksalat adalah menentukan kelarutan 0 0 asam oksalat dalam air pada suhu 27 C dan 37 C, serta untuk menentukan panas pelarutan asam borat dan asam oksalat. Praktikum panas pelarutan asam borat dilakukan dengan memasukkan asam borat ke dalam 7.50 mL air dengan variasi massa asam borat 0.5000 gr, 0.7500 gr, 1.0000 gr, dan 1.2500 gr dan dipanaskan, sedangkan untuk panas pelarutan asam oksalat dilakukan dengan memasukkan 1.8000 gr ke dalam 10 mL air yang selanjutnya dititrasi dengan larutan 0 0 NaOH 0.1 M dengan d engan vaiasi suhu 27 C dan 37 C. Berdasarkan percobaan diperoleh hasil bahwa 0 0 kelarutan asam oksalat dalam air pada suhu 27 C dan 37 C masing-masing sebesar 0.2142 M dan 0.2111 M, sedangkan panas pelarutan asam borat sebesar 38.1880 KJ/mol dan panas 0 0 pelarutan asam oksalat pada p ada suhu 27 C dan 37 C masing-masing sebesar -10.8091 J/mol dan 10.9629 J/mol. Panas pelarutan asam borat merupakan reaksi endoterm, sedangkan panas pelarutan asam oksalat merupakan reaksi eksoterm serta kelarutan asam oksalat dipengaruhi oleh suhu larutan, semakin tinggi suhu larutannya maka semakin besar pula kelarutan asam oksalat dalam air, dan sebaliknya. Kata kunci: kelarutan asam oksalat; panas pelarutan p elarutan asam borat; panas pelarutan asam oksalat Abtrack Heat practical purposes dissolving boric acid and oxalic acid is to determining d etermining the solubility of oxalic acid in water at a temperature of 27 0C and 37 0C, as well as to determine the heat dissolution of boric acid and oxalic acid. Hot lab boric acid leaching is done by incorporating boric acid into the 7:50 mL of water with boric acid mass variation 0.5000 g, 0.7500 g, 1.0000 g and 1.2500 g and heated, while the hot dissolving oxalic acid is done by inserting 1.8000 g into 10 mL water which then titrated with 0.1 M NaOH solution with vaiasi temperature of 27 0C and 37 0C. Based on the experimental result that the solubility of oxalic acid in water at a temperature of 27 0C and 37 0C respectively 0.2142 M and 0.2111 M, while the hot dissolving boric acid at 38.1880 KJ / mol and heat dissolving oxalic acid at a temperature of 27 0C and 37 0C respectively -masing for -10.8091 J /mol and -10.9629 J /mol. Heat boric acid dissolution is endothermic reaction, while the hot dissolving oxalic acid is an exothermic reaction and the solubility of the oxalic acid solution is affected by temperature, the higher temperature of the solution, the greater the solubility of oxalic acid in water, and vice versa. Keywords: solubility of oxalic acid; hot dissolving boric acid; hot dissolving dissolving oxalic acid
Pendahuluan
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989). Suatu larutan mempunyai panas pelarutan. Panas pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau diserap ketika satu mol senyawa dilarutkan dalam sejumlah pelarut. Secara teoritis panas pelarutan suatu senyawa harus diukur pada proses pelarutan tak berhingga, tetapi dalam prakteknya pelarut yang ditambahkan jumlahnya terbatas, yaitu sampai tidak lagi timbul perubahan panas ketika ditambahkan lebih banyak pelarut (Effendi, 2003). Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.Solute adalah substansi yang melarutkan.Contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memilki Sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas (Sukardjo, 1984). Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda denga zat polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit lemah dan kuat, karena tetapan dilektrtik pelarut yang rendah.Sedangkan pelarut polar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan yang sama melalui inter aski dipole induksi (Martin, 1990). Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak larut (Atkins, 1994). Jika kelarutan suhu suatu sistem kimia dalam keseimbangan dengan padatan, cairan atau gas yang lain pada suhu tertentu maka larutan disebut jenuh. Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutnya sudah mencapai maksimal sehingga penambahan solut lebih lanjut tidak dapat larut. Konsentrasi solut dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solut padat maka larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekulmolekul ion dari fase cair yang mengkristal menjadi fase padat (Sukardjo, 1997). Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh atau larutan yang partikel – partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi. Larutan sangat jenuh, yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute dari pada yang diperlukan untuk larutan jenuh atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan didalam larutan. Suatu larutan jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu dinaikan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan (Syukri, 1999). Panas pelarutan suatu padatan dapat dituliskan sebagai berikut
X (s) + aq X (aq) Panas pelarutan umumnya melibatkan atau kehilangan sejumlah entalpi, ΔH. Kelarutan sangat bergantung pada suhu. Hal ini dijelaskan oleh isokhor van Hoff
............................................................(1)
............................................................(2)
............................................................(3)
Dengan S = kelarutan ΔH = panas pelarutan dari 1 mol zat dalam larutan jenuhnya C = suatu tetapan (Fisika, 2015) Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan dilarutkan dalam larutan yang sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda dengan panas pelarutan untuk larutan encer yang biasa terdapat dalam table panas pelarutan. Pada umumnya panas pelarutan bernilai (+), sehingga menurut van’t hoff kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut (panas pelarutan (+)) = endotermis. Sedangkan untuk zat – zat yang panas pelarutannya (-) adalah eksotermis. Kenaikan suhu akan menurunkan jumlah zat yang terlarut (Fisika, 2011). Proses apa saja yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam arah yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju yang sama d engan kesetimbangan maka perubahan energy netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan menyerap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebih disukai. Segera setelah sushu dinaikkan tidak berada pada kesetimbangan karena ada lagi zat yang melarut. Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada suhu tinggi (Kleinfelter, 1996). Kelarutan zat menurut suhu sangat berbeda – beda. Pada suhu tertentu larutan jenuh yang bersentuhan dengan zat terlarut yang tidak larut dalam larutan itu adalh sebuah contoh mengenai kesetimbangan dinamik. Karena dihadapkan dengan sistem kesetimbangn, dapat menggunakan prinsip le chatelier. Untuk menganalisis bagaimana gangguan itu pada sistem akan mempengaruhi kedudukan kesetimbangan. Gangguan ini antara lain perubahan pada suhu ini cenderung menggeser kesetimbangan ke arah penyerap kalor. Pada praktikum panas pelarutan asam borat dan asam oksalat akan menentukan bagaimana kurva kelarutan asam borat dalam air, bagaimana kelarutan asam oksalat dalam air 0 0 pada suhu 27 C dan 37 C, serta bagaimana panas pelarutan asam borat dan asam oksalat. Tujuan praktikum ini adalah menentukan kurva kelarutan asam borat dalam air, menentukan 0 0 kelarutan asam oksalat dalam air pada suhu 27 C dan 37 C, serta untuk menentukan panas pelarutan asam borat dan asam oksalat.
Metode
Praktikum panas pelarutan asam borat dan asam oksalat dilaksanakan pada Rabu, 29 April 2015. Subjek praktikum ini yaitu panas pelarutan asam borat dan asam oksalat. Praktikum panas pelarutan asam borat dan asam oksalat digunakan beberapa alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain tabung reaksi pyrex, gelas ukur 10 mL pyrex, gelas kimia 50 dan 100 0 mL pyrex, penjepit tabung reaksi, lampu spiritus, termometer 100 C, Erlenmeyer 50 dan 100 mL pyrex, alat titrasi (klem, statif, buret), pipet volume 25 mL pyrex, pipet tetes, dan penangas air. Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain asam borat 99.5 % Merck pro analisis, larutan NaOH 0.1 M Merck pro analisis, asam oksalat 99.5 % Merck pro analisis, dan indikator phenolphthalein. Praktikum panas pelarutan asam borat digunakan empat variasi massa sebesar 0.5000 gr, 0.7500 gr, 1.0000 gr, dan 1.2500 gr dengan massa air 7.5000 gr atau 7.50 mL. Asam borat tersebut dimasukkan ke masing-masing tabung reaksi dan ditambahkan dengan 7.50 mL. Campuran tersebut selanjutnya dipanaskan sampai satu fase dan didinginkan kembali hingga terbentuk kristal. Suhu pertama kali terbentuk kristal dicatat sebagai T dan diulangi secara duplo. Data T yang didapat dari praktikum selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan panas pelarutan asam borat. Berdasarkan data tersebut dapat juga digunakan untuk menentukan kelarutan asam borat dalam air yang selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan kemolalan dengan kelarutan dan kemolalan dengan 1/T. Sedangkan untuk praktikum panas pelarutan asam oksalat digunakan dua 0 0 variasi suhu yaitu pada suhu 27 C dan 37 C. Asam oksalat sebanyak 1.8000 gr dan aquadest 10 mL maasing-masing dimasukkan ke dalam dua buah Erlenmeyer 50 mL. Larutan jenuh asam 0 0 oksalat diukur pada suhu 40 C. Larutan tersebut selanjutnya diturunkan suhunya hingga 27 C 0 dan 37 C dan didiamkan selama 15 menit. Setelah setimbang, 5.00 mL larutan asam oksalat diencerkan hingga volumenya menjadi 30 mL. Larutan asam oksalat yang encer tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 M untuk mengetahui panas pelarutannya. Volume NaOH yang diperoleh dari praktikum selanjutnya digunakan untuk menentukan panas pelarutan 0 0 asam oksalat pada suhu 27 C dan 37 C. Data-data yang diperoleh juga dapat digunakan untuk menentukan kelarutan asam oksalat dalam air. Diagram alir praktikum panas pelarutan asam borat dan asam oksalat ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil dan Pembahasan Simpulan 0
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kelarutan asam oksalat pada suhu 27 C 0 sebesar 0.2142 M, sedangkan kelarutan asam oksalat pada suhu 37 C sebesar 0.2111 M. Praktikum ini juga menentukan panas pelarutan asam borat dan asam oksalat. Panas pelarutan (∆H) asam borat diperoleh sebesar 38.1880 KJ/mol dan panas pelarutan (∆H) asam oksalat pada 0 0 suhu 27 C sebesar -10.8091 J/mol, sedangkan panas pelarutan asam oksalat pada suhu 37 C sebesar -10.9629 J/mol. Panas pelarutan asam borat merupakan reaksi endoterm yang ditandai dengan harga (∆H) yang positif, sedangkan panas pelarutan (∆H) asam oksalat merupakan reaksi eksoterm yang ditandai dengan harga ∆H yang negatif .
Daftar Pustaka Atkins, P.W., 1994. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Effendi, M.I., 2003. Materi Kuliah Farmasi Fisika. Makassar: Jurusan Farmasi Universitas Hasanuddin. Fisika, T.D.K., 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik . Semarang: Laboratorium Kimia Fisika UNNES. Fisika, T.D.K., 2015. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Semarang: Laboratorium Kimia Fisika FMIPA UNNES. Kleinfelter, K., 1996. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga. Martin, A., 1990. Farmasi Fisika. I ed. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moechtar, 1989. Farmasi Fisika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sukardjo, S.K., 1984. Kimia Fisika dan Soal-Soal . Jakarta: UI Press. Sukardjo, P.R., 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta. Syukri, S., 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.