BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemilihan Judul Dari waktu ke waktu permintaan masyarakat akan gula terus meningkat. Hal ini disebabkan perkembangan penduduk dan semakin maraknya industri yang menggunakan bahan baku gula. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan gula hendaknya disertai dengan meningkatnya produksi gula. Barbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi gula. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan mesin-mesin dalam proses pembuatan gula. Dengan adanya mesin-mesin ini pembuatan gula tidak lagi dilakukan secara tradisional. Seiring dengan semakin berkembangnya mesin-mesin pembuat gula, maka produksi gula pun semakin meningkat. Produksi gula dewasa ini jauh lebih baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas bila dibandingkan dengan produksi gula pada waktu sebelum adanya mekanisasi. Proses pembuatan gula yang dilakukan secara tradisional tidak efektif dan efisien. Pabrik – pabrik gula tradisional hanya mampu memproduksi gula dalam skala kecil. Selain itu gula yang dihasilkan berkualitas rendah, karena gula yang yang dibuat secara tradisional berwarna merah kecoklatan atau kuning. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan mengkonsumsi gula tersebut, sehingga distribusi gula jenis ini terbatas pada masyarakat pedesaan sekitar pabrik gula tradisional. Apa yang dialami pabrik gula tradisional tentunya tidak dialami oleh pabrik-pabrik gula modern yang telah menggunakan mesin-mesin dalam proses pembuatan gula mampu memperoleh gula dalam skala besar, selain itu mutu gula yang dihasilkan lebih baik. Gula yang dihasilkan merupakan gula SHS ( Superieure Hoofd Suiker) yang berwarna putih. Berdasarkan kenyataan diatas, maka penyusun mencoba menyusun sebuah karya tulis yang N berjudul “PENGGUNAAN MESIN MANUAL SEBAGAI ALAT ALTERNATIF DALAM PROSES PEMBUATA PEMBUATAN -mesin dalam GULA”. Dalam karya tulis ini penyusun membahas mengenai penggunaan mesin mesin-mesin proses pembuatan gula. 1. Perumusan Masalah Untuk memudahkan penyusunan karya tulis ini penyusun membatasi masalah yang akan dibahas. Dengan demikian yang menjadi pokok masalah adalah sebagai berikut dibawah ini. 1. Mesin-mesin apa sajakah yang digunakan dalam proses pembuatan gula ? 2. Bagaimana cara kerja mesin-mesin dalam setiap tahapan proses pembuatan gula ? 3. Apakah kelebihan dan kekurangan hasil produksi gula menggunakan mesin manual? Dengan melihat pokok-pokok permasalahan diatas penyusun berusaha menjelaskan mesinmesin dan cara cara kerjanya dalam proses pembuatan gula.
1. Maksud dan Tujuan Penulisan Karya Tulis Penyusunan karya tulis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mengikuti UAN/UAS tahun pelajaran 2009/2010. Selain itu penyusunan karya tulis ini juga bertujuan untuk hal-hal di bawah ini. 1. Untuk mengetahui mesin-mesin apa sajakah yang digunakan dalam p roses pembuatan gula 2. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja mesin-mesin dalam setiap proses pembuatan gula 3. Untuk mengetahui kelebuhan dan kekurangan hasil produksi gula menggunakan mesin manual 1. Ruang Lingkup Pembahasan Masalah Ruang lingkup pembahasan karya tulis ini tidak terlepas dari judul karya tulis. Penyusunan menitikberatkan pada pemanfaatan/penggunaan mesin-mesin (mekanisasi) dalam proses pembuatan gula. Penyusun membahas mengenai tahapan-tahapan pembuatan gula dan jenis mesin yang digunakan dalam setiap tahapan serta cara kerjanya. 1. Metode Penelaahan Penyusunan karya tulis ini berdasarkan data-data hasil pengamatan. Dalam pengumpulan data, penyusun menggunakan metode penelaahan seperti dibawah ini, 1. Metode Observasi Penyusun mengadakan kunjungan langsung ke pabrik gula Madukismo, Yogyakarta. Di sana penyusun mengadakan observasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses pembuatan gula. 1. Metode Wawancara Penyusun mengadakan wawancara dengan karyawan PG. Madukismo Baru secara langsung mengenai mesin-mesin yang digunakan dalam proses pembuatan gula. 1. Metode Studi Pustaka Untuk melengkapi data-data dari hasil observasi dan wawancara, penyusun juga melakukan studi literatur atau telaah buku. penyusun mempelajari berbagai sumber dan memadukannya dalam kesatuan pemikiran. 1. Sistematika Karya Tulis HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pemilihan Judul 2. Perumusan Masalah 3. Maksud dan Tujuan Penulis 4. Ruang Lingkup Pembahasan Masalah 5. Metode Penelaahan 6. Sistematika Karya Tulis BAB II PENGENALAN TANAMAN TEBU 1. Morfologi Tanaman Tebu 2. Varietas Tebu yang Baik untuk Bahan Baku Gula BAB III PROSES PENGOLAHAN 1. Jenis mesin yang digunakan dalam pembuatan gula 2. Tahapan – tahapan pembuatan gula 1. Pemerahan Nira (ekstrasi) 2. Pemurnian 3. Penguaupan (evaporasi) 4. Kristalisasi 5. Pemisahan keristal 6. Pengeringan 7. Sumber Tenaga Penggerak Mesin Pembuat Gula 8. Kelebihan dan Kekurangan Produksi Gula Menggunakan Mesin Manual BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan 2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB II
PENGENALAN TANAMAN TEBU 1. Morfologi Tanaman Tebu Sebelum kita membahas mengenai penggunaan mesin-mesin pembuat gula, ada baiknya bila kita mengulas sedikit mengenai bahan dasar pembuatan gula yaitu tebu. Nama tebu hanya terkenal di Indonesia. dilingkungan internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum L . Jenis ini termasuk dalam famili Gramineae atau kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu batang, daun, akar, dan bunga. Masing-masing bagian memiliki ciri-ciri tertentu. 1. Ciri-ciri Batang 2. Ciri-ciri Daun 3. Ciri-ciri Akar 4. Ciri-ciri Bunga 1. Tumbuh tegak, sosoknnya tinggi kurus dan tidak bercabang. 2. Tinggi mencapai 3,5 meter. 3. Memiliki ruas dengan panjang ruas 10,30 cm. 4. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. 1. Merupakan daun tidak lengkap 2. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling 3. Pelepah memeluk batang, semakin keatas semakin menyempit, terdapat bulu-bulu daun dan telinga daun. 4. Pertulangan daun sejajar 5. Helaian daun berbentuk garis dengan ujung meruncing, bagian
tepi bergerigi dan
permukaan daun kasar. 1. Akar serabut 2. Panjang mencapai 1 Meter 1. Merupakan bunga majemuk 2. Panjang bunga majemuk 70-90 cm 3. Setiap bunga mempunyai 3 daun kelopak, 1 daun mahkota, 3 banang sari dan 2 kepala putik 1. Varietas Tebu yang Baik untuk Bahan Baku Gula
Varietas tebu sangat banyak jumlahnya, tetapi tidak semua unggul. Yang dimaksud variatas unggul adalah varietas yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tingkat produktivitas gula yang tinggi. Produktivitas dapat diukur dari bobot atau rendaman yang tinggi; 2.
Tingkat produktivitas (daya produk) yang stabil;
3. Kemampuan yang tinggi untuk di kepras; dan 4. Teloransi yang tinggi terhadap hama dan penyakit; Varietas tebu yang baik untuk bahan baku gula adalah Varietas tebu yang termasuk kedalam kriteria Varietas yang sudah mencapai masa tebu layak giling. Yang dimaskud tebu layak giling adalah : 1. Tebu yang ditebang pada tingkat pemasakan optimal. 2. Kadar kotoran (tebu mati, pucuk, pelepah tanah, dll) maksimal 2% 3. Jangka waktu sejak tebang sampai giling tidak lebih dari 36 jam. Berdasarkan ciri-ciri tebu diatas maka pada umumnya pabrik gula di Indonesia memakai tebu Varietas Ps dari pasuruan dan Bz dari Brazil. 1. Jenis Mesin Manual yang Digunakan dalam Pembuatan Gula Mesin-mesin manual yang digunakan dalam proses pembuatan gula antara lain adalah : 1. Mesin elektrolisa yang terdiri dari 1. Mesin pengerja pendahulu (Voorbewer kers) yang terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife. 2. Alat gilingan terdiri dari 5 buah gilingan dan 3 rol penggiling. 2. Mesin pemurnian nira yang terdiri dari : 1. Tabung Defekator 2. Alat Pengendap 3. Rotary Vacuum Filter 3. Mesin penguap yang terdiri dari : 1. Beberapa evaporator 2. Kondespot 3. Michaelispot 4. Pompa vakum 4. Mesin kristalisasi terdiri dari : 1. Pan vakum 2. Palung pendingin (kultrog)
5. Mesin putaran gula (centrifugal) 1. Broadbent 2. Batch Sangerhausen 3. Wester Stated CCS 4. BMA 850 K 6. Mesin pengering 7. Mesin pembangkit tenaga uap/listrik D. Jenis Mesin Modern yang Digunakan dalam Pembuatan Gula 1. Boiler 2. Diffuser 3. Clarifier 4.
Vakum Putar
5. Evaporator Majemuk(multiple effect evaporator) 6. Sentrifugasi 7. Resin 8. Recovery BAB III PROSES PENGOLAHAN Tebu dipanen setelah cukup masak, dalam arti kadar gula (sakarosa) maksimal dan kadar gula pecahan (monosakarida) minimal. Untuk itu dilakukan analisa pendahuluan untuk mengetahui faktor pemasakan, koefisien daya tahan, dll. Ini dilakukan kira-kira 1,5 bulan sebelum penggilingan. Setelah tebu dipanen dan diangkat ke pabrik selanjutnya dilakukan pengolahan gula putih. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagain besar bekerja secara otomatis. 1. Tahap-tahap dalam Pembuatan Gula Pembuatan gula putih di pabrik gula mengalami beberapa tahapan pengolahan, yaitu pemerahan nira, pemurian, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan. 1. Pemerahan Nira (Ekstrasi) Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan antara bagian padat (ampas) dengan cairannya yang mengandung gula (nira mentah). Alat penggiling tebu yang digunakan di pabrik gula berupa suatu rangkaian alat yang terdiri dari alat pengerja pendahuluan (Voorbewer
keras) yang dirangkaikan dengan alat giling dari logam. Alat pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife yang berfungsi sebagai pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu mengalami pencacahan dilakukan pemerahan nira untuk memerah nira digunakan 5 buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol dengan ukuran 36”X64”.
2.
Pemurnian Nira
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk proses pemurnian gula yaitu cara defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula di indonesia memakai cara sulfitasi. Cara sulfitasi menghemat biaya produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan gula yang dihasilkan adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Sumber). Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary Vacuum Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari hasil pembakaran. Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu kapur dalam defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi,
dipanaskan dan diendapkan dalam alat
pengendap. Nira kotor yang diendapkan kemudian disaring menggunakan Rotery Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira jernih dan endapan padat berupa blotong. Nira jernih yang dihasilkan kemudian dikirim kestasiun penguapan.
3.
Penguapan Nira (Evaporasi)
Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar air dilakukan penguapan (evaporasi). Dipabrik gula penguapan dilakukan dengan menggunakan beberapa evaporator dengan sistem multiple effect yang disusun secara interchangeable agar dapat dibersihkan bergantian. Evaporator bisanya terdiri dari 4-5 bejana yang bekerja dari satu bejana sebagai uap pemanas bejana berikutnya. Total luas bidang pemanas 5990m 2 vo. Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan pemanas uap bekas secara tidak langsung. Uap bekas ini terdapat dalam sisi ruang uap dan nira yang diuapkan terdapat dalam pipa-pipa nira dari tombol uap. Dari sini, uap bekas yang mengembun dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana nomor 2, nira dari bejana nomor 1 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan nomor 1. Kemudian uap nira yang mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot. Di dalam bejana nomor 3, nira yang berasal dari bejana nomor 2 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap dengan kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO 2 sebagai belancing dan siap dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan perantara pompa vakum.
4. Kristalisasi Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula. Sistem yang dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk,dan gula D dipakai sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali. Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu didinginkan pada palung pendinginan (kultrog). 5. Pemisahan Kristal Gula pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja dengan
gaya
memutar (sentrifungal). Alat ini bertugas memisahkan gula terdiri dari : 1. 3 buah broadbent 48” X 30”untuk gula masakan A. 2. 4 buah bactch sangerhousen 48” X 28” untuk masakan B. 3. 2 buah western stated CCS untuk D awal. 4. 6 buah batch sangerhousen 48” X 28” untuk gula SHS. 5. 3 buah BNA 850 K untuk gula D. dalam tingkatan pengkristalan, pemisahan gula dari tetesnya terjadi pada tingkat B. Pada tingkat ini terjadi poses separasi (pemisahan). Mekanismenya menggunakan gaya sentrifugal. Dengan adanya sistem ini, tetes dan gula terpisah selanjutnya pada tingkat D dihasilkan gula melasse (kristal gula) dan melasse (tetes gula). 6. Pengeringan Kristal Gula
Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira 20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering, untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu. pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai udara panas kirakira 800c. pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat kering dan dingin. Proses pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan cara pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula menggunakan cara p emanasan. Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas. 1. Sumber Tenaga Penggerakan Mesin Pembuat Gula Tenaga yang menggerakan mesin-mesin pembuat gula selain berasal dari pembangkit listrik juga berasal dari pembangkit tenaga uap. Sebagai penghasil tenaga digunakan 5 buah ketel pipa air Niew mark 16 ton/jam masing-masing 440 m 2vo dengan tekanan kerja 15 kg/cm 2 dan satu buah ketel cheng-cheng kapasitas 40 ton/jam. Uap yang dihasilkan dipakai untuk menggerakan turbin generator dan mesin uap. Uap bekasnya dipakai untuk memanaskan dan menguapkan nira dalam panci mengguapkan dan memanaskan gula. Bahan bakar pembangkit tenaga uap adalah ampas tebu yang berasal dari proses pemerahan nira. Ampas tebu yang di hasilkan dari proses pemerahan nira tersebut sekitar 30% tebu. Ampas tebu mengandung kalori sekitar 18000 kca/kg dan kekurangannya di tambah BBM (F,O). 1. Kelebihan dan Kekurangan Produksi Gula Menggunakan Mesin Manual Produksi gula menggunakan mesin manual hasilnya cukup memuaskan, gula yang diproduksi pun adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Suiker). Selain itu produksi gula menggunakan mesin manual lebih menghemat energi, karena bahan bakarnya berasal dari ampas tebu. Tetapi produksi gula menggunakan mesin manual juga memiliki kekurangan yaitu, tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat, karena produksi gula menggunakan mesin manual lebih sedikit dari pada produksi gula menggunakan mesin yang berteknologi canggih BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Produksi gula diupayakan terus meningkat baik dari segi kualitas maupum kuantitas, penggunaan mesin-mesin (mekanisaai)
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
produksi gula. Meskipun mesin-mesin yang digunakan bukan mesin berteknologi canggih. Pada umumnya mesin-mesin yang digunakan oleh pabrik-pabrik gula di Indonesia pengoprasiannya
dilakukan
oleh
manusia.
Mesin-Mesin
tersebut
bekerja
secara
manual
tidak
secara
komputerisasi. Pembuatan gula terdiri dari beberapa tahapan dan setiap tahap menggunakan mesin-mesin tersendiri. Adapun tahapan-tahapan pembuatan gula itu adalah : 1. Tahapan pemerahan nira (ekstasi); 2. Tahapan pemurnian nira; 3. Tahapan penguapan nira; 4. Tahapan kristalisasi; 5. Tahapan pemisahan kristal; dan 6. Tahapan pengeringan. Mesin-mesin yang digunakan dalam tahapan-tahapan pembuatan gula di atas digerakan oleh tenaga yang berasal dari pembangkit listrik dan pembangkit tenaga uap. Sedangkan bahan bakar untuk pembangkitan tenaga uap itu sendiri berupa ampas tebu yang dihasilkan dari proses pemerahan nira. Produksi gula menggunakan
mesin manual lebih menghemat energi dibandingkan dengan
produksi gula menggunakan mesin yang berteknologi canggih. Kekurangan produksi gula menggunakan mesin manual adalah tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat. B. Saran Penggunaan mesin-mesin pembuat gula (mekanisasi) memang telah mampu meningkatkan produksi gula, tetapi hasilnya belum cukup memuaskan. Tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat karena itu, uapnya untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri masih harus diupayakan. Kalau selama ini mesin-mesin yang digunakan di pabrik gula masih bersifat manual (tidak berteknologi canggih), mungkin untuk masa yang akan datang mesin-mesin yang digunakan harus lebih canggih. Dengan mesin-mesin berteknologi tinggi (canggih ) produksi gula akan lebih meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dibanding dengan produksi gula saat ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2007.PT.MADUBARU.Yogyakarta:Padokan. http://putrandaputranda.blogspot http://teknologietanol.blogspot. indonetwork.co.id Nurlaela,Ela.Marlina,dkk.1998.makalah.Sukaresmi.
http://www.Suclose.com LAMPIRAN
Daftar Istilah Bleaching : Pemutih Carbonatasi : Cara pemurnian nira dengan menggunakan CO2 sebagai bahan pemurni. Defekasi : Cara pemurnian nira dengan menggunakan kapur sebagai bahan pemurni Interchangeable : Memungkinkan pertukaran Multiple effect : memberikan banyak pengaruh Nira : Cairan tebu Rendemen : Persen Jumlah yang dapat dimanfaatkan dari keseluruhan Stroop : Campuran larutan dan kristal gula Sulfitasi : Cara pemurnian nira dengan menggunakan gas sulfit sebagai bahan pemurni
PROSES PEMISAHAN NIRA DAN AMPAS
Pabrik Gula di Indonesia pada umumnya menggunakan sistem gilingan ( Mill Tandem ) sebagai berikut :
Three Roll Mill + fooding roll ( total 4 roll )
Fourth Roll Mill ( total 4 roll )
Three Roll Mill + pressure feeder ( total 5 roll )
Sixth Roll Mill ( total 6 roll ) Semua jenis sistem di atas bertujuan sama yaitu mendapatkan hasil pemerahan tebu yang semaksimal mungkin. Tetapi pada prinsipnya pemerahan utama terjadi pada tiga roll antara lain :
Rol depan (feeding roll)
Rol atas (top roll)
Rol belakang (bagasse roll)
Aliran proses yang terjadi di bagian Gilingan telah ditunjukkan pada bagan di atas. Komponen peralatan yang berperan antara lain : Unit Gilingan, merupakan peralatan utama terjadinya proses pemerahan. Macam mill tandem telah tersebut diatas. Turbin Uap ( steam turbine ), merupakan peralatan penggerak roll gilingan Intermediate Carrier ( IMC ), merupakan peralatan transfer ampas antar gilingan Bagasse Elevator ( BE ), merupakan peralatan transfer ampas hasil akhir gilingan dikirim sebagai bahan bakar boiler. Mekanisme
kerja
gilingan:
Gilingan memerah nira dengan jalan memadatkan umpan (ampas). Rol pengumpan (feeding roll) akan mengatur tebu sedemikian rupa sehingga masuk ke bukaan depan (voor opening) dengan baik. Pada bukaan depan ampas mengalami pemerahan yang pertama. Selanjutnya ampas melewati ampas plate dan masuk ke bukaan belakang (bagasse opening) dan mengalami pemerahan yang kedua. Selanjutnya ampas akan mengalami proses pemerasan di beberapa unit gilingan dengan bukaan depan dan bukaan belakang unit gilingan berikutnya dibuat lebih kecil sebab sebagian nira sudah terperas di gilingan di depannya. Selama ampas dipadatkan maka timbul gaya reaksi dari ampas. Gaya reaksi ini menyebabkan rol gilingan atas (top roll) naik turun tergantung besarnya gaya. Proses naik turunnya rol gilingan atas (top roll) akan mengurangi kemampuan memerah nira pada bukaan depan maupun bukaan belakang. Untuk mengatasi hal tersebut tidak hanya menggunakan gaya berat dari rol gilingan atas saja, melainkan diperlukan gaya tambahan untuk menekan rol gilingan atas sehingga pemadatan ampas dapat sesuai dengan yang direncanakan. Gaya tambahan yang dipakai merupakan
suatu
sistem
tekanan
hidrolik
dari
pompa
hidrolik.
Pada waktu gilingan bekerja diusahakan jangan sampai terjadi slip. Bila terjadi slip maka ampas yang akan digiling bertumpuk di muka roll gilingan sehingga terjadi slip. Sebaliknya, pengeluaran ampas pada gilingan juga harus lancar sebab kemacetan pengeluaran akan mengakibatkan ampas melimpah keluar gilingan. Alat bantu pada unit gilingan yaitu :
Pompa hidrolik
Menstabilkan gerakan rol gilingan. Pada top roll dilengkapi dengan alat hidrolik dengan tujuan untuk melawan rol gilingan atas pada saat ada beban dengan menambahkan tekanan, namun jika tekanannya melebihi tekanan optimum 2600 psi
– 3000 psi maka hidrolik akan pecah. Cara kerjanya menggunakan prinsip pompa piston. Pompa Pelumas
Perputaran rol menyebabkan adanya gesekan yang dapat memicu terjadinya panas. Untuk mencegah timbulnya percikan api maka digunakan mesin pendingin pada tiap rol yang dipisahkan dengan bantalan luncur. Mekanisme proses pada stasiun gilingan Proses pengolahan tebu menjadi gula pada stasiun gilingan terbagi menjadi dua tahap yaitu : Perlakuan awal dengan memotong dan mencacah tebu. Menggiling cacahan tebu.
Pada perlakuan awal dalam mencacah tebu dengan kapasitas tinggi maka diperlukan pisau tebu yang dapat dioperasikan pada kecepatan tinggi. Pisau tebu I cenderung dipasang dengan arah yang searah dan pisau tebu II dengan arah yang berlawanan. Setelah melewati pisau tebu, hasil potongan tebu melewati unigrator untuk menumbuk tebu hingga halus sehingga mempermudah proses penggilingan. Proses penggilingan tebu diawali dari pengumpanan serat tebu dari main carrier ke gilingan I melalui alat bantu donally chute. Pada gilingan I umpan masuk pada celah di antara roll depan dan roll atas (bukaan depan) setelah melewati feeding roll sebagai rol pengatur umpan, kemudian ampasnya terdorong ke celah antara roll atas dan roll belakang (bukaan belakang) melalui perantara ampas plate. Nira yang dihasilkan gilingan I disebut NPP (Nira Perahan Pertama) dan dialirkan ke penampung A. Jumlah penampung nira pada stasiun ini sebanyak 4 buah. Ampas tebu dari gilingan I dengan kekeringan 41% melalui alat bantu transportasi yaitu intermediate carrier I dialirkan ke gilingan II yang selanjutnya digiling pada gilingan II. Dalam pemerahan agar lebih efisien maka perlu ditambahkan nira imbibisi dari gilingan III. Nira yang terperah pada gilingan II kemudian dialirkan pada penampung A bercampur dengan nira perahan gilingan I dan dipompa ke saringan DSM untuk memisahkan nira yang masih terkontaminasi ampas dan kotoran. Nira hasil penyaringan selanjutnya dialirkan ke stasiun pemurnian. Pada saringan DSM ditambahkan susu kapur yang bertujuan untuk mempertahankan kenetralan
pH
nira
mentah.
Ampas tebu dari gilingan II dengan kekeringan 44% digiling oleh gilingan III dan ditambahkan nira imbibisi dari gilingan IV. Nira yang dihasilkan gilingan III
ditampung pada penampung B dan dialirkan sebagai nira imbibisi menuju gilingan II. Ampas tebu dari gilingan III dengan kekeringan 47% digiling oleh gilingan IV dan ditambahkan nira imbibisi dari gilingan V. Nira yang dihasilkan gilingan IV ditampung pada penampung C dan dialirkan menuju gilingan III sebagai nira imbibisi. Ampas tebu dari gilingan IV dengan kekeringan 50% digiling oleh gilingan V dan ditambahkan air imbibisi dengan temperatur 70 - 80derajat celcius yang dipompa dari stasiun penguapan. Nira yang dihasilkan gilingan V ditampung pada penampung D dan dialirkan sebagai nira imbibisi menuju gilingan IV. Ampas dari gilingan V dengan kekeringan 50% dibawa ke baggase silo separator melalui
belt
conveyor.
Ampas
halus
dihembuskan
ke
mud
mixer
dengan
menggunakan blower. Ampas dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap dimana uapnya digunakan untuk menggerakkan turbin gilingan. Pada tiap unit gilingan terjadi dua kali pemerahan nira. Pemerahan pertama dilakukan top roll (roll atas) dan voor roll (roll depan). Pemerahan kedua dilakukan top roll dan achter roll (roll belakang). Karena digunakan lima unit gilingan, maka diperoleh 10 kali pemerahan. Hasil pemerahan gilingan I merupakan yang terbanyak, kemudian makin ke belakang makin sedikit nira yang dihasilkan. Nira hasil perahan gilingan I dan II dicampur pada penampung A dan campuran ini disebut nira mentah. Selama proses penggilingan tersebut masih tetap dapat terjadi kehilangan gula atau sakarosa. Kehilangan gula ini kemungkinan disebabkan oleh :
masih adanya gula yang tidak dapat diperah dan tertinggal di dalam ampas.
aktivitas mikroorganisme Leuconostoc
kurangnya air imbibisi.
banyaknya kebocoran pada talang nira.
tekanan hidrolik yang rendah pada tiap gilingan
mantel dari rol gilingan banyak yang pecah atau rompal sehingga nira tidak bisa terperah dengan baik. adanya sudut-sudut mati pada peti nira yang mengakibatkan berkurangnya sirkulasi. Air Imbibisi
Pemberian air maupun campuran nira pada ampas yang akan masuk gilingan II, III, IV, dan V disebut imbibisi. Tujuan pemberian imbibisi adalah untuk melarutkan kandungan gula (sukrosa) yang masih tertinggal dalam ampas secara maksimal tanpa memberatkan pada proses selanjutnya. Ampas akhir diharapkan mengandung kadar gula serendah mungkin karena apabila hal itu tercapai berarti proses pemerahan berjalan dengan baik. Ada dua sistem pemberian imbibisi, yaitu:
Imbibisi tunggal Pemberian air imbibisi dilakukan hanya pada ampas yang akan masuk pada unit gilingan terakhir.
Imbibisi ganda Pemberian air imbibisi ditujukan pada lebih dari satu unit gilingan. Imbibisi ganda ini ada yang berupa double compound, triple compound, ataupun quadruple compound imbibisi. Dalam penggunaan air imbibisi ada dua macam air imbibisi, yaitu imbibisi panas dan imbibisi dingin. Air imbibisi panas merupakan air imbibisi yang dipompakan ke gilingan V dengan suhu sekitar 70 - 80 derajat Celcius. Air imbibisi dingin merupakan air imbibisi yang berasal dari air sungai yang sudah dijernihkan dan bertemperatur 30 derajat Celcius. Keuntungan yang diperoleh dengan pemanfaatan air imbibisi panas pada proses penggilingan adalah :
larutan glukosa yang dapat diperah menjadi lebih banyak karena dapat lebih membuka pori-pori pada ampas. dapat menghambat aktivitas dan membunuh mikroorganisme perusak nira.
Sementara kerugian dari penggunaan air imbibisi panas adalah:
melarutkan zat-zat bergetah lilin (pektin) sehingga hasil perahan menjadi kurang bagus.
pengoperasian dan pengontrolan lebih sulit karena adanya penguapan.
kebutuhan air panas (energi) lebih besar.
Keuntungan yang diperoleh dengan pemanfaatan air imbibisi dingin pada proses penggilingan adalah :
tidak melarutkan zat-zat pengotor nira sehingga memudahkan proses pemurnian.
tidak menyulitkan proses penggilingan karena jika temperatur tinggi dapat menyebabkan slip.
Sementara kerugian dari penggunaan air imbibisi panas adalah:
proses pelarutan gula dalam ampas kurang sempurna.
mikroorganisme pengganggu masih aktif.
TEBU MASUK PABRIK GULA
Tahap Persiapan Bahan
Pada tahap ini, tebu ( cane ) yang akan di giling dipersiapkan, baik itu kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas meliputi kondisi fisik tebu, tingkat kebersihan dan potensi kandungan gula ( rendemen ) di dalamnya. Sedang dari segi kuantitas, dilihat jumlahnya dengan ditimbang yang akhirnya menentukan jumlah gula yang akan dihasilkan. Dari segi kualitas, tebu ( cane ) yang baik adalah secara umum memenuhi 3 persyaratan, antara lain :
1. Manis, berarti tebu yang akan di giling harus memiliki kandungan gula ( rendemen ) yang mencukupi. Besarnya kandungan gula dipengaruhi oleh varietas, sistem tanam, iklim dan tingkat kemasakan pada saat tebang. 2. Bersih, berarti tebu yang akan di giling harus bersih dari kotoran, baik itu kotoran berupa tanah, daun atau akar yang terikut pada saat tebang. 3. Segar, berarti waktu yang diperlukan dari mulai tebu ditebang, masuk pabrik hingga di giling harus secepat mungkin. Karena semakin lama waktunya, kandungan gula dalam tebu juga semakin menurun. Cane preparation. Pada tahap ini tebu yang akan di giling dipersiapkan sehingga mempermudah proses pemisahan air tebu ( nira ) di bagian penggilingan.Peralatan utama ( machine ) yang digunakan pada tahap ini dalam proses produksi gula di Pabrik Gula akan diuraikan sebagai berikut. Transfer / lifter machine, berfungsi untuk transfer tebu dari kendaraan pengangkutnya ( truck atau lori ). Sebagai alatnya ada beberapa jenis mesin yang digunakan di Pabrik Gula, antara lain MRC ( Mono Rail Crane ), OHC ( Over Head Crane ), truck dumper, cane tipler. Kapasitas masing - masing menyesuaikan kapasitas giling ( Mill Capasity ) dari PAbrik Gula, mulai dari SWL ( Safe Working Load ) 10 hingga 25 ton. Cane table, berfungsi untuk transfer dan mengatur jumlah tebu yang akan di giling. Beberapa komponen pada mesin ini, antara lain :
Rantai penggerak yang berfungsi mentransfer tebu menuju conveyor. Sebagai penggeraknya digunakan motor listrik yang dirangkai dengan gear reducer untuk memperoleh kecepatan transfer yang diinginkan. Sedangkan rantai yang dipakai adalah jenis rantai conveyor ( Conveyor chain ). Spesifikasi disesuaikan dengan mill capasity.
Cane leveller yang berfungsi mengatur jumlah tebu yang masuk ke conveyor. Sebagai penggeraknya digunakan motor listrik yang dirangkai dengan gear reducer untuk memperoleh kecepatan putar yang diinginkan. Cane Conveyor ( Cane Carrier ), berfungsi untuk mentransfer tebu menuju mesin giling ( milling machine ). Beberapa komponen ( part ) pada mesin ini antara lain :
Slate sebagai tempat jatuhan tebu dan menggerakkannya menuju milling machine.
Rantai penggerak, berfungsi untuk menggerakkan slate. Sebagai penggeraknya digunakan motor listrik ( variable speed electric motor ) yang dirangkai dengan gear reducer untuk memperoleh kecepatan transfer yang diinginkan. Sedangkan rantai yang dipakai adalah jenis rantai conveyor ( Conveyor chain ) dengan spesial attachment. Spesifikasi disesuaikan dengan mill capasity.
Cane leveller yang berfungsi mengatur ketebalan tebu pada conveyor. Sebagai penggeraknya digunakan motor listrik yang dirangkai dengan gear reducer untuk memperoleh kecepatan putar yang diinginkan.
Cane Cutter ( cane knife ), berfungsi untuk memotong tebu yang masuk masih dalam bentuk batangan, menjadi potongan yang lebih kecil berukuran 10 - 15 cm. tujuannya untuk memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air tebu ( nira ) dapat semaksimal mungkin terperah di mill station. Beberapa komponen ( part ) pada mesin ini antara lain :
Cane cutter ( pisau tebu ) terdiri dari, mata pisau ( cutting edge ), tangkai pisau ( disc ) dan disc holder. Bentuk ukuran dan jumlah disesuaikan dengan mill capasity
Cane cutter driven dalam hal ini yang sering dipakai adalah steam turbine ( turbin uap ) merupakan penggerak dari cane cutter. Kapasitas turbin uap menyesuaikan kapasitas cane cutter.
Cane shreeder ( cane hammer / unigrator / heavy duty cane shreeder )berfungsi untuk mencacah potongan tebu menjadi serat potongan yang lebih kecil. tujuannya untuk memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air tebu ( nira ) dapat semaksimal mungkin terperah di mill station. Beberapa komponen ( part ) pada mesin ini antara lain :
Cane shreeder terdiri dari, mata pisau ( hammer tip), tangkai pisau ( disc ) dan disc holder. Bentuk ukuran dan jumlah disesuaikan dengan mill capasity
Cane cutter driven dalam hal ini yang sering dipakai adalah steam turbine ( turbin uap ) merupakan penggerak dari cane cutter. Kapasitas turbin uap menyesuaikan kapasitas cane cutter.
GULA DIOLAH BUKAN DI BUAT
Dalam proses pembuatan gula membutuhkan sumber daya seperti material, energi, tenaga kerja, informasi serta mesin dan peralatan yang terkoordinasi. Peran utama sumber daya mesin dan peralatan yaitu membantu proses produksi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas khususnya pada proses penggilingan di pabrik gula dalam mencapai target produksi. Proses penggilingan merupakan faktor terpenting dalam penentuan efisiensi proses produksi karena menunjukkan banyaknya nira dalam tebu yang terekstraksi untuk diproses menjadi gula pasir. Kondisi proses penggilingan yang efisien ditunjukkan dengan makin banyak nira yang terekstraksi maka makin banyak pula gula pasir yang diproduksi. Proses produksi sangat dipengaruhi oleh sumber daya mesin dan peralatan yang berperan vital sebagai fasilitator terselenggaranya proses pengolahan. Oleh karena itu keandalan dari mesin dan peralatan harus terjaga dengan baik, terutama mesin dan peralatan pada stasiun giling. Menurut Hajek (1988), yang erat hubungannya dengan parameter keandalan adalah faktor pemeliharaan/perawatan, ketersediaan, dan keefektifan. Produksi
gula
khususnya
gula
pasir
pada
pabrik-pabrik
gula
di
Indonesia
menggunakan tanaman tebu sebagai bahan baku. Garis besar proses pembuatan gula mulai dari bahan baku tebu sampai menjadi gula kristal terdiri dari lima tahapan proses, yaitu :
Proses pemerahan tebu menjadi nira di bagian / Stasiun Gilingan ( Mill Station ).
Proses pengendapan kotoran dari nira di Stasiun Pemurnian ( Purification Station ).
Proses pemekatan nira encer menjadi nira jernih di Stasiun Penguapan ( Evaporation Station ).
Proses Kristalisasi gula di Stasiun Masakan ( Boiling Station ).
Proses Pemisahan kristal gula dari tetes di Stasiun Puteran ( Cetrifuge Station )