LAPORAN PENAHULUAN PADA PASIEN DENGAN OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION ( OREF )
A. KONSEP DASAR 1. Definisi OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar a gar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang yang mengalami kerusakan kerusakan fragmen tulang.
2
2. Tujuan OREF Tujuan dilakukan tindakan antara lain : a. Untuk menghilangkan rasa nyeri. Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. c. Agar terjadi penyatuan tulang kembali Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang. d. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin
3. Indikasi OREF a. Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I den gan memar kulit dan otot ) dan d an III (Luka sebesar 6-8 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit ) b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah. c. Fraktur yang sangat kominutif ( remuk remuk ) dan tidak stabil. d. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf. e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain. f.
Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi pseudoartrosis pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan. h. Kadang – kadang kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus
4. Keuntungan dan Komplikasi OREF
Keuntungan eksternal fiksasi adalah : Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal dan latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena imobilisasi dapat diminimalkan
Sedangkan komplikasinya adalah :. a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ). b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf. c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union . d. Emboli lemak. e. Overdistraksi fragmen.
5. Hal – hal hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan Eksternal Fiksasi a.
Persiapan psikologis Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing ba gi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf. Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan, n yeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah. c.
Pencegahan infeksi Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.
d. Latihan isometrik Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan tulang.
6. Path Way Trauma , Patologi
Trauma, Patologi
Fraktur
Luka Terbuka
Kehilangan integritas
OREF, pembedahan
Kehilangan cairan
tulang
Terputusnya jaringan Kerusakan rongga
immobilisasi
Syok hipovolemik
lunak
neuromuskular Dipasang infus dan Deficit perawatan Kerusakan mobilitas
transfusi
diri
fisik Saluran invasif
Kerusakan integritas kulit
Nyeri akut Resiko tinggi infeksi
7. Penatalaksanaan dan Perawatan OREF a. Pencegahan Infeksi pada OREF Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kuit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma , fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
Tujuan Melakukan Perawatan Luka Tujuan untuk melakukan perawatan luka adalah : 1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka. 2) Absorbsi drainase. 3) Menekan dan imobilisasi luka. 4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis. 5) Mencegah luka dari kontaminasi. 6) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
b. Pencegahan Injury 1) Pencegahan Injury dengan Traksi Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk
meminimalkan
spasme
otot
;
untuk
mereduksi,
mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Keuntungan pemakaian traksi a) . Menurunkan nyeri spasme
b) Mengoreksi dan mencegah deformitas c) Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi a) Perawatan RS lebih lama b) Mobilisasi terbatas c) Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Prinsip Perawatan Traksi a) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik b) Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot. c) Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi. d) Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat. e) Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput. f) Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar. g) Dorong
klien
untuk
menggunakan
bimbingan imajinasi, nafas
manajemen
stress,
contoh:
dalam.
h) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan i)
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
2) Pencegahan Injury dengan Latihan aktif
Definisi ROM Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan
atau
memperbaiki
tingkat
kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal
Jenis ROM a) ROM Pasif Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. b) ROM Aktif Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif Pergerakan aktif adalah dimana seseorang yang bisa untuk melakukan latihan / menggerakan anggota tubuh dengan kekuatannya sendiri tanpa dibantu oleh orang lain.
Tujuan a) Mencegah terjadinya kelumpuhan pada otot – otot. otot. b) Memprlancar predaran darah. c) Mencegah terjadinya atrofi. d) Untuk mendorong dan membantu agar pasien dapat menggunakan lagi anggota gerak yang lumpuh.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Pre operasi : a) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang cedera b) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi. 2) Post operasi : a)
Resti infeksi infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif (pin ).
b) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam c) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi d) Gangguan citra tubuh b/d perubahan perubahan dalam penampilan sekunder akibat pemasangan eksternal fiksasi e) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pre operasi a) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang cedera Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.
Rencana tindakan a. Kaji tingkat nyeri dan intensitas.
Rasionalisasi a. Mengetahui tingkat nyeri
b. Ajarkan teknik distraksi selama . b. Mengurangi nyeri tanpa nyeri akut
tindakan invasif
c. Observasi vital sign
c.Tingkat nyeri dapat diketahui
d. Kolaboratif pemberian obat
dari vital sign.
analgesik dan kaji efektivitasnya.
. d. Mengatasi nyeri pasien dan menyusun rencana selanjutnya bila nyeri tidak bisa diatasi dengan analgesik.
b) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi. Rencana tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan kecemasan klien berkurang.
Rencana tindakan a. Kaji tingkat ansietas b. Beri kenyamanan dan
Rasionalisasi a. Sebagai acuan membuat strategi tindakan.
ketentraman hati, perlihatkan rasa . b. Agar pasien lebih tenang empati.
menghadapi operasi.
c. Bila ansietas berkurang , beri
c. Bila keadaan klien lebih tenang
penjelasan tentang operasi ,
maka klien akan lebih mudah
pemasangan eksternal fiksasi, serta menerima penjelasan yang persiapan yang harus dilakukan.
diberikan.
2. Post operasi a) Resti infeksi infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif (pin ). Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi Rencana tindakan a. Jaga kebersihan di daerah pemasangan eksternal fiksasi. b. Lakukan perawatan luka secara aseptik di daerah pin. c. Observasi vital sign dan tanda-
Rasionalisasi a. Mencegah kolonisasi kuman. . b. Mencegah infeksi kuman melalui pin c. Menemukan tanda-tanda infeksi secara dini.
tanda infeksi sistemik maupun lokal ( demam, nyeri, kemerahan,
d. Untuk mencegah atau mengobati infeksi.
keluar cairan, pelonggaran pin ) d. Kolaboratif pemberian antibiotika.
b) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi cedera /trauma akibat alat yang dipasang. Rencana tindakan a. Tutup ujung-ujung pin atau fiksator yang tajam b. Beri penjelasan pada klien
Rasionalisasi a. Mencegah cedera akibat alat yang tajam b. Agar pasien
agar berhati – hati hati dengan
mengantisipasi gerakan
alat yang terpasang
untuk mencegah cedera.
c) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi Rencana tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien mampu memperlihatkan kemampuan mobilitas. Rencana Tindakan a. Latih bagian tubuh yang sehat dengan latihan ROM b. Bila bengkak pada daerah
Rasionalisasi a. Mencegah terjadinya atrofi disuse . . b. Membantu meningkatkan
pemasangan eksternal
kekuatan
fiksasi sudah berkurang,
c. Mempercepat kemampuan
latih pasien untuk latihan
klien untuk mandiri serta
isometrik di daerah
meningkatkan rasa percaya diri
Rencana tindakan tersebut.
Rasionalisasi klien.
c. Latih pasien menggunakan alat bantu jalan
d) Gangguan citra tubuh b/d perubahan perubahan dalam penampilan sekunder akibat pemasangan eksternal fiksasi Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan klien mempunyai gambaran diri yang positif . Rencana Tindakan a. Dorong individu untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, pandangan tentang dirinya. b. Ungkapkan aspek positif dari klien. c. Libatkan orang-orang terdekat untuk : - berbagi perasaan dan ketakutan dengan klien - mengidentifikasi aspek positif klien dan cara mengungkapkannya - menerima perubahan fisik dan emosional klien.
Rasionalisasi a. Dapat mengidentifikasi gambaran klien tentang dirinya. b. Membantu meningkatkan rasa percaya diri klien. c. Merngurangi kecemasan, meningkatkan rasa percaya diri dan adaptasi terhadap keadaan sekarang,serta memperoleh citra diri yang positif.
e) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 30 menit diharapkan klien dapat menunjukkan prilaku yang mendukung penatalaksanaan program terapi.
a. Berikan pengertian bahwa OREF memerlukan masa penyembuhan yang relatif lama ( 6-8 bulan ). b. Jelaskan tahap – tahap tahap tindakan yang mungkin akan dilakukan pada klien. c. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang perawatan eksternal fiksasi di rumah.. Dorong keluarga untuk memantau keefektifan program terapi.
a. Agar secara psikologis klien terbiasa dengan alat yang terpasang di bagian tubuhnya b. Klien mempunyai gambaran umum tindakan yang akan dilakukan sehingga klien menjadi lebih kooperatif. c. Menjamin kesinambungan program pengobatan .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Asuhan Anonim. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur. From: http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/.Minggu http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/. Minggu 7 september 2014 : 10.00 Carpenito – Moyet, Moyet, Lynda Juall , , Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Keperawatan, Edisi 10, EGC< Jakarta, 2007. Muttaqin, Arif, Ns, S.Kep, Buku S.Kep, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal, EGC, Muskuloskeletal, EGC, Jakarta, 2008. Smeltzer, G. Bare, Keperawatan Bare, Keperawatan Medikal – Bedah Bedah Brunner & Suddarth, Suddarth, Edisi 8, EGC,Jakarta, 2002.