PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Kehadiran lembaga pegadaian di Indonsia bukanlah hal yang asing lagi. Bahkan lembaga ini menjadi sangat populer dikalangan masyarakat, lembaga ini memang terlihat sangat membantu mengatasi masalah tanpa masalah. Akan tetapi, disadari atau tidak ternyata dalam prakteknya lembaga ini belum dapat terlepas dari persoalan. ketika perjanjian gadai ditunaikan terdapat unsur-unsur yang dilarang syariat. Hal ini dapat terlihat dari praktek gadai itu sendiri yang menentukan adanya bunga gadai, yang mana pembayarannya dilakukan setiap 15 hari sekali. Dan tentu saja pembayarannya haruslah tepat waktu karena jika terjadi keterlambatan pembayaran, maka bunga gadai akan bertambah menjadi dua kali lipat dari kewajibannya.Bukan hanya riba, ketidak jelasan (gharar), dan qimar juga ikut serta menghiasi aktifitas lembaga ini. Yang secara jelas terdapat kencenderungan merugikan salah satu pihak.Memang hal ini tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Tetapi, ketika mereka terjebak dengan bunga yang membengkak serta ketidak sanggupan untuk membayar, maka di sinilah masalah letak permasalahan itu muncul.
B.
ANALISIS GADAI DALAM FIQH MUAMALAH
a. Pengertian Gadai Gadai dalam bahasa arab disebut dengan ar rahn, rahn juga secara bahasa bisa bermakna al habs (tertahan). Sedangkan menurut istilah ar rahn bermakna mempunyai
nilai
harta
sebagai
jaminan
utang
(pinjaman)
sehingga
memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian utang dari benda itu.
b.
Landasan Hukum Rahn yakni bersumber
pada
al-qur’an, al-q ur’an,
yang
menjelaskan
tentang
diizinkannya bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang agunan yang dipegang (oleh yang berpiutang). rahn merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama.
Benda yang digadaikan dalam mayarakat: Benda rahn yang digadaikan merupakan amanat yang ada pada murtahin
yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga sert a merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan biaya, yang tentunya dibebankan kepada orang yang menggadai atau dengan cara memanfaatkan barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai, beberapa ulama berbeda pendapat karena masalah ini sangat berkaitan erat dengan hakikat barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai jaminan utang pihak yang menggadai.
Pemeliharaan barang gadai: biaya pemeliharaan barang gadai adalah hak rahin dalam kedudukannya
sebagai pemilik yang sah. Akan tetapi jika harta atau barang jaminan tersebut menjadi kekuasaan murtahin dan di izinkan oleh rahin maka biaya pemeliharaan jatuh pada murtahin. Sedangkan untuk mengganti biaya tersebut nantinya, apabila murtahin mendapat
izin
dari rahin maka murtahin dapat
hasil marhun sesuai dan senilai dengan yang telah ia keluarkan.
memungut
tetapi apabila rahin tidak mengizinkanny mengizinkannyaa maka biaya pemeliharaan menjadi utang rahin kepada murtahin
Akad gadai dalam masyarakat:
Contoh nya seperti:
- Gadai sawah: Konsekuensi A menggadaikan sawahnya ke B dengan jaminan sertifikat sawah A tetap menggarap sawahnya. Pada saat panen, A memberikan 50% hasil panen untuk B seorang petani mendapatkan modal dari investor, untuk proyek pemanfatan lahan petani, yang hasilnya dibagi berdasarkan kesepakatan.
Riba dalam pengadaian: Gadai disini sebagai jaminan agar si pemberi utang percaya pada kita
sebagai peminjam. Nmaun beberapa transaksi gadai melanggar ketentuan islam. Terutama dalam hal memanfaatkan barang gadai semsial sawah yang digadaikan digunakan untuk bercocok tanam oleh si pemberi utang. Pemanfaatan ini termasuk riba, karena setiap utang piutang yang diambil manfaat (keuntungan) adalah riba.
Konsekuensi dari transaksi gadai terbagi menjadi 4:
a) debitor wajib mengembalikan utangnya persis seperti yang dipinjamkan, apapun yang terjadi. Bahkan andaikan dia tidak sanggup membayarnya sampai mati sekalipun. Karena itu, dalam islam ahli waris juga tetap wajib meluansi utang orang tuanya atau saudaranya yang meninggal, sementara masih menyisakan utang belum lunas. b) debitor boleh menggunakan uang yang dia terima dari kreditor untuk kepentingan apapun, meskipun tidak ada hubungannya dengan lahan pertanian, bisa dia gunakan untuk berobat, berobat, biaya pendidikan atau lainnya. c) kreditor haram menerima segala bentuk hadiah atau hasil panen dari petani sebelum peluanasan utang selesai. Karena semua manfaat praktik yang didapatkan dari utang dalam riba. d) kreditor haram memanfaatkan tanah itu untuk diambil hasilnya selama masa gadai dan utang belum dilunasi. Karena tanah ini 100% masih milik
petani, sehingga apapun hasil tanah itu menjadi milik petani. Kreditor yang mengambil hasil dengan memanfaatkan sawah itu statusnya riba.
Pembayaran dan pelunasan utang gadai apabila barang gadaian sudah samapai jatuh tempo dan rahin belum
membayarkan kembali utangnya maka murtahin boleh memaksa rahin untuk menjual barangnya. Kemudian hasilnya digunakan untuk menebus utang tersebut sedangkan jika terdapat sisa atas penjualan barang tersebut, maka akan dikembalikan kepada rahin. Prosedur Pelelangan Gadai Jika ada persyaratan akan menjual barang gadai pada saat jatuh tempo, maka ini diperbolehkan dengan ketentuan: 1) murtahin harus mengetahui terlebih dahulu keadaan rahin 2) dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran 3) kalau keadaan mendesak murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada murtahin lain dengan izin rahin 4) apabila ketentuan diatas tidak terpenuhi maka murtahim boleh menjual barang gadai dan kelebihan uangnya uangnya dikembalikan kepada rahin.
C.
SOLUSI UNTUK MASALAH GADAI DALAM MASYARAKAT
Lembaga pegadaian tidak menggunakan sistem bunga ( memungut bunga dari pinjman pokok), etika terdapat sebuah lembaga keuangan formal (pemerintah) tidak bisa memperoleh pendapatan yang dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan tersebut tentunya lembaga tersebut akan mengalami hal yang demikian. Akan tetapi, di sisi lain sistem tersebut sangat memberatkan bagi nasabah atau masyarakat, karena pemungutan bunganya yang ditetapkan setiap 15 hari sekali. Memang hal ini tidaklah terlihat berat jika pinjaman tersebut bersifat kecil, namun jika uang yang dipinjamkan tersebut sangat
besar
jumlahnya,
maka
akan
sangat
memberatkan
bagi
mayarakat.Persoalan ini cukup kompleks. Jika salah satu dimenangkan, maka hal ini akan terlihat tidak adil. Karena pihak penerima penerima gadai yang saat ini bestatus lembaga pegadaian, akan merasa dirugikan jika dalam operasional usahanya tidak mendapat keuntungan yang akan menunjang kegiatan usahanya. Sedangkan pihak
yang menggadaikan diwajibkan membayar berupa bunga setiap 15 harinya, maka hal ini juga akan merugikan pihak penggadai.