Obat Anti Epilepsi Michaela Vania Tanujaya 10.2010.175
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, 2014
Pendahuluan
Kurang lebih 1% penduduk di AS menyandang epilepsi, suatu gangguan neurologic kedua paling banyak setelah stroke. Meskipun terapi standar dapat mengobati 80% penderita ini, 500.000 orang masih belum mendapatkan pertolongan. Epilepsi merupakan kompleks simtom heterogen suatu gangguan kronik dengan gejala kejang yang berulang. Kejang merupakan suatu episode terbatas dari disfungsi otak akibat letupan abnormal saraf cerebral. Penyebab kejang banyak sekali dan meliputi kisaran luas penyakit neurologic, mulai infeksi sampai neoplasma dan benturan kepala. Pada beberapa kelompok kecil, faktor turunan merupakan faktor tambahan yang cukup berarti. Obat antiepilepsi juga di pakai pada pasien dengan kejang demam atau kejang akibat gejala penyakit akut seperti meningitis, kecuali jika terjadi kejang kronis yang berkembang kemudian. Untuk kejang akibat gangguan toksik akut atau metabolic, diperlukan terapi sesuai dengan penyebabnyay, misalnya hipokalsemia. Umumnya, pilihan pengobatan di lakukan secara empiris sesuai dengan jenis kejang yang ada.1
Epidemiologi
Epilepsi merupakan gangguan neurologis kronis yang ditandai dengan seizures yang terjadi secara berulang-ulang. Menurut perkiraan, diindikasikan bahwa kira-kira 120 dari 100.000 orang di amerika serikat meminta bantuan medis setiap tahunnya sebagai akibat dari mengalami seizures. Walaupun tidak setiap penderita yang mendapatkan seizures terkena epilepsi, diperkirakan 125.000 kasus baru epilepsi didiagnosis setiap tahunnya.
1
Insiden epilepsi pada populasi umum terjadi paling tinggi pada bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil dengan puncak kedua terjadi pada penderita berumur 65 tahun ke atas. Diperkirakan bahwa mungkin terdapat beberapa kecendrungan genetic terhadap terjadinya seizures dan epilepsi. Walaupun insiden epilepsi lebih tinggi terjadi pada pasien dengan keterbelakangan mental dan kelumpuhan serebral, kedua kondisi tersebut tidak sama dengan epilepsi. 2
Sejarah
Sebelum obat antiepilepsi ditemukan dan berkembang, pengobatan epilepsi dilakukan dalam bentuk trepanasi, pemantikan darah, dan pemberian obat dari tanaman atau ekstrak hewan. Tahun 1857 Sir Charles Locock melaporkan keberhasilannya menggunakan kalium bromide dalam pengobatan penyakit yang sekarang dikenal sebagai epilepsi katamenial. Dalam tahun 1912, fenobarbital di gunakan pertama kalinya untuk epilepsi dan 25 tahun berikutnya, tidak kurang dari 35 jenis derivatnya diteliti sebagai antikonvulsan. Dalam tahun 1938, fenitoin terbukti efektif untuk pengobatan kejang pada kucing percobaan. Antara tahun 1935-1990, terlihat kemajuan besar dibidang model percobaan, metode skrining, dan pengujian obat antiepilepsi. Dalam periode tersebut 13 jenis obat antiepilepsi teah dapat dikembangkan dan dipasarkan. Setelah ditetapkan persyaratan adanya bukti-bukti efektivitas obat di tahun 1962, perkembangan obat antiepilepsi menurun drastic dan hanya beberapa antiepilepsi baru yang dipasarkan untuk 30 tahun berikutnya. Beberapa senyawa baru telah di pasarkan tahun 1990-an. 1
Keadaan pengembangan obat epilepsi pada masa sekarang.
Sejak lama diperkirakan bahwa obat tunggal akan dapat dikembangkan untuk semua jenis epilepsi. Sekarang hal tersebut kelihatanya tidak mungkin bahwa berbagai kejang epileptic itu akan dapat dikelola dengan obat tunggal. Lebih dari satu mekanisme yang menyebabkan terjadinya kejang. Dan obat-obatan yang dapat digunakan untuk satu jenis kejang kadang-kadang dapat memperberat jenis lainnya. Obat-obat yang digunakan untuk satu jenis kejang kadang-kadang dapat memperberat jenis lainnya. Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan dua tipe kejang utama.
2
Tabel 1. Klasifikasi jenis-jenis kejang Kejang parsial Kejang parsial sederhana Kejang parsial kompleks Partial seizures secondarity generalized Kejang umum Kejang tonik-klonik umum (grand mal) Kejang absence (petit mal) Kejang tonik Kejang atonik Kejang klonik dan mioklonik Spasme infantile Sangat berbeda dalam efek klinik dan juga termasuk pada dua golongan farmakologik, walaupun kejang dalam percobaan dapat ditimbulkan oleh berbagai metode. Aspek klinik dari kejang umum yang tertentu biasanya kejang lena (absences seizures) erat hubungannya dengan kejang yang didapat pada percobaan hewan dengan memberikan pentilenetetrazol subkutan. Demikian pula pada kejang parsial pada manusia secara positif ada hubungan dengan kejang eksperimental yang didapat dari tes elektrosyok maksimal (MES). Umumnya obat anti epilepsi bermanfaat untuk kejang elektrosyok maksimal dengan mengubah transport ion melalui membrane yang terangsang. Fenitoin misalnya kecuali untuk kejang tonik klonik umum. Efektif untuk kejang parsial dan elektrosyok maksimal, tetapi tidak efektif terhadap kejang umum atau yang ditimbulkan oleh suntikan pentilenetetrazol subkutan. Obat ini mempengaruhi letupan melalui mekanisme konduksi ion Na+. sebaliknya, etosuksimid dan trimetadion, yang mampu melawan pentilenetetrazol dan kejang umum tertentu, menurunkan kemampuan pemasukan ion Ca 2+ (melalui tipe T atau saluran Ca nilai ambang rendah). Perlu di perhatiakan bahwa dua jenis obat antiepilepsi mempunyai kerja mekanisme yang berbeda walaupun terdapat kesamaan struktur di antara obat-obatan kedua golongan tersebut. Obat antiepilepsi baru tetap dicari bukan hanya melalui tes skrining di atas tetapi juga dengan pendekatan rasional. Senyawa yang diharapkan dapat bekerja melalui salah satu dari tiga mekanisme: peningkatan (penghambatan) transmisi
3
GABAergik, pengurangan transmisi eksitasi (biasanya glutamatergik) atau modifikasi konduksi ion.
Obat antiepilepsi
Epilepsi merupakan penyakit kronis dimana terjadi bangkitan akibat lepasnya muatan abnormal dari neuron otak. Bangkitan diklasifikasikan secara empir is. Bangkitan parsial (fokal) mulai dari lokus spesifik pada otak dan terbatas pada sentakan klonik ekstremitas. Akan tetapi, muatan listrik bisa menyebar dan menjadi menyeluruh (bangkitan umum sekunder). Bangkitan umum primer adalah bangkitan yang tidak terbukti memiliki awitan local dan kedua hemisfer otak terlibat mulai dari awitan. Gejala termasuk serangan tonik-klonik (grand mal- periode rigiditas tonik yang selanjutnya diikuti oleh sentakan tubuh massif) dan absans/lena (petit mal – perubahan kesadaran yang biasanya berlangsung kurang dari 10 detik). Bangkitan tonik klonik dan parsial terutama diterapi dengan karbamazepin, valproate, lamotrigin dan fenitoin oral. Obat-obat ini mempunyai efektivitas yang sama. Obat tunggal akan mengendalikan serangan pada 70-80% pasien dengan bangkitan tonik-klonik, tetapi hanya 30-40% pasien dengan bangkitan parsial. Pada pasien yang tidak terkontrol dengan baik. Penambahan topiramat, vigabatrin, atau gabapentin bisa menurunkan insidensi serangan, tetapi hanya sekitar 7% dari pasien yang refrakter ini menjadi bebas bangkitan total. Fenobarbital, primidon dan klonazepam merupakan obat alternative, tetapi lebih bersifat sedatif. Bangkitan lena di terapi dengan etosuksimid atau valproate. Epilepsi absans hanya sedikit yang berlanjut sampai dewasa, tetapi paling tidak 10% dari anak-anak yang menderita epilepsi absans selanjutnya akan berkembang menjadi serangan tonikklonik. Status epileptikus didefinisikan sebagai bangkitan continue yang berlangsung minimal 30 menit atau suatu keadaan dimana bangkitan terjadi berulang-ulang tanpa kembalinya kesadaran penuh. Terapi segera dengan obat intravena penting untuk menghentikan serangan, yang bila tidak diperiksa menyebabkan kelelahan dan kerusakan otak. Awalnya digunakan lorazepam atau diazepam, bila perlu ditambahkan fenitoin. Bila serangan tidak dapat di kendalikan. Pasien dianestesi dengan propofol atau thiopental. Obat anti epilepsi mengendalikan bangkitan degan mekanisme yang sering kali tidak jelas, tetapi biasanya melibatkan penguatan inhibisi yang diperantari asam 4
γ-aminobutirat
(GABA)
(benzodiazepine,
vigabatrin,
fenobarbital,
valproate).
Maupun penurunan refleks Na+ (fenitoin, karbamazepin, valproate, lamotrigin). Etosuksimid dan valproate bisa menghambat aliran Ca2+ yang membangkitkan spike pada neuron talamik.3
Dasar-dasar Farmakologik Obat-obat Antiepilepsi Kimiawi
Sampai tahun 1990, kurang lebih 16 obat antiepilepsi beredar dan 13 diantaranya dapat digolongkan pada 5 kelompok kimia yang hampir sama yaitu: barbiturate, hidantion, oksazoildinedion, suksinimid, dan asetilurea. Golongan ini mempunyai kesamaan struktur cincin heterosikllik
dengan perbedaan pada
substituennya. Untuk obat-obat dengan struktur dasar ini, substituen pada cincin heterosklik akan menentukan golongan farmakologinya, apakah anti-MPS atau anti pentilenetetrazol. Dengan perubahan kecil pada struktur akan dapat mengubah mekanisme kerja dan sifat-sifat klinik senyawa tersebut. Obat-obat lainnya kabarmazepin, asam valproate dan benzodiazepine merupakan struktur berbeda, demikian
pula
senyawa-senyawa
baru
di
tahun
1990
seperti
vigabatrin,
okskarbazepin, lamotrigin, gabapentin, dan felbamat.
Farmakokinetik
Obat-obat antiepilepsi memperlihatkan sifat farmakokinetik yang hampir sama walaupun struktur dan sifat kimianya sangat berbeda. Meskipun kebanyakan senyawa ini hanya larut sebagian, absorpsi biasanya baik, dengan 80-100% dari dosis yang dapat masuk sirkulasi. Bioavaibilitas merupakan masalah dengan fenitoin, dimana kecepatan dan jumlah absorpsi sangat bergantung pada formulasinya. Disamping
fenitoin,
benzodiazepine,
dan
asam
valproate,
obat-obat
antiepilepsi tidak terikat kuat pada protein plasma. Fenitoin dan asam valproate dapat menggusur obat-obat yang diikat protein, termasuk obat-obat antikonvulsi lain. Konsentrasi benzodiazepine terallu rendah untuk mempengaruhi ikatan obat lain. Obat antiepilepsi mempunyai rasio ekstraksi yang rendah. Suatu peningkatan persentase obat bebas tidak akan mengubah konsentrasi bebas tetapi akan menurunkan konsentrasi total obat sehingga dokter ingin meningkatkan dosis. Peningkatan dosis akan menimbulkan kadar darah dari obat bebas meningkatkan dan dapat menimbulkan keracunan. Natrium valproate mempunyai keistimewaan, dimana 5
fraksi obat yang terikat merupakan fungsi dari konsentrasi baik obatnya sendiri ataupun asam lemak bebas dalam plasma. Obat antiepilepsi dikeluarkan melalui hati. Benzodiazepine mengalami perubahan menjadi metabolit aktif yang dikeluarkan melalui hati. Kemampuan intrinsic hati mengadakan metabolism obat antikonvulsi umumnya rendah dan pengeluaran fenitoin tidak bergantung pada konsentrasi. Obat-obat ini umumnya tersebar dalam total air tubuh. Bersihan plasma umumnya relative rendah, beberapa antikonvulsi banyak yang dianggap dapat bekerja jangka panjang atau menengah. Umumnya waktu paruh lebih dari 12 jam. Fenobarbital dan karbamazepin merupakan penginduksi aktivitas enzim microsomal hati yang kuat.1
Tabel 2. Pemilihan Obat Antikonvulsi Jenis bangkitan
Obat pilihan utama
Obat alternatif
Karbamazepin,
Fenobarbitala, lamotrigin,
1. bangkitan parsial
Parsial
sederhana
fenitoin,
valproate.
primidon,
gabapentin b,
levitirasetam b,
tiagabin,
topiramat b, zonisamid b. Lamotrigin,
primidon,
gabapentin b,
parsial
kompleks
Karbamazepin,
fenitoin,
levotirasetam b,
tiagabin,
topiramat b, zonisamid b
valproate.
Gabapentin, levitirasetam,
lamotrigin, tiagabin,
topiramat, zonisamid.
parsial yang Karbamazepin,
menjadi umum
valproate,
fenitoin,
fenobarbital,
primidon 2. Bangkitan umum
bangkitan
Karbamazepina, fenitoina , lamotrigind,
umum tonik-klonik
valproata/c,
(grand mal)
primidonc
bangkitan
fenobarbital,
Valproate, etosuksimid
topiramat,
zonisamid, felbamat.
Lamotrigin, klonazepam
6
lena
(petit
mal)/absence.
lena
Bangkitan yang
khas
Valproate, klonazepamc
Lemotrigin,
felbamat,
topiramat b.
tidak
(atipikal)
bangkitan
tonik-
mioklonik-atonik. 3. obat-obat untuk keadaan konvulsi yang khusus.
Kejang
demam pada anak
Primidon
Status
epileptikus grand mal
Fenobarbital
tipe Diazepam,
fenitoin,
Fenobarbital, lidokain
fosfenitoin.
Status
epileptikus
tipe benzodiazepin
Valproate IV
absence A)
juga dipakai sebagai obat pilihan utama pada beberapa rujukan
B)
sebagai terapi tambahan
C)
kadang dipakai juga sebagai obat alternatif
Obat yang Digunakan untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik umum.
Obat-obat utama kejang parsial dan tonik klonik umum adalah fenitoin (dan turunannya), karbamazepin, dan barbiturat. Tetapi, penambahan okskarbazepin , vigabatrin, dan lamotrigin mengbah prkatek klinik di Negara-negara diamana senyawa baru tersebut tersedia.
Mekanisme Kerja Antiepilepsi
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu (1) dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi (2) dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengeruh fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal
7
termasuk dalam golongan terakhir ini.Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang di mengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.
Antiepilepsi
Obat Antiepilepsi terbagi dalam 8 golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyairumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin,barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid.Akhir -akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam
pengobatan
epilepsy,
karbamazepin
untuk
bangkitan
parsial
sederhana
maupun
kompleks,sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik -klonik.
1. Golongan Hidantoin Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi, fenitoin (Difenilhidatoin),mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai prototipe. Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik -klonik, sedangkan gugus alkilbertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah spectrum aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolittidak aktif.
Farmakologi
Fenitoin berefek anntikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagianlain otak. Efek stabilitasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sellainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhiperpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan menggiatkan pompano + neuron.
Farmakokinetik
8
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral diekskresikan melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapaidalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosisterbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam 24 jam. Pemberian fenitoinmengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan absorbs berlangsung lambat. \Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%. Pada orangsehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal danneonatus fraksi bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisarantara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebihlama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.
Interaksi Obat
Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide tertentu, karna obat-obat tersebut mengambat biotransformasi fenition, sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga karena teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga mengurangi absorpsinya
Intoksikasi dan Efek Samping
Susunan Saraf Pusat
Efek samping fenitoin tersering ialahdiplopia,ataksia,vertigo,nistagmus, sukar bebicara (slurred speech) disertai gejala lain ,misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat ,ilusi,halusinasi sampai psikotik.defisiensi folat yang cukup lama merupakan factor yang turut berperan dalam terjadinyagangguan mental.efek samping SSP lebih sering terjaadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.
Saluran Cerna dan Gusi
Nyeri ulu hati,anoreksia,mual dan muntah,terjadi karenafenitoin bersifat alkali.Ploriferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik ,dan menyebabkan hyperplasia pada 20% pasien .
Kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien ,lebih sering pada anak dan remaja yaitu berup aruam morbiliform.beberapa kasus diantaranya disertai hiperpireksia,eosinofilia,dan terjadi ruam kulit 9
sebaiknya pemberian obat dihentikan ,dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit telah hilang.Pada wanita muda ,pengobatan fenitoin secara kronik menyebabkan keratosis danhirsutisme,karena meningkatnya aktivitaas korteks suprarenalis.
Lain-lain
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik.kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat menjadi 3 kali , bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan .cacat congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada kehamilan lanjut ,fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus . pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacatpada anak sedanfg tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.
Indikasi
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik -klonik dan bangkitan persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping dan efek toksik, sekalipun ringantetapi cukup mengganggu terutama pada anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstrapiramidal iatrogenic.
Sediaan
Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Nadalam bentuk kapsul 100 mg dan tablet kunyah 30 mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal, yaitu berkisar antara 10-20µg/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik. Dosis fenitoin selalu harus disesuaikan untuk masing-masing individu, patokankadar terapi antara 10-20µg/ml bukan merupakan angka mutlak karena beberapa pasien menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8µg/ml, sedangkan pada pasien lain,nistagmus sudah terjadi pada kadar 15µg/ml.Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara 300-400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian 10
2. Golongan Barbiturat Disamping sebagai hipnotik -sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan barbiturate.Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat menghambattahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk repolarisasimembranesel neuronsetelah depolarisasi.
Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama yangdigunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-40µg/ml. Kadar plasma diatas40µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harussecara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, ataumalahan bangkitan status epileptikus.Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena frnobrbital meningkatkanaktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadarfenobarbital meningkat 40%.
3.Golongan Oksazolidindion Trimetadion
Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat analgetik dan hipnotik.
Farmakodinamik
Pada SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.
Farmakokinetik.
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, 11
dimetiloksazolidin ,2,4, dion ). Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek antikonvulsi nya lebih lemah.
Intoksikasi & efek samping
Intoksikasi dan efek samping trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi hemeralopia, sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala padakulit,darah,ginjal dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering ttimbul pada pengobatan kronik.Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya, bahkansesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena.Efek samping pada kulit berupa rua morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagiberupa dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi ginjal dan hati,berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.
Indikasi
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponenbangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakankelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Bangkitan lena yang timbul padaanak umumnya sembuh menjelang dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan denganmefenitoin, sebab gangguan pada darah dapat bertambah berat.Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi bangkitandalam bentuk epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.
Kontraindikasi
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia,penyakit hati, ginjal dan kelainan n.opticus.
4. Golongan Suksinimid Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah etosuksimid,metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan, terungkap bahwaspectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion. Sifat yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah bangkitan konvulsi pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat, merupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena.
Etosuksimid Etosuksimid di absorbs lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusimerata ke 12
segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa dengan kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala, kantuk dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis dan pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion. etosuksimid lebih jarang menimbulkan diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion.Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena padaanak,
efektivitas
etosuksimid
sama
dengan
trimetadion,
50-70
%
pasien
dapat
dikendalikanbagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan bangkitan akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik -klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat.
5. Karbamazepin Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonik -klonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada tabes dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas perhitungan untung-rugikarbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan.Efek samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi baangkitan dapat meningkat akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan biotransformasikarbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh karbamazepin,sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproatakan menurunkan kadar asam valproat.
Posologi
Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar terapi dalam serum 6-8µg/ml.
6. Golongan Benzodiazepin DIAZEPAM Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil13
2H-1,4- benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagikedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :
1. 2.
Benzodiazepin ultra short-acting Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam. Termasuk didalamnya
triazolam,zolpidemdan zopiclone. 3.
Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam. Termasuk didalamnya
estazolam dan temazepam. 4.
Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam. Termasuk didalamnya
flurazepam, diazepam dan quazepam.
Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagaidosis sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®,Valium®, Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan Neurodial®, Metaneuron®dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.
Mekanisme Kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggiterutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Padareseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanyainteraksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang berkurang. Akibatnya,
Farmakokinetik
t½ : Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek. t½meningkat pada 14
mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita gangguanliver. Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan. Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat padamereka yang lanjut usia. Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 – 2 jam. Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 danDMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 – 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secaraluas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI. Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP. Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam &oksazepam.
Penggunaan terapi
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerangsecara tibatiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapatdigunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakansebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.
Kontraindikasi
1. Hipersensitivitas 2. Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain 3. Pasien koma 4. Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya 5. Nyeri berat tak terkendali 6. Glaukoma sudut sempit 7. Kehamilan atau laktasi 8. Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)
Efek Samping
Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang menguntungkan diazepam juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan dengan seksama. Efek samping diazepam memiliki tigakategori efek 15
samping, yaitu :1. Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk 2. Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition3. Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia,angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangankeseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease of liver, drugdependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of well- being, fatigue, generalweakness, headache disorder, hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia,libido changes, muscle spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder,polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism,tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting, xerostomia.
Peringatan
Peringatan yang perlu diperhatikan bagi pengguna diazepam sebagai berikut : 1.
Pada ibu hamil diazepam sangat tidak dianjurkan karena dapat sangat berpengaruh pada janin.
Kemampuan diazepam untuk melalui plasenta tergantung pada derajat relativitasdari ikatan protein pada ibu dan janin. Hal ini juga berpengaruh pada tiap tingkatankehamilan dan konsentrasi asam lemak bebas plasenta pada ibu dan janin. Efek sampingyang dapat timbul pada bayi neonatus selama beberapa hari setelah kelahiran disebabkanoleh enzim metabolism obat yang belum lengakp. Kompetisi antara diazepam danbilirubin pada sisi ikatan protein dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada bayineonatus. 2.
Sebelum menggunakan diazepam harap kontrol pada dokter terlebih dahulu.
3.
Jika berusia diatas 65 tahun dosis yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat
membahayakan jiwa pasien tersebut. Usia lanjut dapat mempengaruhi distribusi,eliminasi dan klirens dari benzodiazepine. 4.
Obat ini tidak diperbolehkan diminum pada saat membawa kendaraan karena obat ini
menyebabkan mengantuk. 5.
Pada pasien yang merokok harus konsultasi pada dokter lebih dahulu sebelummenggunakan
diazepam, karena apabila digunakan secara bersamaan dapat menurunkanefektifitas diazepam. 6.
Jangan menggunakan diazepam apabila menderita glukoma narrowangle karena
dapatmemperburuk penyakit 7. 8.
Katakan pada dokter jika memiliki alergi. Hindarkan penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma, depresi
pernafasan,insufisiensi pulmonari akut,, miastenia gravis, dan sleep apnoea 9.
Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita gangguan hatiatau ginjal,
pasien lanjut usia dan lemah. 10.
Diazepam tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional states . 16
Interaksi Obat
Obat-obat : 1.
Alkohol, antidepresan, antihistamin dan analgesik opioid pemberian bersamaan mengakibatkan
depresi SSP tambahan. 2.
Simetidin, kontrasepsi oral, disulfiram, fluoksetin, isoniazid, ketokonazol, metoprolol,propoksifen,
propranolol, atau asam valproat dapat menurunkan metabolisme diazepam,memperkuat kerja diazepam. 3.
Dapat menurunkan efisiensi levodopa.
4.
Rifampicin atau barbiturat dapat meningkatkan metabolisme dan mengurangi efektifitas diazepam.
5.
Efek sedatifnya dapat menurun karena teofilin.
6.
Ikatan plasma dari diazepam dan DMDZ akan direduksi dan konsentrasin obat yang bebasakan
meningkat, segera setelah pemberian heparin secara intravena. 7.
Diazepam yang diberikan secara oral akan sangat cepat diabsorbsi stelah pamberian
metoclorpropamida secara intravena. Perubahan motilitas dari gastrointestinal jugamemberikan pengaruh terhadapprosesabsorbsi. 8.
Benzodiazepin tidak digunakan bersamaan dengan intibitor protease-HIV, termasuk alprazolam,
clorazepate, diazepam, estazolam, flurazepam, dan triazolam.
Rute dan Dosis Pemberian
- Antiansietas, Antikonvulsan. 1.
PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat sekalisehari.
2.
PO (anak -anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
3.
IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu
.- Pra-kardioversi 1.
IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.
-Pra-endoskopi 2.
IV (Dewasa) : sampai 20 mg.
3.
IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.
- Status Epileptikus 1.
IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg, programpengobatan ini dapat
diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya digunakanbila rute IV tidak tersedia). 2.
IM, IV (Anak -anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-4 jam.
3.
IM, IV (Anak -anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai maksimum 5mg, dapat
diulang tiap 2-4 jam. 17
4.
Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).
5.
Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.
6.
Rektal (Anak -anak) : 0,2-0,5 mg/kg
- Relaksasi Otot Skelet 1.
PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu kalisehari. 2-2,5 mg
1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat lemah. 2.
IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat diulangdalam 2-4 jam.
-Putus Alkohol 1.
PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg 3-4 kalisehari.
2.
IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai keperluan
OVER DOSIS
Keracunan benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara cepat. Koma yang mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang otak yang terganggu, padakeadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat dengan rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat anoxia atau hipertensi berat. Toleransi benzodiazepin terjadi dengan cepat, keadaan sering kembali pada saat konsentrasi obat dalam darah tinggi kemudian dapat diikuti dengan terjadinya koma. Pada overdosis akut selama pemulihannya dapat terjadi ansietasdan insomnia, yang dapat berkembang menjadi withdrawal syndrome (gangguan mental akibatpenghentian penggunaan zat psikoaktif), dapat pula diikuti dengan kejang yang hebat, ini dapatterjadi pada pasien yang sebelumnya menjadi pemakai kronik.- Sejak tahun 1980-1989, 1576 keracunan fatal di Inggris dihubungkan dengan penggunaan benzodiazepin. 891 kasus dihubungkan dengan over dosis benzodiazepin sendiri dan 591 kasuslainnya over dosis terjadi karena dikombinasikan dengan alkohol. Perbandingan tingkat kematian dengan data penulisan resep pada periode yang sama, untuk menghitung indeks kematian karena keracunan per sejuta resep, pada individu yang overdosis benzodiazepin memberikan kesankeracunan yang relatif berbeda. Studi terakhir dari 303 kasus keracunan benzodiazepine didukung oleh perbedaan penemuan dalam menilai keracunan akibat overdosis benzodiazepine yang relatif aman.- Pada over dosis benzodiazepine, penanganan secara umum dengan monitoring pernafasan dantekanan darah. Reaksi muntah diinduksi (selama 1 jam) bila pasien tetap sadar. Mempertahankan keluar masuknya udara adalah hal yang penting apabila pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak ada keuntungan khusus dengan pengosongan lambung, pemberian arang aktif (carbo adsorben)untuk
mereduksi
absorbsi.
Flumazenil,
merupakan
antagonis
spesifik
reseptor
benzodiazepine,diindikasikan untuk penanganan parsial atau menyeluruh pada efek sedative benzodiazepine dan digunakan pada keadaan over dosis benzodiazepine. 18
Toksisitas
Efek toksis dapat terjadi bila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 1,5 mg/L; kondisifatal yang disebabkan oleh penggunaan tunggal diazepam jarang ditemukan, tetapi dapat terjadibila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 5 mg/L.LD5 oral dari diazepam adalah 720 mg/Kg pada mencit dan 1240 mg/Kg pada tikus.Pemberian intraperitoneal pada dosis 400 mg/Kg menyebabkan kematian pada hari keenamsetelah pemberian pada hewan coba, monyet.
Asam Valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens,kejang mioklonik, dan kejang tonik -klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABAdengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat jugaberpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari (11).Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,muntah,anorexia dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asamvalproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.
Hyperammonemia
(gangguan metabolism yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapitidak sampai menyebabkan kerusakan hati (10).Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkaitpenggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapatmeningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut (12).
Antiepilepsi Lain
FENASEMID Fenasemid suatu derivat asetilures,merupakan suatu analog dari 5 fenilhidantoin, tetapi tidak berbentuk cincin, efeknya baik digunakan terhadap bangkitan tonik -klonik. 19
Farmakodinamik
Fenasemid memiliki antikonvulsi yang berspektrum luas, mekanismekerja fenasemid ialah dengan peningkatan ambang rangsang fokus serebral, sehinggahipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang beruntun dapat ditekan.
Intoksikasi & efek samping
Fenasemid merupakan obat toksik, Efek sampingtesering ialah psikosis. Efek samping yang mungkin fatal ialah nekrosis hati, anemia aplastik,dan neutropenia.
Indikasi
Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik -klonik, bangkitan lena dan bangkitan parsial. Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks .
Dosis
Untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan untuk anak yang berumur antara5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan ½ dosis orang dewasa. Fenasemid sampai saat inibelum di pasarkan di Indonesia.
Prinsip Pemilihan obat pada terapi epilepsy
Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan terapifarmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet, pembedahan dan vagal nervestimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang saraf vagal, makan makanan yang seimbang(kadar gula darah yang rendah dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkanterjadinya serangan epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapatmencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya. Sedangkan untuk terapi farmakologis yaitu denganmenggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE). Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obatdinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan dosis. Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik -klonik rata-rata keberhasilan lebih tinggimenggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat. Pada sebagian besar pasien dengan 1tipe/jenis kejang, kontrol memuaskan dapat dicapai dengan 1 obat anti epilepsi. Pengobatandengan 2 macam obat mungkin ke depannya mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya toksisitasnya lebih besar. Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir selalu membantu penuh kecuali kalau pasien 20
mengalami tipe kejang yang berbeda.Untuk mencapai hasil terapi yang optimal perlu diperhatikan hal berikut ini. Pengobatan awal harus dimulai dengan obat tunggal. Obat perlu di mulai dengan dosis kecil dan di naikkan secara bertahap sampai efek terapi tercapai atau timbul efek samping yng tidak dapat di toleransi lagi oleh pasien. Kombinasi beberapa obat sesekali di perlukan. Kombinasi yang paling di sukaiuntuk bangkitan tonik -klonik adalah fenitoin dan fenobarbital yang masing-masing dapat diberikan dalam dosis penuh , bila diperlukan , karena toksisitasnya berbeda.
Bangkitan fokus lobus temporalis bagian anterior Obat pilihan : Fenitoin, karbamazepin,
dan asam valproat
Bangkitan Lena Obat pilihan : Etosuksimid, Asam valproat
Serangan diensefalik Obat pilihan : Kombinasi Fenitoin dan fenobarbitalPada stasus
epileptikus diperlukan efek obat yang cepat, diazepam merupakan obat pilihan utama, fenobarbital juga sangat efektif, disamping anastetik yang menguap atau depresansentral lainnya.3
Daftar Nama Obat yang Berbahaya untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Dewasa ini banyak sekali produk - produk kesehatan yang ditawarkan kepada masyarakat. Dan tidak sedikit pula yang menyasar ibu-ibu hamil. Sekiranya muncul pertanyaan dalam benak ibu-ibu hamil tersebut, apakah produk ini aman untuk mereka dan apa bahayanya mengkonsumsi obat tanpa seijin dokter. Berikut ini akan dibahas mengenai obat-obat yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehamilan, baik itu terhadap ibu maupun janinnya, jika digunakan tanpa petunjuk dokter. Pada wanita hamil, adalah penting untuk menjaga kesehatannya dengan jala n mengkonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup serta melakukan olahraga secara teratur. Dan yang tidak kalah penting adalah menghindari berbagai zat yang dapat membahayakan dirinya maupun janinnya. Zat -zat yang dimaksud seperti: obatobatan, alkohol, dan rokok. Sekitar lebih dari 90% wanita hamil menggunakan obat-obatan, baik yang diresepkan oleh dokter ataupun tanpa resep. Secara umum, kecuali benar - benar dibutuhkan dan dengan ijin dokter, penggunaan obat -obatan bebas sebaiknya dihindari karena akan berdampak buruk pada janin yang dikandung. Diketahui pula bahwa di Amerika Serikat sekitar 2-3% dari seluruh kelainan yang muncul pada bayi
21
baru lahir disebabkan karena penggunaan obat yang tidak sesuai. Pada beberapa kasus, pemberian obat dapat memberikan dampak yang baik pada ibu dan janinnya. Walaupun demikian, seorang ibu seharusnya berkonsultasi dahulu dengan dokter mengenai resiko dan keuntungan menggunakan obat -obat tersebut.4 Obat-obatan yang diminum oleh wanita hamil dapat sampai ke janin dengan melewati plasenta/ari-ari, yang juga merupakan jalur yang digunakan untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi guna pertumbuhan dan perkembangan j anin. Obat obatan yang dikonsumsi wanita hamil tanpa petunjuk dokter dapat berdampak buruk pada janinnya oleh karena disebabkan oleh hal-hal berikut ini: •
Secara langsung berdampak pada janin, menyebabkan kerusakan,
perkembangan dan pertumbuhan janin yang abnormal, sampai dengan menyebabkan kematian. •
Mengubah fungsi plasenta (ari-ari) dengan jalan mengecilkan atau
mempersempit pembuluh darah sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan bayi menjadi kurang berat badannya dan perkembangannya juga terganggu. •
Menyebabkan otot rahim berkontraksi secara dini, sehingga
menurunkan suplai darah ke janin atau memicu kelahiran prematur. Bagaimana suatu obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin tergantung pada tahap perkembangan janin itu sendiri dan juga pada kekuatan dan dosis obat yang dikonsumsi. Obat tertentu yang dikonsumsi pada awal masa kehamilan (dalam 20 hari setelah pembuahan) dapat berdampak negatif atau malah tidak berdampak sama sekali pada janin. Pada masa tiga sampai delapan minggu setelah pembuahan, janin sangat rentan mengalami defek pada pertumbuhannya karena pada masa tersebut organ-organ sedang dibentuk (organogenesis). Pada periode ini, obat-obatan yang dikonsumsi tidak dengan petunjuk dokter bisa jadi tidak berdampak apa pun pada janin, atau malah menyebabkan keguguran, defek pertumbuhan yang nyata, atau pun defek yang permanen yang baru terlihat setelah bayi lahir. Sedangkan apabila obat-obatan tersebut dikonsumsi setelah proses organogenesis selesai akan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin. Food and Drug Administration (FDA), yang berpusat di Amerika Serikat mengklasifikasikan obat menurut derajat resiko yang dapat ditimbulkan pada janin
22
jika obat-obat tersebut digunakan secara bebas. Beberapa obat tergolong sangat toksik (highly toxic) dan sangat dilarang penggunaannya pada wanita hamil. Sebagai contoh adalah thalidomide. Beberapa dekade yang lalu, obat ini diketahui dapat menyebabkan gangguan pembentukan lengan atas dan tungkai bawah, ser ta defek pada usus halus, jantung dan pembuluh darah. Sering pula beberapa jenis obat disubstitusi dengan obat jenis lainnya karena lebih aman digunakan selama kehamilan, sebagai contoh: untuk jenis antibiotika, golongan penicillin cenderung aman digunakan pada masa kehamilan. Kemudian apabila harus memberikan obat-obatan antihipertensi (pada wanita hamil yang menderita preeklampsia dan atas petunjuk dokter) juga harus diperhati kan secara ketat, dan dihindari pemberian obat angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik thiazide, karena kedua obat ini dapat menyebabkan masalah yang serius pada janin. Berikut ini beberapa jenis obat Antikonvulsi yang dapat menyebabkan masalah jika digunakan pada masa kehamilan : •
Carbamazepine, phenobarbital, phenytoin: menyebabkan perdarahan
pada bayi baru lahir. Namun dapat dicegah apabila ibu mengkonsumsi vitamin K setiap hari sebelum persalinan berlangsung atau dengan memberikan injeksi vitamin K pada bayi baru lahir. •
Valproate: dapat menyebabkan bibir sumbing dan defek pada jantung,
tengkorak, tulang belakang. •
Trimethadione: menyebabkan keguguran, bibir sumbing dan defek
pada jantung, tengkorak, maupun pada organ abdomen. 5
Daftar Pustaka Porter.RJ, Farmakologi Dasar dan Klinis ed.6 1998. Jakarta, Hal.380-98. Kanous.N.L, Buku Ajar Interaksi Obat: Pedoman Klinis & forensic, 2013. Jakarta Hal.89-92. Neal.M.J, At a glance farmakologi medis, Ed.5, Jakarta, Hal 60-1. Goodman & Gilmann, Manual Farmakologi & terapi, EGC, Jakarta, Hal 289-90.
23