LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAKERY DAN CONFECTIONERY ACARA II ROTI MANDARIN
Disusun oleh: Kelompok 3
Agustina Ayu Perwitasari
H0915005
I’in Fitria Fitria
H0915035
Kennard Nathanael
H0915039
Salwa Al Aribah
H0915075
Yuliana Ispriyanti
H0915087
Danica Putri
H0914018
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018
ACARA II ROTI MANDARIN
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Teknologi Bakery dan Confectionery Acara II Roti Mandarin adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti mandarin. 2. Mengetahui teknik pembuatan roti mandarin. 3. Mengetahui pengaruh proporsi tepung pisang yang digunakan terhadap atribut sensori dari roti mandarin yang dihasilkan. B. Tinjauan Pustaka
Produk bakery merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi di dunia. Di antaranya terdiri dari roti dan cake atau kue. Kue menjadi produk yang populer menurut konsumen terutama produk kue sponge dengan karakteristik organoleptik yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen (Matsakidou et al ., 2010). Roti merupakan produk bakery yang umumnya terbuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti lalu dipanggang. Bahan baku dalam pembuatan roti meliputi bahan utama berupa tepung terigu, ragi, dan air, serta bahan penunjang seperti gula, garam, lemak, susu dan telur maupun bahan tambahan yang lain (Koswara, 2009). Tepung terigu menjadi produk hasil penggilingan biji gandum yang sangat penting dalam penggunaannya sebagai bahan baku dalam industri bakery maupun confectionery dan produk olahan rumahan. Penggilingan gandum menjadi tepung terigu sering dilakukan dengan cara mencampur kualitas
biji
gandum
yang
berbeda.
Hal
tersebut
ditujukan
untuk
menyesuaikan kualitas dan permintaan tepung terigu yang diinginkan oleh konsumen (FAO, 2009). Tepung pisang adalah salah satu olahan dari buah pisang sebagai solusi pengawetan pisang. Jenis pisang yang berbeda-beda memiliki
karakteristik tepung pisang yang berbeda-beda. Tepung pisang jenis pisang tanduk dan pisang kepok memiliki waktu gelatinisasi terendah 15-16 menit dan temperatur gelatinisasi berkisar antara 84,8 – 85oC. Pisang yang paling baik menghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok. Tepung pisang yang dihasilkan mempunyai warna yang lebih putih dibandingkan dengan tepung dari pisang lain. Akan tetapi, tepung pisang kapok memiliki kelemahan berupa aroma pisang yang kurang kuat (Koswara, 2009; Palupi, 2012). Tepung komposit didefinisikan sebagai campuran beberapa jenis tepung yang umumnya terbuat dari umbi-umbian, serealia, dan leguminosa dengan atau tanpa penambahan tepung terigu. Tepung komposit telah digunakan secara ekstensif dan berhasil digunakan sebagai bahan pembuatan produk bakery. Tepung komposit dapat menjadi alternatif sebagai substitusi maupun pengganti tepung terigu dalam pengembangan produk bakery seperti roti maupun kue (Oladunmoye et al ., 2010; Julianti et al ., 2017). Roti mandarin menjadi salah satu jenis kue yang termasuk dalam sponge cake. Cake yang menarik umumnya memiliki warna cerah ( bloom), volume tidak terlalu besar/tidak terlalu kecil, tekstur lembut dan halus, beraroma sedap dan dapat membangkitkan selera (Ekayani, 2011). Kue mandarin merupakan salah satu jenis kue yang terbuat dari terigu tanpa adanya penambahan yeast dan umumnya pada lapisan tengah diolesi dengan selai nanas. Atribut kualitas sponge cake terdiri dari pembentukan volume kue yang baik dan terbentuk struktur
crumb serta lembut selama
penyimpanan. Pembentukan volume cake yang baik didukung karena adanya penambahan emulsifier yang meningkatkan inkorporasi udara, mengurangi specific gravity, sehingga pada produk akhir volume kue dapat meningkat (Purnomo, 2012; Gujral et al ., 2003). Proses pembuatan kue mandarin secara umum dalam Purnomo (2012) adalah pembuatan adonan dengan mencampurkan bahan-bahan kue mandarin meliputi kuning telur, gula pasir, cake emulsifier , tepung terigu, susu bubuk, maizena. Kemudian adonan dicampur rata hingga mengembang dan kental. Setelah itu, adonan dicetak ke dalam loyang yang telah diolesi kertas roti
dengan margarin lalu dilakukan pengovenan selama 20-25 menit pada 180°C. Kemudian kue yang telah matang didinginkan lalu diolesi dengan selai dan ditumpuk menjadi 2 atau 3 tumpukan sehingga terlihat berlapis. Penambahan emulsifier ke dalam proses pembuatan adonan produk bakery adalah untuk memperbaiki spesifikasi produk termasuk daya simpan, mengurangi terbentuknya adonan yang keras dan mengendalikan rheologi adonan. Pengaruh penambahan emulsifier pada pembuatan adonan sponge cake menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati pada suhu yang lebih tinggi (Adheeb et al., 2014; Stankov et al ., 2016). Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai emulsifier adalah kuning telur, telur utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, kasein, albumin, atau beberapa tepung halus lainnya. Daya kerja emulsifier disebabkan karena molekul emulsifier yang dapat mengikat secara baik minyak dan air (Winarno, 2008). C. Metodologi
1.
Alat a.
Borang pengujian
b.
Kertas roti
c.
Loyang
d.
Mangkok/wadah
e. Mixer
2.
f.
Oven
g.
Piring kertas
h.
Pisau
i.
Sendok
j.
Solet
k.
Timbangan analitik
Bahan a.
Bubuk coklat
b.
Gula halus
c.
Kuning telur
d.
Maizena
e.
Margarin
f.
Putih telur
g.
Quick 75
h. Room butter i.
Selai nanas
j.
Susu full cream
k.
Tepung pisang
l.
Tepung terigu
Tabel 2.1 Formulasi Roti Mandarin yang Dipraktikumkan Bahan Kode
Tepung terigu Tepung pisang Kuning telur Putih telur Maizena Quick 75 Susu full cream Bubuk coklat Margarin Room butter
F1
F3
F4
F5
Cklt
Pth
Cklt
Pth
Cklt
Pth
Cklt
Pth
Cklt
Pth
50 g
50
40 g
40 g
30 g
30 g
20 g
20 g
10 g
10 g
-
-
10 g
10 g
20 g
20 g
30 g
30 g
40 g
40 g
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
12,5 g 12,5 g 12,5g 10 g 10 g 10 g
12,5g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g
5g
5g
5g
5g
5g
5g
5g
5g
5g
5g
5g
-
5g
-
5g
-
5g
-
5g
-
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g
12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g 12,5 g
Gula halus 50 g Selai nanas
F2
50 g
Secukup-nya
Sumber : Hasil praktikum
50 g
50 g
Secukup-nya
50 g
50 g
Secukup-nya
50 g
50 g
Secukup-nya
50 g
50 g
Secukup-nya
3.
Cara Kerja 9 kuning telur, 1 putih telur, 50 g gula halus
Pencampuran dengan mixer
10 g Quick 75
50 g Margarin; 12,5 g Room butter Pencampuran dalam wadah yang berbeda dari adonan utama Campuran margarin dan room butter
12,5 g Maizena, 50 g (Tepung terigu+Tepung pisang sesuai formula), 5 g Bubuk coklat*, 5 g Susu full cream
Penambahan
Pengadukan hingga adonan putih pucat
Penambahan
Pengadukan
Penuangan ke loyang yang dilapisi kertas roti
Pengovenan dengan suhu 180°C, 20 menit
Pengolesan dengan selai nanas secukupnya
Penumpukan antara roti putih dan coklat
Roti Mandarin
Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Roti Mandarin (* : Bubuk coklat hanya ditambahkan untuk roti coklat )
D. Hasil dan Pembahasan
Kue mandarin merupakan salah satu jenis kue yang terbuat dari terigu tanpa adanya penambahan yeast dan umumnya pada lapisan tengah diolesi dengan selai nanas. Proses pembuatannya secara umum adalah pembuatan adonan dengan mencampurkan bahan-bahan meliputi kuning telur, gula pasir, cake emulsifier , tepung terigu, susu bubuk, maizena. Kemudian adonan dicampur rata hingga mengembang dan kental. Setelah itu, adonan dicetak ke dalam loyang yang telah diolesi kertas roti dengan margarin lalu dilakukan pengovenan selama 20-25 menit pada 180°C. Kemudian kue yang telah matang didinginkan lalu diolesi dengan selai dan ditumpuk menjadi 2 atau 3 tumpukan sehingga terlihat berlapis (Purnomo, 2012). Roombutter merupakan salah satu jenis mentega susu yang berbentuk padatan plastis dengan sistem emulsi air dalam minyak. Karena memiliki cita rasa yang khas dan daya oles yang baik, roombutter digunakan pada roti basah khususnya roti sisir roombutter (basah cokelat, basah putih, kering cokelat, dan kering putih) dengan tujuan seperti penggunaan mentega maupun margarine
dalam
pembuatan
bakery
yaitu
untuk
menambah
dan
meningkatkan flavor (Kristian, 2011). Dalam Zeelandia-International.com, quick 75 merupakan emulsifier siap pakai dalam bentuk pasta. Quick 75 memudahkan dan mempercepat dalam produksi cake serta dapat membutat cake memiliki volume yang bagus dan halus, ringan tapi tidak bertekstur kering. Pada pembuatan kue mandarin digunakan beberapa bahan penunjang seperti gula, kuning telur maupun putih telur, bubuk coklat, serta maizena. Gula berfungsi sebagai pemanis serta untuk mempercepat proses pencoklatan atau browning yang terjadi karena adanya reaksi Maillard. Telur berfungsi untuk memberikan flavor yang khas, memperbaiki cita rasa dan kesegaran roti dan kuning telur berfungsi untuk memberikan warna kuning pada kue setelah melalui proses pemanggangan. Bubuk coklat berfungsi pemberi warna dan pembentuk aroma coklat yang terkesan lebih lembut. Penambahan
maizena bertujuan untuk membuat tekstur roti menjadi lembut dan halus (Purnomo, 2012). Karakteristik tepung pisang memiliki kadar air sebesar 12%. Tepung pisang dalam kondisi masak mempunyai kadar protein 1,1-1,87%, kadar pati yang cukup tinggi sebesar 59%, kadar lemak berkisar antara 1,05-3,25%, kadar abu sekitar 3% dan kadar serat kasar sebesar 1,55%. Jenis pisang yang berbeda-beda memiliki karakteristik tepung pisang yang berbeda-beda. Tepung pisang jenis pisang tanduk dan pisang kepok memiliki waktu gelatinisasi terendah 15-16 menit dan temperatur gelatinisasi berkisar antara 84,8 – 85oC (Palupi, 2012). Cake dapat dibuat dengan berbagai variasi dari segi bentuk, bahan isi maupun penyajiannya. Formulasi yang tepat akan menghasilkan cake yang baik, hal ini tergantung bahan-bahan, komposisi yang digunakan dalam membuatnya, cara mengocok hingga cara memasaknya. Cake yang menarik umumnya memiliki warna cerah (bloom), volume tidak terlalu besar/tidak terlalu kecil, tekstur lembut dan halus, beraroma sedap dan dapat membangkitkan selera. Cake yang baik dapat dikategorikan apabila memenuhi syarat-syarat 1) Simetris, apabila semua sisi dari cake tersebut sama dan tidak memiliki bentuk; 2) Bloom, warna cerah; 3) Volume, cake bervolume sedang sehingga susunan cake terlihat baik; 4) susunan cake sempurna, tidak menggumpal, tidak kasar, permukaannya halus dan lembut; 5) Rasa manis; dan 6) Aroma berbau harum (Ekayani, 2011). Tabel 2.2 Hasil Uji Organoleptik Roti Mandarin Kode
811 229 196 745 683
Warna 3,36 c 2,76 b 3,28 c 3,52 c 2,20 a
Aroma 3,48 bc 3,04ab 3,44 bc 3,56c 2,60a
Parameter Tekstur Rasa b 3,12 3,48 b 2,24a 2,80a 2,44a 3,00 ab 4,24 c 3,52 b 2,20a 2,64a
Overall
3,48c 2,84 b 3,00 b 3,76c 2,40a
Sumber : Laporan Sementara Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) 811 : 0% tepung pisang + 100% tepung terigu (kontrol)
229 : 20% tepung pisang + 80% tepung terigu (F1) 196 : 40% tepung pisang + 60% tepung terigu (F2) 745 : 60% tepung pisang + 40% tepung terigu (F3) 683 : 80% tepung pisang + 20% tepung terigu (F4) Tingkat kesukaan: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak suka 4 = suka 5 = sangat suka
Berdasarkan Tabel 2.2 hasil uji organoleptik roti mandarin dapat diketahui tingkat kesukaan panelis terhadap formulasi tepung terigu dan tepung pisang. Dalam Tabel 2.2 disajikan pula perbedaan nyata dan tidak nyata antar sampel pada beberapa parameter. Parameter yang diujikan antara lain warna, aroma, tekstur, rasa dan overall . Kelima parameter tersebut dilakukan uji hedonik one way ANOVA menggunakan SPSS. Parameter warna tingkat kesukaan panelis pada taraf signifikasi p < 0,05 diketahui bahwa sampel dengan 0% tepung pisang (kontrol) berbeda nyata dengan sampel 20% (F1) dan 80% (F4) tepung pisang. Sementara sampel 40% (F2) dan 60% (F3) tidak berbeda nyata dengan sampel 0% tepung pisang. Warna roti mandarin yang paling disukai adalah sampel F3 dengan formulasi 30 gram tepung pisang + 20 gram tepung terigu. Sedangkan sampel yang paling tidak disukai adalah sampel F4 dengan formulasi 40 gram tepung pisang + 10 gram tepung terigu yang memiliki nilai tingkat kesukaan paling rendah. Faktor yang mempengaruhi warna pada roti mandarin adalah gula, kuning telur, cokelat bubuk, tepung pisang. Gula akan mengalami reaksi maillard karena terkena suhu tinggi. Hal tersebut akan menimbulkan warna luar roti mandarin menjadi coklat, roti akan terlihat sangat coklat jika terlalu lama dipanaskan. Gula berperan dalam mempercepat proses pencoklatan yang disebut browning . Kuning telur akan menyebabkan warna kue yang diolah menjadi lebih kuning seperti kue mandarin setelah melalui proses pemanggangan (Purnomo, 2012). Tepung pisang yang ditambahkan dalam adonan akan memberikan warna yang lebih coklat karena mengandung kadar fenol sebesar 0,05% dan tanin sebesar 0,13% (Surono dkk, 2017).
Berdasarkan parameter warna, kesukaan panelis terhadap roti mandarin yang ditambahkan tepung pisang menunjukkan angka yang fluktuatif. Menurut Surono dkk (2017) bahwa semakin banyak tingkat subtitusi tepung pisang akan memberikan warna yang semakin coklat karena kandungan fenol dan tannin. Hasil sesuai dengan teori dimana sampel dengan penambahan tepung pisang paling banyak yaitu sebesar 80% paling tidak disukai panelis. Parameter aroma tingkat kesukaan panelis pada taraf signifikasi p < 0,05% diketahui bahwa sampel dengan 0% tepung pisang (kontrol) berbeda nyata dengan sampel 20% (F1), 60% (F3) dan 80% (F4). Sampel dengan 4 0% tepung pisang (F2) tidak berbeda nyata. Aroma roti mandarin yang paling disukai adalah sampel dengan 60% tepung pisang (F3) yaitu 30 gram tepung pisang + 20 gram tepung terigu. Sedangkan, sampel yang paling tidak disukai adalah sampel dengan 80% tepung pisang (F4) yaitu 40 gram tepung pisang + 10 gram tepung terigu. Faktor yang mempengaruhi aroma roti mandarin adalah gula, bubuk coklat, tepung pisang dan telur. Gula selain sebagai pemanis/perasa juga akan membentuk aroma pada roti. Bubuk coklat juga akan memberikan aroma coklat yang terkesan lebih lembut. Telur akan memberikan flavor yang khas, memperbaiki cita rasa dan kesegaran roti (Purnomo, 2012). Tepung pisang akan mempengaruhi aroma roti mandarin dimana semakin banyak tepung pisang yang digunakan akan memberikan aroma khas pisang yang semakin kuat (Surono dkk, 2017). Berdasarkan parameter aroma dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan tingkat kesukaan terhadap roti mandarin yang ditambahkan tepung pisang, namun terjadi penurunan pada penambahan 80% tepung pisang. Hal ini sesuai dengan teori Surono dkk (2017) bahwa penambahan tepung pisang dapat meningkatkan aroma khas pisang. Namun, tepung pisang akan menimbulkan aroma yang menyengat kuat apabila terlalu banyak sehingga tingkat kesukaan panelis akan menurun.
Parameter tekstur tingkat kesukaan panelis pada taraf signifikasi p < 0,05 diketahui bahwa sampel dengan 0% tepung pisang (kontrol) berbeda nyata dengan keempat sampel lainnya. Tekstur roti mandarin yang paling disukai panelis adalah sampel dengan formulasi 60% tepung pisang (F3). Sedangkan sampel yang paling tidak disukai adalah sampel dengan formulasi 80% tepung pisang (F4). Faktor yang mempengaruhi tekstur roti mandarin adalah kuning telur, tepung terigu, tepung pisang dan maizena. Kuning telur akan mempengaruhi kelembutan roti. Tepung terigu mengandung gluten yang berperan dalam pembentukan kerangka roti. Penggunaan tepung terigu akan membuat roti mengembang dan tekstur menjadi empuk. Maizena akan membuat tekstur roti lembut dan halus (Purnomo, 2012). Tepung pisang akan memberikan tekstur roti yang empuk dengan pori yang kurang seragam (Surono, 2017). Parameter tekstur terlihat terjadi penurunan pada sampel dengan formulasi 80% tepung pisang. Formulasi 80% tepung pisang tidak disukai panelis dibandingkan dengan formulasi penambahan tepung pisang yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan teori Palupi (2012) bahwa tepung pisang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi sehingga akan mempengaruhi tekstur roti menjadi lebih keras. Semakin tinggi penambahan tepung pisang akan memberikan tekstur yang sangat keras sehingga mengurangi kesukaan panelis. Selain itu juga, tekstur roti dengan penambahan tepung pisang terlalu tinggi akan memberikan pori-pori roti yang tidak seragam sehingga panelis menjadi kurang menarik. Parameter rasa tingkat kesukaan panelis pada taraf signifikasi p < 0,05 diketahui bahwa sampel 0% tepung pisang (kontrol) berbeda nyata dengan sampel 20%, 40% dan 80%. Sampel 60% tidak berbeda nyata dengan sampel kontrol. Rasa yang paling disukai panelis adalah sampel F3 dengan formulasi 30 gram tepung pisang + 20 gram tepung terigu. Sedangkan sampel F4 adalah sampel yang paling tidak disukai dimana penambahan tepung terigu mencapai 80% yaitu sebesar 40 gram tepung pisang.
Faktor yang mempengaruhi rasa roti mandarin adalah gula, telur, tepung pisang, bubuk coklat dan selai nanas. Gula akan memberikan rasa manis pada roti. Telur akan memberikan flavor yang khas dan memperbaiki cita rasa roti. Bubuk coklat akan memberikan sedikit rasa pahit khas coklat. Selai nanas akan menambah rasa pada roti dan sebagai perekat antar tumpukan roti (Purnomo, 2012). Tepung pisang akan memberikan rasa tambahan yakni khas pisang, dimana semakin banyak akan meningkatkan rasa pisang yang semakin kuat (Surono dkk, 2017). Berdasarkan parameter rasa ditunjukkan bahwa sampel yang paling tidak disukai adalah sampel dengan penambahan tepung pisang sebanyak 80%. Sampel dengan formulasi tepung pisang 20%, 40% dan 60% lebih disukai dibanding dengan formulasi tepung pisang 80%. Hal tersebut sesuai dengan teori Surono dkk (2017) bahwa panelis menyukai rasa roti yang tidak terlalu tawar. Penambahan tepung pisang memberikan rasa khas dari pisang. Namun, penambahan yang terlalu tinggi ini panelis belum terbiasa rasakan dalam roti yang biasa dikonsumsi sehingga penambahan tepung pisang yang terlalu tinggi kurang menarik bagi panelis. Parameter overall tingkat kesukaan panelis pada taraf signifikasi p < 0,05 diketahui bahwa sampel kontrol (0% tepung pisang) berbeda nyata pada sampel F1, F2, F3 dan F4. Pada sampel F3 dengan formulasi 30 gram tepung pisang + 20 gram tepung terigu merupakan sampel yang paling disukai panelis. Sedangkan sampel F4 dengan formulasi 40 gram tepung pisang + 10 gram tepung terigu merupakan sampel yang paling tidak disukai panelis. Hal ini sesuai dengan teori Yuliana dan Novitasari (2014) bahwa uji kesukaan overall hanya mencapai pada tingkat subtitusi 20% tepung pisang dan 80% tepung terigu. Hal tersebut disebabkan terjadi penurunan ketertarikan panelis pada roti mandarin dengan penambahan tepung pisang lebih dari 20%. Pensubtitusian tepung pisang lebih dari 20% memberikan tekstur yang tidak kenyal, aroma semakin khas pisang, warna semakin coklat dan volume roti yang kurang mengembang.
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Teknologi Bakery dan Confectionery acara II Roti Mandarin dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan roti mandarin antara lain kuning telur, putih telurm gula halus, tepung terigu, tepung pisang, maizena, bubuk coklat, susu bubuk, quick 75, room butter , margarin dan selai nanas. Semua bahan tersebut memiliki fungsi masing-masing yang terdapat pengaruhnya terhadap roti yang dihasilkan.
2.
Teknik pembuatan roti mandarin dilakukan dengan pembuatan adonan menggunakan mixer, pemanggangan menggunakan oven dan penyajian roti mandarin yang disajikan dengan selai nanas.
3.
Semakin
besar
proporsi
tepung
pisang
yang
digunakan
akan
mempengaruhi atribut sensori roti mandarin. Semakin besar proporsi tepung pisang makan warna roti semakin coklat, aroma semakin khas pisang, tekstur yang terlalu keras, kurang mengembang dan berpori kurang seragam. 4.
Sampel kode 745 dengan formulasi 30 gram tepung pisang + 20 gram tepung terigu merupakan sampel yang paling disukai, sedangkan sampel kode 683 dengan formulasi 40 gram tepung pisang + 10 gram tepung terigu merupakan sampel yang paling tidak disukai.
DAFTAR PUSTAKA
Adheeb, U. A. S., Premkumar J., Ranganathan T. V. 2014. Emulsion and It’s Applications in Food Processing- A Review. International Journal of Engineering Research and Application, 4(4): 241-248. Ekayani, Putu Hemy. 2011. Efisiensi Penggunaan Telur Dalam Pembuatan Sponge Cake. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Vol. 8(2). FAO. 2009. Agribusiness Handbook: Wheat Flour . FAO’s Rural Infrastructure and Agro-Industries Division. Gujral, H. S., C. M. Rosell, S. Sharma, S. Singh. 2003. Effect of Sodium Lauryl Sulphate on the Texture of Sponge Cake. Food Science Technology International Journal , 9(2): 89-93. Julianti, E., Herla R., Ridwansyah, Era Y. 2017. Functional and Rheological Properties of Composite Flour from Sweet Potato, Maize, Soybean, and Xanthan Gum. Journal of the Saudi Society of Agricultural Sciences, 16: 171-177. Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. eBookPangan.com. Koswara, S. 2009. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Singkong, Pisang, dan Talas. eBookPangan.com. Kristian, V. 2011. Proses Pengolahan Roti di Perusahaan Roti Matahari Pasuruan. Laporan Magang . Matsakidou, A., Blekas G., Paraskevopoulou A. 2010. Aroma and Physical Characteristics of Cakes Prepared by Replacing Margarine with Wxtra Virgin Olive Oil. LWT-Food Science and Technology, 43: 949-957. Novitasari, Rifni dan Yuliana. 2014. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Pisang Kepok ( Musa paradisiacal formatypica) Terhadap Karakteristik Mie Kering yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 3(1). Oladunmoye, O.O., Akinoso, R., Olapade, A.A., 2010. Evaluation of some Physical-chemical Properties of Wheat, Cassava, Maize and Cowpea Flours for Bread Making. J. Food Qual ., 33: 693 – 708. Palupi, Hapsari Titi. 2012. Pengaruh Jenis Pisang dan Bahan Perendam terhadap Karakteristik Tepung Pisang ( Musa Spp). Jurnal Teknologi Pangan Vol. 4(1). Purnomo, W. 2012. Konsep Pengendalian Mutu dan HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point ) Roti Selai (Mandarin) di Usaha Kecil Menengah “Teguh Jenang”. Laporan Tugas Akhir Teknologi Hasil Pertanian. UNS Surakarta.
Stankov, S., M. Baeva, Z. Goranova, M. Marudova. 2016. Effect of Emulsifiers of the Starch Gelatinization in Sponge Cake Batter. J. Food Physics, 28: 91101. Surono, Dwi Indah. 2017. Kualitas Fisik Dan Sensoris Roti Tawar Bebas Gluten Bebas Kasein Berbahan Dasar Tepung Komposit Pisang Goroho ( Musa acuminate L). Jurnal Teknologi Pangan Vol. 1 (1). Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press. Bogor.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 2.2 Pengocokan Kuning Telur dan Putih Telur
Gambar 2.4 Pengocokan Adonan
Gambar 2.3 Pencampuran Tepung Terigu dan Tepung Pisang
Gambar 2.5 Pemotongan Mandarin
Gambar 2.6 Uji Organoleptik
Roti