15
xii
v
xii
1
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
Multi Level Development: Strategi dalam Meminimalisir Perilaku Prostitusi
Bidang Kegiatan :
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan Oleh :
LutfiAlfianto 12/336381/PN/13041
Risa Izzati Wikasari 12/335112/SA/16591
Andhika Haryawan 12/334929/PN/12938
Muhamad Naufal Dzaky 13/348162/PN/13213
Ika Ayu Purbawati 12/335191/SA/16663
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
RINGKASAN v
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 2
C. Manfaat Penulisan 2
BAB II 3
GAGASAN 3
A. Kondisi Kekinian Prostitusi di Indonesia 3
B. Solusi yang Pernah Ditawarkan 4
C. Deskripsi Gagasan……………………………………………………....5
D. Pihak-Pihak Terkait 6
E. Strategi Implementasi 8
BAB III 14
KESIMPULAN 14
A. Gagasan yang Kami Ajukan 14
B. Strategi Implementasi 14
C. Prediksi Hasil yang Akan Diperoleh 15
DAFTAR PUSTAKA vi
LAMPIRAN viii
A. LAMPIRAN 1. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA viii
B. LAMPIRAN 2. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENYUSUN DAN PEMBAGIAN TUGAS xi
C. LAMPIRAN 3. SURAT PERNYATAAN KETUA TIM xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme Multi Level Development
RINGKASAN
Perkembangan zaman semakin pesat dan semakin tidak terkendali. Hal ini dikarenakan perkembangan pemikiran manusia mulai berkembang untuk memajukan negaranya masing-masing. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang banyak mengadopsi perkembangan zaman dari negara-negara lain, apalagi Indonesia merupakan negara jajahan yang menerima turunan beberapa budaya dari negara asing baik budaya yang baik maupun buruk. Kebaikan dari budaya-budaya lain kerap kali dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kebudayaan di Indonesia misalnya budaya berlomba-lomba menjadi lebih baik. Akan tetapi, di sisi yang lain budaya yang bisa dikatakan buruk juga telah meninggalkan jejak di Indonesia seperti halnya budaya prostitusi.
Dewasa ini perilaku prostitusi semakin marak dan sulit dikendalikan karena adanya asas demokrasi yang kerap disalahgunakan untuk ajang membela diri dari perilaku-perilaku negatif. Menelisik munculnya perilaku prostitusi yang marak saat ini, alasan perilaku tersebut didominasi dengan alasan-alasan ekonomi yang saat ini juga sedang menjadi masalah utama Indonesia. Seringkali alasan itu pulalah yang dijadikan dasar kuat untuk tetap kukuh menekuni bisnis prostitusi sebagaimana terjadi di beberapa kawasan di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta dan Jawa Timur.
Pada kenyataannya telah dilakukan banyak solusi untuk mencegah bahkan memberantas perilaku prostitusi yang sudah menjadi bisnis perekonomian. Akan tetapi, tidak sedikit solusi yang telah dilakukan tidak membuat para pelakunya jera malah semakin menjadi dengan membuka praktek dengan persebaran wilayah yang luas. Oleh karena itu, dalam tulisan ini kami bermaksud mengemukakan gagasan yang dapat digunakan sebagai sistem meminimalisir perkembangan perilaku seksual yang mengarah pada hal-hal negatif seperti prostitusi. Gagasan tersebut berupa strategi kaderisasi yang dapat melahirkan tahapan-tahapan strategi pendukung lainnya. Adanya gagasan ini dapat menjadi sumbang pemikiran untuk menetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait sosial dalam memberantas perilaku prostitusi. Selain itu, gagasan ini memuat solusi perekonomian yang dapat dimanfaatkan masyarakat, pemerintah, dan para pelaku prostitusi sendiri untuk dapat mandiri berwirausaha dan meningkatkan perekonomian pribadi sekaligus dapat juga menyumbang imbas manfaat kepada orang lain dalam hal ilmu dan produksi.
Keyword : Prostitusi, Multi Level Development, Hipnoterapi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di era globalisasi ini, masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah masalah narkoba, perjudian dan prostitusi. Bahkan saat ini, dimana ada prostitusi ada pula narkoba dan perjudian, dan sebaliknya. Ketiga penyakit sosial tersebut jika dilihat dari kondisinya dalam kehidupan masyarakat, prostitusi terlihat lebih melembaga, tertata, dan lokasinya mudah diketahui banyak orang. Kesan kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah prostitusi secara tidak langsung seakan mendapat restu keberadaan prostitusi dengan adanya upaya lokalisasi. Lokalisasi-lokalisasi prostitusi di beberapa kota besar di Indonesia, sebagian telah menjadi tempat prostitusi terbesar di Asia Tenggara, sebagai contoh adalah area lokalisasi Dolly di Surabaya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini telah berupaya menutup lokalisasi tersebut, namun berbagai faktor-faktor penghambat sering menjadi penghalang kebijakan pemerintah. Faktor-faktor penghambat dalam usaha pemerintah mengatasi atau menutup lokalisasi-lokalisasi prostitusi antara lain faktor ekonomi masyarakat, faktor karier pelaku prostitusi, faktor sosial dan budaya lingkungan lokalisasi, faktor penyakit psikologi, dan lain sebagainya. Akan tetapi, lokalisasi prostitusi di beberapa kota besar di Indonesia mengusung masalah dominan adalah masalah faktor ekonomi masyarakat. Dalam aspek ekonomi, masyarakat sekitar menggantungkan hidup disekitar area lokalisasi sebagai pedagang, penjaja rokok, tukang parker, dan lain-lain. Para pelaku prostitusi khususnya para pekerja seks komersial (PSK) juga menggantungkan hidup pada lokalisasi untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidup.
Banyaknya faktor-faktor penghambat yang telah mengakar kuat pada sistem lokalisasi prostitusi, maka pemerintah juga telah banyak menggunakan beragam cara dalam upaya menutup lokalisasi prostitusi. Sebagai contoh lokalisasi Dolly Surabaya diterapkan sistem pesangon untuk PSK, lokalisasi di daerah Yogyakarta yang sekarang telah ditutup, diganti dengan terminal Giwangan, dan yang tersisa lokalisasi Sarkem serta lokalisasi Kramat Tunggak di Jakarta yang juga telah ditutup dan dibangun menjadi Islamic Center, dan lain-lain. Alhasil, banyak upaya pemerintah yang dilakukan belum dapat mengatasi problematika menimalisir pelaku prostitusi serta lokalisasinya. Bahkan setelah penutupan lokalisasi prostitusi di beberapa kota besar Indonesia, timbul kawasan-kawasan prostitusi liar dan tak terkendali seperti halnya di Jakarta dan Surabaya para pelaku prostitusi pun kembali 'bekerja' pasca kehabisan uang pesangon hasil pemberian oleh pemerintah. Dengan demikian, membutuhkan suatu strategi cermat dan tepat dengan tidak memperhatikan faktor-faktor penghambat dalam rangka mengatasi pelaku-pelaku prostitusi dan upaya penahapan penutupan lokalisasi prostitusi tanpa harus merugikan masyarakat sekitar lokalisasi baik dari segi ekonomi dan segi-segi yang lain.
Strategi pada gagasan karya tulis ini dengan menerapkan sistem Multi Level Development (MLD) yaitu strategi dalam langkah menimalisir para pelaku prostitusi dengan konsep hampir mirip dengan Multi Level Marketing, hanya saja fokus di sini adalah membuat suatu sistem yang diharapkan menjadi budaya yang mengakar kuat untuk fokus pembinaan masalah ekonomi, sosial, agama, dan psikologi serta diimplementasikan dengan strategi-strategi kaderisasi pada para pelaku prostitusi.
Tujuan Penulisan
Menciptakan suatu sistem yang mampu menimalisir kegiatan prostitusi di lingkungan lokalisasi kota-kota besar di Indonesia.
Terbentuknya strategi penahapan pemberdayaan para pelaku prostitusi dengan sistem kaderisasi Multi Level Development.
Memprediksikan langkah lanjutan dalam membantu pemerintah untuk penutupan lokalisasi prostitusi pasca penerapan Multi Level Development.
Manfaat Penulisan
Membantu menyumbang gagasan strategi untuk pemerintah dalam upaya mengatasi permasalahan pelaku-pelaku prostitusi dan permasalahan pengaruh lokalisasi pada masyarakat sekitar.
BAB II
GAGASAN
Kondisi Kekinian Prostitusi di Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia prostitusi mengandung makna suatu kesepakatan antara lelaki dan perempuan untuk melakukan hubungan seksual dalam hal mana pihak lelaki membayar dengan sejumlah uang sebagai kompensasi pemenuhan kebutuhan biologis yang diberikan pihak perempuan, biasanya dilakukan di lokalisasi, hotel, dan tempat lainnya sesuai kesepakatan (Poerwadarminto, 1990).
Motif terbanyak yang melatarbelakangi seseorang terjun ke dalam dunia prostitusi adalah motif ekonomi. Tidak sedikit dari mereka menjadikan profesi ini sebagai sumber penghasilan ekonomi mereka. Faktor terbesar yang mempengaruhi timbulnya motif tersebut adalah faktor lingkungan pergaulan, teman sebagai pembentuk paradigma dan mindset. Motif kesenangan juga ikut menjadi penyebab yang melatarbelakangi sesorang terjun ke dunia prostitusi karena menginginkan kepuasan seksual semata. Profesi dilakukan dengan dasar untuk memperoleh kepuasan batin semata (Haris, 2004). Selain itu, banyak juga para pelaku prostitusi yang awalnya terjebak oleh germo atau menjadi korban pemerkosaan kemudian karena takut dengan anggapan masyarakat maka akhirnya mereka menjadi pelacur (Zahab, 2009).
Berdasarkan data Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial Kementrian Sosial, pada 2012 tercatat 41.374 WTS yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah terbesar berada di Jawa Timur sebanyak 7.793 WTS dan lokalisasi terbanyak juga di Jawa Timur sebanyak 47 tempat (voa-islam.com). Oleh karena itu, Jawa Timur dengan lokalisasi prostitusi Dolly-nya disebut-sebut yang terbesar se-Asia Tenggara (merdeka.com). Selain banyaknya jumlah pelacur, yang lebih memprihatinkan adalah banyaknya pelaku prostitusi yang masih di bawah umur.
Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak mengungkap 21 gadis remaja yang berusia antara empat belas hingga enam belas tahun tertangkap bekerja sebagai mucikari atau ibu inang bagi PSK. Jumlah di lapangan diprediksi lebih besar lagi. Data dari badan PBB yang mengurus soal buruh dan ILO ada sekitar empat puluh ribu hingga tujuh pulu ribu anak yang menjadi korban eksploitasi seksual di Indonesia setiap tahunnya. Kebanyakan dari mereka dipicu karena kemiskinan dan konsumerisme yang tinggi (news.viva.co.id).
Oleh karena itu, guna meminimalisir perilaku prostitusi pemerintah Jawa Timur memberikan pelatihan keterampilan khusus seperti tata rias, tata boga, dan menjahit serta memberikan modal usaha bagi mantan PSK dengan anggaran tiga juta rupiah hingga lima juta rupiah per orang (tempo.com).
Solusi yang Pernah Ditawarkan
Keadaan bisnis lokalisasi prostitusi di kota-kota besar Indonesia memiliki banyak pengaruh di sekitar lingkungannya yaitu mulai dari dampak terhadap anak-anak sampai orang dewasa, baik pelaku prostitusi maupun tidak. Dampak yang ditimbulkan pun beragam yang meliputi dampak psikologi, ekonomi, sosial, dan lainnya.
Dengan demikian, banyak strategi langkah-langkah yang digunakan oleh pemerintah untuk meminimalisir atau menghambat dan bahkan berkeinginan menutup bisnis haram kegiatan tersebut. Seperti halnya lokalisasi Saritem Bandung, menurut Dedih Surana (2007) bahwa upaya pemerintah dalam mengatasi lokalisasi saritem dengan membuat kawasan tersebut menjadi kawasan yang lebih religius maka dibentuklah pondok pesantren yang ditempatkan di areal sekitar lokalisasi Saritem.
Keragaman upaya pemerintah berusaha menutup lokalisasi di kota-kota besar Indonesia mengalami banyak kegagalan dan bahkan setelah adanya penutupan malah memberi dampak yang sangat buruk. Di Jakarta banyak ditemui lokalisasi-lokalisasi prostitusi liar dan tak terkendali pasca penutupan lokalisasi Saritem. Dengan demikian, solusi strategi pemerintah dalam mengatasi perilaku prostitusi menggunakan metode lokalisasi belum bisa menyelesaikan masalah.
C. Deskripsi Gagasan
Melalui kesempatan ini kami menawarkan sebuah gagasan yang berjudul "Multi Level Development: Strategi dalam Meminimalisir Perilaku Prostitusi". Gagasan ini terinspirasi dari situasi Indonesia yang mulai marak adanya perilaku prostitusi di berbagai daerah. Gagasan ini menyasar kepada sistem pengkaderan para pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia untuk ditarik dari lingkungan prostitusi menuju lingkungan kewirausahaan mandiri atau kelompok. Diharapkan strategi ini dapat mengimbangi sistem kaderisasi wanita menjadi PSK bahkan dapat menjadi langkah pengiring untuk menutup celah pengkaderan tersebut.
Multi Level Development (MLD) adalah mekanisme pemberdayaan masyarakat berbasis kelompok. Teknis pelaksanaan MLD seperti halnya Multi Level Marketing (MLM). Pada mulanya MLD berperan sebagai motivator kepada para PSK dengan membuka wawasan mereka serta mengubah mindset mereka terhadap luasnya kehidupan. Perannya sebagai motivator memanfaatkan metode hipnoterapi yang menurut beberapa penelitian dapat mengurangi tingkat stress pada seseorang sehingga dapat dengan mudah menerima sugesti-sugesti positif dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya.
Pelaksaan proses hipnoterapi memang tidak selalu mudah karena dibutuhkan kerjasama antara antara responden dengan terapis. Namun demikian, hal ini dapat dialihkan kepada metode persuasif dengan bahasa hipnosis. Purnawan (2002:14) menyatakan bahwa proses persuasif merupakan proses komunikasi verbal (menggunakan kata-kata) maupun komunikasi nonverbal (menggunakan gerakan atau bahasa tubuh) yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain atau mengubah perilaku orang lain sesuai dengan keinginan kita. Sebelum dilaksanakan proses hipnoterapi ataupun persuasif dengan bahasa hipnosis perlu adanya pengetahuan mengenai gambaran umum kondisi responden dalam hal problematika yang dimiliki, kondisi psikis (dengan melihat reaksi-reaksi spontan saat diberikan suatu perlakuan), kondisi fisik, dan situasi lingkungan sekitar.
Purnawan (2002:38) mengemukakan teori If B = N then P, bila benefit yang ditawarkan sesuai dengan needs maka proses persuasi akan berlangsung sukses. Teori ini banyak digunakan para penipu untuk merauk keuntungan pribadi. Walaupun demikian, teori ini dapat diterapkan dalam strategi MLD untuk mengatasi pertumbuhan jumlah PSK di Indonesia. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa alasan dominan para wanita yang menjadi PSK adalah alasan ekonomi. Oleh karena itu, sektor bisnis atau wirausaha dijadikan sebagai tawaran pokok untuk menarik kader PSK keluar dari perputaran bisnis prostitusi menuju bisnis-bisnis yang lebih bermanfaat dan tidak keluar dari norma-norma moral, agama, dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pada umumnya ada sepuluh kebutuhan yang memungkinkan masuknya proses persuasi antara lain kebutuhan kasih sayang (keinginan untuk dimiliki), keunggulan (keinginan untuk menang), penghargaan (keinginan untuk disanjung/dipuji), keamanan (keinginan untuk terlindungi), ketamakan (keinginan untuk mendapat lebih), pengakuan (keinginan untuk dihargai pribadinya), kekuasaan (keinginan untuk menjadi yang paling unggul), kebebasan (keinginan untuk memiliki ruang pribadi), ego (keinginan untuk merasa bangga diri, dan kemerdekaan (keinginan untuk mampu mengendalikan nasib sendiri) (Purnawan, 2002:40).
Dalam permasalahan yang diangkat dalam gagasan ini maka dengan MLD diharapkan dapat setidaknya memenuhi kebutuhan penghargaan, keamanan, pengakuan, kebebasan, dan kemerdekaan para PSK. Selain kebutuhan yang telah disebutkan diharapkan pula dapat masuknya kebutuhan rohani yang berpangkal pada keimanan kepada Allah sehingga dapat tertanam sebuah prinsip hidup di dalam nurani para PSK.
D. Pihak-Pihak Terkait
Penerapan strategi Multi Level Development membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak antara lain dari pihak masyarakat, pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat, serta aparat hukum. Dengan demikian, penulis mengajukan beberapa rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait dalam penerapan strategi tersebut yaitu
Pemerintah
Keberhasilan jalannya program Multi Level Development tidak bisa lepas dari peran pemerintah, dalam hal ini adalah dinas sosial yang berperan sebagai penggerak utama strategi program ini dan menyediakan fasilitator baik berupa otoritas kekuasaan maupun finansial kepada pihak-pihak lain yang terlibat.
Aparat Penegak Hukum
Dalam keberlangsungan penerapan strategi ini memerlukan suatu perlindungan hukum karena dikhawaitrkan dari segi implementasi tidak bisa dipungkiri ada pihak-pihak yang turut menjadi faktor penghalang atau penghambat yang tidak menginginkan agar program ini tidak berhasil.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Peran kepedulian dan keterlibatan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sangat dibutuhkan bagi penataan dan penerapan strategi Multi Level Development di kawasan lokalisasi prostitusi, baik melaui sumbangan konseptual pemikiran maupun pemecahan yang bersifat praktis bagi proses pembinaan dan penataan rehabilitasi kawasan lokalisasi dan problema prostitusi pada umumnya.
Akademisi
Melalui peran Tri Dharma Perguruan Tinggi, para akademisi diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam rangka upaya pembinaan ideologisasi dan pemberdayaan kepada pelaku-pelaku prostitusi dan masyarakat pada umumnya.
Tokoh Masyarakat Setempat
Keterlibatan tokoh masyarakat setempat ke dalam program penataan ini sangat penting diperhatikan, baik mereka yang berkecimpung dalam praktek prostitusi maupun warga biasa yang tidak berkecimpung pada bisnis tersebut. Bila tokoh-tokoh ini tidak dilibatkan, dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan penerapan program strategi ini. Pelibatan para tokoh masyarakat setempat itu tentunya pada tataran yang proporsional dengan peran tokoh masyarakat pada sebuah tatanan masyarakat misalnya dalam hal yang berkaitan dengan pendataan warga. Para tokoh masyarakat juga dilibatkan dalam musyawarah.
E. Strategi Implementasi
Penutupan daerah prostitusi tidak dapat dilakukan secara seketika, namun harus dilakukan secara bertahap sehingga Multi Level Development (MLD) kami desain step by step, baik dalam pengkaderan/penjaringan massanya maupun proses aliran ilmunya. MLD berangkat dari konsep penjaringan konsumen sekaligus distributor dalam sistem pelaksanaannya sehingga pada tahap awal pelaksanaan MLD berperan menjadi solusi untuk meminimalisir pelaku prostitusi dibutuhkan promotor atau penggerak perdana. Promotor ini dapat berupa lembaga pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau semacamnya.
Setelah terdapat promotor, tahap kedua adalah mencari downline perdana dari kalangan pelaku prostitusi. Setelah mendapat downline perdana, tahap ketiga adalah mendidik mereka agar mereka dapat berubah pikiran untuk tidak berkecimpung di dunia prostitusi lagi. Dalam proses pendidikan ini, para downline akan diberitahu akan dampak negatif tindakan seks bebas dalam prostitusi terhadap kesehatan mereka. Selain itu, mereka juga akan disadarkan akan dampak negatif perilaku mereka tersebut terhadap kehidupan sosial-masyarakat. Pada tahapan ini akan digunakan metode hipnoterapi yang diusung dalam sebuah penyuluhan. Asalnya metode ini digunakan untuk memberikan sugesti-sugesti positif berkenaan dengan pengubahan paradigma dan mindset (Prihantanto, tt:5).
Tahapan Proses Hipnoterapi
Pada saat proses hipnoterapi berlangsung, klien hanya diam. Duduk atau berbaring, yang sibuk justru terapisnya yang bertindak sebagai fasilitator. Akan tetapi, pada proses selanjutnya, klienlah yang menghipnosis dirinya sendiri (otohipnotis), berikut proses sebuah tahapan hipnoterapi :
Pre-Induction (Interview)
Pada tahap awal ini hipnoterapis dan klien untuk pertama kalinya bertemu. Hipnoterapis membuka percakapan untuk membangun kepercayaan klien, menghilangkan rasa takut terhadap hipnotis/hipnoterapi dan menjelaskan mengenai hipnoterapi dan menjawab semua pertanyaan klien. Pre-Induction dapat berupa percakapan ringan, saling berkenalan, sertahal-hal lain yang bersifat mendekatkan seorang hipnoterapis secara mental terhadap klien (building rapport).
Suggestibility Test
Maksud dari uji sugestibilitas adalah untuk menentukan apakah klien masuk ke dalam orang yang mudah menerima sugesti atau tidak sekaligus sebagai pemanasan. Uji sugestibilitas juga membantu hipnoterapis untuk menentukan teknik induksi yang terbaik bagi sang klien.
Induction
Induksi adalah cara yang digunakan oleh seorang hipnoterapis untuk membawa pikiran klien berpindah dari pikiran sadar (conscious) ke pikiran bawah sadar (sub conscious), dengan menembus apa yang dikenal dengan Critical Area. Saat tubuh rileks, pikiran juga menjadi rileks. maka frekuensi gelombang otak dari klien akan turun dari Beta, Alfa, kemudian Theta. Semakin turun gelombang otak, klien akan semakin rileks, sehingga berada dalam kondisi trance. Inilah yang dinamakan dengan kondisi terhipnotis. Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman trance klien dengan melakukan Depth Level Test (tingkat kedalaman trance klien).
Deepening (Pendalaman Trance)
Jika dianggap perlu, hipnoterapis akan membawa klien ke trance yang lebih dalam.
Suggestions (Sugesti)
Selanjutnya hipnohipnoterapis akan memberikan sugesti-sugesti positifyang bersifat mengobati kepada klien. Sugesti-sugesti ini yang diharapkanakan tertanam di pikiran bawah sadar klien dan menghasilkan perubahan positif terhadap masalah klien. Pada saat klien masih berada dalam trance, hipnoterapis juga akan memberi Post Hypnotic Suggestion, sugesti yang diberikan kepada klien pada saat proses hipnotis masih berlangsung dan diharapkan terekam terus oleh pikiran bawah sadar klien meskipun klien telah keluar dari proses hipnotis. Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu unsur terpenting dalam proses hipnoterapi.
Termination
Akhirnya dengan teknik yang tepat, hipnoterapis secara perlahan– lahan akan membangunkan klien dari "tidur" hipnotisnya dan membawanya keadaan yang sepenuhnya sadar.
Tahapan Multi Level Development
Multi Level Development (MLD) adalah mekanisme pemberdayaan masyarakat dengan metode pendekatan kelompok. Dalam metode pendekatan kelompok, diseminator berhubungan dengan sasaran diseminasi secara kelompok. Metode pendekatan kelompok atau group approach menurut Kartasaputra (Setiana, 2005) cukup efektif dikarenakan sasaran dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, di samping dari transfer teknologi informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran diseminasi dalam kelompok yang bersangkutan. Metode kelompok pada umumnya berdaya guna dan berhasil guna tinggi. Metode ini lebih menguntungkan karena memungkinkan adanya umpan balik, dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma para anggotanya.
Penutupan daerah prostitusi tidak dapat dilakukan secara seketika, namun harus dilakukan secara bertahap sehingga Multi Level Development (MLD) kami desain step by step, baik dalam pengkaderan/penjaringan massanya maupun proses aliran ilmunya. MLD berangkat dari konsep penjaringan konsumen sekaligus distributor dalam sistem pelaksanaannya sehingga pada tahap awal pelaksanaan MLD berperan menjadi solusi untuk meminimalisir pelaku prostitusi dibutuhkan promotor atau penggerak perdana. Promotor ini dapat berupa lembaga pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau semacamnya.
Setelah terdapat promotor, tahap kedua adalah mencari downline perdana dari kalangan pelaku prostitusi. Setelah mendapat downline perdana, tahap ketiga adalah mendidik mereka agar mereka dapat berubah pikiran untuk tidak berkecimpung di dunia prostitusi lagi. Dalam proses pendidikan ini, para downline akan diberitahu akan dampak negatif tindakan seks bebas dalam prostitusi terhadap kesehatan mereka. Selain itu, mereka juga akan disadarkan akan dampak negatif perilaku mereka tersebut terhadap kehidupan sosial-masyarakat. Selanjutnya, para downline tersebut juga akan dibekali dengan ilmu agama dan kemampuan wirausaha, sehingga harapannya mereka dapat memiliki nilai-nilai moral dan motivasi mengembangkan diri untuk mendukung karir mereka yang baru. Agar program Multi Level Development ini tidak hanya sebatas pada teori saja, maka perlu adanya program pendampingnya yaitu sebuah peluang usaha yang khusus disediakan untuk para downline yang telah memantapkan diri untuk beralih profesi kearah yang lebih baik. Andaikata menciptakan peluang usaha untuk para downline terasa sulit, seminimal-minimalnya ciptakan lapangan pekerjaan yang layak untuk para downline.
Pada saat downline perdana telah menguasai, memahami dan mengamalkan, serta memperoleh manfaat dan profesi baru dari alur pembinaan MLD, para downline selanjutnya diajari bagaimana cara untuk mengajak rekan-rekannya yang sekarang masih menjadi pelaku prostitusi untuk mengikuti jejak mereka yang telah terbebas dari lingkaran setan prostitusi. Dengan kata lain, para downline tersebut berubah peran menjadi upline dan mereka diajari bagaimana cara membina downline baru (fungsi pembinaan dan kaderisasi). Demikian seterusnya sehingga nanti akan bertingkat-tingkat aliran ilmu yang menjadi pokok gagasan Multi Level Development ini.
Multi Level Development (MLD) ini dilakukan dengan bertingkat-tingkat adalah dengan alasan proses pembinaan pelaku prostitusi perlu adanya pencetakan generasi-generasi pembina (upline) yang siap dan mapan untuk melanjutkan estafet pembinaan di kalangan pelaku prostitusi. Mengingat jumlah pembina yang ada pada awal pendirian program ini (promotor) tidak sebanding dengan banyaknya jumlah pelaku prostitusi yang ada sehingga perlu adanya calon pembina yang berasal dari kalangan prostitusi itu sendiri (tentunya yang menjadi pembina adalah pelaku prostitusi yang telah berubah menjadi orang yang lurus dalam pandangan hidupnya). Dengan demikian, pelaku prostitusi yang telah mendapatkan dan memahami banyak materi pembinaan serta berubah menjadi orang yang lurus dapat diberdayakan untuk menjadi pembina yang baru atau disebut sebagai upline. Setelah menjadi pembina, upline tidak dilepas begitu saja namun tetap dibina oleh upline lama yang berasal dari pemerintah, LSM, maupun lembaga lainnya atau disini kami sebut sebagai promotor. Dengan kata lain, promotor/upline dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai fungsi pembinaan itu sendiri dan juga sebagai fungsi kaderisasi. Oleh karena itu, upline dalam pembahasan ini tidak hanya sekedar memberikan materi pembinaan kepada downline, tetapi juga melatih downline untuk menjadi upline yang baru.
Jika promotor/upline berhasil melakukan fungsi kaderisasi maka hasilnya adalah akan lahir upline-upline baru yang jumlahnya berlipat-lipat. Misalnya saja ada sepuluh promotor yang memiliki downline masing-masing sebanyak sepuluh orang. Kemudian sepuluh orang downline ini dapat dilatih menjadi upline I, yang mana setiap upline I masing-masing diberi amanah untuk membina sepuluh downline I.
Apabila upline I tersebut dapat melakukan fungsi kaderisasi, maka downline I tersebut dapat dicetak menjadi upline (upline II). Upline-upline tersebut tidak dilepas begitu saja tetapi dalam mekanismenya para upline tersebut akan tetap menjalani proses pembinaan dari para seniornya. Upline II akan selalu mendapat bimbingan secara berkelanjutan dari upline I, dan begitu juga upline I akan selalu mendapatkan bimbingan secara rutin dari promotor tersebut. Akhirnya ketika upline II tersebut sudah siap untuk melaksanakan perannya, mereka masing-masing akan mendampingi downline juga.
Promotor yang merupakan lembaga pemerintahan, LSM, dsb. menjadi perintis program ini dan secara otomatis menjadi upline perdana.(start)Promotor
Promotor yang merupakan lembaga pemerintahan, LSM, dsb. menjadi perintis program ini dan secara otomatis menjadi upline perdana.
(start)
Promotor
Downline Perdana
Downline Perdana
Apabila dalam proses pembinaan ternyata terdapat Downline perdana yang output-nya tidak sesuai harapan maka dapat dikembalikan ke upline untuk kembali dibina.
Apabila dalam proses pembinaan ternyata terdapat Downline perdana yang output-nya tidak sesuai harapan maka dapat dikembalikan ke upline untuk kembali dibina.
Proses Pembinaan
Proses Pembinaan
Gagal
Gagal
Berhasil
Berhasil
Menjadi Upline
Menjadi Upline
Apabila dalam proses pembinaan ternyata terdapat Downline yang output-nya tidak sesuai harapan maka dapat dikembalikan ke upline untuk kembali dibina.GagalDownline Baru
Apabila dalam proses pembinaan ternyata terdapat Downline yang output-nya tidak sesuai harapan maka dapat dikembalikan ke upline untuk kembali dibina.
Gagal
Downline Baru
Proses Pembinaan
Proses Pembinaan
Proses pembinaan Downline oleh upline berlangsung terus menerus dan selalu mengajak anggota baru, sehingga jaringan pembinaan menjadi luas, harapannya ini dapat merangkul seluruh pelaku prostitusi.Berhasil
Proses pembinaan Downline oleh upline berlangsung terus menerus dan selalu mengajak anggota baru, sehingga jaringan pembinaan menjadi luas, harapannya ini dapat merangkul seluruh pelaku prostitusi.
Berhasil
Dan Seterusnya
Dan Seterusnya
Mekanisme Multi Level Development
BAB III
KESIMPULAN
Gagasan yang Kami Ajukan
Gagasan yang kami usung dalam tulisan ini adalah penerapan strategi Multi Level Development (MLD) sebagai upaya untuk meminimalisir berkembangnya perilaku prostitusi di Indonesia terutama di kota-kota besar. Program ini didampingi dengan metode hipnoterapi dalam proses persuasif menarik kader dari para pekerja seks dan metode kelompok pelaksanaan pelatihan dan praktek wirausaha yang diterapkan dalam program tersebut. Strategi ini juga berfungsi sebagai lawan dari sistem kaderisasi yang dibangun dalam bisnis prostitusi.
Strategi Implementasi
Multi Level Development (MLD) diawali dengan proses ideologisasi dengan metode hipnoterapi. Tahap pertama adalah pengadaan promotor dari sebuah instansi misalnya instansi pemerintah untuk menyosialisasikan dan mengusung program ini ke masyarakat luas. Tahap kedua adalah ideologisasi, dalam hal ini mencakup penanaman nilai ketuhanan dan atau keagamaan, bahaya prostitusi, paradigma berpikir tentang kehidupan, dan pemberian solusi yang dapat mengalihkan lahan bisnis prostitusi kepada kewirausahaan yang lebih baik dilihat dari segi materi bisnis dan menjamin adanya kepuasan batin ke arah yang positif.
Rangkaian ideologisasi tersebut disampaikan dalam bahasa-bahasa sugesti yang persuasif. Tahap ketiga adalah pelaksanaan MLD dengan membentuk sebuah skema/diagram akar sebagai alur penyaluran ilmu bisnis dalam kewirausahaan. Pada tahapan ini digunakan metode kelompok bisnis yang beranggotakan beberapa orang pekerja seks yang telah dilatih sebagai motivator dan trainer bisnis, sehingga kelompok tersebut akan dibekali ilmu-ilmu bisnis dan dilatih untuk mempraktekkannya sebelum masing-masing orang ditugasi membentuk kelompok baru dengan pekerja seks lain. Pada kelompok baru yang telah terbentuk, trainer berkewajiban menularkan ilmu bisnis yang telah dikuasai dan dipraktekkan kepada anggota baru yang berasal dari pekerja seks yang berusaha ditarik keluar dari bisnis prostitusi dan demikian seterusnya.
Prediksi Hasil yang Akan Diperoleh
Melalui gagasan ini kami berharap adanya penurunan perilaku penyimpangan seksual khususnya prostitusi secara signifikan dan termonitor secara berkala. Selain itu, diharapkan pula adanya pendataan mengenai jaringan-jaringan bisnis prostitusi serta tindakan tegas kepadanya sehingga pada akhirnya perilaku prostitusi dan bisnis gelap dibelakangnya menjadi hal yang dianggap sebagai suatu kejahatan dan tidak berkembang lagi bahkan menjadi momok yang patut untuk diberantas secara tegas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. 2010. Multi Level Marketing.http://files.islam-download.net/files/Ebook%20Islami/Ebooks %20PDF%20Indonesia/MLM.pdf.Diakses pada tanggal 20 Maret 2014.
E. A., Purnawan. 2002. Dynamic Persuasion : Persuasi Efektif Dengan Bahasa Hipnotis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Haris. 2004. Analisa Kriminologis terhadap Prostitusi Yang Dilakukan Mahasiswi di Malang. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view /276/289%E2%80%8E. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.
Hendriyanto, Bayu, Aat Sriati, Nita Fitria. Jurnal: Pengaruh Hipnoterapi terhadap Tingkat Stres Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Angkatan 2011. Diunduh dari http://portalgaruda.org/ download_article.php?article=104066&val=1378, Diakses pada 17 Maret 2013 pukul 20.07 WIB.
Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia.Bogor.
Surana, Dedih dan Asep Budi S. 2007. Analisis Terhadap Program Penataan WilayahSaritem Menuju Kawasan Religius. Jurnal MIMBAR. 23, (01) : 96-120
W.Y.S., Poerwadarminto. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Zahab, Balian. 2009. Prostitusi..?Why..?. https://balianzahab.wordpress.com/ makalah-hukum/hukum-kepolisian/prostitusi-why/. Diakses pada 26 Maret 2014.
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/10/17/27207/tahun-2014-lokalisasi-terbesar-di-jawa-timur-bebas-prostitusi/#sthash.c7cgaaxX.dpbs
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/455668-media-asing-soroti-fenomena-prostitusi-anak-indonesia
http://www.merdeka.com/peristiwa/sejarah-gang-dolly-sampai-terbesar-di-asia-tenggara.html
http://www.tempo.co/read/news/2013/04/16/058473745/40-Juta-PSK-Menghuni-Lokalisasi-di-Seluruh-Indonesia
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA
Ketua
Nama Lengkap : Lutfi Alfianto
Tempat/Tgl Lahir : Karanganyar, 10 Agustus 1993
Alamat : Perumnas Masaran No. 05; Masaran 28/IX;
Sragen; Jawa Tengah. Kode Pos : 57282
No. Telp : 0857 27640290
Alamat e-mail :
[email protected]
Karya tulis yang pernah dibuat :
EDUSYNING : Cara Asyik Melejitkan Daya Ingat Pelajar dengan Musik Edukasi, 2013.
Konsep Pondok Pesantren Mandiri Energi Berbasis Energi Terbarukan Yang Ramah Lingkungandan Berkewirausahaan, 2014.
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih :
Juara II lomba karya tulis al-qur'an tingkat nasional, judul : "Konsep Pondok Pesantren Mandiri Energi Berbasis Energi Terbarukan Yang Ramah Lingkungandan Berkewirausahaan". 2014.
Yogyakarta, 26 Maret 2014
Lutfi Alfianto
NIM. 12/336381/PN/13041
Anggota
Nama Lengkap : Risa Izzati Wikasari
Tempat/Tgl Lahir : Sragen, 11 Januari 1994
Alamat : Pogung Dalangan 29, RT.11, RW.50,
Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.
No. Telp/HP : 085729966165
Alamat e-mail :
[email protected]
Karya tulis yang pernah dibuat :
Jurnal Analisis Penokohan Cerpen Indonesia dan Arab, 2013
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih : -
Yogyakarta, 26 Maret 2014
Risa Izzati Wikasari
NIM. 12/335112/SA/16591
Anggota
Nama Lengkap : Andhika Haryawan
Tempat/Tgl Lahir : Cilacap, 13 Juni 1994
Alamat : Bulusari RT 04 RW 01, Gandrungmangu,
Cilacap, Jawa Tengah. Kode Pos : 53254
No. Telp/HP : 085713658113
Alamat e-mail :
[email protected]
Karya tulis yang pernah dibuat : -
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih : -
Yogyakarta, 26 Maret 2014
Andhika Haryawan
NIM. 12/334929/PN/12938
Anggota
Nama Lengkap : Muhamad Naufal Dzaky
Tempat/Tgl Lahir : Banyumas, 18 Agustus 1995
Alamat : Jalan Jambon, Baturan, Trihanggo, Sleman,
Yogyakarta.
No. Telp/HP : 0857 4324 1626
Alamat e-mail :
[email protected]
Karya tulis yang pernah dibuat : -
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih : -
Yogyakarta, 26 Maret 2014
Muhamad Naufal Dzaky
NIM. 13/348162/PN/13213
Anggota
Nama Lengkap : Ika Ayu Purbawati
Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 26September 1992
Alamat : Jalan Perkutut RT/RW : 05/10 Kaliajoir,
Kidul, Brebah, Sleman, Yogyakarta.
No. Telp/HP : 085729908868
Alamat e-mail :
[email protected]
Karya tulis yang pernah dibuat :
Jurnal Pembelajaran Membaca bagi Anak Usia Dini, 2013
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih :
Yogyakarta, 26 Maret 2014
Ika Ayu Purbawati
NIM. 12/335191/SA/16663
LAMPIRAN 2. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENYUSUN DAN PEMBAGIAN TUGAS
No
Nama
Program Studi
Bidang Ilmu
Alokasi Waktu
(jam/minggu)
Uraian Tugas
1
Lutfi Alfianto
Teknologi Hasil Perikanan
Konseptual
7 jam
Koordiator tim (ketua) dalam penyusunan gagasan tertulis.
2
Risa Izzati Wikasari
Sastra Arab
Psikologi Masyarakat
7 jam
Koordinator Bidang Kajian Psikologi Kemasyarakatan
3
Andhika Haryawan
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Sosial dan Masyarakat
7 jam
Koordinator Bidang Kajian Sosiologi Kemasyarakatan
4
Muhamad Naufal Dzaky
Budidaya Perikanan
Sosial dan Masyarakat
3 jam
Pembantu Bidang Kajian Sosiologi Kemasyarakatan
5
Ika Ayu Purbawati
Sastra Arab
Psikologi Masyarakat
3 jam
Pembantu
Bidang Kajian Psikologi Kemasyarakatan
LAMPIRAN 3. SURAT PERNYATAAN KETUA TIM