MODUL PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK (Pemeriksaan Tinja)
BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI - II
Nama
: ..................... ....................... ................................. .......... ....................... ..
NIM
: ..................... ....................... ................................. .......... ....................... ..
Kelompok
: ..................... ....................... ................................. .......... ....................... ..
Dosen
: ..................... ....................... ................................. .......... ....................... ..
Tim Kurikulum Pendidikan Preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang 2012 1
TINJA
A. PENDAHULUAN
Secara garis besar tinja merupakan sisa hasil digesti dan absorbsi dari makanan yang kita makan, yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Pada vegetarian bisa lebih banyak dan dapat mencapai 350 g/ hari. Normal tinja yang dikeluarkan perhari 100-200 gram yang terdiri dari 2/3 air dan 1/3 bagian yang terdiri atas: makanan yang tidak tercerna, sel-sel epitel yang mengalami deskuamasi, debris yang berasal dari darah dan sel-sel, cellulose, bakteri serta bahan-bahan patologis. Frekuensi defekasi untuk semua orang tidak sama, pada orang dewasa sehat defekasi bervariasi tiga kali sehari sampai tiga kali seminggu. Tetapi umumnya orang defekasi satu kali sehari. Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi keadaan tinja, baik bentuk, jumlah, maupun konsistensinya.
INDIKASI PEMERIKSAAN TINJA
1. Adanya diare dan konstipasi 2. Adanya darah dalam tinja 3. Adanya lendir dalam tinja 4. Adanya ikterus 5. Adanya gangguan pencernaan 6. Suspect penyakit GI
SYARAT PENGUMPULAN TINJA
1. Tempat penyimpanan. Tempat penyimpanan tinja harus bersih dan tidak dapat ditembus. Misal : kaca, plastik, karton berlapis parafin. Tinja harus bebas dari urine dan kontaminasi dari luar. 2. Tinja harus diperiksa 30-40 menit sejak dikeluarkan, bila akan diperiksa lebih lama disimpan dalam lemari es. Pemeriksaan tinja paling baik dari defekasi spontan atau diambil dengan sarung tangan dari rektum. Untuk pemeriksaan biasa dapat dipakai tinja sewaktu. 3. Penderita tidak boleh menelan barium, bismuth ataupun minyak 5 hari sebelum pemeriksaan. Jika penderita konstipasi sebaiknya diberi saline cathartic atau sodium sulfat. 4. Sampel sebaiknya diambil dari bagian yang paling mungkin memberikan kelainan, yaitu bagian yang bercampur lendir dan atau darah. 5. Untuk kasus-kasus yang dicurigai menderita oxyuris vermicularis, pengambilan tinja menggunakan ‘scotch tape’ (kertas selotip) dengan gelas preparat.
2
B. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS MACAM PEMERIKSAAN
Pemeriksaan makroskopis tinja meliputi : warna, bau, konsistensi, lendir, darah, nanah, parasit, serta makanan yang tidak tercerna. 1. Warna. Warna tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena terbentuknya lebih banyak urobilin. Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruhi juga oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran usus dan juga oleh obat-obatan yang diberikan. Darah terutama yang berasal dari usus bagian bawah akan menyebabkan tinja berwarna merah, juga diet yang mengandung bit. Perdarahan dari traktus GI atas akan menyebabkan tinja berwarna hitam dan konsistensinya seperti ter. Bismut, besi juga dapat menyebabkan tinja berwarna hitam. Tinja berwarna hijau disebabkan karena makan bayam atau sayur-sayuran hijau yang lain, calomel atau mungkin disebabkan adanya bilirubin dalam tinja pada penderita dengan antibiotika per oral. Warna abu-abu mungkin disebabkan karena tidak adanya urobilin dalam saluran makanan dan hal ini didapat pada ikterus obstruktif (tinja akholis) dan juga setelah pemakaian garam barium pada pemeriksaan radiologi. 2. Bau. Bau normal tinja disebabkan oleh indol, sekatol dan asam butirat. Bau yang busuk terjadi bila di dalam usus terjadi pembusuakan lainnya, yaitu protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman-kuman, pada keadaan tinja akan menjadi lindi. Bau tinja dapat berbau asam dan tengik, keadaan ini disebabkan peragian (fermentasi) zat-zat gula yang tidak tercerna oleh karena diare misalnya. Disini tinja akan bereaksi asam. 3. Konsistensi. Tinja normal agak lunak dengan memiliki bentuk. bentuk. Bila terjadi diare tinja menjadi menjadi encer. Tinja yang seperti bubur, berbau busuk, berwarna abu-abu dan mengambang di air karakteristik untuk steatorrhoe.Pada konstipasi kadang dibarengi dengan tinja yang kecil dan keras (skibala). Konstipasi paling sering d iakibatkan oleh ‘irritable colon syndrome’ dari pasien dengan anxietas atau pemakaian laxantia yang berlebihan. Tinja yang berbentuk seperti pita kemungkinan disebabkan oleh spastik usus, penyempitan rektal atau striktur. 4. Lendir. Normal tidak terdapat lendir pada tinja, adanya lendir berarti abnormal dan harus dilaporkan. Lendir yang transparan (tembus cahaya), lengket pada permukaan tinja terdapat pada spastik kolitis atau mukous kolitis. Hal ini kita dapatkan pada penderita dengan kelainan emosional dan mungkin disebabkan karena ketegangan yang berlebihan. Lendir yang bercampur darah pada tinja menunjukkan adanya keganasan (neoplasma) atau proses peradangan pada rektal canal. Adanya lendir yang bercampur nanah dan darah, kita jumpai 3
pada penderita dengan : ulcerative colitis, disentri basiler, diverticulitis ulcerativa dan intestinal TBC. Pada penderita dengan vilous adenoma dari colon dalam tinjanya terdapat lendir yang sangat banyak, mengental bisa mencapai 3-4 L/ 24 jam. 5. Darah. Adanya darah perlu diperhatikan, apakah darah segar (merah muda), coklat, atau hitam. Bercampur dengan tinja ataukah pada permukaan luar saja. Makin proksimal terjadinya perdarahan, makin bercampurlah darah dengan tinja dan makin hitam warnanya. Jumlah darah yang banyak bisa disebabkan oleh ulkus, varises dlam esofagus, carcinoma, atau hemoroid. 6. Nanah. Pasien dengan kolitis ulseratif kronik dan disentri basiler yang kronis sering kali tinjanya mengandung pus dalam jumlah yang cukup banyak dan untuk memastikan penyebabnya perlu melakukan pemeriksaan mikroskopis. Hal yang serupa akan kita dapati juga pada pasien dengan abses lokal, fistula yang menghubungkan colon sigmoid dengan rektum atau anus. Pus yang banyak jarang berhubungan amoebic colitis, justru hal ini dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis disentri amoeba. Pada gastroenteritis karena virus tidak ditemukan adanya eksudat (pus) pada tinja yang encer. 7. Parasit. Parasit yang sering dilihat secara makroskopis ialah ascaris dan segmen-segmen cacing pita, juga oxyuris vermicularis juga mungkin amoeba. 8. Makanan yang tidak tercerna. Makanan yang tidak tercerna yang sering kita lihat ialah yang berasal dari biji-bijian dan serabut-serabut. Tetapi hal ini kurang bermakna (kurang memberi arti diagnostik)
ANALISIS LABORATORIUM
1. Jenis pemeriksaan : warna, bau, konsistensi, lendir, darah, nanah, parasit serta makanan yang tidak tercerna 2. Prinsip percobaan : untuk menggambarkan rupa tinja harus diperiksa secepatnya sejak dari dikeluarkan. 3. Sampel : tinja dari defekasi spontan. 4. Alat-alat: piring porselen dan batang pengaduk. 5. Tata cara pemeriksaan: letakkan tinja dalam piring porselen. Amati sampel tinja tadi secara keseluruhan 6. Tata cara pemeriksaan hasil : a.
Warna : nyatakan dengan kuning, coklat, hitam, dll
b.
Bau : berbau busuk, tengik berbau seperti indol, dsb 4
c.
Konsistensi : cair, lunak, keras
d.
Lendir : nyatakan (+) jika ada distribusinya, nyatakan (-) jika tak ada distribusinya
e.
Nanah : nyatakan (+) jika ada distribusinya, nyatakan (-) jika tak ada distribusinya
f.
Darah : nyatakan (+) jika ada warnanya bercampur pada permukaan, nyatakan (-) jika tak ada distribusinya
g.
Parasit : nyatakan ada atau tidaknya
h.
Makanan yang tidak tercerna : nyatakan ada atau tidaknya
C. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Pemeriksaan mikroskopis terutama ditujukan untuk mencari protozoa dan telur cacing. Sebelum pemeriksaan mikroskopis, lebih dulu dibuat suspensi tinja dari salin (NaCl 0,9 %) yang dapat direaksikan dengan berbagai reagen untuk membantu identifikasi. Dalam membuat preparat sebaiknya dibuat setipis mungkin, sehingga unsur didalamnya jelas terlihat dan mudah dikenal.
MACAM PEMERIKSAAN
1. Sel epitel. Dalam keadaan normal dapat ditemukan sel-sel epitel yang berasal dari dinding-dinding usus bagian distal. Adanya perangsangan dan peradangan dinding usus menyebabkan sel epitel bertambah banyak. 2. Makrofag. Merupakan sel besar berinti satu yang mempunyai daya fagositosis, dalam plasmanya sering dapat dilihat sel-sel lain seperti leukosit dan eritrosit. Dalam preparat native tampak menyerupai amoeba tetapi tidak dapat bergerak. Pada disentri amoeba yang kronis dengan infeksi sekunder ditemukan makrofag bersama-sama leukosit. 3. Eritrosit. Dalam keadaan normal tidak ditemukan adanya eritrosit dalam tinja. Ditemukannya eritrosit dalam tinja menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak atau adanya lesi yang berlokasi di usus bagian distal (colon, rectum, anus) misal : pada disentri amoeba dan basiler, colitis ulserosa, hemoroid dan Ca dengan ulserasi. 4. Leukosit. Leukosit akan lebih jelas dilihat dengan menambah satu tetes asam asetat 10 % pada 1 tetes emulsi tinja pada obyek glass. Dalam keadaan normal hanya terlihat dalam jumlah sedikit, jumlah leukosit yang meningkat akan dijumpai pada disentri basiler, colitis ulserosa. 5. Kristal. Pemeriksaan ini tidak banyak bermakna. Dalam tinja normal sering dijumpai adanya kristal Ca oxalat, triple phosphat dan asam lemak, tetapi semuanya kurang berarti. Kristal Charcot Lyeden 5
sering dijumpai pada ulcerative colon terutama disentri amuba. Kristal hematoidin dijumpai pada post hemorhagi traktus gastrointestinal, bentuk jarum belah k etupat dengan warna kekuningan. 6. Sisa makanan. Hampir selalu dapat ditemukan, bukanlah adanya melainkan jumlahnya yang sering dihubungkan dengan sesuatu yang abnormal. 7. Sel ragi. Blastocystis hominis, necator americanus, ankylostoma duodenale, stringiloides stercoralis, entrobius vermicularis mugkin didapatkan. 8. Telur dan jentik cacing. Ascaris lumbricoides merupakan nematoda yang paling banyak dijumpai di saluran cerna manusia. Terutama menyerang anak-anak dan hampir selalu menyebabkan infeksi yang hebat. Diagnosa ditegakkan bila ditemukan adanya telur cacing di dalam tinja atau bentuk dewasa kadang keluar lewat mulut (muntah). Diagnosis ascariasis sudah bisa ditegakkan meskipun hanya dijumpai satu cacing betina pada peparat apus tinja. Satu cacing betina akan menghasilkan 200.000 telur per hari dan akan menghasilkan paling sedikit 5 telur dalam satu preparat apus yang berasal dari 2 mg tinja. Jumlah telur kurang kurang dari 20 berarti infeksi ringan dan lebih dari 100 berarti infeksi berat. Cacing tambang merupakan nematoda yang sering menginfeksi usus kecil. Ada 2 tipe : necator americanus dan ankylostoma duodenale, diagnosis ditegakkan bila ditemukan telur yang khas dalam tinja dengan ukuran panjang 58-76 mikron dan lebar 36-40 mikron dengan kulit tipis. Enterobius vermicularis terutama hidup di lumen caecum, diagnosis ditegakkan dengan ditemukan telur yang khas di daerah perianal. Paling baik dengan ‘scotch tape’ sebab hanya
sekitar 5-10 % yang dapat didiagnosa dengan pemeriksaan tinja rutin. Sampel biasanya diambil pada malam hari saat penderita tidur atau pagi hari sebelum mandi. Diagnosis perlu ditegakkan dengan pemeriksaan berulang kali sampai ditemukan telur cacing, pemeriksaan daerah anal sering ditemui bentuk cacing yang dewasa. 9. Protozoa. Lebih mudah ditegakkan dengan penambahan eosin 1-2 % atau lugol 1-2 %, untuk identifikasi yang tepat dengan pulasan hematocilin (misal metode Heyden Hain) atau pulasan trichome, baik untuk bentuk vegetatif maupun kista dapat dilihat.
ANALISIS LABORATORIUM
1. Prinsip percobaan : untuk melihat elemen-elemen dalam tinja secara makroskopis. 2. Sampel : tinjaa 3. Alat-alat / instrumen : pipet tetes kapiler, obyek glass dan dek glass. 4. Tata cara pemeriksaan:
6
a. Buat apusan setipis mungkin untuk mencari protozoa, telur cacing dipakai larutan eosin atau lugol 1-2 % sebagai pengencer. b. Untuk melihat leukosit dengan larutan asam asetat. c. Untuk melihat unsur-unsur lain dengan larutan NaCl 0,9 %. Perbesaran 400x untuk melihat eritrosit dan leukosit dan dengan perbesaran 1 00x untuk melihat unsur-unsur yang lain.
D. PEMERIKSAAN KIMIA DARAH SAMAR
Perdarahan ke dalam traktus gastointestinal dalam jumlah berapapun selalu membahayakan dan tidak boleh dianggap remeh, meskipun hanya berasal dari lesi yang kecil. Misal : hemoroid, fisura ani dan lain sebagainya. Obat-obatan terutama salisilat, steroid, derivat rouwolfia, phenylbutason dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal meski pada orang normal sekalipun. Terlebih pada penderita kelainan gastrointestinal. Kehilangan lebih dari 50-75 mL darah dari traktus gastrointestinal bagian proksimal umumnya akan menyebabkan tinja berwarna merah hitam sampai hitam dengan konsistensi seperti tir (melena). Terjadinya melena yang terus menerus selama 2-3 hari sudah memberikan petunjuk bahwa kehilangan darah paling sedikit 100 mL. Sesudah perdarahan macam ini, maka pemeriksaan darah samar akan berhasil positif selama 5-12 hari berturut-turut. Tes yang paling sering dikerjakan utnuk menentukan adanya darah samar dalam tinja tergantung dari penentuan aktifitas peroksidase/ oksiperoksidase dari eritrosit termasuk hemoglobin. Tes yang memakai indikator ini adalah Guayac test, orthotoluidine, orthodinisidine serta benzidine test. Dengan adanya peroksidase/ oksiperoksidase di dalam spesimen tinja dengan penambahan hidrogen peroksida ke dalam tes tersebut, maka indikator tersebut akan dioksidasi menjadi gugusan quinone yang berwarna biru (pada guayac test0 atau gugusan lain tergantung reagennya. Intensitas warna pada tes ini tergantung pada aktifitas enzim dari hemoglobin atau peroksidase yang lain, adanya zat yang menyebabkan perubahan warna, ada atau tidaknya inhibitor serta sensitifitas dari serial tes tersebut. Diantara banyak tes yang disebutkan diatas yang paling peka adalah benzidine test, tapi tes ini kurang disenangi selain sensitifitasnya terlalu tinggi sehingga bisa mengacaukan hasil (banyak menghasilkan positif palsu) juga benzidine bersifat carcinogenik. Tes yang kurang sensitif dan banyak dipakai saat ini adalah Guayac test. Jika kehilangan darah melalui tinja sebanyak 2-2,5 mL perhari akan menyebabkan tes darah samar positif (normal kehilangan darah lewat tinja 0,5-2 ml perhari). Tes darah samar yang lebih peka lagi ialah tes ‘colon albumin’ merupakan pemeriksaan baru untuk mendeteksi albu min serum manusia dalam
tinja berdasarkan prinsip imunologi. Dengan dideteksinya albumin dalam serum secara tidak 7
langsung berarti mendeteksi adanya darah dalam tinja tersebut. Albumin serum manusia di tinja merupakan indikator perdarahan kolorektal seperti pada beberapa penyakit saluran cerna termasuk penyakit keganasan. Reagen ini menggunakan antibodi monoklonal terhadap albumin serum manusia
sehingga spesifitasnya tinggi. Biasanya Biasanya dipakai untuk mendeteksi mendeteksi awal adanya adanya
keganasan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan : adanya zat-zat yang mengganggu percobaan atau menyebabkan positif / negatif palsu. Positif palsu disebabkan oleh : leukosit, formalin, cuprioksida, yodium dan juga asam nitrat. Negatif palsu disebabkan oleh : vitamin C dosis tinggi, antioksidan (menekan aktifitas peroksidase). Zat yang mengganggu tes darah samar adalah preparat Fe, klorofil, ekstrak daging dan senyawa merkuri.
ANALISIS LABORATORIUM
1. Metode : benzidine 2. Prinsip percobaan : menggunakan sifat Hb sebagai peroksidase yang akan menguraikan hidrogen peroksidase dan kemudian mengoksidir benzidine menjadi oksibenzidine yang berwarna biru. 3. Sampel. 4. Bahan dan alat-alat yang digunakan : -
Serbuk benzidine (kurang lebih sepucuk pisau)
-
3 mL asam asetat gracial
-
1 mL H2O2 3 %
-
Tabung reaksi beserta rak tabungnya
-
Lampu spiritus
-
Corong
5. Tata cara pemeriksaan : -
Buat emulsi tinja dengan NaCl 0,9 % sebanyak kira-kira 10 mL dan panasilah hingga mendidih.
-
Saring emulsi yang panas itu dan biarkan filtrat sampai dingin kembali.
-
Masukkan dalam tabung reaksi lain sepucuk pisau benzidine basah
-
Tambahkan 3 mL asam asetat grasial, kocok sampai benzidine larut dengan meninggalkan beberapa kristal.
-
Tambahkan 2 mL filtrat tinja dan campur.
-
Tambahkan lagi 1 mL larutan H 2O2 3 % dan campur.
-
Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (tidak boleh lebih lama)
6. Tata cara pembacaan hasil : -
Negatif (-)
: tidak terjadiperubahan warna, samar-samar hijau.
-
Positif (+)
: hijau
-
Positif (++)
: hijau campur biru 8
-
Positif (+++)
: biru
-
Positif (++++)
: biru tua
BILIRUBIN
Dalam keadaan normal tidak terdapat bilirubin dalam tinja, karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian menjadi urobilin. Reaksi positif terjadi pada keadaan diare atau keadaan lain yang menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilin. Juga pada obstruksi ekstrahepatal (sumbatan pada vesika felea) sehingga bilirubin kembali ke hepar dan usus, sehingga bilirubin tinja hasilnya menjadi positif.
ANALISIS LABORATORIUM
1. Metode : fouchet 2. Prinsip percobaan : reagen fouchet akan mengoksider bilirubin menjadi biliverdin yang berwarna biru. 3. Bahan dan alat yang digunakan : -
BaCl2 10 %
-
Reagen fouchet 1 tetes
-
Kertas saring
-
Tabung reaksi
-
Corong
4. Tata cara pemeriksaan : -
Buat 5 cc emulsi tinja, kemudian campur dengan 5 cc BaCl 2 dalam tabung reaksi, kocok dan biarkan beberapa menit dan saring.
-
Endapan yang didapat diatas kertas saring dibiarkan sampai menjadi agak kering.
-
Teteskan setetes reagen fouchet pada endapan tersebut.
5. Tata cara pembacaan hasil : Reaksi positif ditandai dengan warna hijau atau biru.
9
LAPORAN PRAKTIKUM Percobaan
: ..................... ...................... ................... ...................... .................. ............
Hari/Tanggal
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
Nama MHS
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
NIM / Kelompok
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
Dosen
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
10
LAPORAN PRAKTIKUM Percobaan
: ..................... ...................... ................... ...................... .................. ............
Hari/Tanggal
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
Nama MHS
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
NIM / Kelompok
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
Dosen
: ..................... ................... ...................... ................... ..................... ............
11