TEKNIK PENGECORAN & PELEBURAN LOGAM MODUL PRAKTIKUM
Oleh :
ABRIANTO AKUAN, ST., MT.
LABORATORIUM TEKNIK PRODUKSI JURUSAN TEKNIK METALURGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI BANDUNG 2010
PETUNJUK PRAKTIKUM I.
MAKSUD DAN TUJUAN Praktikum Teknik Pengecoran Logam merupakan penerapan
teori-teori yang pernah diberikan dalam perkuliahan. Tujuan utama dari praktikum Teknik Pengecoran logam ini adalah:
Dapat membuat pola dan cetakan pasir untuk membuat produk coran logam.
Menentukan dan merencanakan sistim saluran dalam suatu pembuatan produk coran logam.
Mengetahui beberapa proses atau teknik dalam pembuatan cetakan.
Mengetahui
besaran-besaran
atau
parameter
proses
yang
terlibat dan berpengaruh terhadap cetakan yang yang dibuat.
Merencanakan
dan
membuat
barang
jadi
melalui
teknik
pengecoran logam.
Mengetahui cara-cara pengujian kualitas pasir cetak untuk proses pengecoran logam.
Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan peserta (praktikan) memiliki pengalaman praktek dalam proses produksi/manufaktur melalui proses pengecoran logam.
II.
PERATURAN PRAKTIKUM
2.1
Tata Tertib
Tidak
dibenarkan
memakai
sandal,
sepatu
sandal
dan
sejenisnya.
Tas dan barang-barang yang digunakan selama praktikum harus disimpan ditempat yang telah disediakan.
Dilarang melakukan praktikum tanpa seijin instruktur yang bersangkutan.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
1
Selama berada dilaboratorium dilarang merokok, makan dan minum.
Praktikum harus menjaga keamanan dan ketenangan selama berada dilaboratorium.
Diwajibkan memakai pakaian savety dalam setiap melakukan praktek.
2.2
Kehadiran Praktikan yang tidak mengikuti satu kali praktikum dianggap gagal dan harus mengulang pada kesempatan berikutnya.
Waktu pelaksanaan praktikum diatur dengan jadwal yang telah ditentukan.
Praktikan diharuskan menyerahkan formulir kehadiran kepada instruktur pada setiap melakukan praktek.
2.3
Pemakaian Alat
Periksa kelengkapan alat sebelum melakukan praktek.
Setiap pemakaian alat harus seijin instruktur.
Kehilangan atau kerusakan alat adalah tanggung jawab satu kelompok peserta praktikum.
Setiap akhir praktikum, ruangan dan alat-alat yang digunakan harus dibersihkan.
Sebelum meninggalkan laboratorium, praktikan harus lapor pada
instruktur
untuk
memeriksa
alat-alat
yang
telah
digunakan. 2.4
Tugas dan Laporan
Laporan praktikum diisi pada logbook yang telah disediakan.
Sebelum dan sesudah praktikum akan diadakan responsi dan ujian akhir praktikum. Adapun waktu dan tempat ditentukan kemudian.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
2
Setiap praktikum harus mengumpulkan dan mengisi logbook praktikum
secara
perorangan
setelah
seluruh
praktikum
diselesaikan. 2.5
Logbook praktikum diisi dengan tulisan tangan. Penilaian Sistematika penilaian mengikuti aturan sebagai berikut: 1. Nilai Ujian
= 15 %
2. Nilai Kehadiran
= 25 %
4. Nilai Laporan
= 20 %
5. Nilai Presentasi
= 40 %
III.
KESELAMATAN KERJA
3.1
Ringkasan Umum Keselamatan kerja merupakan target pertama dalam setiap
proses produksi terutama proses pengecoran logam, karena dalam proses ini kita akan berhadapan dengan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi diantaranya:
Terkena percikan dari logam cair atau terak.
Terkena
jilatan
api
atau
panas
dari
pembakaran
tungku
peleburan.
Risiko terjadinya kebakaran.
Bahaya potensial ini diharapkan tidak akan menjadi bahaya riil apabila semua peraturan keselamatan telah diikuti dengan seksama dan selalu bekerja menurut prosedur serta tata cara yang aman dan benar. Dengan demikian kita akan terhindar dari bahaya dan tempat kita bekerja menjadi tempat yang aman.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
3
3.2
Ketentuan dan Prosedur Keselamatan Siapkanlah bahwa keadaan lingkungan kerja dan peralatannya siap untuk dipakai, dan periksa kembali peralatan sebelum bekerja.
Pakailah pakaian kerja dengan alat pelindung diri (APD) lainnya yang diperlukan.
Bekerjalah sesuai petunjuk yang ada.
Tanyakanlah pada instruktur/asistan anda, bila kurang jelas dalam bekerja.
Berhati-hatilah dalam penggunaan alat-alat perlengkapan serta posisi dalam bekerja.
Usahakan nyala api dalam kondisi yang baik.
Jauhkan bahan-bahan yang mudah terbakar dari api.
Usahakan muatan yang akan dilebur, dalam keadaan bersih bebas dari air oli dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan percikan atau ledakan.
Bersihkan lantai pasir tempat proses pengecoran dari air, kotoran dan sebagainya.
Jaga jarak aman anda dengan tungku peleburan dan peralatan lain pada saat peleburan dan penuangan logam cair.
Gunakan selalu alat pelindung diri (APD): sarung tangan kulit, apron, helm, kacamata, sepatu kerja, masker, tang jepit dan lain sebagainya.
Tidak diperbolehkan memegang peralatan dan produk coran tanpa alat pelindung diri (APD) selama proses peleburan dan pengecoran sedang berjalan.
Seluruh pakaian berbahan katun minimal 90% atau lebih. Dan tidak memiliki kantong disetiap bagianya baik baju maupun celana, jika ada maka kantong itu harus tertutup.
Jaket, kaca mata, pelindung muka, helm, sarung tangan kulit atau aluminized gloves, dan sepatu harus dalam keadaan baik.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
4
Menggunakan sepatu tipe moulder atau kick-off saat melakukan proses pengecoran.
Mengunakan masker respirator anti debu saat mengeluarkan logam cair dari tungku.
Menggunakan
pelindung
telinga
jika
ada
dalam
area
pengecoran.
Tidak memiliki rambut terlalu panjang, atau merapihkan rambut dengan menyembunyikannya dengan helm pengaman.
Untuk praktikan yang melakukan peleburan, cek temperatur, inokulasi dan deslaging harus menggunakan kaca mata yang memiliki kaca gelap dan terang (google).
Tidak dianjurkan menggunakan jam kinetik dan barang-barang elektronik. Peralatan penaggulangan pertama seperti pemadam api (fire
extinguisher) dan kotak P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) diharuskan ada pada beberapa titik dalam satu unit casting shop atau dan diposisikan pada tempat yang aman dan mudah terjangkau. 3.3
Prosedur Penanganan Efek Lingkungan Polusi merupakan dampak negatif dari proses pengecoran,
polutan yang dihasilkan dari proses ini adalah debu partikel pasir dari sisa cetakan yang ringan dan mudah terbawa angin, air dari sisa reaksi katalis binder, dan sisa reaksi yang terjadi pada slag yang diangkat. Selain memperhatikan hal diatas maka praktikan secara individual juga harus mampu membaca kode yang ada pada setiap peralatan atau label kodifikasi material berbahaya seperti kode radioaktif, mudah terbakar, korosif, iritan, racun dan kode material berbahaya lainya.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
5
MODUL 1 PENGUJIAN PASIR CETAK Pasir cetak untuk cetakan pasir, memerlukan sifat-sifat yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai
sifat
mampu
bentuk
sehingga
mudah
dalam
pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok, cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindahpindahkan dan mampu menahan berat logam cair pada saat penuangan. Oleh karena itu kekuatan pada temperatur kamar dan
kekuatan
panasnya
merupakan
sifat
yang
sangat
diperlukan. b. Mempunyai daya salur (permeabilitas) udara yang cocok. Untuk mengurangi cacat tuang seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan. Dengan adanya rongga-rongga di
antara
butir-butir
pasir,
maka
udara
atau
gas
dapat
disalurkan keluar dari cetakan. c. Mempunyai distribusi besar butir yang tepat. d. Mempunyai sifat tahan panas terhadap temperatur logam cair yang dituangkan. e. Mampu dipakai lagi atau dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis. f. Pasir cetak, harus mudah didapat.
Tabel. Persyaratan fisik pasir cetak untuk berbagai jenis dan ukuran benda cor. Jenis dan Ukuran benda coran Baja: Besar & menengah Kecil Besi cor: Besar Menengah Kecil Paduan Tembaga: Besar
Ukuran Kehalusan butir rata-rata (GFN)
Ukuran Permeabilitas
% kadar lempung
35 - 50 50 - 70
100 - 200 Diatas 100
10 – 16 12 - 16
40-70 70-100 100-140
50-150 50-80 20-50
15-20 12-18 12-18
90-110
25-50
15-20
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
6
Menengah Kecil Aluminium: Besar Menengah/kecil
1.1
100-120 Dibawah 140
20-40 15-30
12-18 12-18
100-120 Dibawah 140
20-40 10-25
15-20 10-20
Pengujian Kadar Air dan Lempung Pasir yang terlalu basah akan mempunyai daya salur udara yang
kecil dan pasir yang terlalu kering akan kurang kekuatannya. Pemeriksaan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini. Berat Awal-Berat Akhir % kadar air = -------------------------------- x 100 % Berat Awal Prosedur pengujian kadar air: 1. Siapkan pasir cetak sebanyak 50 gram. 2. Letakkan dalam alat pemanas. 3. Lanjutkan pengujian dengan memanaskan pasir dalam oven pada temperatur 100-150oC selama15 menit. 4. Dinginkan dan timbang. 5. Kadar air didapatkan dari selisih berat pasir cetak yang dinyatakan dalam persen. 6. Keringkan lagi selama 5 menit. 7. Dinginkan dan timbang lagi. 8. Ulangi lagi (pengeringan selama 5 menit), sampai berat pasir tidak berubah lagi. Daya rekat antar butir pasir, sangat bergantung pada kadar lempung
dalam
pasir.
Untuk
suatu
persentase
kadar lempung
tertentu, diperlukan sejumlah kadar air tertentu pula sehingga akan didapatkan kekuatan pasir yang maksimum. Kekuatan tersebut juga dipengaruhi oleh bentuk dan besarnya butir-butir pasir
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
7
Pasir yang terdapat di bumi akan bercampur dengan lmpung atau tanah liat. Dalam pengertian untuk cetakan pasir, maka pasir ini terbagi atas: 1. pasir alam 2. pasir sintetis Pasir alam adalah pasir yang mengandung kadar lempung sekitar 1525% dan dalam proses pengecoran pasir ini seringkali langsung digunakan tanpa penambahan lempung lagi. Pasir sintetis adalah pasir murni
dengan
penambahan
lempung
menurut
kebutuhan.
Penambahan tersebut biasanya sekitar 20%. Lempung yang baik, dapat dikenal dari daya serap airnya cukup dengan penambahan sekitar 8-10%. Sedangkan
bentonit sudah
cukup baik
dengan
penambahan 5%. Lempung
membutuhkan
air
untuk
mengikat
butir
pasir.
Sehingga kadar air yang dibutuhkan untuk pasir sintetis dengan lempung, dengan sendirinya akan lebih rendah dibanding kadar air yang dibutuhkan untuk pasir alam. Lempung atau tanah liat (clay) adalah kumpulan dari pada mineral tanah liat yang mempauanyai kristal sangat kecil, umumnya berbentuk pipih (flake). Ukuran dari butir-butir tanah liat adalah sekitar 0,005 mm sampai 0,02 mm. Lempung sebagai komponen kedua dalam pasir cetak harus mempunyai sifat-sifat yang diperlukan yaitu: a. Menghasilkan daya ikat yang tinggi. b. Menjadi liat bila basah, sehingga mudah diberi bentuk. c. Menjadi keras setelah dikeringkan. Untuk itu, mineral lempung untuk
bahan
pengikat
dalam
yang umum dipergunakan orang pasir
cetak
ialah
montmoriollit
(bentonit), lempung tahan api (fireclay), halloysit dan illit. Jenis pertamalah yang sering digunakan orang.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
8
Pemeriksaan kadar lempung ini dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini. Berat Awal-Berat Akhir % kadar lempung = ------------------------- x 100 % Berat Awal Metoda yang digunakan untuk analisa kadar lempung adalah dengan jalan pencucian, yaitu dengan menggunakan alat Continous Clay
washer tipe PKA seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut ini:
Prosedur pengujian kadar lempung: 1. Timbang pasir kering seberat 50 gram. 2. Masukkan ke dalam beker gelas kapasitas 800 ml. 3. Isi dengan air sebanyak 400 ml. 4. Tambahkan
10
ml
dari
5%
larutan
Natrium
pirofosfat
(Na4P2O7.10H2O). 5. Didihkan selama 3-5 menit di atas pemanas (hot plate). 6. Dinginkan sampai temperatur kamar. 7. Aduk selama 5 menit. 8. Atur
kecepatan
air
sesuai
dengan
temperatur
air
yang
digunakan seperti tertera pada tabel di bawah ini:
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
9
Water Temperature (oC) 10 12 14 16 18 20 22 24
Flow (ml/min) 89 92 96 100 104 108 113 118
Setting 51 53 56 60 64 68 72 76
9. Isi tabung gelas pada Continous Clay Washer dengan air setengahnya. 10.Tambahkan kristal-kristal Natrium Pirofosfat sebanyak 2 sendok makan. 11.Masukkan pasir ke dalam tabung gelas pada alat. 12.Pasang kembali tutup karet pada tabung. 13.Biarkan terus air mengalir pada tabung dengan kecepatan yang diperlukan, hingga air dalam tabung menjadi betul-betul jernih. 14.Setelah air betul-betul jernih, keluarkan pasir dan ditampung pada beker gelas. 15.Diamkan selama 10 menit. 16.Air didekantasi keluar. 17.Saring
pasir
melalui
kertas
saring
yang
telah
diketahui
beratnya. 18.Keringkan (pasir + kertas saring), hingga beratnya konstan. 19.Berat akhir pasir (gr) = (berat pasir + berat kertas saring) – (berat kertas saring). Prosedur pengujian kadar lempung dengan cara lain: 1. Siapkan pasir sisa uji kadar air. 2. Masukkan pasir kedalam gelas kimia yang berisi larutan NaOH 2% lakukan hal ini hingga pasir benar-benar bersih. 3. keringkan pasir hasil pencucian tersebut pada 100-150oC selama 60 menit. 4. Hitung selisih beratnya, nyatakan kadar lempung dalam persen.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
10
Pengaruh kadar air dan lempung terhadap kekuatan pasir cetak.
1.2
Pemeriksaan Distribusi Ukuran Butir Pasir Suatu cara untuk menyatakan ukuran besarnya butir pasir
ditunjukkan dengan GFN (Grain Fineness Number) merupakan ukuran kehalusan rata-rata butir pasir. Makin tinggi angkanya, maka pasir semakin halus dan daya salur udaranya (permeabilitas) relatif rendah. Pada umumnya pasir tidak terdiri dari butiran-butiran dengan ukuran sama. Untuk mengetahui distribusi dari butir-butir pasir yang mempunyai besar butir yang berbeda-beda, maka dilakukan analisa ayak (Sieve analysis).
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
11
Distribusi ukuran butir pasir dapat dibagi dalam empat jenis: a. Distribusi ukuran butir sempit, artinya susunan ukuran butir hanya terdiri dari kurang lebih dua fraksi saja. b. Distribusi ukuran butir sangat sempit, 90 persen dari ukuran besar butir terdiri dari satu fraksi. c. Distribusi ukuran butir lebar, artinya susunan ukuran butir terdiri dari lebih kurang tiga fraksi. d. Distribusi ukuran butir sangat lebar, susunan ukuran butir terdiri dari lebih dari tiga fraksi. Distribusi butir sempit akan memberikan permeabilitas yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Distribusi ukuran butir berpengaruh juga pada
kekuatan
cetakan.
Distribusi
ukuran
butir
lebar
akan
memberikan kekuatan pasir cetak yang lebih tinggi.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
12
Prosedur pengujian kehalusan pasir cetak: 1. Siapkan pasir cetak kering yang akan diuji sebanyak 50 gram. 2. Susun
ayakan
pada
mesin
pengguncang
(ro-tap)
secara
berurutan. 3. Masukkan kedalam alat ayak. 4. Ayak selama 15 menit, dengan memutar penyetel waktu yang terdapat pada alat. 5. Timbang butir-butir pasir yang tertinggal pada tiap-tiap fraksi. 6. Berat butir-butir pasir yang tertinggal pada tiap-tiap fraksi dikalikan dengan suatu faktor perkalian tertentu, menghasilkan suatu produk. 7. AFS Grain Fineness Number adalah jumlah dari hasil perkalian tersebut (jumlah produk) dibagi dengan jumlah berat butir-butir pasir yang tertinggal pada semua fraksi dari 50 gram pasir uji.
Alat ayak pasir laboratory sifter type PSA-E.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
13
Nomor kehalusan butir dihitung dengan rumus: ∑ (Wn . Sn) GFN = -------------∑ (Wn) GFN = Nomor kehalusan butir Wn = Berat pasir didapat dari tiap ayakan (gr) Sn
= Faktor pengali
1.3
Pemeriksaan Daya Salur Udara (Permeabilitas) Sifat yang sangat mempengaruhi terhadap hasil benda coran
adalah daya salur udara (permeabilitas) dari pasir cetak yang digunakan sebagai cetakan pasir. Pasir cetak yang telah dipadatkan harus dapat dilalui oleh gas-gas sewaktu dilakukan penuangan ke dalam cetakan. Permeabilitas ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran besar butir pasir, bentuk butir pasir, kadar air dan kadar lempung. Permeabilitas ini dihitung melalui persamaan berikut: Q.L P = ------------p.A.t P= Permeabilitas Q= Volume udara yang lewat melalui spesimen L= Panjang spesimen (5 cm) A= Luas irisan spesimen (19,625 cm2) P= Tekanan udara (gr/cm2) t= Waktu yang diperlukan untuk melewatkan volume udara Q melalui spesimen (menit) Prosedur Pemeriksaan permeabilitas pasir cetak: 1.3.1 Persiapan Pasir -
Masukkan pasir yang telah ditimbang ke dalam pengaduk
(mixer) yang khusus digunakan untuk pengujian-pengujian. @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
14
-
Masukkan
bahan
pengikat
sesuai
dengan
jumlah
yang
diperlukan. -
Aduk selama 5 menit.
-
Keluarkan Pasir dari mixer dan telah siap untuk pembuatan batang percobaan.
Alat Pengaduk Pasir laboratory Mixer type PLK. 1.3.2 Pembuatan Batang Percobaan Batang percobaan ini mempunyai garis tengah 50 mm dan tinggi 50 mm. Untuk pembuatannya diperlukan sejumlah pasir yang setelah mendapat pukulan tiga kali pada alat pemadat (sand rammer), harus mencapai tinggi 50 mm dan kemudian ditimbang. Berdasarkan
pengalaman
maka
dapat
ditentukan
bahwa
beratnya terletak antara 145 dan 170 gram. Adapun jumlah berat yang sebenarnya harus ditentukan dengan percobaan. Setelah ditimbang pasir selanjutnya dimasukkan dalam silinder tekan, kemudian ditempatkan pada meja alat pemadat. Pemukul
dari
alat
pemadat
beserta
stang
dan
pemberatdinaikkan dengan memutarkan keping eksentris sebelah kiri dan setelah silinder tekan yang telah diisi tadi diletakkan di bawahnya, dengan
perlahan-lahan
diturunkan
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
kembali.
Pemadatan
pasir 15
dikerjakan dengan memutar engkol yang kecil pada sebelah kanan hingga membuat alat pemadat yang lepas dapat memberi pukulan. Pukulan ini dikerjakan hingga tiga kali berturut-turut. Setelah pukulan yang ketiga maka batang percobaan yang telah dipadatkan harus sedemikian panjangnya hingga tanda garis dari batang pemadat terletak di tengah-tengah atau di antara lubang pada standar alat pemadat. Ini menandakan bahwa batang percobaan pasir telah mencapai tinggi 50 mm dengan toleransi 1 mm. Bila hal tersebut tak tercapai, maka percobaan harus diulangi lagi, bila perlu ditambah atau dikurangi dengan beberapa gram. Pada umumnya pemeriksaan pasir dikerjakan hingga tiga kali nerturut-turut untuk kemudian ditentukan hasil rata-ratanya.
Alat pemadat pasir (sand rammer). @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
16
1.3.3 Pemeriksaan Permeabilitas -
Pemeriksaan daya salur udara dilakukan terhadap batang percobaan yang berbentuk silinder, dengan menggunakan alat
”permeability meter”. -
Putar tutup pada kedudukan ”A” angkat (tarik) pengapung ke atas hingga didapatkan penghisapan sejumlah udara kedalam ruangan. Putar katup pada kedudukan ”E”.
-
Batang percobaan setelah ditumbuk tiga kali, ditempatkan pada sumbat karet yang
lebih
denagn kedudukan terbalik, yaitu ruang kosong besar
dari
silinder
terhadap
pentil
(orifice),
sedemikian hingga sumbat karet dapat tertutup dengan rapat, dalam keadaan demikian katup harus pada kedududkan ”E”. -
Putar katup pada kedududkan ”B”, ini berarti bahwa alat sedang bekerja dan pengukuran dapat dibaca.
-
Setelah selesai pembacaan, katup diputar lagi pada kedududkan ”E”, yang berarti alat telah berhenti dan siap untuk digunakan lagi.
Permeability meter type PU-E. @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
17
1.3
Pemeriksaan Kekuatan Tekan Basah Bila menuang logam ke dalam cetakan terutama cetakan yang
besar, tekanan yang ada pertama pada dasar, kemudian pada dinding-dinding samping, bila penuangan telah selesai pada bagian atas (atap) dari cetakan, lihat Gambar berikut ini.
Kekuatan pada suatu cetakan. Kekuatan pasir cetak dipengaruhi juga oleh bentuk butir pasir. Bentuk butir pasir seperti Gambar di bawah ini yang terbagi atas:
Atas kiri: lancip (angular) Atas kanan: bulat (rounded) Bawah kiri: setengah bulat (sub angular) Bawah kanan: bergumpal (coumpound)
Bentuk pasir menurut AFS. @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
18
Bentuk butir yang bulat (rounded) cenderung membentuk kekuatan tekan yang rendah dengan permeabilitas yang tinggi. Sedangkan bentuk yang lain, sebaliknya yaitu akan membentuk kekuatan tekan tinggi dengan permeabilitas rendah. Untuk
menghindari
perubahan
bentuk
cetakan,
kekuatan
cetakan tekan harus mempunyai suatu harga minimum tertentu 700 gr/cm2 (0,07 MPa). Pengujian kekuatan tekan dilakukan dengan menggunakan alat
Universal Strength Machine, yang dapat dilihat pada Gambar berikut ini:
Universal Strength Machine. Prosedur Pengujian Kekuatan Tekan: Batang percobaan berbentuk silinder setelah diperiksa daya salur
udara
dikeluarkan
dengan dari
menggunakan
tabung
pembuat
suatu
batang
batang
pendorong
percobaan,
kemudian
ditempatkan antara kedua batang dari alat percobaan tekan hingga rata pada sisi-sisinya. Dengan perlahan-lahan pemutar diputar dan batang percobaan akan tertekan terus hingga retak/pecah. Bersamaan dengan retaknya batang percobaan ini maka jarum manometer akan turun kembali, akan tetapi tegangan tekannya tetap ditunjuk oleh jarum pengikut. Kemampuan manometer tekan rendah (kanan) hanya sampai pada penunjukkan 2000 gr/cm2 (0,2 Mpa). Pada manometer, angkaangka hasil percobaan dapat dibaca pada skala paling luar, yaitu pada
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
19
manometer tekanan rendah dalam gram per cm2, dan angka-angka hasil
pada skala tersebut
masih
harus dikalikan
dengan
100,
sedangkan pada skala manometer tekanan tinggi, angka-angka dinyatakan dalam kg/cm2.
Kekuatan tekan beberapa jenis pasir cetak pada berbagai temperatur.
1.4
Pemeriksaan Kekuatan Geser Basah Sifat ini sangat penting gunanya untuk mencegah pecahnya
pasir pada saat model diangkat dari cetakan, lihat Gambar di bawah ini.
Kekuatan geser dan tarik dalam pasir cetak. @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
20
Seperti ditunjukkan dalam gambar tersebut, pasir cenderung untuk menempel pada bagian sudut-sudutnya. Bila rangka diangkat, kekuatan
geser
menjadi
besar
hingga
memungkinkan
terjadi
pecahnya cetakan. kekuatan geser basah yang dianjurkan, minimum 200 gr/cm2 (0,02 MPa). Prosedur pengujian kekuatan geser: Pengujian
kekuatan
geser
dikerjakan
sama
seperti
pada
pengujian kekuatan tekan, dengan perbedaan bahwa keping penekan untuk pengujian kekuatan geser ini harus diganti dengan keping yang dapat menggeserkan batang percobaan pada penampang membujur (untuk pengujian kekuatan tekan menggunakan keping dengan permukaan
rata,
sedang
untuk
pengujian
kekuatan
geser
menggunakan keping dengan setengah permukaan menonjol). Pada pengujian kekuatan geser sampai dengan 1600 gr/cm2 (0,16 Mpa). Pembacaan hasil pengujian pada manometer tekanan rendah (kanan), sedang untuk penguijian kekuatan geser di atas 1600 gr/cm2 pembacaan hasil pengujian pada manometer tekanan tinggi (kiri). Seperti
pada
pengujian
kekuatan
tekan,
pada
pengujian
kekuatan geser penunjukkan manometer masih harus dikalikan dengan
100
(manometer
tekanan
rendah)
untuk
mendapatkan
besarnya tegangan tekan dalam gr/cm2. Angka pada skala manometer tekanan tinggi dinyatakan dalam kg/cm2. Pembacaan manometer pada skala yang tengah (nomor dua dari luar).
Keping untuk pengujian kekuatan tekan. @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
21
Keping untuk pengujian kekuatan geser.
Kiri: pengukur tekanan tinggi Kanan: pengukur tekanan rendah A: kekuatan tekan (kg/cm2) B: kekuatan geser (kg/cm2) C: kekuatan tarik (kg/cm2) D: kekuatan tekan (gr/cm2) pembacaan x100 E: kekuatan geser (gr/cm2) pembacaan x100
Manometer pada Universal Strength Machine. 1.5
Pemeriksaan Kemampuan Mengalir (Flowability)
Flowability adalah sifat yang memungkinkan pasir menutupi seluruh model dengan baik, terutama pada dinding yang vertikal dan pada sudut-sudut, seperti dalam Gambar di bawah ini.
Cetakan jelek yang diakibatkan oleh pasir cetak dengan flowability rendah. @@ Teknik Metalurgi – UNJANI
22
Flowability sangat banyak dipengaruhi oleh kadar air dalam pasir. Biasanya flowability terletak antara 45-55%. Prosedur pengujian flowability: Batang percobaan berbentuk silinder yang memenuhi syarat, artinya setelah mendapat pukulan tiga kali berturut-turut pada sand
rammer, tinggi batang percobaan tersebut 50 mm (tanda garis dari batang pemadat terletak di antara lubang pada standar alat pemadat), ditimbang untuk mengetahui beratnya. Timbang pasir (yang belum dipadatkan) seberat batang percobaan tersebut, masukkan kedalam alat penguji flowability, kemudian ditempatkan pada meja alat pemadat. Lakukan pemadatan/pukulan tiga kali berturut-turut seperti pada pembuatan batang percobaan berbentuk silinder. Setelah pukulan yang ketiga, baca penunjukkan pada skala tangkai rammer, dan padukan Diagram Flowability, seperti pada Gambar berikut ini:
Diagram flowability.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
23
Alat bantu sand rammer untuk pengujian flowability. 1.6
Pemeriksaan Kekerasan Cetakan Suatu sifat yang penting mendekati tegangan tekan dan geser
adalah kekerasan cetakan. Penentuan kekerasan ini memberikan gambaran mengenai pemadatan pada permukaan dari beberapa tempat cetakan. Terutama pada pembuatan cetakan dengan tangan, maka penentuan kekerasan akan menunjukkan tempat dimana perlu diadakan pemedatan tambahan. Pada mesin cetak getaran, penentuan kekerasan akan dapat menunjukkan apakah jumlah pukulan dari meja sudah cukup atau belum. Pengujian kekerasan cetakan basah dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Green Hardness tester. Prosedur pengujian kekerasan: Sebelum alat digunakan, pen pengunci ditekan kekiri sehingga jarum penunjuk dengan bebas dapat digerak-gerakkan. Pengujian dilakukan dengan menekan bola logam yang terdapat pada bagian bawah alat pada permukaan cetakan, jarum akan bergerak sesuai dengan arah perputaran jarum jam, sampai berhenti. Bila jarum sudah berhenti pen pengunci di tekan kekanan hingga apabila alat diangkat
dari
permukaan
cetakan,
jarum
akan
tetap
pada
penunjukkan. Kemudian dilakukan pembacaan. Angka yang ditunjuk oleh jarum tersebut adalah kekerasan cetakan yang diperiksa.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
24
Untuk
pemeriksaan
kekerasan
permukaan
cetakan
di
laboratorium dengan membuat cetakan dari kayu yang berukuran panjang 13 cm, lebar 13 cm dan tinggi 5 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar berikut ini:
Cetakan kayu untuk memeriksa kekerasan permukaan cetakan.
Green hardness tester. 1.7
Pemeriksaan Titik Sinter Titik sinter dari pasir cetak adalah sifat yang
sangat penting
untuk menentukan apakah suatu jenis pasir dapat dipergunakan sebagai cetakan pasir. Bila logam mengisi rongga cetakan, maka logam cair akan menyentuh pasir dan memanaskannya. Pasir cetak ini tidak boleh meleleh atau menjadi lemah di bawah pengaruh panas itu, sebab kualitas permukaan benda cor akan sangat kasar. Makin besar ukuran butir-butir pasir, makin kurang mudah terpengaruh terhadap
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
25
pelelehan. Oleh karena itu jelas bahwa makin tinggi temperatur penuangan, butir-butir pasir harus berukuran lebih besar. Pasir murni pada umumnya mempunyai titik leleh kurang lebih 1705oC, sedangkan pasir alam mempunyai titik leleh antara 13271370oC.
Pemuaian panas beberapa jenis pasir.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
26
MODUL 2 PEMBUATAN POLA DAN CETAKAN Pengecoran adalah proses penuangan logam cair ke dalam cetakan
yang
memiliki
rongga
sesuai
dengan
bentuk
yang
direncanakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku didalam cetakan sehingga dihasilkan suatu produk coran. Dalam proses ini, beberapa hal yang harus dilakukan untuk membuat produk coran adalah pencairan logam, pembuatan cetakan dan inti, penuangan logam cair, pembongkaran, pembersihan coran dan pengerjaan akhir. Pemilihan cetakan pasir yang akan digunakan pada proses pengecoran logam dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis dan pertimbangan ekonomisnya. Ada beberapa jenis cetakan pasir yang biasa dipergunakan, yaitu antara lain: a. Cetakan pasir basah b. Cetakan pasir kering c. Cetakan pasir CO2 proses d. Cetakan pasir kulit e. Cetakan pasir yang mengeras sendiri lainnya Proses pengecoran dengan cetakan pasir dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi secara natural agar logam cair dapat mengisi rongga cetakan dengan baik, oleh karena itu desain sistim saluran (gating system) akan sangat menentukan kualitas produk cor. Setiap tahapan yang dilakukan harus menyesuaikan dengan diagram alir proses pengecoran yang merupakan urutan dari tahapan proses pengecoran untuk menghasilkan produk cor yang baik dengan produktivitas yang tinggi. Berikut ini adalah contoh diagram alir proses pengecoran cetakan pasir yang sering dilakukan di industri pengecoran pada umumnya.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
27
Diagram alir proses pengecoran dengan cetakan pasir. 2.1
Pola Pola atau pattern adalah suatu model yang memiliki ukuran dan
bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada bidangbidang tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang pisah
(parting
line),
bentuk
rongga
(cavity),
dan
proses
pemesinannya. yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung pada pola. Faktor-faktor
tersebut
selanjutnya
akan
diantisipasi
dengan
perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinannya. Untuk itu ada beberapa faktor diatas yang harus diperhatikan pada saat perencanaan pola yaitu. 2.2.1 Bidang pisah (Parting line) Fungsi dari bidang pisah ini adalah memisahkan atau membuat partisi dari bagian pola bagian atas (cope) dan dengan pola bagian
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
28
bawah (drag). Untuk itu bagian pola atas dan bawah harus memiliki acuan agar tidak mengalami kesalahan dimensi. 2.2.2 Penyusutan Pola Pada setiap pola yang akan harus diketahui dahulu material apa yang akan digunakan untuk pembuatan produk. Ukuran pola harus ditambahkan dengan ukuran penyusutannya, setiap logam memiliki nilai
penyusutan
berbeda,
antara
lain
besi
cor
memiliki
nilai
penyusutan (shringkage) sebesar 1%, aluminium 1.5 % dan baja 2%. 2.2.3 Kemiringan Pola Setiap pola yang akan dibuat harus memiliki kemiringan tertentu yaitu dengan tujuan agar pada waktu pencabutan model dari cetakannya,
pola
tersebut
tidak
mengalami
kerusakan
dan
memudahkan pada saat proses pencabutan pola dari cetakannya. Kemiringan setiap pola tergantung pada tinggi rendahnya ukuran pola tersebut jika ukuran dari suatu pola tinggi maka kemiringannya kecil, sedangkan jika ukuran dari suatu pola rendah maka kemiringannya besar. Pada aplikasinya dilapangan ternyata kemiringan yang dibuat tersebut adalah ±1o dan juga dipengaruhi oleh faktor kesulitan suatu dari pola. 2.2.4 Bahan dan Jenis Pola Bahan-bahan yang dipakai untuk pola yaitu kayu, resin, atau logam. Dalam proses pengecoran tertentu atau khusus digunakan pola plaster atau lilin. A. Pola Kayu Kelebihan bahan pola dari kayu yaitu:
Digunakan untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit.
Mudah didapat.
Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah)
Harganya murah.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
29
Kekurangan bahan pola dari kayu yaitu:
Tidak bisa mengerjakan produksi massal.
Sering terjadi penyusutan.
B. Pola Logam Kelebihan bahan pola dari logam yaitu:
Bisa digunakan untuk produksi massal
Mudah didapat.
Kekurangan dari bahan pola logam yaitu:
Tingkat kesulitan perjakan
Tidak bisa mengerjakan pola yang rumit bentuk maupun ukurannya.
C. Resin sintetis Kelebihan bahan pola dari resin sintetis yaitu:
Dapat digunakan untuk bentuk dan ukuran yang rumit
Biasanya untuk produksi massal
Kekurangan bahan pola dari resin sintetis yaitu:
Harganya relatif mahal dan sulit didapat
2.2.5 Peralatan Pembuatan Pola Proses manufaktur pola kayu memerlukan alat-alat kerja kayu
(carpenter) yang cukup modern, seperti gergaji mesin, alat penghalus permukaan, bor kayu, dan alat-alat pahat. Proses pembuatanya sendiri cukup rumit karena alat ukur yang digunakan memiliki panjang yang berbeda dengan ukuran normal akibat adanya nilai penyusutan logam, untuk itu sangat diprlukan ketelitian pada saat pembuatanya. Pola yang terbuat dari logam diproses dengan menggunakan mesin-mesin yang cukup canggih seperti dengan menggunakan mesin CNC
(computerize
numerical
control),
Wire
cut,
dan
mesin
konvensional seperti bangku bubut, freis, bor, dan gerinda. Tujuan utama pembuatan cetakan pasir dengan bantuan pola, adalah sebagai berikut:
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
30
Untuk mendapatkan produk coran dengan kualitas geometri yang baik, seperti bentuk, dimensi dan posisi.
Mempertinggi efisiensi dan produktivitas proses pengecoran massal.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam perancangan pola adalah sebagai berikut:
Menetapkan parting line sebagai pemisah antara cope dan drag.
Menentukan tambahan dimensi akibat penyusutan logam dan akibat goyangan pada saat pola dilepas dari rongga cetakan.
Menentukan kemiringan
pola agar mudah
dilepaskan dari
rongga cetak.
Menentukan tambahan dimensi untuk kompensasi dari adanya proses pemesinan.
2.3
Sistim Saluran Saluran tuang dapat didefinisikan secara sederhana sebagai
suatu bagian untuk mengalirnya logam cair mengisi rongga cetakan. Bagian-bagiannya meliputi cawan tuang (pouring basin), saluran turun
(sprue), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk (ingate). Sistem
saluran
yang
ideal
harus
memenuhi
kriteria
seperti;
mengurangi cacat, menghindari penyusutan dan dapat mengurangi biaya produksi, berikut adalah uraian dari karakteristik sistim saluran yaitu: a. Dapat mengurangi terjadinya turbulensi aliran logam cair kedalam rongga cetakan. Turbulensi akan menyebabkan terjebaknya gasgas/udara atau kotoran (slag) didalam logam cair yang dapat menghasilkan cacat coran. b. Mengurangi masuknya gas-gas kedalam logam cair. c. Mengurangi kecepatan logam cair yang mengalir kedalam cetakan, sehingga tidak terjadi erosi pada cetakan. d. Mempercepat pengisian logam cair kedalam rongga cetak untuk menghindari pembekuan dini.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
31
e. Mengakomodir pembekuan terarah (directional solidification) pada produk coran. f. Gradien temperatur yang terjadi
saat masuknya logam cair
kedalam cetakan harus sama baiknya dengan gradien temperatur pada permukaan cetakan sehingga pembekuan dapat diarahkan menuju riser.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
32
Berikut ini ditunjukkan jenis-jenis dari sistim saluran:
Sistim saluran terdiri atas:
Saluran masuk (gate).
Saluran pengalir (runner).
Saluran turun (sprue).
Penentuan coran dalam sistem saluran: •
Tempatkan dimensi coran yang besar pada bagian bawah.
•
Minimalkan tinggi dari coran.
•
Tempatkan daerah terbuka dibagian bawah.
•
Tempatkan coran sedemikian rupa hingga riser berada pada tempat tertinggi dari coran untuk bagian yang besar.
Jika akan dibuat terpisah (cope and drag):
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
33
•
Umumnya runner, gate dan sprue ditempatkan pada drag.
•
Tempatkan
bidang
pisah
(parting
plane)
relatif
serendah
mungkin terhadap coran. •
Tempatkan bidang pisah pada bagian dimana coran mempunyai luas permukaan terbesar.
2.3.1 Sprue
Sprue atau saluran tuang adalah suatu saluran vertikal tempat penuangan atau pouring logam cair yang berada pada daerah diatas parting line yang akan meneruskan logam cair kedalam gate, riser dan produk cor. Secara umum bentuk saluran masuk ada beberapa tipe diantaranya adalah sprue seperti terompet dan pouring basin (bush) yang berbentuk seperti kotak makanan.
Saluran masuk logam cair sprue dan basin. Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan alir dari logam cair yang akan mengisi rongga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan tinggi
sprue efektif (ESH, effective sprue height) kita dapat menghitungnya dengan persamaan.
ESH H
P2 2C
H=
Tinggi sprue. (Cm)
C=
Tinggi coran. (Cm)
P=
Tinggi coran dari cope hingga bagian teratasnya. (Cm)
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
34
Disain sprue/downsprue merupakan bagian yang penting saat logam cair dituangkan. Disain sprue harus menghindarkan terjadinya turbulensi logam cair. Aliran logam yang turbulen akan menyebabkan meningkatkan daerah yang terkena udara sehingga sehingga oksidasi mudah terjadi. Oksida yang terbentuk akan naik ke permukaan logam cair sehingga menyebabkan coran menjadi kasar permukaannya atau oksida akan terjebak didalam coran dan menyebabkan cacat. •
Ukuran sprue harus dapat membatasi laju aliran logam cair (jika
sprue besar, laju aliran akan tinggi akibatnya terbentuk dross, dengan blind-ends pada runner akan menjebak dross yang tidak diinginkan.) •
Ukuran sprue yang dibuat menjadikan laju aliran tetap.
•
Bentuk sprue persegi panjang lebih baik dibandingkan dengan bentuk bulat untuk luas permukaan yang sama (menghindarkan kecenderungan aliran berputar (vortex formation)).
Umumnya bentuk sprue mengecil kebawah dengan kemiringan 2-7o.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
35
Contoh-contoh sprue:
•
Ukuran standar sprue menurut Swift, Jackson dan Eastwood 0,5÷1,5 in2 (1,27÷3,81 cm2) untuk bentuk persegi panjang ataupun bulat. Sprue bulat dengan ketinggian yang rendah tidak akan
menyebabkan
vortex
problem,
mudah
dibuat
dan
ekonomis untuk bentuk coran kecil . •
Ketinggian sprue ditentukan oleh tinggi coran dan riser.
•
Sprue
ditempatkan
sejauh
mungkin
dari
saluran
masuk
(ingates). •
Sprue ditempatkan dibagian tengah pengalir (runner).
•
Ukuran sprue 1,27x0,48 cm untuk coran kecil dan 2,54x16 cm untuk coran tipis yang besar.
•
Sprue dibuat bentuk meruncing (tapered).
•
Metoda lain untuk membersihkan logam cair sebelum memasuki
gate dan runner, adalah dengan menggunakan secondary sprue:
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
36
Pertimbangan untuk menentukan lokasi sprue, yaitu: Kemudahan untuk proses pouring. Distribusi logam cair dapat merata kedalam cetakan. Panjang runner dari sprue.
2.3.2 Runners •
Menggunakan standar dan ukuran yang umum dipakai.
•
Bentuk persegi panjang, baik digunakan untuk cetakan pasir.
•
Membuat perpanjangan runner (blind-ends) untuk menjebak
dross yang terbentuk.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
37
•
Ukuran luas runner 3 kali luas ujung keluar sprue/down
sprue/choke. •
Ukuran runner biasanya dibuat berdasarkan perbandingan sprue
: runner : gate. (misalnya, 1:3:2), contoh kasus:
Choked runner:
W (Width) = (3 ~ 4) T (Thickness) l (length) = 1.5 T or 37 ~ 50 mm Total area of gate: A = (Sectional area of choked runner) X 2 t = Thickness of gate w = Width of gate = (4 ~ 6) t
Perangkap dross/pengotor pada runner:
2.3.3 Gate Adalah saluran yang mendistribusikan langsung logam cair kedalam rongga produk cor. Ingate harus mudah dipotong untuk proses pelepasan produk
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
38
cor dari bagian sistem salurannya biasa disebut fettling, oleh karena itu dalam pembuatan ingate kita harus memperhatikan ukuran coran, ketebalanya, kondisi cetakan dan ukuran dan bentuk ingatenya itu sendiri.
Contoh bentuk geometri desain ingate. Keterangan: a. circular / lingkaran b. hexagonal c. segitiga d. semi-circular
e. tipe-U f. persegi g. tipe-W
Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan gate: •
Gate dipasang pada bagian yang tebal.
•
Gunakan ukuran standar dan bentuk yang umum digunakan (biasanya berbentuk persegi panjang).
•
Tempatkan gate dengan meminimalkan terjadinya pengadukan atau erosi pada pasir cetak oleh aliran logam cair.
•
Tidak menempatkan gate pada posisi perangkap dross.
•
Jarak yang pendek antara gate dan coran.
•
Jumlah gate
yang banyak, diperbolehkan untuk temperatur
pouring yang rendah. A. Hubungan antara gate dan runner:
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
39
Untuk menghasilkan aliran logam cair agar seragam memasuki semua gate, maka: 1. Momentum harus diturunkan secara bertahap dengan penurunan dimensi
runner. 2. Tekanan harus ditingkatkan secara bertahap dengan meningkatkan gesekan melawan aliran didalam gate.
B. Hubungan proporsi luas penampang sprue, runner dan gate terhadap distribusi aliran cair logam adalah sebagai berikut: 1. Ketika total luas penampang dari gate lebih kecil dari runner, logam cair akan mengsi runner dengan cepat dan memiliki kecenderungan untuk mengalir ke dalam cetakan melewati setiap gate. 2. Ketika luas penampang total dari gate lebih besar dari runner, logam cair akan sulit memasuki sprue dan runner, dan ini juga tidak mudah untuk memindahkan pengotor didalam sprue dan runner. Aliran dari logam cair yang melewati gate menjadi tidak seragam. 3. Untuk kasus bottom gate, walaupun luas total penampang gate lebih besar daripada runner, aliran menjadi relatif cepat dan seragam akibat tekanan sebagai gesekan melawan aliran. 4. Didalam kasus top gate, ketika total luas penampang gate lebih besar daripada runner, aliran melalui gate menjadi tidak seragam.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
40
D. Penentuan Lokasi Gate, prinsipnya gate harus ditempatkan pada bagian yang tebal, sehingga cairan logam dapat langsung masuk kedalam cetakan dengan cepat tanpa tahanan, dan proses finishing menjadi lebih mudah.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
41
E. Posisi gate pada runner, sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Meletakkan gate pada lokasi yang jauh dari sprue dan runner
extension. b. Meletakkan gate pada arah yang berlawanan dengan aliran logam cair. c. Ketika gate dipasang pada arah yang sama dengan aliran logam, maka akan memudahkan kotoran ikut masuk.
F. Ruang antara gate, runner dan cetakan yang sempit menyebabkan cetakan mudah rusak dan ikut mengalir dengan logam cair. Tetapi bila ruang terlalu besar, gate menjadi lebih panjang, akibatnya porositas mudah terjadi pada gate.
G. Ketinggian
gate
dan
runner,
yang
penting
runner
harus
mendistribusikan logam cair kebagian cetakan, dan pada saat yang sama, dapat memindahkan pengotor di dalam logam cair. Jadi ketinggian runner harus lebih tinggi dari gate. Untuk memberi tekanan logam cair pada gate, umumnya ketinggian runner 4 kali lebih tinggi dari gate. Tetapi untuk segi ekonomis, tinggi runner biasanya 2 kali tinggi gate.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
42
2.4
Gating Ratio Didefinisikan sebagai perbandingan antara luas penampang melintang
sprue : total luas penampang runner : total luas penampang gate. Umumnya untuk besi cor dan baja, rasio ini menurun, menurut banyak peneliti, gating ratio yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: Quick pouring
=1:2:4
Ordinary pouring
= 1 :0,9 : 0,8
Slow pouring
= 1 : 0,7 : 0,5
Perbedaan rasio untuk top gating dan bottom gating yaitu: Top gating
= 1 :0,9 : 0,8
Bottom gating
= 1 :1,1 : 1,2
2.5
Saluran Penambah (Riser)
Riser didisain dekat ke bagian yang tebal dan berfungsi sebagai umpan logam cair selama pembekuan. Riser mempunyai ukuran dan konstruksi agar dapat membeku paling akhir. Pertimbangan terhadap
Riser adalah sebagai berikut: •
Tempatkan riser dekat bagian yang tebal.
•
Penggunaan side riser umumnya ditempatkan diatas ingate, digunakan untuk coran dengan dinding tipis.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
43
•
Riser diukur berdasarkan volume logam cair.
•
Riser dibuat cukup besar agar dapat mengisi bagian yang menyusut dan terakhir membeku.
•
Riser mempunyai perbandingan yang besar antara volume:luas dari corannya sendiri sehingga coran akan membeku terlebih dahulu dibandingkan riser.
Ketinggian riser tergantung dari jenis riser yang digunakan. Untuk top riser
= 1,5 kali diameter riser
Side riser
= 0,75 – 2 kali diameter riser
Hubungan antara diameter dan tinggi riser :
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
44
Untuk memudahkan pembuangan riser, biasanya dibuat riser neck.
Riser akan efektif jika riser neck dibuat lebih pendek.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
45
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
46
Sebagai contoh perhitungan gating system, diberikan pada tabel excel dibawah ini:
Perancangan dimensi sistim saluran produk gear diatas dimulai berdasarkan contoh perhitungan sebagai berikut:
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
47
No 1
NOTASI & RUMUS Casting product weight, Wo (Kg)
INPUT 100
2
Density, ρ (Kg/cm^3)
0,0078
3
Yield ratio, y (%)=(Wo/W)x100
63,418
4
Pouring weight, W (Kg)=Wox100/y
5
Pouring time, tp (sec)=C√W=0.8√W
OUTPUT
157,68 10,05
Konstanta, C=0,5-0,8 (quick & medium pouring) C=2 (slow pouring) 6
Pouring Volume, Qp (cm^3)=W/r
20138,21
7
Flowing volume, qi (cm^3/sec)=(Qp/tp) / n
8
Sprue height, Ht (cm)
40
9
Casting height, c (cm)
7
10
Parting Line height, p (cm)
11
Effective pouring height, He (cm):
2004,65
3,5
A. He=Ht-(P^2/2c), produk terbagi 2 oleh part line
39,13
B. He=Ht, produk semuanya dibawah part line
40,00
C. He=Ht-P/2, produk semuanya diatas part line
38,25
12
Jenis Gating Sistim: (A : B : C)
13
Velocity at gate, Vg (cm/sec)=Z√2g He
A 98,08
Z=Flow coeffisient=0,35-0,8 g=Konstanta gravitasi=9,8 m/sec^2 14
Total area of gate section, Sg (cm^2)=W/(r.tp.Vg)
15
Number of gate, n
16
Area of gate section, Ag (cm2)=Sg/n
17
Gatting ratio:
20,44
Sprue
Runner
Gate
5,11
10,22
20,44
1:0,9:0,8 = ordinary (sedang)
25,55
22,99
20,44
C.
1:0,7:0,5 = slow (lambat)
40,88
28,62
20,44
D.
Lainnya= 1 : 1,2 : 1,2
17,03
20,44
20,44
A.
1:2:4
B.
= quick (cepat)
18
Jenis Gating Ratio: (A : B : C : D)
19
Area of sprue section, As (cm^2) - diameter bawah:
C diameter atas: tinggi:
20
20,44 1
7,22 11,408 40,00
Area of runner section, Ar (cm^2) lebar atas: lebar bawah: tinggi: panjang:
4,95 5,75 5,35 33,96
Jarak ke Ingate pertama: 21
16,98
Area of gate section, Ag (cm2)
lebar atas:
14,88
Lebar bawah:
15,68
tinggi:
1,34
panjang: 22
Velocity at spue, Vs (cm/sec)=qi/As
23
Velocity at runner, Vr (cm/sec)=qi/Ar
24
Velocity at gate, Vg (cm/sec)=qi/Ag
25
Reynold number, Re = (10^5 . Wp) / (tp . 10 P) P=perimeter (cm) Re<2300
: aliran laminary
2300
: aliran non turbulent
Re>13800
: aliran turbulent
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
10,22 49,04 70,06 98,08
Sprue
Runner
Gate
6927,21
7620,67
4838,30
Semi Turbulen
Semi Turbulen
Semi Turbulen
48
2.6
Cetakan dan Inti Cetakan dan Inti pada pengecoran logam merupakan salah satu
komponen penting untuk menghasilkan suatu produk logam melalui proses
pengecoran.
Cetakan
adalah
suatu
alat
pada
proses
pengecoran yang terbuat dari suatu material tahan temperatur tinggi
(refractory) dan memiliki suatu rongga dengan bentuk geometri tertentu untuk di cor dan menghasilkan suatu produk cor yang sesuai dengan bentuk geometri rogga tersebut.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
49
Pada dasarnya suatu cetakan dapat menggunakan berbagai macam bahan yang memiliki kemampuan untuk menampung cairan logam yang panas dengan tidak mengalami suatu perubahan fisik dan kimia hingga dapat mempengaruhi hasil pengecoran logam tersebut. Material yang saat ini masih banyak digunakan untuk cetakan pengecoran logam antara lain logam dan pasir. Pasir hingga saat ini masih mendominasi sebagai material cetakan karena pasir memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah di dapat dan cukup murah. Inti
adalah
suatu
model
skala
penuh
untuk
membentuk
permukan bagian dalam dari suatu produk cor yang tidak mampu dibentuk oleh rongga dari cetakan. Suatu inti dalam pengecoran logam sangat diperlukan karena dengan inti suatu proses pengecoran dapat lebih efektif, inti dapat meningkatkan yield ratio dari suatu proses pengecoran dan dapat mempermudah proses lanjut dari suatu produk pengecoran. Untuk membuat suatu cetakan pasir maka akan dibutuhkan bahan lain yang akan di mixing dengan pasir agar sifat-sifat yang diinginkan seperti mampu bentuk, mampu tekan, mampu retak,
refractoriness, permeabilitas dan sifat yang diinginkan lainnya dapat dicapai. Beberapa bahan lain yang ditambahkan kedalam pasir cetak antara lain: A. Bentonit, adalah suatu bahan pengikat atau binder yang dicampurkan
kedalam
pasir
cetak
dengan
tujuan
meningkatkan mampu bentuk dari pasir cetak. B. Coal dust, adalah suatu bahan tambahan pada pasir cetak yang bertujuan agar pasir lebih terbuka ketika logam cair dituangkan hingga permeabilitas pasir tetap baik dan juga berfungsi untuk membentuk film gas CO2 agar antara pasir dan logam cair terpisah dan melindungi butir pasir supaya tidak terjadi overheat dan fusi terhadap permukaan logam. C. Air dan Gula tetes, adalah bahan tambahan untuk membantu meningkatkan mampu tekan dan kekuatan dari pasir cetak.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
50
D. Bahan tambahan lain untuk pasir cetak seperti: Dextrine,
diethyl glicol, soda ash, tepung maizena, tepung tapioka dan bahan tambahan lainya. Bahan tambahan yang ditambahkan tersebut akan di-mixing di dalam mixer pasir selama beberapa menit agar seluruh campurannya merata dan siap untuk di bentuk cetakan. Komposisi campuran pasir cetak akan berbeda tergantung dari logam yang akan dicor dan posisi pasir dalam cetakan yaitu pasir muka dan pasir pengisi. Beberapa bahan tambahan juga berfungsi untuk preparasi pasir cetak setelah digunakan berulang-ulang, preparasi yang dilakukan antara lain sand
tempering dan sand condition. Komposisi untuk pembuatan cetakan pasir. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No. 1. 2. 3. 4.
Komposisi pasir muka Pasir Baru Pasir Bekas Bentonit Coaldust/Karbon Gula Tetes Air Waktu Mixing Komposisi pasir isi Pasir Bekas Bentonit Air Waktu Mixing
Jumlah (%) 20 80 2 0,1 0,2 1,2 15-25 Menit Jumlah 100 1 1,2 10-15 Menit
Komposisi lain dari cetakan green sand atau cetakan pasir basah yang terdiri atas:
Campuran pasir silika (air: 3-4% dan pasir bekas: balance)
Bentonit (8-10%)
Air (3-4%)
Gula tetes (0,5-1%)
Jika ada penggunaan inti, maka dapat dibuat dengan cara CO2-Proses dengan komposisi bahan cetakan yang dipakai adalah sebagai berikut:
Pasir silika (pasir baru: balance)
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
51
Air Kaca (Water Glass) (4-6%)
Gula tetes (1/2-1%)
Komposisi pasir untuk inti dapat menggunakan pasir cetak furan yaitu: Pasir silika baru 4-11% Pasir silica bekas 89-96% Binder 1-1,5% dari total pasir Catalist 30-50% dari binder Bahan-bahan tersebut masuk mesin continuos mixer furan dimana
binder (furfuryl alcohol) sebagai pengikat dan catalyst (Sulfuric Acid, H2SO4) sebagai pengeras. Setelah tercampur maka pasir dikeluarkan dari mesin. 2.7
Prosedur Percobaan:
1. Rencanakan pola yang akan dipergunakan. 2. Pembuatan pola. 3. Rencanakan sistim saluran yang akan dibuat. 4. Persiapkan bahan atau peralatan bantu. 5. Pembuatan Cetakan Pasir. 5.1 Memadatkan pasir Pasir cetak yang kekerasannya didapatkan dari pemadatan adalah pasir cetak dengan pengikat lempung (bentonit). Proses pemadatan akan mengurangi volume pasir sebesar 20-30% dari sebelum dipadatkan, maka rongga antara butiran pasir akan hilang, dan butiran pasir akan terikat satu sama lain dengan baik. Pemadatan dengan alat pemadat haruslah rata dan menyeluruh, selain itu pertimbangan lainnya adalah: Pasir cetak harus mampu menahan tekanan pengecoran, dan ukurannya tidak boleh berubah.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
52
Pasir cetak harus tetap dapat dilewati udara hingga gas-gas dapat
lebih
mudah
keluar.
Penusukan
lubang
gas
dapat
dilakukan sebagai lubang tambahan (ventilasi). Untuk dapat mencapai kepadatan yang baik alat-alat tangan yang dipergunakan adalah: - Penumbuk runcing. Memiliki permukaan tumbuk yang runcing untuk menghasilkan tumbukan yang keras. Disamping itu dapat pula digunakan untuk menumbuk pasir cetak pada daerah sudut dan celah.
- Penumbuk datar Memiliki permukaan tumbuk yang lebar. Kekuatan tumbuk lebih kecil dan digunakan untuk penumbukkan akhir hingga hasil tumbukkan rata.
- Penumbuk bertekanan udara. Digunakan untuk mengerjakan benda besar.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
53
5.2 Pemolesan Pasir Cetak Pemolesan sebagai salah satu teknik pembuatan cetakan, hanya dilakukan
pada
pengerjaan
cetakan
dengan
pasir
berpengikat
lempung (bentonit). Pemolesan dilakukan pada pasir disekeliling pola, dimana pasir ditekan sekitar 1 mm kedalam. Dengan demikian pola dapat dikeluarkan tanpa merusak tepi-tepi cetakan.
Proses pemolesan ini juga dapat memperbaiki tepi-tepi yang rusak, pemolesan dilakukan dengan cara memoleskan pasir pada permukaannya. Daya lekat pasir cetak berpengikat lempung dapat dinaikkan
hanya
dengan
membasahi
sedikit
pasir
yang
akan
dilekatkan. Alat-alat pemoles yang umum digunakan adalah: - Lanset Berupa sebuah daun pada satu sisi dan sendok pada sisi yang lainnya, digunakan untuk memoles permukaan kecil dan untuk membuat saluran-saluran penuangan.
- Sendok semen Digunakan untuk memoles permukaan yang lebar dan untuk membuat saluran- saluran besar juga daerah cawan tuang.
- Kait pasir Dengan
pengaitnya,
rontokan
pasir
dapat
diangkat
sekaligus
memoles bagian-bagian cetakan yang dalam. Dengan pisaunya,
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
54
pemolesan bagian-bagian yang tegak dapat dilakukan, juga untuk memperbesar saluran turun.
- Kaki besi Untuk memoles bentuk-bentuk dan posisi yang sulit pada rongga cetakan yang dalam.
- Sendok poles Digunakan untuk memoles serta memperbaiki permukaan cetakan.
- Kancing pemoles Untuk membuat ataupun memperbaiki radius ataupun sudut-sudut cetakan.
- Batang pemoles bulat Terdiri dari sebuah batang dengan kaki-kaki pemoles oval, berfungsi seperti kaki besi.
- Batang pemoles datar Untuk memoles permukaan yang terdapat jauh didalam rongga cetakan, dan permukaan yang tidak rata.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
55
5.3 Urutan Pembuatan Cetakan 5.3.1 Rangka cetak untuk cetakan bawah diletakkan diatas landasan. Pola bagian bawah diletakkan.
5.3.2 Bahan pemisah cair (bahan dasar lilin ataupun minyak tanah) atau
serbuk
(graphit,
debu,
arang)
disemprotkan
atau
ditaburkan. 5.3.3 Pengayakan pasir muka diatas pola setebal 2 cm dan ditekan dengan tangan untuk menghasilkan permukaan tuangan yang halus.
5.3.4 Pengisian dengan pasir pengisi dan dipadatkan setiap tebal pasir sekitar15 cm. 5.3.5 Perataan pasir dan untuk hal-hal khusus ditusukkan batang besi sebagai lubang pembuangan gas. 5.3.6 Cetakan bawah dibalik
5.3.7 Pemolesan 5.3.8 Rangka cetakan atas dipasangkan
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
56
5.3.9 Pola bagian atas dipasangkan juga saluran turun dan penambah, bahan pemisah disemprotkan /ditaburkan. 5.3.10 Pengayakan pasir muka, ditekan dengan tangan.
5.3.11 Pengisian dengan pasir pengisi dipadatkan lapis demi lapis. 5.3.12 Perataan pasir, penusukan lubang gas. 5.3.13 Saluran turun dan penambah dicabut keatas cetakan atas diangkat lalu dibalik.
5.3.14 Pembasahan pasir pada sekitar sisi pola cetakan atas, pola dipukul-pukul hingga longgar terhadap cetakannya. Pola bagian atas diangkat.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
57
5.3.15 Saluran turun dan penambah diperbesar/diperbaiki. 5.3.16 Saluran terak dan saluran masuk dibuat (bila tidak dicetakan atas, di cetakan bawah). 5.3.17 Pembasahan pasir pada sekitar sisi pola cetakan bawah, pemuklan pola hingga longgar. Pola bagian bawah diangkat. 5.3.18 Perbaikan permukaan cetakan. 5.3.19 Penaburan grafit pada rongga cetakan. Cetakan yang lebih besar dilakukan pelapisan (pelapis dengan pencair air maupun alcohol). 5.3.20 Peletakkan inti pada cetakan bawah saluran pembuangan gas dari dudukan inti kearah rangka cetak digores. 5.3.21 Perakitan cetakan
5.3.22 Pembebanan ataupun pengekleman.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
58
6. Pembuatan Cetakan Pasir Furan Pada penggunaan pasir cetak mengeras sendiri (misal: pasir cetak berpengikat resin phenol ataupun resin furan), pengerjaan pemadatan dan pemolesan tidak diperlukan lagi. Terutama pada pembuatan cetakan penuh dengan pola polisterin, proses pengerjaan semakin sederhana. Pola diletakkan dalam rangka cetak yang telah diberi landasan pasir cetak atau pada lubang galian. Saluran tuang dan penambah dipasangkan. Pasir cetak ditimbunkan hingga hanya menyisakan permukaan atas cawan tuang saja. Penusukkan lubang-lubang pembuangan gas (bila perlu). Cetakan selesai dan tunggu hingga pasir mengeras. 2.8
Pencatatan Data: 1.
Catat setiap tahap atau urutan kerja yang dilakukan.
2.
Hitung volume pola benda coran lengkap dengan sistim salurannya.
3.
Catat berapa penyusutan dari ukuran pola.
4.
Catat berapa volume dan berat pasir cetak untuk cetakancetakan pasir yang dipakai.
5.
Gambarkan sistim saluran cetakan pada sebuah rangka cetak (jangan lupa menentukan cup, drag dan garis pisahnya).
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
59
MODUL 3 TUNGKU PELEBURAN & PERHITUNGAN MUATAN
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui cara kerja tungku peleburan untuk logam-logam ferro dan non-ferro.
Dapat menentukan dan merencanakan muatan (material charging).
II.
TEORI DASAR
2.1
Klasifikasi Tungku Dalam suatu industri pengecoran, tungku peleburan merupakan suatu
komponen penting karena dapat menentukan tahapan proses produksi selanjutnya. Disamping itu penanganan terhadap logam juga merupakan hal yang cukup penting dalam suatu proses produksi. Logam cair dalam keadaan ideal, kualitas hasil proses pengecorannya akan sangat tergantung pada teknik pencetakkan dan perlakuan terhadap logam cair tersebut serta tergantung pula pada jenis tungku yang dipergunakan, selain itu tungku tersebut juga akan mempengaruhi kecepatan dan kapasitas peleburan. Penggunaan jenis tungku dengan gangguan pada permukaan logam cair seminimum mungkin, akan sangat disukai, oleh karena itu jenis tungku dengan terjadinya kontak langsung hasil pembakaran dan logam cairnya harus dihindari. Disamping itu, jenis tungku yang dilengkapi dengan sistim kontrol temperatur juga penting, karena dengan semakin tingginya temperatur logam cair, maka kelarutan gas dan reaksi oksidasi akan semakin besar yang akan berpengaruh terhadap terbentuknya cacat-cacat coran. Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam pada proses pengecoran atau untuk memanaskan bahan dalam proses perlakuan panas. Karena gas buang dari bahan bakar berkontak langsung dengan bahan baku, maka jenis bahan bakar yang dipilih menjadi penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan bakar. Bahan bakar
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
60
padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku. Untuk alasan ini, maka:
Hampir seluruh tungku menggunakan bahan bakar cair, bahan bakar gas atau listrik sebagai masukan energinya.
Tungku induksi dan busur (arc) menggunakan listrik untuk melelehkan baja dan besi tuang.
Tungku pelelehan untuk bahan baku bukan besi menggunakan bahan bakar minyak.
Tungku yang dibakar dengan minyak bakar hampir seluruhnya menggunakan minyak tungku, terutama untuk pemanasan kembali dan perlakuan panas bahan.
Minyak diesel ringan (LDO) digunakan dalam tungku bila tidak dikehendaki adanya sulfur. Idealnya tungku harus memanaskan bah an sebanyak mungkin sampai
mencapai suhu yang seragam dengan bahan bakar dan tenaga kerja sesedikit mungkin. Kunci dari operasi tungku yang efisien terletak pada pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang minimum. Tungku beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %) dibandingkan dengan peralatan pembakaran lainnya seperti boiler (dengan efisiensi lebih dari 90 %). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi didalam tungku. Sebagai contoh, sebuah tungku yang memanaskan bahan sampai suhu 1200 oC akan mengemisikan gas buang pada suhu 1200 C atau lebih yang mengakibatkan kehilangan panas yang cukup signifikan. Tungku secara luas dibagi menjadi dua jenis berdasarkan metoda pembangkitan panasnya: tungku pembakaran yang me nggunakan bahan bakar, dan tungku listrik yang menggunakan listrik. Tungku pembakaran dapat digolongkan menjadi beberapa bagian seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.1 jenis bahan bakar yang digunakan, cara pemuatan bahan baku, cara perpindahan panasnya dan cara pemanfaatan kembali limbah panasnya. Tetapi, dalam prakteknya tidak mungkin menggunakan penggolongan ini sebab tungku dapat menggunakan berbagai jenis bahan bakar, cara pemuatan bahan ke tungku yang berbeda, dll. Tungku yang paling umum digunakan akan dijelaskan dalam bagian berikutnya.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
61
Metoda klasifikasi Jenis bahan bakar yang digunakan
Tabel 2.1 Klasifikasi tungku Jenis dan contoh Dibakar dengan minyak Dibakar dengan gas Dibakar dengan batubara Berselang (intermittent) atau batch Berkala Penempaan Pengerolan ulang / re-rolling batch /pusher Pot
Cara pengisian bahan Kontinyu Pusher Balok berjalan Perapian berjalan Tungku bogie dengan sirkulasi ulang kontinyu Tungku perapian berputar/ rotary hearth furnace Cara perpindahan panas Cara pemanfaatan kembali limbah panas
2.1.1
Radiasi (tempat perapian terbuka) Konveksi (pemanasan melalui media) Rekuperatif Regeneratif
Tungku Krusibel Tungku krusible merupakan salah satu jenis tungku dengan sistim
pemanasan tidak langsung (indirect fuel fired furnace). Fungsi utamanya adalah untuk melebur logam Aluminium dan sejenisnya. Peleburan muatan dilakukan dengan menggunakan krusibel yang dipanaskan bagian luarnya secara konduksi melalui dinding krusibel dengan sumber panas dari pembakaran minyak, gas, kokas, arang atau pemanasan dari filamen listrik. Berdasarkan cara pencairan logamnya, tungku krusibel diklasifikasikan dalam 3 jenis (Gambar 2.1), yaitu: 1. Tungku jenis lift-out 2. Tungku jenis stationary 3. Tungku jenis tilting Pada tungku jenis lift-out, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, krusibel ditempatkan didalam rangka tungku, setelah logam mencair maka krusibel
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
62
dikeluarkan dari dalam tungku. Krusibel yang dipergunakan harus selalu menggunakan jenis refraktori dengan kapasitas maksimum 50 kg aluminium. Kerugian dari jenis tungku ini adalah keterbatasan dalam menghasilkan produktivitas dalam jumlah yg tinggi, memerlukan jumlah tenaga kerja yg banyak, dan buruknya kondisi kerja, tetapi keperluan biaya perlengkapannya paling murah. Tungku jenis stationary adalah jenis tungku dengan krusibel yang ditempatkan secara permanen, kapasitas peleburannya berkisar antara 150 – 450 kg aluminium dan jenis krusibel refraktori maupun besi cor dapat digunakan dalam tungku jenis ini, tetapi krusibel jenis besi cor perlu selalu dilapis ulang dengan bahan refraktori secara periodik. Keuntungan dari jenis tungku ini adalah terletak pada kecocokkannya untuk beralih dari peleburan satu jenis paduan ke jenis paduan lainnya dan tungku jenis stationari ini sangat baik untuk pemurnian aluminium serta biaya instalasi yang diperlukan relatif tinggi. Tungku krusibel jenis tilting, digunakan untuk peleburan dalam jumlah yg besar berkisar sampai 450 kg aluminium, dan penuangan logam cairnya dengan cara dimiringkan, logam cair akan mengalir melalui saluran yang ada pada dinding tungku atau pada bagian atas bibir tungku. Keuntungan dari jenis tungku ini adalah dapat melebur dengan jumlah muatan yang besar, logam cair dapat dituangkan dengan mudah dan cepat, tetapi memerlukan biaya instalasi yang relatif cukup tinggi.
Gambar. 2.1 Beberapa jenis tungku krusibel; a. lift-out crucibel, b.Stationary pot, dan c.tilting-pot.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
63
Effesiensi panas/peleburan dari tungku jenis krusibel adalah berkisar antara: 1530 %, rendahnya effisiensi tersebut karena tingginya panas yang hilang melalui saluran gas buang. Struktur utama konstruksi tungku jenis krusibel terdiri atas; krusibel, lapisan refraktori, sistim pembangkit panas dan alat pengukur temperatur. 2.1.2
Tungku Kupola Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang
memiliki kapasitas besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain besi, kokas, flux atau batu kapur, dan elemen paduan yang memungkinkan. Tungku ini memiliki sumber energi panas dari kokas dan gas yang diberikan untuk meningkatkan temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini akan ditapping secara periodik untuk mengeluarkan besi cor yang telah mencair.
Gambar 2.2 Skematis dari tungku kupola.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
64
2.1.3
Tungku Busur Listrik Peleburan
logam
menggunakan
tungku
ini
dilakukan
dengan
menggunakan energi yang berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan logam. Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk proses pengecoran baja.
Gambar 2.3 Electric furnace indirect system.
Gambar 2.4 Electric furnace direct system. 2.1.4
Tungku Induksi Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai
sumber energi panasnya, arus listrik bolak-balik (alternating current) yang melewati koil tembaga akan menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi (charging material) didalamnya. Medan magnet ini juga akan melakukan mixing pada logam cair akibat adanya gaya magnet antara koil dan logam cair yang akan menimbulkan efek pengadukan (stiring effect) untuk menghomogenkan komposisi pada logam cair.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
65
Logam cair didalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai lining tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair didalamnya. Pada gambar dibawah ini ditunjukan beberapa komponen utama dari suatu tungku induksi.
Gambar. 2.5 Tungku induksi listrik. Setelah logam pengisi telah mengalami pencairan maka tungku induksi ini telah dilengkapi dengan suatu pengendali untuk melakukan penuangan (titling) kedalam suatu ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang dibawa oleh dua operator pouring ke cetakan. 2.1.5 Tungku Converter. Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan terhadap temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk sedemikian rupa agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara horizontal dengan posisi mulut berada disamping atau diatas bahkan
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
66
dibawah. Posisiposisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon dioksida dan penuangan hasil pemurnian (lihat Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Tungku Converter Bessemer. Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi mentah ke dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian converter diubah posisinya pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter ke dalam besi mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa dengan oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur lainnya. Dengan tekanan udara sedemikian itu unsur-unsur tersebut akan terbawa keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses ini besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 % diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite (Fe), selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah tertentu sesuai dengan jenis baja yang dikehendaki hingga 2,06%, coverter ini berkapasitas antara 25 ton sampai 60 ton. Pada dasarnya berbagai metoda dalam proses pembuatan baja ini ialah proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur yang merugikan sebagaimana
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
67
telah dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam proses pembuatan baja dengan menggunakan sistem converter ini ialah salah satu proses pemurnian atau pemisahan besi dengan menggunakan bejana sebagai alat pemanasan (peleburan) besi kasar tersebut. (lihat Gambar 2.7) yang merupakan bagian dari bentuk pemurnian besi kasar dengan dapur basa dari sistem converter.
Gambar 2.7 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi kasar (pig Iron)
2.1.6 Tungku Thomas dan Bessemer
Thomas dan Bessemer melakukan proses pemurnian besi kasar dalam pembuatan baja ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun Bessemer menggunakan Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite dan Kwarsa sehingga dinding Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan terhadap temperatur tinggi, akan tetapi dinding converter ini menjadi bersifat asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor, oleh karena itu dapur Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar dari bijih besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores). Sedangkan Thomas menyempurnakannya dengan memberikan lapisan batu kapur (limestone) atau Dolomite sehingga dinding converter menjadi basa dan mampu mereduksi kelebihan unsur Posphor dengan mengeluarkannya bersama terak (lihat gambar 2.8). Linz-Donawitz (LD-Processes), salah satu proses pemurnian besi dengan sistem converter ini pertama dikembangkan di
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
68
austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas convertor dengan posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan sekrap
dimasukan
yang
kemudian
dibakar,
udara
yang
dihembuskan
menghasilkan pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan posphor yang terkandung didalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat converter dalam posisi miring.
Gambar 2.8 LD Top Blown Converter. Proses pembakaran ini terlihat pada nyala api dibagian converter. Baja dengan kadar karbon 0,2 % akan tercapai dengan pembakaran hingga 20 menit, namun jika diinginkan kadar karbon yang lebih tinggi dari 0,2 %, maka hembusan udara dapat dihentikan sehingga proses pembakaran akan terhenti. komposisi unsur yang terdapat pada besi ini dapat dianalisis dengan mengambil contoh dari besi cair sebelum terjadi pembekuan dan jika komposisi yang dikehendaki telah tercapai maka besi dapat dikeluarkan dari converter dan membiarkan slag (terak) tertinggal didalam converter yang akan dikeluarkan melalui lubang terak. lihat gambar 2.9. Dari proses pemurnian besi dengan menggunakan metoda ini akan dihasilkan baja yang memiliki sifat mekanik yang baik untuk diproses menjadi baja paduan (Alloy Steel) maupun sebagai baja karbon (non paduan) karena tingkat kemurniannya serta bebas dari unsur nitrogen (N) atau zat lemas yang merugikan. Bahan ini juga sangat baik digunakan sebagai baja lembaran (Sheet
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
69
metals) yang banyak digunakan sebagai bahan baku karoseri kendaraan, tangki serta
baja-baja
konstruksi.
Pabrik
Baja
Austria
“VöEST”
(Vereignite
Osterreischische Eisen Und Stahlwerke Aktiengesselschaft) menghasilkan baja dunia di tahun 1974.
Rotor Processes, Converter dengan posisi mendatar (Horizontal) merupakan converter dimana terdapat dua buah pipa oksigen, masingmasing pipa ini salah satunya diarahkan pada bagian dasar converter didalam besi cair dan akan terbakar bersama peleburan besi kasar (pig Iron) bersama baja rongsokan, proses pembakaran ini akan menghasilkan gas karbonmonoksida (CO) yang juga akan terbakar dan menghasilkan karbon dioksida (CO2) untuk meratakan proses pemurnian. Selama proses pembakaran ini converter berputar dengan kecepatan 0,5 sampai 2 put/mt. Kemudian undara ditiupkan melalui salah satu pipa yang berada pada permukaan logam cair, dengan demikian unsur-unsur yang terkandung pada besi akan terdesak keluar bersama dengan gas CO2.
Gambar 2.9 Rotor mixed Blown Converter. Kaldo processes, menggunakan cara yang sama dengan yang dilakukan pada rotor proses namun pada sistem Kaldo ini converter diposisikan miring 17o, dalam proses ini converter juga diputar dengan kecepatan putaran hingga 30 put/ment. Dengan putaran ini sangat baik karena dapat mempercepat arus transformasi panas, namun hanya menggunakan sebuah pipa peniup dimana besi kasar bersama besi tua dilebur didalam converter ini dan kemudian ditiup dengan oksigen melalui pipa tersebut. converter ini dapat memurnikan besi dengan penurunan kadar phosphor hingga 2 % (lihat gambar 2.10).
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
70
Gambar 2.10 Kaldo top blown converter.
Gambar 2.11 Blast Furnace.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
71
2.2
Perhitungan Muatan Perhitungan
muatan
(material
balance)
pada
proses
peleburan
aluminium, umumnya mengandung 30-70 material (bahan baku) utama yang meliputi ingot Aluminium dan silikon, serta unsur paduan lain yang secara langsung ditambahkan pada logam cair seperti; Mg, Zn, dan logam lain yang memiliki titik cair yang rendah lainnya. Pengaruh unsur paduan ketika proses peleburan dan pencairan paduan aluminium, ditunjukkan pada Tabel berikut ini.
Tabel. 2.2 Pengaruh Unsur paduan pada peleburan aluminium. Pengaruh Unsur Fe<1%
Cu: 2-4%
Baik menaikkan kekuatan tarik -memperbaiki kekerasan dan kekuatan -mempermudah pemesinan -memperbaiki kekuatan -meningkatkan mampu alir -mengurangi pemuaian -meningkatkan ketahanan korosi -meningkatkan mampu mesin
Buruk -menurunkan keuletan -meningkatkan cacat keropos -menimbulkan bintik (keras) di permukaan -menurunkan ketahanan korosi
Berasal dari: -master alloys (FeSi) -Ladle -Geram -Geram atau skrap -master alloys
-menurunkan ketangguhan -menyebabkan rapuh (jika kandungannya terlalu tinggi)
-skrap -master alloys
Meningkatkan mampu alir
-menurunkan kekuatan -menurunkan ketahanan korosi -menimbulkan cacat rongga (jika kandungannya terlalu tinggi)
-skrap -master alloys
Mn<0,5%
-meningkatkan kekuatan dan daya tahan terhadap temperatur tinggi -mengurangi pengaruh besi -meningkatkan ketahanan korosi
-menurunkan mampu alir -menghasilkan bintik (keras) dipermukaan -mengkasarkan butir
-skrap -master alloys
Mg<0,5%
-meningkatkan mampu mesin -menghaluskan butir -meningkatkan ketahanan korosi
Ni<0,3%
-Meningkatkan kekuatan -meningkatkan ketahanan korosi
Pb<0,1%
Memperbaiki mampu mesin
Sn<0,1%
-meningkatkan mampu mesin -memperbaiki struktur
Cr<0,3%
-menurunkan timbulnya korosi tegangan -memperbaiki ketangguhan
Si: 5-7%
Zn<1%
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
-menurunkan ketangguhan -menimbulkan bintik permukaan -meningkatkan kecenderungan cacat rongga udara menurunkan fluiditas atau mampu alir -menyebabkan segregasi -menyebabkan cacat hot shortness (rapuh panas) -menimbulkan hot crack (retak panas) -menimbulkan presipitasi Menghasilkan senyawa antar logam yang tidak diinginkan
-skrap -master alloys -skrap -master alloys -skrap -master alloys -skrap -master alloys -skrap -master alloys
72
Dalam perhitungan muatan ini perlu diperhitungkan juga adanya kehilangan unsur karena proses peleburan (melting loss) yang nilainya sangat tergantung pada tipe tungku yang digunakan dalam proses peleburan, teknik peleburan, kondisi muatan, dan lain-lain. Tabel 1.4 menunjukkan besarnya kehilangan unsur yang didasarkan pada jenis muatan dan jenis tungku.
Metal Mg Be Al Na Zn Mn Sn Fe Ni Si Cu Pb
Tabel. 2.3 Pengaruh jenis muatan dan tungku terhadap besarnya kehilangan unsur peleburan (melting loss). Oxidised and contaminated Virgin charge charge Electric and Electric and Reverbratory Reverbratory crucible crucible furnaces furnaces furnaces furnaces 2-3 3-5 3-5 3-10 2-3 3-5 3-5 5-10 1-1.5 1-2 1-2 2-3 2-3 3-5 3-5 5-10 1-3 2-4 2-3 3-5 0.5-1 1-2 1-2 2-3 0.5-1 1-1.5 1-1.5 1.5-2 0.5-1 0.5-1 0.5-1 0.5-1 0.5-1 0.5-1 0.5-1 0.5-1 0.5-1 1-1.5 1-1.5 1.5-2 0.5-1 1-2 1-2 2-3 0.5-2 1-2 -
Berikut ini disampaikan contoh hasil perhitungan muatan yang telah diketahui terlebih dahulu komposisi kimianya dalam suatu proses peleburan Aluminium dengan suatu target komposisi kimia tertentu.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
73
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
74
MODUL 4 PELEBURAN & PEMADUAN LOGAM
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
Dapat melakukan proses peleburan dan pemaduan logam.
Mengetahui besaran-besaran atau parameter proses yang terlibat dan berpengaruh terhadap produk coran yang yang dibuat.
Mengetahui cara-cara pengujian proses dan kualitas produk coran.
II.
TEORI DASAR
2.1
Prinsip Pencairan Muatan pada Tungku Krusibel Prinsip kerja pencairan muatan pada tungku jenis krusibel dengan sumber
panas dari bahan bakar minyak (cair) atau arang/kokas (padat) adalah dengan cara bahan bakar dimasukkan kedalam ruang reaksi (burner) sehingga akan menimbulakan panas dialirkan secara radiasi kedinding krusibel. Selanjutnya energi panas ini dipindahkan secara konduksi kedalam muatan melalui dinding krusibel. Reaksi pembakaran antara bahan bakar dengan oksigen (O2) dalam udara menghasilkan gas CO2 dan H2O serta energi panas. Energi panas tersebut yang diperlukan untuk mencairkan muatan dalam krusibel hingga mencair. Proses pencampuran antara bahan bakar dan oksigen dalam udara, berlangsung sangat pendek. Pemanasan bahan bakar dan dara dilakukan sangat cepat, karena pemanasan cepat inilah senyawa-senyawa hidrokarbon tersebut terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih ringan dengan unsur dasar karbon dan hidrogen. Sebagai hasil dekomposisi thermal ini, sebagian besar pembakaran terjadi antara hidrogen dan karbon elemental. Unsur hidrogen terbakar denan nyala api yang tidak terlihat (luminous flame), sementara unsur karbon terbakar dengan nyala api kuning yang khas (yellow
flame).
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
75
2.2
Peleburan Aluminium dan Paduannya Aluminium murni dan paduan aluminium dapat dicairkan dengan
berbagai cara. Tungku coreless, channel induction, crusible, open-heart
reveratory furnaces yang memakai sumber panas dari gas atau bahan bakar minyak, dan tungku electric resistance serta electric radiation adalah jenis-jenis tungku yang biasa digunakan. Salah satu jenis tungku peleburan logam yang banyak digunakan yaitu,
Sealed crusible furnace (Gambar. 1). Dengan kerangka yang terbuat dari baja yang dilas, bagian atas ditutup lembaran baja yang dilapisi dengan bata tahan api, bagian lining terbuat dari bata tahan api setebal 3-4 in. Tungku crusible biasanya digunakan untuk peleburan logam non ferrous, seperti aluminium, seng, tembaga dan timah. Pada tungku peleburan ini, crusible biasanya terbuat dari tanah liat atau grafit yang diletakan didalam ruang pembakaran.
Gambar. 2.1 Tungku yang digunakan dalam proses pembuatan Aluminium. Crusible yang terbuat dari besi cor atau baja digunakan dengan tujuan untuk menyediakan panas yang cukup bagi logam sehingga temperatur logam cair konstan. Crusible jenis ini mempunyai konduktivitas panas dan kekuatan mekanik yang baik. Tetapi crusible yang terbuat dari besi cor atau baja mempunyai kelemahan, yaitu unsur Fe dapat larut kedalam logam aluminium cair. Untuk menanggulangi hal ini tungku harus sering dibersihkan dan dilapisi dengan refraktory wash.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
76
Tabel 2.1 Titik cair dan temperatur penuangan dari paduan aluminium
2.3
PADUAN DAN KOMPOSISI
TEMP. MULAI 0 CAIR ( C )
Al – 4,5Cu Al – 4Cu – 3Si Al – 4,5Cu – 5Si Al – 12Si Al –9,5Si – 0,5Mg Al – 3,5Cu – 8,5Si Al –7 Si – 0,3 Mg Al – 4Cu – 1,5mg – 2Ni Al – 3,8 Mg Al – 10 Mg
521 521 521 574 557 538 557 532 599 499
TEMP. AKHIR CAIR 0 ( C) 644 627 613 582 596 593 613 635 641 604
TEMP. PENUANGAN 0 ( C) 700 – 780 700 – 780 700 – 780 670 – 750 670 – 740 700 – 780 700 – 780 700 – 760 700 – 760 700 – 760
AL – 12Si – 0,8Cu – 1,7 Mg – 2,5Ni
538
566
670 – 740
Al – 9 – Si – 3,5Cu – 0,8Mg – 0,8Ni
520
582
670 – 740
Kelarutan Gas pada Cairan Aluminium dan Paduan Secara umum telah diketahui bahwa atom dalam bentuk gas akan bersatu
atau masuk kedalam logam cair. Ketika dua atom bersatu membentuk suatu molekul, molekul gas tersebut akan keluar, tapi bisa juga gas tersebut terperangkap didalam logam cair membentuk gelembung. Didalam peleburan aluminium, hanya sedikit hidrogen yang diserap dari atmosfer. Sumber utaman hidrogen didalam Al adalah uap air, uap panas, atau hasil dari reaksi kimia sebagai berikut 3H2O (uap air)
+
2Al
=
(aluminium)
6H (Hidrogen)
+
Al2O3
(aluminium oksida)
Temperatur logam cair juga menentukan jumlah hidrogen yang diserap. Ketika temperatur naik volume hidrogen yang larut kedalam logam cair akan semakin besar seperti yang terlihat pada Tabel. 2.
Tabel. 2.2 Hubungan temperatur dengan daya larut hidrogen. TEMPERATUR 0
C 0 400 660-solid 660-liquid 700 750 800 850
0
F 32 752 1220 1220 1292 1382 1472 1562
HYDROGEN SOLUBILTY (cc /100gms)* 0,0000001 0,005 0,036 0,69 0,92 1,23 1,67 2.15
*Meassured at pressure of one atmosphere and a temperatur 20 C
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
77
Grafik di bawah ini memperlihatkan betapa cepatnya kandungan hidrogen naik ketika temperatur aluminium cair naik. Paduan yang mengandung hidrogen ± 0,01cm3/100 gram relatif bebas dari porositas.
Gambar 2.2 Pengaruh temperatur terhadap daya larut hidrogen dalam aluminium. Ketika temperatur logam cair turun, gas hidrogen akan terdesak keluar dengan cepat dan ini menyebabkan terjadinya pinhole atau porositas. Penambahan unsur paduan dalam logam Alumunium, dapat merubah kelarutan gas Hidrogen seperti yang ditunjukan pada Gambar. 3. beberapa unsur paduan yang dapat menurunkan kelarutan gas Hidrogen, diantara: Si, Zn, Cu, dan Mn. Sedangkan unsur paduan lainnya
yang dapat
menaikan kelarutan gas
Hidrogen, diantaranya: Mg, Fe, Ni, dan Li. Dari faktor tersebut diatas maka penambahan unsur paduan merupakan hal penting dalam proses pengecoran, khususnya pada cairan logam Alumunium paduan.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
78
Dalam Gambar. 2.1 tersebut ditunjukkan kelarutan ditunjukkan kelarutan gas Hidrogen pada logam paduan Alumunium seri 319 yang ditunjukkan dalam kurva, dimana diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan kelarutan dalam kondisi padat, hal mana suatu paduan akan menahan kelarutan gas Hidrogen lebih kecil dari pada Alumunium murni tetapi perlu diingat dengan penambahan unsur paduan berarti akan menurunkan titik beku logamnya. Sehingga garis tegak pada Gambar. 1 tersebut akan bergeser ke kiri. Kelarutan gas Hidrogen pada coran logam paduan Aluminium antara 0,6-1,0 ml/100 gram Aluminium. Hal ini tergantung dari persentase unsur paduan dan temperatur. Sebagai contoh pada ingot Aluminium umumnya mengandung kelarutan gas Hidrogen antara 0,2 ml/100 gram Aluminium. i) Mekanisme Gas Pada Waktu Pembekuan Ketika logam cair dituangkan ke dalam cetakan maka akan mengalami pendinginan dengan cepat. Logam cair kemudian tidak dapat menahan lebih lama gas-gas yang larut dikarenakan batas kelarutan yang berkurang berdasarkan turunnya temperatur dan akibatnya kemudian akan terbentuk gelembung-gelembung gas. Penguapan gas yang terserap selama pembekuan suatu produk cor ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.3 Terbentuknya porositas pada waktu pembekuan
Ketika logam cair mulai membeku, gelembung gas terbentuk pada daerah yang berdekatan dengan kulit yang padat karena temperaturnya turun. Hal ini berlanjut ketika proses pembekuan berlangsung terus. Gelembung gas tidak dapat keluar karena puncak riser membeku. Kepala riser meletus keluar karena
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
79
tekanan yang besar dilepaskan oleh hirogen ketika gas tersebut mengalami tekanan dari logam. ii)
Rongga Udara Rongga udara merupakan cacat yang paling banyak terjadi dalam
berbagai bentuk. Rongga udara dapat muncul sebagai lubang pada permukaan atau di dalam coran. Rongga-rongga gas yang kecil disebut pinhole yang akhirnya dikenal sebagai gas porosity sedangkan rongga-rongga yang besar disebut blow hole atau gas hole. Porositas (pinhole) adalah lubang didalam permukaan yang biasanya berbentuk bola dan halus. Cacat ini timbul apabila gas-gas terutama hidrogen terbawa dalam logam cair terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama pembekuan. Sebab-sebab cacat pinhole adalah:
Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan.
Gas terserap dalam logam cair selama penuangan/ injeksi.
Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.
Temperatur pencairan terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.
Penuangan yang terlalu lambat.
Cawan tuang dan sistem saluran yang basah.
Cetakan yang kurang kering.
Cara-cara pencegahan:
Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas iner kedalam cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah yang biasa dipakai untuk maksud tersebut.
Penghilangan gas dengan fluks, terutama fluorida dan khlorida
Pencairan kembali.
Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair.
iii)
Dros Logam cair dari paduan aluminium mudah teroksidasi. Oksida dalam
logam cair atau berasal dari kotoran pada muatan dan hasil reaksi oksidasi pada saat peleburan terkumpul sebagai dros pada permukaan atau bagian dalam coran. Untuk menghilangkan dros pada produk coran dapat dilakukan:
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
80
1. Pembersihan kotoran pada muatan yang akan dilebur. 2. Pemberian fluxing dan degassing pada saat peleburan. 3. Pembuangan terak sebelum logam cair dituangkan. 4. Pembuatan gating sistem yang mampu menangkap dros. 5. Usahakan aliran logam cair agar tidak turbulen. 6. Lakukan pemanasan pada cetakan ± 150ºC 2.4
Gas dan Porositas Porositas pada logam coran merupakan salah satu cacat coran, yang
disebatkan oleh gas Hidrogen dan menyebatkan coran itu tidak terpakai. Hal ini akan dibahas hubungan konsentrasi gas Hidogen dan pengaruhnya terhadap sifat coran. Secara makroskopik terbentuknya coran selalu ada penyusutan, hal ini disebabkan karena pengisisaan yang kurang. Lubang pori-pori (rongga) yang besar mencakup banyak struktur dendrit yang terbentuk, sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 2.4.a yang dapat dianggap penyusutan sebagai basis ukuran. Penyusutan lubang pori-pori yang lebih besar pada coran, biasanya berbentuk penyusutan pipa, porositas dapat pula terjadi pada daerah permukaan coran (Pinhole porositity). Pada umumnya micro porositas yang ditemukan dalam coran adalah kombinasi gas dan penyusutan jenis rongga yang terjadi di antara struktur dendrit, merupakan bagian dari struktur padat. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.4.c dan 2.4.d porositas yang terjadi pada daerah pembekuan ditunjukkan kelarutan gas hidrogen yang menyusut.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
81
a. Rongga penyusutan yang ditemui pada hasil coran.
b. Rongga gas pada paduan Al – 8%Si
c. Mikroporositas gas dan penyusutan d. Mikroporositas gas dan penyusutan
Gambar 2.4 Bentuk porositas dalam coran paduan Aluminium.
2.5
Proses Laku Cair pada Aluminium Pada proses pencairan aluminium, pembentukan oksida dan pengotor
non metalik sering terjadi. Pengotor bisa berbentuk cair dan padat yang terbentuk selama proses pencairan sampai kecetakan. Penyebab kotoran dapat berasal dari peralatan yang kotor, runtuhan pasir dari cetakan, pelumas dan korosi. Ada empat prinsip pemberian flux pada logam aluminium, yaitu Covering
Fluxes, Cleaning fluxes, Drossing-off fluxes, dan degassing fluxes.
Covering fluxes, biasa digunakan pada tungku kecil ( pot, crusible) yang berfungsi melindungi logam cair dari oksidasi, mengurangi terbentuknya dross dan sebagai cleanser (pembersih).
Cleaning fluxes, biasanya mengandung senyawa chlorida yang tinggi dan itu memudahkan pemisahan oksida dari logam cair.
Degassing fluxes, ditambahkan pada logam cair untuk mengeluarkan gas yang terperangkap didalam logam cair.
Drossing fluxes, berguna untuk memisahkan logam berharga yang terdapat atau terperangkap didalam dross.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
82
Tabel 2.3 Beberapa karakteristik material yang biasa digunakan sebagai flux untuk aluminium.
2.6
Laju Pendinginan dan Pembekuan Beberapa dasar reaksi berlaku dalam semua proses pengecoran.
Perbedaan
penting
terletak
pada
teknik
dari
masing-masing
laju
pendinginannya. Hal tersebut diatas ditentukan oleh bebasnya perpindahan panas. Laju aliran panas yang berbeda langsung akan menyebabkan perubahan. Laju pendinginan yang cepat maka tidak hanya menyebabkan larutan jenuh dan segregasi butir pada struktur pembekuan aakan tetapi dapat menyebakan juga tingginya tegangan mekanik. Tegangan inidisebakan oleh lamanya waktu pada saat kontraksi suhu pada daerah-daerah yang terakhir mengalami pembekuan (pendinginan). Tegangan kecil apabila pada saat penuangan laju pendinginannya seragam, tegangan ini dapat dihilangkan dengan proses stress relieving. Laju pembekuan erat hubungannya dengan kecepatan pengecoran yaitu hubungannya dengan distribusi temperatur pada logam coran (ingot), serta pembekuan ”sump” yaitu kedalaman logam cair pada ingot. Pada kecepatan pengecoran yang tinggi maka sump yang semakin besar yang akan menunjukkkan struktur coran meliputi diameter cell (kulit pembekuan) dan pembekuan presipitat selama pembekuan. Hubungan antara kecepatan
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
83
pengecoran, Vg dan laju pembekuan, Ve dinyatakan dengan persamaan: VE =0,4 VG. Kecepatan pengecoran sedara normal adalah 5 s/d 10 cm/menit dan jika dilakukan pendinginan dengan air.Kecepatan tersebut dapat meningkat sampai 10 kali lipat dari nilai normal. Struktur pembekuan dari logam coran adalah struktur columnar yang bersifat getas (Gambar 2.5 dan 2.6). Pembekuan pada proses pengecoran yang menghasilkan dendritik dapat terjadi dalam suatu arah (unidirectional solidification) atau ke segala arah (equiaxed solidification). Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.7 sedangkan Gambar 2.8 menunjukkan secara skematik pembentukan dendritik pada proses pembekuan.
Gambar 2.5 Tipe pembekuan pada Al-murni dan Al-paduan.
Gambar 2.6 Struktur coran.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
84
Gambar 2,7 Pembekuan satu arah dan ke segala arah.
Gambar 2.8 Skematik pembentukan dendritik pada pembekuan.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
85
III.
PROSEDUR PERCOBAAN 1. Hitung material balance. 2. Periksa kesiapan tungku dan peralatannya. 3. Penyalaan tungku peleburan. 4. Material charging (masukkan muatan dalam krusibel). 5. Pembersihan slag/terak. 6. Liquid metal treatment. 7. Pengecekkan temperatur pouring/penuangan. 8. Penuangan logam cair pada cetakan.
IV.
PENCATATAN DATA 1. Catat berat dan jenis muatan yang dilebur. 2. Catat waktu peleburannya. 3. Catat konsumsi bahan bakar yang terpakai. 4. Catat temperatur peleburan/pencairan. 5. Catat temperatur penuangan (pouring). 6. Catat kecepatan penuangan untuk volume coran tersebut. 7. Lakukan penimbangan dan analisa cacat coran setelah produk coran dingin.
V.
TUGAS 1. Sebutkan jenis-jenis tungku yang anda ketahui untuk peleburan logam ferro dan non-ferro. 2. Gambarkan skematis tungku krusibel dan jelaskan prinsip kerjanya. 3. Sebutkan
parameter
proses
peleburan
dan
pengecoran
yang
berpengaruh terhadap cacat-cacat coran yang mungkin terjadi. 4. Jelaskan cacat coran penyusutan dan lubang-lubang udara/gas, sebutkan usaha penanggulangannya.
@@ Teknik Metalurgi – UNJANI
86