DIKLAT PEMBENTUKAN
AIP
AUDITOR ANGGOTA ANGGOTA TIM
KODE MA : 1. 160
AKUNTABILITAS INSTANSI PEMERINTAH
2011 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Edisi Keenam
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan
Akuntabilitas Instansi Pemerintah
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
2011
Akuntabilitas Instansi Pemerintah Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan Auditor Anggota Tim
Edisi Pertama Edisi Kedua (Revisi Pertama) Edisi Ketiga (Revisi Kedua) Edisi Keempat (Revisi Ketiga) Edisi Kelima (Revisi Keempat) Edisi Keenam (Revisi Kelima)
: : : : : :
Tahun 1998 Tahun 2000 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2007 Tahun 2011
Perevisi
:
Wakhyudi, Ak., M.Comm
Pereviu
:
Linda Ellen Theresia, S.E., Ak., M.B.A
Editor
:
Daissy Erdianthy, S.E., Ak., M.Ak.
ISBN 979-3873-00-0
Pusdiklatwas BPKP Jl. Beringin II, Pandansari, Ciawi, Bogor 16720 Telp. (0251) 8249001 ‐ 8249003 Fax. (0251) 8248986 ‐ 8248987 Email
:
[email protected]
Website
: http://pusdiklatwas.bpkp.go.id
e‐Learning
: http://lms.bpkp.go.id
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
KATA PENGANTAR Komitmen pemerintah untuk mewujudkan pemerintah yang transparan dan akuntabel serta bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada berbagai aspek pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dituangkan dalam Undang‐Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Komitmen ini sudah menjadi agenda yang harus dilaksanakan guna tercapainya transparansi dan akuntabilitas publik, tidak terkecuali komitmen APIP untuk selalu meningkatkan peran sertanya dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Untuk menjaga tingkat profesionalisme aparat pengawasan, salah satu medianya adalah pendidikan dan pelatihan (diklat) Sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap/perilaku auditor pada tingkat kompetensi tertentu sesuai dengan perannya. Guna mencapai tujuan di atas, sarana diklat berupa modul dan bahan ajar disajikan dengan sebaik mungkin. Evaluasi terhadap modul dilakukan secara terus menerus untuk menilai relevansi substansi modul terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, oleh karena itu modul ini ditujukan untuk memutakhirkan substansi modul agar sesuai dengan perkembangan profesi auditor, dan dapat menjadi referensi yang lebih berguna bagi para peserta diklat sertifikasi JFA. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi atas terwujudnya modul ini.
Ciawi, Desember 2011 Kepala Pusdiklat Pengawasan BPKP
Meidyah Indreswari, S.E., Ak., M.Sc., Ph.D., CKM NIP 19570502 198403 2 001
Pusdiklatwas BPKP
i
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
ii
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................
1
A. B. C. D.
1 4 5 5
BAB II
GOOD GOVERNANCE DAN AKUNTABILITAS ......................................................
A. B. C. D. E. F. BAB III
BAB IV
BAB V
Latar Belakang dan Istilah Penting ................................................................ Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan ............................................. Uraian Singkat Isi Modul................................................................................ Metode Pembelajaran...................................................................................
7
Revolusi Manajemen Sektor Publik............................................................... Pergeseran Paradigma dari NPM ke Governance ......................................... Karakteristik Good Governance..................................................................... Konsep Akuntabilitas .................................................................................... Kebijakan Akuntabilitas di Indonesia............................................................. Latihan Soal ...................................................................................................
7 8 9 11 13 16
PERENCANAAN KINERJA ..................................................................................
19
A. B. C. D. E. F.
21 28 33 40 41 42
Perencanaan Strategis................................................................................... Perencanaan Kinerja Tahunan....................................................................... Penetapan Kinerja/Perjanjian Kinerja (Kontrak Kinerja)............................... Penentuan Indikator Kinerja Utama (IKU) .................................................... Hubungan Indikator Kinerja Utama dengan Indikator Kinerja Kunci ........... Latihan Soal ...................................................................................................
PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA ...........................................................
45
A. B. C.
45 47 53
Pengukuran Kinerja ....................................................................................... Evaluasi Kinerja ............................................................................................. Latihan Soal ...................................................................................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) ................
55
A. B. C.
55 56 57
Prinsip‐Prinsip Penyusunan LAKIP ................................................................ Kewajiban Penyusunan LAKIP ....................................................................... Latihan Soal ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................
Pusdiklatwas BPKP
59
iii
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
iv
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Bab I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG DAN ISTILAH PENTING
Sejak diterbitkannya Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, instansi pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan pengelolaan sumber dayanya dengan menyusun laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP). Dalam rangka penerapan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan berbagai peraturan pelaksanaannya, pelaporan keuangan dan kinerja di lingkungan instansi pemerintah juga merupakan bagian yang penting guna meningkatkan akuntabilitas dan kinerja birokrasi pemerintahan. Penyusunan LAKIP merupakan salah satu unsur penting dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Sama halnya dengan fungsi manajemen pada umumnya, SAKIP meliputi kegiatan perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. Untuk dapat mengembangkan SAKIP dengan baik pada instansi pemerintah diperlukan adanya komitmen dan kesungguhan untuk mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan. Dalam modul ini terdapat beberapa istilah yang sangat erat kaitannya dengan pengembangan SAKIP. Untuk memudahkan peserta diklat dalam mempelajari dan memahami modul ini, berikut disajikan beberapa istilah penting yaitu sebagai berikut: 1.
Instansi Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menurut peraturan perundang‐undangan yang berlaku terdiri dari: Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Markas Besar TNI (meliputi: Markas Besar TNI Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut), Kepolisian Republik Indonesia, Kantor Perwakilan Pemerintah RI di Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Perangkat Pemerintahan Provinsi, Perangkat Pemerintahan Kabupaten/Kota, dan lembaga/badan lainnya yang dibiayai dari anggaran negara.
2.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
Pusdiklatwas BPKP
1
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
pertanggungjawaban. 3.
Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan‐kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
4.
Akuntabilitas
kinerja
adalah
perwujudan
kewajiban
suatu
instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik. 5.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah rangkaian proses yang sistematis dari berbagai komponen, alat, dan prosedur yang dirancang untuk mencapai tujuan manajemen kinerja,
yaitu
perencanaan,
penetapan
kinerja
dan
pengukuran,
pengumpulan
data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. 6.
Perencanaan Strategis, adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Proses ini menghasilkan suatu rencana strategis instansi pemerintah, yang setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan program serta ukuran keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaannya.
7.
Perencanaan Kinerja adalah proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis. Hasil dari proses ini berupa rencana kinerja tahunan (RKT).
8.
Pengukuran Kinerja adalah proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi, dan strategi instansi pemerintah. Proses ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap indikator kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Selanjutnya, dilakukan pula analisis akuntabilitas kinerja yang menggambarkan keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan program dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi
2
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
sebagaimana ditetapkan dalam rencana strategis. 9.
Laporan Kinerja adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja kementerian, lembaga, pemerintah daerah, instansi pemerintah di berbagai tingkatan, dan institusi yang menggunakan serta mengelola sumber daya negara, yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga.
10.
Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah laporan kinerja tahunan. Laporan akuntabilitas lazimnya juga dimaksudkan sebagai laporan kinerja. Jadi, laporan akuntabilitas kinerja sama dengan LAKIP dan LAKIP pada dasarnya sama dengan laporan kinerja tahunan.
11.
Entitas Akuntabilitas Kinerja adalah unit instansi pemerintah yang melakukan pencatatan, pengolahan, pengikhtisaran, dan pelaporan data kinerja.
12.
Laporan akuntabilitas kinerja K/L adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga.
13.
Laporan akuntabilitas kinerja unit organisasi adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja unit organisasi eselon 1.
14.
Laporan akuntabilitas kinerja unit kerja mandiri adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja pada unit kerja yang mengelola anggaran tersendiri dan/atau unit yang ditentukan oleh pimpinan instansi masing‐masing.
15.
Laporan akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi/kabupaten/kota adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
16.
Laporan akuntabilitas kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.
17.
Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan‐ kegiatan dalam satu program.
18.
Indikator Kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang telah direncanakan atau sasaran yang akan dicapai.
19.
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang
Pusdiklatwas BPKP
3
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input ) untuk menghasilkan keluaran (output ) dalam bentuk barang/ jasa. 20.
Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
21.
Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Kinerja juga dapat diartikan sebagai unjuk kerja dan hasil kerja.
22.
Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan target‐target kinerja yang digambarkan dengan capaian suatu indikator kinerja.
23.
Program adalah penjabaran kebijakan kementerian negara/lembaga dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan.
B.
KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
1.
Kompetensi Dasar Peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) memahami konsep akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu langkah stratejik dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Hal ini selaras dengan pengertian internal auditing untuk memberikan keyakinan yang memadai dan jaminan kualitas terhadap berfungsinya unsur‐unsur manajemen risiko, sistem pengendalian, dan proses tata kelola (governance) pada instansi auditan.
2.
Indikator Keberhasilan Peserta diklat mampu menjelaskan konsep akuntabilitas, perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, penetapan kinerja, pengukuran kinerja, evaluasi/analisis kinerja, dan pelaporan kinerja instansi pemerintah sebagai media pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
4
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
C.
URAIAN SINGKAT ISI MODUL Modul ini menguraikan tentang gambaran umum, pengertian/definisi akuntabilitas, keterkaitan antara akuntabilitas dengan good governance, proses penyusunan perencanaan kinerja yang terdiri atas perencanaan stratejik, perencanaan kinerja tahunan, dan penetapan kinerja, proses pengukuran kinerja, proses pengevaluasian/penganalisisan kinerja, serta pemahaman tentang pelaporan kinerja instansi pemerintah.
D.
METODE PEMBELAJARAN
Pembelajaran modul ini dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut.
1.
Tatap Muka Dalam sesi tatap muka, instruktur menjelaskan substansi yang berkaitan dengan materi sesuai dengan modul disertai contoh‐contoh nyata dalam pelaksanaannya. Proses pembelajaran dilakukan secara interaktif dengan sistem komunikasi dua arah (two ways communication) antara instruktur dengan peserta diklat. Proses pembelajaran dua arah tersebut diharapkan dapat menciptakan suasana kelas yang dinamis dan dapat memotivasi peserta diklat untuk saling bertukar pengalaman sesuai dengan latar belakang masing‐masing. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien, maka para peserta diklat perlu menyadari pentingnya mempelajari modul ini dan mempersiapkan komentar, pertanyaan, saran, atau studi kasus yang relevan dengan isi modul ini sebelum proses pembelajaran di dalam kelas dilaksanakan.
2.
Diskusi dan Latihan Soal Diskusi dan latihan soal sangat dianjurkan untuk lebih meningkatkan pemahaman peserta terhadap isi modul ini. Pada sesi diskusi, instruktur berperan sebagai fasilitator dengan memberikan kesempatan kepada para peserta diklat untuk bertanya, memberikan pendapat atau saran, dan berdiskusi mengenai substansi yang berkaitan dengan akuntabilitas instansi pemerintah. Pada akhir sesi diskusi, instruktur menyimpulkan hasil pemikiran para peserta menjadi suatu simpulan pemikiran hasil diskusi yang lengkap dan bulat. Sedangkan latihan soal bermanfaat untuk memberikan gambaran kepada peserta diklat mengenai jenis dan tipe soal yang terdapat pada akhir setiap bab dan soal‐soal yang pernah diujikan pada periode sebelumnya. Latihan soal ini diharapkan dapat membantu peserta diklat untuk lebih mengenal soal‐soal yang akan dikerjakan pada saat ujian.
Pusdiklatwas BPKP
5
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
6
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Bab II GOOD GOVERNANCE DAN AKUNTABILITAS Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan para peserta diklat dapat menjelaskan mengenai konsep good governance dan akuntabilitas pada instansi pemerintah.
A.
REVOLUSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Seiring dengan meningkatnya peran swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, manajemen sektor publik telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini antara lain dipicu oleh pemikiran Osborne dan Gaebler dalam bukunya Reinventing Government (1992) atau pemerintahan wirausaha. Perubahan tersebut pada dasarnya diarahkan pada penciptaan manajemen publik yang handal dan mempertajam serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi publik. Konsep dan sistem administrasi publik yang kaku, struktural/hirarkis, dan birokratis telah ditinggalkan dan sebagai gantinya telah dikembangkan suatu konsep manajemen publik yang fleksibel dan berorientasi kepada pasar. Dalam paradigma manajemen sektor publik yang baru, birokrasi pemerintah dibuat seefisien dan seefektif mungkin sehingga mereka dapat bergerak fleksibel dalam mengikuti tuntutan masyarakat dan perubahan lingkungan. Paradigma baru ini dianggap sebagai solusi atas berbagai label negatif yang melekat pada sektor publik
yaitu dengan mengacu pada kaidah‐kaidah terhadap new public
management (NPM). Perubahan ini bukan perubahan sederhana dalam “management style” administrasi publik. Akan tetapi, perubahan ini merupakan perubahan peranan pemerintah dalam masyarakat dan hubungan antara pemerintah dengan masyarakatnya. Paradigma baru ini merupakan tantangan langsung atas berbagai fungsi prinsip administrasi publik yang telah diyakini sebagai paradigma terpenting selama hampir 20 abad. Dalam paradigma baru, birokrat dan pemerintah bukanlah satu‐satunya provider barang dan jasa masyarakat. Perspektif ini menempatkan organisasi swasta sebagai mitra pemerintah untuk menyediakan berbagai kebutuhan publik. Pemerintah berperan dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakatnya melalui subsidi, pengaturan perundang‐undangan dan pengaturan kontrak. Keterbukaan pemerintah juga ditekankan dalam paradigma baru ini, yang ditunjukkan dengan diadopsinya berbagai
Pusdiklatwas BPKP
7
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
prinsip dan sistem manajemen sektor swasta ke dalam sektor publik untuk memperbaiki kinerja birokrasi. Dalam mekanisme dan pola hubungan ini akuntabilitas yang ada tidak hanya mengalir dari bawah ke atas, dalam arti pegawai secara hirarkis mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilakukannya kepada pejabat di atasnya, namun pertanggungjawaban juga dilakukan kepada pihak luar (eksternal) organisasi publik (misalnya masyarakat ataupun kepada sektor swasta).
B.
PERGESERAN PARADIGMA NEW PUBLIC MANAGEMENT KE GOVERNANCE
Orientasi “ privatisasi ” yang terdapat pada new public management tidak berarti bahwa peran pemerintah berkurang. Peran pemerintah ini tetap terwujud dengan munculnya peranan pengaturan (regulations) terhadap keterlibatan sektor swasta dan juga dengan me‐manage respon yang efektif terhadap tuntuntan sosial dan ekonomi masyarakat. World Bank (1997) menyebutkan bahwa meskipun terjadi kecenderungan “ privatisasi ” terhadap berbagai kegiatan pemerintah, hal ini tidak berarti bahwa peran pemerintah menjadi berkurang. Peran pemerintah masih sangat penting/dominan dalam manajemen pembangunan. Peran pemerintah mungkin akan berkurang dalam memberikan arahan dan petunjuk dari pusat pemerintahan. Akan tetapi, pemerintah masih tetap bertanggung jawab terhadap perancangan dan pelaksanaan kebijakan publik, terutama yang berkaitan dengan transformasi ekonomi, pengurangan kemiskinan, peningkatan kinerja sektor pertanian, ketenagakerjaan, fasilitas sosial dan umum, serta pengelolaan lingkungan hidup. Hal lain yang mendukung bahwa peran pemerintah masih sangat dibutuhkan dalam pelayanan publik adalah kenyataan bahwa prinsip ekonomi dan efisiensi tidak selau dapat diterapkan pada semua aktivitas pemerintah (misalnya fasilitas sosial dan fasilitas umum). Pemerintahan yang modern tidak hanya mencakup efisiensi dan peningkatan keekonomisan, tetapi juga merupakan hubungan akuntabilitas antara negara dengan warga negara, dimana warga negara tidak diberlakukan hanya sebagai konsumen tapi juga sebagai warga Negara yang memiliki hak untuk mendapatkan jaminan atas kebutuhan dasar dan menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas berbagai kebijakan yang dilakukan. Hal ini merupakan perubahan pandangan dalam manajemen publik dari penekanan pada hubungan antara negara dengan pasar ke hubungan antara negara dengan warga negaranya. Pandangan ini dikenal dengan governance. Governance atau kepemerintahan diartikan oleh UNDP sebagai: “… the exercise of political, economic and administrative authority in the management of a country’s affairs at all level…comprises the complex mechanisms, processes and institutions through which citizens and groups articulate their interests, mediate their differences and exercise legal rights and obligations” (UNDP, 1995).
8
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Dengan kata lain, governance meliputi berbagai kewenangan baik yang menyangkut kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi berinteraksi satu dengan lainnya. Hubungan ini mencakup hubungan yang komplek antar berbagai kewenangan dalam semua level pemerintahan dalam bentuk mekanisme, proses dan pembentukan institusi dimana masyarakat dan kelompok masyarakat dapat menyampaikan keinginan, mengatur berbagai perbedaan, dan juga mendapatkan jaminan hukum (dan pengaturannya). Konsep ini lebih luas dari fungsi dan kapasitas sektor publik, akan tetapi konsep ini berkaitan dengan manajemen proses pembangunan yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hubungan semua pihak ini bukan merupakan kerangka kegiatan yang terpisah melainkan dalam kerangka keterpaduan dan kerja sama yang harmonis untuk pencapaian tujuan dan kepentingan bersama. Tujuan interaksi sosial‐politik‐ekonomi dalam pengertian ini adalah tercapainya suatu keseimbangan dan sinergi dalam pemenuhan kebutuhan dan kepentingan masing‐masing institusi dalam satu keselarasan dan keseimbangan.
C.
KARAKTERISTIK GOOD GOVERNANCE
Dalam rangka mengembangkan strategi yang lebih implementatif, terdapat banyak karakteristik dan prinsip tentang GG. Salah satu yang menjadi tonggak penting adalah karakteristik GG yang dirumuskan pada deklarasi Manila, yaitu transparan, akuntabel, adil, wajar, demokratis, partisipatif, dan responsive. Masing‐masing karakteristik dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1.
Transparan mengindikasikan adanya adanya kebebasan dan kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai bagi mereka yang memerlukan. Informatif, mutakhir, dapat diandalkan, mudah diperoleh dan dimengerti adalah beberapa parameter yang digunakan untuk mengecek keberhasilan tranparansi.
2.
Akuntabel dimana semua pihak (baik pemerintah, swasta dan masyarakat) harus mampu memberikan pertanggungjawaban atas mandat yang diberikan kepadanya (stakeholders‐nya). Secara umum organisasi atau institusi harus akuntabel kepada mereka yang terpengaruh dengan keputusan atau aktivitas yang mereka lakukan.
3.
Adil dalam arti terdapat jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan kesempatan yang sama dalam menjalankan kehidupannya. Sifat adil ini diperoleh dari aspek ekonomi, sosial dan politik. Adil ini juga berarti terdapat jaminan akan kesejahteraan masyarakat dimana semua masyarakat merasa bahwa mereka memiliki hak dan tidak merasa diasingkan dari kehidupan masyarakat.
Pusdiklatwas BPKP
9
A kuntabilitas kuntabilitas Instansi Pemerintah
4.
Wajar dalam arti jaminan atas pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (standar). Hal ini mensyaratkan bahwa semua kelompok, terutama kelompok yang lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk alasan ini, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pemerintah harus menyediakan standar pelayanan untuk menjamin kesamaan ( fair ) dan konsistensi pelayanan.
5.
Demokratis
dalam
arti
terdapat
jaminan
kebebasan
bagi
setiap
individu
untuk
berpendapat/mengeluarkan pendapat serta ikut dalam kegiatan pemilihan umum yang bebas, langsung, dan jujur. dan jujur. 6.
Partisipatif dalam arti terdapat jaminan kesamaan hak bagi setiap individu dalam pengambilan keputusan (baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan). Dalam kaitannya dengan partisipasi ini, terdapat tuntutan agar pemerintah meningkatkan fungsi kontrol terhadap manajemen pemerintah dan pembangunan dengan melibatkan organisasi non‐pemerintah. Peran organisasi non‐pemerintah sangat penting dalam konteks ini karena diyakini organisasi ini memiliki kontak yang lebih baik dengan masyarakat miskin, memiliki hubungan yang baik dengan daerah pedalaman dan pedesaan, mampu menyediakan metode alternatif pelayanan alternatif pelayanan publik dengan harga yang murah dan sebagai mediator dalam menyampaikan berbagai pandangan dan kebutuhan masyarakat.
7.
Tanggap/peka/responsif yang berarti bahwa dalam melaksanakan kepemerintahan semua institusi dan proses yang dilaksanakan pemerintah harus melayani semua stakeholders secara tepat, baik dan dalam waktu yang tepat (tanggap terhadap kemauan masyarakat).
Berdasarkan konsep di atas, dapat dilihat bahwa good governance mempunyai tujuan yang lebih besar dari sekedar manajemen yang efisien dan penggunaan sumber daya yang ekonomis. Good governance adalah strategi untuk menciptakan institusi masyarakat yang kuat, dan juga untuk membuat pemerintah/publik sektor semakin terbuka, responsif, akuntable dan demokratis. Di samping itu, konsep good governance jika dikembangkan akan menciptakan modern governance (baik good ‘national’ governance maupun good local governance) governance) yang handal yang tidak hanya menekankan aktivitasnya dalam kerangka efisiensi tetapi juga akuntabilitasnya di mata publik. Yang tidak kalah pentingnya, penerapan good governance sangat berperan dalam pencegahan dan pemberantasan praktik‐praktik KKN. Hal ini berarti bahwa dengan adanya good governance good governance maka penyalahgunaan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi dapat dihindarkan semaksimal mungkin.
10
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas kuntabilitas Instansi Pemerintah
D.
KONSEP AKUNTABILITAS
Good governance Good governance tidak hanya terkait dengan efisiensi, tapi juga tapi juga berkaitan dengan akuntabilitas berbagai penyelenggaraan kepentingan publik kepada stakeholder ‐nya. Ide dasar dari akuntabilitas adalah kemampuan seseorang atau organisasi atau penerima amanat untuk memberikan jawaban memberikan jawaban kepada pihak yang memberikan amanat atau mandat tersebut. Semua unit organisasi, apakah dipilih atau ditunjuk, dikatakan akuntabel ketika mereka mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan semua tindakan/kegiatan yang mereka lakukan, dan menerima sanksi untuk tindakan yang tidak layak (tidak dapat dipertanggungjawabkan). Konsep dan aplikasi akuntabilitas sebenarnya sudah ada namun seiring dengan perubahan lingkungan tuntutan akuntabilitas menjadi semakin besar. Secara garis besar terdapat 4 model akuntabilitas. Perkembangan model ini lebih banyak dipengaruhi karena perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
1.
Model Tradisional Westminster Model ini menyebutkan bahwa garis pertanggungjawaban akuntabilitas adalah dari bawah ke atas (hierakhis), dan garis kewenangan (otoritas) dari atas ke bawah atau akuntabilitas ministerial. Model akuntabilitas ini sesuai dengan konsep birokrasi yang diterapkan oleh Weber sehingga disebut juga disebut juga sebagai administrative accountability . Dalam konsep ini, setiap individu memberikan pertanggungjawaban terhadap suatu tugas spesifik yang diberikan kepadanya kepada atasannya secara hirarkis. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kontrol atasan terhadap kinerja bawahan. Model Tradisional Westminster memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a.
Ide pertanggungjawaban yang menekankan pada penjelasan dan pembenaran atas suatu tindakan dianggap tidak cukup digunakan untuk melihat kinerja suatu tindakan.
2.
b.
Hubungan dalam pertanggungjawaban yang bersifat interpersonal .
c.
Kontrol yang bersifat top‐down. down.
Model tradisional yang dikembangkan (upward, inward dan inward dan outward ) Model ini merupakan jawaban terhadap adanya beberapa kelemahan dalam model tradisional Westminster. Dengan berbagai kelemahan tersebut dan tuntutan global terhadap transparansi dan kejujuran organisasi pemerintah, maka dikembangkan konsep pertanggungjawaban akuntabilitas yang tidak hanya dari bawah ke atas, tetapi juga tetapi juga bersifat ke dalam (perorangan) dan
Pusdiklatwas BPKP
11
A kuntabilitas kuntabilitas Instansi Pemerintah
ke luar (masyarakat). Untuk mendukung akuntabilitas internal dan eksternal ini, pendukung konsep ini menyarankan diciptakannya berbagai mekanisme dan sistem akuntabilitas seperti pengembangan jaminan kebebasan mendapatkan informasi dan pembentukan berbagai lembaga independen yang bertujuan untuk mengontrol kinerja sektor publik seperti ombudsman dan lembaga peradilan yang kuat.
a.
Model Stone Dalam model ini pertanggungjawaban/akuntabilitas dibagi dalam 5 kategori, yaitu:
b.
1)
Kontrol dari Parlemen (DPR);
2)
Managerialism; Managerialism;
3)
Pengadilan/Lembaga semi peradilan;
4)
Perwakilan Masyarakat;
5)
Pasar (konsumen‐pengusaha).
Model Jaringan Kerja (Jaringan yang Kompleks) Para pihak yang terkait satu dengan yang lain membentuk suatu jaringan kerja yang kompleks dan saling memberikan kontribusi dan informasi. Model ini menekankan pada pola hubungan yang terjalin dalam suatu kerja sama. Dalam suatu sistem kerja sama, semua pihak yang terkait saling melakukan komunikasi, pemberian informasi dan hubungan kerja yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan dari jaringan dari jaringan kerja yang dibuat.
Selain model akuntabilitas yang menekankan pada cara dan institusi pendukung dalam pelaksanaan akuntabilitas, terdapat faktor lain yang penting, yaitu mekanisme akuntablitas. Pengembangan mekanisme akuntabilitas diarahkan untuk meningkatkan: 1.
kejelasan tugas dan peran,
2.
hasil akhir yang spesifik,
3.
proses yang transparan,
4.
ukuran keberhasilan kinerja,
5.
konsultasi dan inspeksi publik.
Mekanisme akuntabilitas juga akuntabilitas juga meliputi beberapa aspek, yaitu siapa yang harus melakukan akuntabilitas,
kepada siapa akuntabilitas ini dilakukan, untuk apa akuntabilitas dilakukan, dan bagaimana proses
12
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
akuntabilitas dilaksanakan. Mekanisme akuntabilitas ini sangat bervariasi dan sangat ditentukan oleh keputusan atau aktivitas yang dilakukan suatu organisasi mengikat organisasi secara internal atau mengikat secara eksternal. Kepada siapa kita harus bertanggung jawab, tergantung pada siapa yang memberi kita mandat dan seberapa besar berbagai tindakan yang kita lakukan mempengaruhi orang lain. Pertanggungjawaban dapat diberikan kepada masyarakat (pelanggan), pemerintah pusat dan daerah (termasuk dalam hal ini Presiden, Menteri, Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Struktural dalam Birokrasi Pemerintah), organisasi kemasyarakatan/NGOs, organisasi pemerintah lainnya misalnya BUMN, dan lembaga penilai organisasi publik yang diatur dalam undang‐undang. Mulgan, Richard (2003) dalam bukunya “Holding Power to Account” , membuat matriks mekanisme akuntabilitas pemerintah. Contoh dari matriks yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
E.
KEBIJAKAN AKUNTABILITAS DI INDONESIA
Pengembangan kebijakan akuntabilitas di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh dua hal penting, yaitu: pertama, adanya tuntutan internal (masyarakat Indonesia) antara lain agar sektor publik semakin transparan dan mampu mempertanggungjawabkan atas berbagai kebijakan dan tindakan yang dilakukan yang ditujukan untuk menyelesaikan dan memenuhi tuntutan publik. Kedua, adalah tuntutan perubahan
Pusdiklatwas BPKP
13
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
dalam lingkungan global dalam hal manajemen sektor publik misalnya tuntutan Good Governance dan Performance Management . Kebijakan akuntabilitas di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 dan dan UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam UU No. 28/1999 disebutkan bahwa azas penyelenggaraan kepemerintahan yang baik meliputi: 1.
Azas Kepastian Hukum.
2.
Azas Tertib Penyelenggaraan Negara.
3.
Azas Kepentingan Umum.
4.
Azas Keterbukaan.
5.
Azas Proporsionalitas.
6.
Azas Profesionalistas.
7.
Azas Akuntabilitas.
Azas akuntabilitas di sini diartikan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang‐undangan yang berlaku. Sistem AKIP pada dasarnya harus dapat menggambarkan kinerja instansi pemerintah yang sebenarnya, secara jelas (berdasar data yang tepat dan akurat) dan transparan kepada publik (pemberi amanah), dan pihak‐pihak yang berkepentingan/stakeholders, mengenai kemampuan (keberhasilan atau kegagalan) setiap pimpinan instansi pemerintah/unit kerja dalam melaksanakan misi, tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya. Semuanya itu diarahkan pada upaya untuk mendorong (Djoko Susilo, 2005): 1.
percepatan reformasi birokrasi;
2.
penerapan prinsip‐prinsip good governance dan fungsi‐fungsi manajemen kinerja secara taat asas;
3.
pencegahan terjadinya KKN;
4.
pengelolaan dana dan sumber daya lainnya menjadi efisien dan efektif;
5.
pengukuran tingkat keberhasilan dan atau kegagalan setiap pimpinan instansi pemerintah/unit kerja dalam menjalankan misi, tujuan dan sasaran organisasi yang telah ditetapkan;
6.
penyempurnaan struktur organisasi, kebijakan publik, sistem perencanaan dan penganggaran, ketatalaksanaan, metoda dan prosedur pelayanan masyarakat;
7.
kreativitas, produktivitas, sensitivitas, disiplin dan tanggung jawab aparatur negara.
14
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Dalam tataran praktis, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah wujud nyata penerapan akuntabilitas di Indonesia. Inpres ini mendefinisikan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan misi dan visi instansi pemerintah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui seperangkat indikator kinerja. Dalam konteks AKIP ini, instansi pemerintah diharapkan dapat menyediakan informasi kinerja yang dapat dipahami dan digunakan sebagai alat ukur keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran tersebut. Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 589/IX/6/Y/99 tentang Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Instansi pemerintah. Pada tahun 2003, pedoman tersebut diperbaiki dengan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Perbaikan ini dilakukan sesudah mendapatkan saran dan masukan dari berbagai instansi pemerintah yang menerapkan kebijakan akuntabilitas ini. Tujuan perbaikan antara lain: 1.
untuk menyempurnakan sistem lama yang belum dapat memperlihatkan keterkaitan antara kegiatan‐kegiatan yang dilaksanakan dengan sasaran, tujuan, misi dan visi;
2.
memudahkan implementasi;
3.
mendorong instansi pemerintah untuk dapat menyusun LAKIP dengan lebih objektif.
Adapun kebijakan lain yang terkait dengan Sistem AKIP di Indonesia adalah: 1.
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang‐undang ini mewajibkan adanya integrasi dari sistem akuntabilitas kinerja dan sistem penganggaran serta penerapan anggaran berbasis kinerja pada seluruh instansi pemerintah.
2.
UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; yang mengamanatkan penyusunan PP tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (PP Nomor 8 Tahun 2006) dan PP tentang Sistem Pengendalian Intern pemerintah (SPIP) yang diatur dalam PP 60 Tahun 2008.
3.
UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam UU ini disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi: 1) Penyusunan Rencana, 2) Penetapan Rencana, 3) Pengendalian Pelaksanaan Rencana, dan 4) Evaluasi Pelaksanaan Rencana. Dalam konsep manajemen kinerja, keseluruhan proses perencanaan ini mengarah pada upaya akuntabilitas berbagai tapan kegiatan yang dilaksanakan pada sektor Publik.
Pusdiklatwas BPKP
15
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
4.
Inpres No. 5/2004 berkaitan dengan penyusunan penetapan kinerja sebagai upaya peningkatan kualitas penerapan sistem AKIP selama ini.
5.
Perpres No. 9/2005 yang mewajibkan setiap Instansi Pemerintah untuk melaksanakan Sistem AKIP.
6.
Inpres nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara yang mengamanatkan Kepala BPKP untuk melaksanakan (1) asistensi kepada kementerian/lembaga/ pemerintah daerah untuk meningkatkan pemahaman bagi pejabat pemerintah pusat/daerah dalam pengelolaan keuangan Negara/daerah, meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, dan meningkatkan kualitas laporan keuangan dan tata kelola, (2) evaluasi terhadap penyerapan anggaran kementerian/lembaga/pemerintah daerah, dan memberikan rekomendasi langkah‐langkah strategis percepatan penyerapan anggaran, dan (3) audit tujuan tertentu terhadap program‐program strategisnasional yang mendapat perhatian publik dan menjadi isu terkini, dan (4) rencana aksi yang jelas, tepat, dan terjadwal dalam mendorong penyelenggaraan SPIP pada setiap kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah (SAKIP) merupakan instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi (LAN, 2004, hal. 63). Sebagai suatu sistem, SAKIP terdiri dari komponen‐ komponen yang merupakan satu kesatuan, yakni perencanaan kinerja, pengukuran dan evaluasi kinerja, serta pelaporan kinerja. Komponen dalam SAKIP ini menceminkan semua proses yang ada dalam manajemen kinerja. Bab berikut membahas unsus‐unsur SAKIP yaitu perencanaan kinerja, pengukuran dan evaluasi kinerja, serta pelaporan kinerja dalam bentuk LAKIP.
F.
LATIHAN SOAL
Pilihlah jawaban yang paling tepat di antara a, b, c, dan d! 1.
Perubahan manajemen sektor publik terutama bertujuan untuk …. a.
mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pemerintahan
b.
meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik
c.
meningkatkan dominasi para penyelenggara pemerintahan dalam memberikan arahan terhadap terwujudnya good governance
d.
menjawab tuntutan pihak IMF setelah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997
16
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
2.
Dalam rangka menutupi kelemahan model akuntabilitas tradisional Wesminster, maka dikembangan model ….
3.
a.
Stone
b.
Reinventing Government
c.
Akuntabilitas Tunggal
d.
Akuntabilitas Bersyarat
Inpres Nomor 4 Tahun 2011 memberikan kewenangan penuh untuk memperbaiki sistem pengendalian dan kualitas akuntabilitas keuangan Negara dalam rangka mewujudkan good governance. Kewenangan ini diberikan kepada ….
4.
5.
a.
BPKP selaku instansi Pembina SPIP
b.
Menteri Keuangan
c.
UKP4
d.
Menpan dan Reformasi Birokrasi
Inpres Nomor 7 Tahun 1999 mengatur tentang …. a.
Percepatan Pemberantasan Korupsi
b.
Penyusunan Penetapan Kinerja/Kontrak Kinerja Instansi Pemerintah
c.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
d.
Sistem Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
Pada hakikatnya, SAKIP dikembangkan di Indonesia dengan tujuan untuk …. a.
percepatan renumerasi birokrasi
b.
penerapan prinsip‐prinsip good governance dan fungsi‐fungsi manajemen kinerja secara taat asas
c.
mendorong terjadinya KKN
d.
pengelolaan dana dan sumber daya lainnya kepada pihak asing secara efisien dan efektif
~
Pusdiklatwas BPKP
17
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
18
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Bab III PERENCANAAN KINERJA Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan para peserta diklat dapat menjelaskan tentang perencanaan kinerja yang mencakup perencanaan strategis, perencanaan kinerja tahunan, kontrak kinerja, penentuan Indikator Kinerja Utama, dan hubungan Indikator Kinerja Utama dengan Indikator Kinerja Kunci.
Dalam penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP), perencanaan strategis merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategis lokal, nasional dan global dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Dengan pendekatan perencanaan strategis yang jelas, instansi pemerintah dapat menyelaraskan visi dan misinya dengan potensi, peluang, dan kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan akuntabilitas kinerjanya. Instrumen atau alat‐alat lain yang digunakan untuk mewujudkan perencanaan strategis ke dalam realitas dan melakukan langkah operasional adalah melakukan pengelolaan (manajemen) berbasis kinerja. Pengelolaan kinerja di lingkungan instansi pemerintah meliputi perencanaan strategis (perencanaan jangka menengah), perencanaan kinerja tahunan, penetapan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, dan pengintegrasiannya dengan manajemen personel (human resource management ). Skema mengenai siklus Manajemen Berbasis Kinerja dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini:
Pusdiklatwas BPKP
19
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Gambar 1: Siklus Manajemen Berbasis Kinerja Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap‐tahap sebagai berikut. 1.
Penetapan Perencanaan Strategis,
2.
Pengukuran Kinerja,
3.
Pelaporan Kinerja,
4.
Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2: Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
20
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah seperti terlihat pada gambar 2 di atas dimulai dari penyusunan perencanaan strategis (Renstra) yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan, dan sasaran serta menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Perencanaan strategis ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja tahunan yang dibuat setiap tahun. Rencana kinerja ini mengungkapkan seluruh target kinerja yang ingin dicapai (output/outcome) dari seluruh sasaran strategis dalam tahun yang bersangkutan serta strategi untuk mencapainya. Rencana kinerja ini merupakan tolok ukur yang akan digunakan dalam penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintah untuk suatu periode tertentu. Dalam setiap tahun juga disusun dokumen Penetapan Kinerja atau Kontrak Kinerja, yang merupakan berisikan sasaran berupa outcome dan output yang harus dicapai dalam periode satu tahun anggaran. Setelah rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan data kinerja. Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja
yang dinyatakan dalam satuan indikator
kinerja. Dengan diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja, maka instansi pemerintah perlu mengembangkan sistem pengumpulan data kinerja, yaitu tatanan, instrumen, dan metode pengumpulan data kinerja. Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan atau yang meminta dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Tahap terakhir, informasi yang termuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi perbaikan kinerja instansi secara berkesinambungan.
A.
PERENCANAAN STRATEGIS
Perencanaan strategis merupakan proses yang sistematis dalam pembuatan keputusan di masa yang akan datang yang penuh risiko, dengan memanfaatkan sebanyak‐banyaknya pengetahuan antisipatif dan mengorganisasikannya secara sistematis untuk usaha‐usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang sistematis. Oleh karenanya, perencanaan strategis bukan sekedar seperti perencanaan anggaran belanja modal (capital budgeting) atau sekedar rencana kerja jangka menengah (5 tahunan). Perencanaan strategis lebih merupakan wahana bagi para pemimpin instansi dan seluruh staf/anggota dalam menskenariokan dan menentukan masa depan organisasi instansi mereka. Perencanaan strategis juga memberikan arah dan sekaligus menentukan apa yang ingin dihasilkan, apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diubah. Dengan demikian, proses perencanaan strategis yang menghasilkan dokumen Rencana Strategis (Renstra) akan dapat digunakan dalam mengukur akuntabilitas kinerja sebuah entitas.
Pusdiklatwas BPKP
21
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Proses penyusunan rencana strategis organisasi yang berorientasi kepada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu, (biasanya 3‐5 tahun) dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Analisis terhadap lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan tantangan/kendala (threats). Analisis terhadap unsur‐unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan visi dan misi serta strategi instansi pemerintah. Dokumen yang dihasilkan dari proses perencanaan strategis disebut ’Rencana Strategis’ atau populer disebut Renstra. Format Renstra meski variatif dalam praktiknya, namun setidaknya mengandung informasi tentang hal‐hal sebagai berikut: 1.
Where do we want to be? Merupakan arah masa depan organisasi yang ingin dituju (visi, tujuan,
dan sasaran strategis). 2.
Where are we now ? Analisis organisasi tentang nilai‐nilai luhur yang dimiliki, kekuatan,
kelemahan, kesempatan dan kendala organisasi (SWOT analysis) serta tugas pokok dan fungsi utama organisasi yang menunjukkan alasan utama keberadaan organisasi (misi). 3.
How do we get there? Merupakan langkah‐langkah strategis yang dilakukan oleh organisasi dalam
rangka mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Langkah‐langkah ini biasanya dituangkan dalam kebijakan, program dan kegiatan organisasi. 4.
How do we measure our progress? Berkaitan dengan cara organisasi menetapkan ukuran‐ukuran
keberhasilan pelaksanaan misi dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Karenanya, setiap tujuan dan sasaran yang ditetapkan harus dapat terukur dengan seperangkat indikator kinerja yang idealnya merupakan indikator kinerja outcome atau setidaknya output . Manfaat yang diperoleh dari penyusunan Renstra antara lain sebagai berikut. 1.
Merencanakan perubahan dalam lingkungan yang dinamis dan kompleks.
2.
Mengelola organisasi untuk mencapai keberhasilan.
3.
Mengantisipasi masa depan.
4.
Menyesuaikan tuntutan perubahan lingkungan.
5.
Selalu memfokuskan tindakan organisasi dengan misi memberikan pelayanan terbaik (prima) pada masyarakat.
22
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
6.
Meningkatkan komunikasi.
7.
Mengatur penggunaan sumber daya organisasi supaya efisien dan efektif.
8.
Meningkatkan produktivitas.
Komponen Renstra dalam SAKIP meliputi: (1) Pernyataan visi dan misi; (2) Perumusan tujuan dan sasaran beserta indikator kinerja; (3) Uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran (strategi) yang dijabarkan kedalam kebijakan dan program. Uraian lebih lanjut mengenai analisis strategis (analisis SWOT), visi, misi, tujuan, sasaran, strategi mencapai tujuan dan sasaran (melalui penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan) secara singkat diuraikan sebagai berikut.
1.
Analisis Strategi Pimpinan dan seluruh komponen organisasi harus selalu mengelola organisasinya sesuai dengan dinamika kompleksitas perubahan dan tuntutan masyarakat. Meningkatnya tranparansi dalam pengelolaan sumber daya dan informasi menyebabkan semakin terbukanya kesempatan bagi sektor publik untuk ‘berkompetisi’ dengan sektor swasta dalam pemenuhan kebutuhan publik. Menciptakan organisasi publik yang mampu memenuhi dan melayani serta mampu bersaing dalam borderless world economy membutuhkan pengarahan strategi dan akuntabilitas. Pada tahap inilah,
organisasi sektor publik perlu mengenali dan menguasai berbagai informasi
lingkungan strategisnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan strategi yang tepat dan valid dalam penyusunan rencana strategik, yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan rencana aksi. Terdapat tiga langkah penting dalam pembuatan pengarahan stategi, yaitu pencermatan lingkungan strategis, faktor‐faktor kunci keberhasilan, dan analisis untuk kepentingan penyusunan strategi. Kegiatan pencermatan lingkungan strategis adalah untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal organisasi dan memahami peluang dan tantangan eksternal organisasi sehingga organisasi dapat mengantisipasi perubahan‐perubahan di masa yang akan datang. Di samping itu, dengan menggunakan informasi dari hasil pencermatan tersebut organisasi lebih berkemampuan untuk mengambil langkah‐langkah dalam jangka panjang. Atas dasar pencermatan lingkungan strategis atau analisis lingkungan maka disusun faktor‐faktor
kunci keberhasilan (ctritical success factors/ CSFs). CSFs dapat didefinisikan sebagai aspek‐aspek tertentu yang dapat menunjukkan keberhasilan suatu organisasi. Aspek‐aspek ini harus sesuai dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi. Pemimpin adalah sumber utama dalam proses identifikasi CSFs ini, meskipun sumber lain dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi juga dapat dimanfaatkan. Kepemimpinan memegang kontrol utama karena mereka yang akan
Pusdiklatwas BPKP
23
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
mengarahkan dan menggerakkan organisasi, sehingga berbagai keputusan tentang arah dan apa yang ingin dicapai organisasi merupakan bentuk komitmen dari seorang pemimpin. Dalam penyusunan strategi, hasil CSFs dianalisis sesuai dengan kondisi dan kebutuhan organisasi. Analisis diarahkan pada penilaian lingkungan organisasi melalui proses analisis lingkungan organisasi, yang meliputi kondisi, situasi, keadaan, peristiwa dan pengaruh‐pengaruh di dalam dan di sekeliling organisasi yang berdampak pada kehidupan organisasi berupa kekuatan internal, kelemahan internal, peluang eksternal dan tantangan eksternal. Beberapa metode bisa digunakan untuk melakukan analisis dan salah satu yang dapat digunakan adalah analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats).
2.
Visi Penyusunan Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana organisasi harus dibawa. Visi merupakan bayangan organisasi di masa depan dan biasanya berisi cita‐cita dan citra yang ingin diwujudkan organisasi. Menurut A.C. Hax dan N.S. Majluf dalam buku “Strategic Management: An Integrated Perspective” yang dikutip dalam “Modul Diklat Teknis Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah”, Kementerian Dalam Negeri dan LAN, visi menjawab pertanyaan “what do we want to become?”. Vision statement thinking about “what is our business in the future?”, or about “our mission in the future”. A vision is a statement about the future, spoken or written today; it is a process of managing the present from a stretching view of the future. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau ke depan. Visi harus mampu memberikan gambaran tentang area kerja suatu organisasi berupa pernyataan yang merupakan sarana untuk: a.
mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok,
b.
memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen, dan pihak lain yang terkait),
c.
3.
menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Misi Visi yang telah kita peroleh harus kita terjemahkan ke dalam panduan yang lebih pragmatis dan konkret (membumi) yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan strategi dan aktivitas dalam organisasi. Untuk itu dibutuhkan misi. Pernyataan dalam misi lebih tajam dan lebih
24
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
rinci jika dibandingkan dengan visi. Misi adalah sesuatu yang harus diemban oleh organisasi sebagai penjabaran dari visi. Misi adalah pernyataan mengenai hal‐hal yang harus dilaksanakan oleh organisasi bagi pihak‐pihak yang berkepentingan. Pernyataan misi mencerminkan segala sesuatu penjelasan tentang tindakan, produk atau pelayanan yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan permasalahan masyarakat.
4.
Tujuan Tujuan adalah sesuatu (apa) yang harus dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu tertentu (biasanya antara 1‐5 tahun). Acuan dalam pengembangan tujuan adalah pernyataan visi dan misi serta didasarkan pada analisis strategis. Dalam kerangka pikir manajemen strategis, tujuan tidak harus merupakan target‐target yang bersifat kuantitatif dari suatu organisasi. Pencapaian tujuan merupakan ukuran dari keberhasilan kinerja faktor‐faktor kunci keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu, tujuan merupakan bagian integral dari proses manajemen strategis yang di dalamnya mengandung usaha untuk melaksanakan suatu tindakan. Untuk itu tujuan haruslah menegaskan tentang apa (what) yang secara khusus (spesifik) harus dicapai dan kapan (when). Pencapaian tujuan dapat menjadi tolok ukur untuk menilai kinerja organisasi. Kriteria dalam penyusunan tujuan antara lain adalah sebagai berikut. a.
Tujuan harus serasi dan mengklarifikasi misi dan visi.
b.
Pencapaian tujuan berkontribusi untuk pencapaian visi dan misi.
c.
Tujuan sesuai dengan hasil analisis strategis dan sesuai dengan isu‐isu strategis yang berkembang.
d.
Tujuan cenderung untuk secara esensial tidak berubah, kecuali terjadi pergeseran lingkungan, atau dalam suatu tujuan yang strategis hasil yang diinginkan telah dicapai.
e.
Tujuan biasanya secara relatif berjangka panjang, yaitu sekurang‐kurangnya tiga tahun atau lebih. Namun demikian, pada umumnya jangka waktu tujuan disesuaikan dengan tingkat organisasi, kondisi, posisi dan lokasi.
f.
Tujuan harus dapat mengatasi kesenjangan antara tingkat pelayanan saat ini dengan yang diinginkan.
g.
Tujuan menggambarkan hasil yang diinginkan (kondisi yang diinginkan).
h.
Tujuan menggambarkan arah yang jelas dari organisasi, tetapi belum menetapkan ukuran‐ ukuran spesifik atau strategi.
i.
Tujuan harus menantang, namun realistik dan dapat dicapai.
Pusdiklatwas BPKP
25
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
5.
Sasaran Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh organisasi, gambaran hal yang ingin diwujudkan organisasi melalui tindakan‐tindakan guna mencapai tujuan. Fokus sasaran adalah aksi, yaitu kegiatan yang bersifat spesifik, terinci, dapat diukur dan jelas periode waktunya (lebih pendek dari tujuan). Penyusunan sasaran sangat penting untuk dilakukan karena merupakan tonggak dalam penyusunan strategi. Bentuk dari sasaran adalah pernyataan tugas‐tugas (tugas khusus ) yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu (biasanya bersifat jangka pendek ). Dengan demikian, karateristik yang harus dipenuhi dalam penyusunan sasaran adalah SMART (Specific, Measurable, Aggressive and Attainable, Result ‐oriented, Timebound ), dengan penjelasan sebagai berikut: a.
Specific, sasaran harus spesifik karena merupakan panduan (guidance) dalam organisasi dalam melakukan tugasnya.
b.
Measurable, sasaran harus dapat diukur. Sasaran tersebut merupakan standar yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan kinerja organisasi. Dimensi yang dapat diukur antara lain dimensi kuantitas, kualitas, waktu, tempat, anggaran, maupun penanggung gugat.
c.
Aggressive and Attainable, sasaran harus kuat (jelas), menantang dan dapat dicapai atau diwujudkan.
d.
Results–Oriented , sasaran harus mencerminkan dan mampu menspesifikasikan hasil yang ingin dicapai.
e.
6.
Timebound , sasaran harus memiliki jangka waktu yang jelas dan jangka pendek.
Strategi (Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran) Setelah menetapkan apa (what) dan kapan (when) sasaran yang akan dicapai, langkah selanjutnya adalah menentukan bagaimana hal tersebut dicapai atau menentukan strategi pencapaian tujuan dan sasaran. Strategi ini diterjemahkan sebagai penyusunan kebijakan dan program agar berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai. Strategi berkaitan dengan hal‐hal berikut. a.
Bagaimana target‐target kinerja yang harus dipenuhi?
b.
Bagaimana organisasi akan memberikan perhatian pada pelanggan?
c.
Bagaimana organisasi akan memperbaiki kinerja pelayanan?
d.
Bagaimana organisasi akan melaksanakan misinya?
26
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Strategi bisa mengalami perubahan setiap saat sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya. Strategi tidak bersifat statis melainkan dinamis. Strategi atau cara mencapai tujuan dan sasaran dituangkan dalam kebijakan dan program dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Jabaran dari strategi adalah kebijakan dan program. Kebijakan adalah ketentuan‐ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi instansi pemerintah. Program adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerja sama dengan masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu. Agar strategi dapat diterapkan dengan baik, perlu diminta komitmen pimpinan puncak, terutama dalam menentukan kebijakan organisasi. Hal ini terjadi karena keberhasilan program sangat erat kaitannya dengan kebijakan instansi. Dalam rangka itu perlu diidentifikasi pula keterkaitan antara kebijakan yang telah ditetapkan dengan program dan kegiatan sebelum diimplementasikan. Kebijakan tersebut perlu dikaji terlebih dahulu untuk meyakinkan apakah kebijakan yang telah ditetapkan benar‐benar dapat dilaksanakan.
7.
Dokumen Renstra Dalam Modul SAKIP Lembaga Administrasi Negara (2004) disebutkan bahwa cakupan renstra meliputi: (1) Pernyataan visi, misi; (2) Perumusan Tujuan dan Sasaran beserta indikator kinerjanya; (3) Uraian tentang cara mencapai Tujuan dan Sasaran (strategi) yang dijabarkan kedalam Kebijakan dan Program. Dalam modul LAN ini juga disajikan formulir untuk mempermudah pembuatan renstra (dasar penyusunan renstra). Formulir ini memperlihatkan keterkaitan visi, misi, tujuan, sasaran serta kebijakan dan program.
Pusdiklatwas BPKP
27
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Formulir RS
Rencana Strateg is Tahun .......... s.d. .......... Instansi : .......... Visi : .......... Misi : .......... Sasaran
Tujuan 1
Uraian 2
Indikator 3
Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran Kebijakan Program 4 5
Keterangan 6
Sebagai alternatif, Modul SAKIP LAN (2004) memberikan outline Renstra, yaitu: RENCANA STRATEGIS Pengantar Bab I
Pendahuluan Memuat latar belakang, asumsi‐asumsi, manfaat, dan lain‐lain
Bab II
Tugas Pokok dan Fungsi Memuat tugas pokok dan fungsi sebagaimana dituangkan dalam landasan hukum instansi masing‐masing
Bab III
Analisis Strategis Memuat hasil analisis strategis: analisis lingkungan, CSFs, dan SWOT
Bab IV
Rencana Strategis Memuat Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, serta Strategi (Kebijakan dan Program)
Bab V
B.
Penutup
PERENCANAAN KINERJA TAHUNAN
Perencanaan kinerja tahunan merupakan langkah penjabaran renstra dalam target‐target tahunan yang cukup terinci. Perencanaan kinerja tahunan ini juga merupakan suatu media yang akan menghubungkan antara renstra atau dokumen perencanaan kinerja jangka menengah dengan kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk mencapai kinerja organisasi dalam suatu tahun tertentu. Target‐target kinerja tahunan ini boleh jadi sudah ditetapkan dalam menyusun renstra. Akan tetapi, rincian dan informasi tambahan
28
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
tentang penetapan target kinerja ini dapat dilakukan setiap tahun, sehingga lebih dapat ditetapkan dengan lebih akurat. Perencanaan kinerja mengandung arti bahwa instansi pemerintah harus merencanakan apa yang akan dilaksanakan (program, kegiatan) dan apa hasilnya (outcome, output). Perencanaan kinerja sesungguhnya tidak saja merencanakan apa yang akan dikerjakan, akan tetapi sekaligus menetapkan target (quantitative objective) hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu, perencanaan kinerja yang baik akan sangat tergantung dari pengumpulan data pelaksanaan tahun‐tahun sebelumnya, pemetaan sumber daya/kekuatan yang ada, dan ketepatan penentuan asumsi‐asumsi ataupun prognosis/ proyeksi ke depan. Modul SAKIP (LAN, 2004) menyebutkan bahwa dokumen dalam rencana kinerja antara lain berisikan informasi mengenai: 1.
Sasaran, Indikator Kinerja, dan Target yang akan dicapai pada periode yang bersangkutan.
2.
Program yang akan dilaksanakan.
3.
Kegiatan, Indikator Kinerja, dan Target yang diharapkan dalam suatu kegiatan.
Dokumen tersebut dituangkan dalam bentuk Formulir Rencana Kinerja Tahunan (RKT), yaitu sebagai berikut. Formulir RKT
Rencana Kinerja Tahunan Tahun .......... Instansi: .......... Sasaran
Uraian
Indikator Kinerja
1
2
Kegiatan Rencana Tingkat Capaian (Target) 3
Program
4
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
5
6
7
Rencana Tingkat Capaian (Target) 8
Ket.
9
Sebagai perbandingan, Formulir RKT berdasarkan Permenpan Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah untuk tingkat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Provinsi/Pemerintah kabupaten dan Kota, Unit Organisasi Eselon I Kementerian/Lembaga dan SKPD, serta unit kerja mandiri adalah sebagai berikut.
Pusdiklatwas BPKP
29
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA Kementerian/Lembaga Provinsi/Kab/Kota Tahun
: (a) : (b)
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1
2
3
Petunjuk Pengisian: 1.
Header (a) diiisi nama kementerian/lembaga/pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
2.
Header (b) diisi dengan tahun anggaran.
3.
Kolom (1) diisi dengan sasaran strategis kementerian/lembaga/pemerintah provinsi/kabupaten/ kota sesuai dengan dokumen rencana perencanaan jangka menengah.
4.
Kolom (2) diisi dengan indikator kinerja atas sasaran strategis dari kementerian/lembaga/ pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam kolom (1).
5.
Kolom (3) diisi dengan angka target dari masing‐masing indikator kinerja sasaran strategis.
30
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT ORGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) Unit Eselon I Kementerian/Lembaga/SKPD Tahun
: (a) : (b)
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1
2
3
Petunjuk Pengisian: 1.
Header (a) diiisi nama unit organisasi eselon kementerian/lembaga/SKPD.
2.
Header (b) diisi dengan tahun anggaran.
3.
Kolom (1) diisi dengan sasaran strategis unit organisasi eselon kementerian/lembaga/SKPD sesuai dengan dokumen rencana perencanaan jangka menengah.
4.
Kolom (2) diisi dengan indikator kinerja atas sasaran strategis dari unit organisasi eselon kementerian/lembaga/SKPD dalam kolom (1).
5.
Kolom (3) diisi dengan angka target dari masing‐masing indikator kinerja sasaran.
Pusdiklatwas BPKP
31
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT ORGANISASI ESELON II/UNIT KERJA MANDIRI K/L Unit Eselon II/Unit Mandiri K/L Tahun
: (a) : (b)
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1
2
3
Petunjuk Pengisian: 1.
Header (a) diiisi nama unit organisasi eselon II/Unit Mandiri kementerian/lembaga.
2.
Header (b) diisi dengan tahun anggaran.
3.
Kolom (1) diisi dengan sasaran strategis unit organisasi eselon II/Unit kementerian/lembaga sesuai dengan dokumen rencana perencanaan jangka menengah.
4.
Kolom (2) diisi dengan indikator kinerja atas sasaran strategis dari unit organisasi eselon II/Unit Mandiri kementerian/lembaga dalam kolom (1).
5.
Kolom (3) diisi dengan angka target dari masing‐masing indikator kinerja sasaran.
32
Mandiri
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
C.
PENETAPAN KINERJA/PERJANJIAN KINERJA (KONTRAK KINERJA)
Dokumen
penetapan
kinerja
merupakan
suatu
dokumen
pernyataan
kinerja/
kesepakatan
kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi. Penetapan kinerja juga menggambarkan capaian kinerja yang akan diwujudkan oleh suatu instansi pemerintah/unit kerja dalam suatu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelola. Tingkat capaian kinerja tertentu ini membutuhkan beberapa informasi, antara lain: 1.
sasaran strategis organisasi atau kondisi yang ingin diwujudkan organisasi;
2.
output (hasil kegiatan) dan atau outcome (hasil program);
3.
indikator kinerja output dan atau outcome;
4.
perkiraan realistis tentang tingkat capaian.
Pada dasarnya, dokumen penetapan kinerja dapat dimanfaatkan oleh setiap pimpinan instansi pemerintah untuk: 1.
memantau dan mengendalikan pencapaian kinerja organisasi;
2.
melaporkan capaian realisasi kinerja dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
3.
menilai keberhasilan organisasi.
Dalam penyusunan dokumen penetapan kinerja agar memperhatikan: kontrak kinerja antara Presiden dengan menteri, dokumen perencanaan jangka menengah, dokumen perencanaan kinerja tahunan, dan dokumen penganggaran dan atau pelaksanaan anggaran. Contoh Formulir Penetapan Kinerja
Pusdiklatwas BPKP
33
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
34
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Pusdiklatwas BPKP
35
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
36
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Pusdiklatwas BPKP
37
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
38
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Pusdiklatwas BPKP
39
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
D.
PENENTUAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
Dalam kaitannya dengan penerapan perjanjian kinerja atau kontrak kinerja atau dokumen penetapan kinerja (PK), yang perlu juga diperhatikan adalah penggunaan IKU (Indikator Kinerja Utama) yang menjadi ukuran keberhasilan unit‐unit atau entitas organisasi tertentu. Ukuran‐ukuran atau indikator‐ indikator keberhasilan ini (yang merupakan IKU) haruslah termasuk yang diperjanjikan di dalam dokumen perjanjian kinerja. Selain itu janji tentang pencapaian target kinerja dari IKU tersebut, juga dapat disertakan indikator output atau outcome yang sangat membantu atau menjelaskan ataupun melengkapi gambaran keberhasilan yang diungkapkan dengan memakai IKU. Berikut ini dijelaskan mengenai cara penyusunan IKU pada masing‐masing dokumen perencanaan kinerja.
1.
Penentuan IKU pada Penyusunan Renstra Pedoman penyusunan dan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang disusun oleh LAN (Lembaga Administrasi Negara) memuat petunjuk menentukan target pencapaian sasaran dengan menentukan rencana capaian indikator pencapaian sasaran. Agar perencanaan berbasiskan kinerja menjadi lebih terukur hendaknya di dalam Renstra‐pun harus sudah ditentukan indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan instansi yang bersangkutan.
2.
Penentuan IKU pada Penyusunan RKT Pada proses penyusunan RKT, penentuan indikator kinerja untuk setiap kegiatan sudah mulai ditentukan secara rinci. Kegiatan‐kegiatan yang akan dilaksanakan dan rinciannya (sub‐kegiatan) terdapat indikator kinerja berupa keluaran dan dicantumkan pula target capaiannya. Sedangkan indikator yang lebih tinggi, yaitu hasil dari program beberapa instansi telah mengidentifikasi dan menentukan indikator hasil program tersebut. Akan tetapi, dalam petunjuk PP 21 Tahun 2004 memang tidak ada keharusan untuk menentukan target capaian pada tahun yang direncanakan atas hasil program ini. Walaupun tidak ada kewajiban dalam penyusunan RKA‐KL untuk menetapkan target hasil program, sebaiknya indikator keberhasilan program yang berupa hasil program maupun indikator lainnya sudah ditentukan. Perbaikan‐perbaikan dalam perencanaan terutama pada penyusunan RKT seharusnya juga menjadi perhatian instansi pemerintah seperti dianjurkan pada buku pedoman penyusunan dan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
40
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
3.
Penentuan IKU pada Penyusunan PK Dokumen penetapan kinerja, berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 harus disusun oleh setiap instansi pemerintah sebagai perwujudan komitmen instansi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Indikator kinerja dan target‐target output maupun outcome sudah harus dicantumkan di dalam dokumen ini. Sinergi dan koordinasi antar satuan kerja atau antar unit organisasi sangat penting untuk mewujudkan hasil‐hasil program. Pada penyusunan dokumen penetapan kinerja ( performance agreement ). yang terpenting adalah pencantuman target hasil (outcome) dan target‐target keluaran (output ). Sedangkan masalah pendanaan dari anggaran dapat diperkirakan dari pagu anggaran keseluruhan yang diterima instansi. lndikator kinerja yang disajikan di dalam dokumen penetapan kinerja (persetujuan kinerja) hendaknya adalah IKU yang menggambarkan keberhasilan instansi (atau unit organisasi) yang menyusunnya. Walaupun demikian, indikator‐indikator penyeimbang dan indikator‐indikator yang sangat berhubungan dengan pencapaian tujuan organisasi juga dapat disajikan.
E.
HUBUNGAN LNDIKATOR KINERJA UTAMA DENGAN INDIKATOR KINERJA KUNCI
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Pelaksanaan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemerintahan di daerah dengan menilai capaian seperangkat indikator kinerja kunci (IKK) untuk setiap urusan yang dibebankan kepada masing‐masing daerah. Capaian setiap indikator kinerja kunci untuk setiap urusan tersebut akan menunjukkan seberapa jauh suatu daerah mampu melaksanakan urusan yang didelegasikan Pemerintah kepada setiap daerah. Dengan dilakukannya evaluasi ini, maka setiap daerah akan didorong untuk melaporkan berbagai capaian kinerja setiap urusan yang dilaksanakannya sesuai dengan indikator kinerja kunci yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selanjutnya capaian setiap indikator kinerja kunci ini akan dituangkan dalam berbagai laporan pelaksanaan pemerintahan daerah yang disampaikan kepada Pemerintah, terutama dalam Laporan Pelaksanaan Pemerintahan Daerah (LPPD). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara indikator kinerja utama (IKU) dan indikator kinerja kunci (IKK) bukan merupakan suatu pertentangan, namun lebih kepada fokus penilaian manajemen. IKK ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Dalam Negeri untuk setiap urusan yang dilaksanakan oleh setiap daerah. IKK ini disusun dan ditetapkan Pemerintah berdasarkan standar
Pusdiklatwas BPKP
41
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
pelayanan minimal yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga teknis terkait. Di sisi lain, IKU disusun dan ditetapkan sendiri oleh setiap organisasi dalam rangka mengukur keberhasilan organisasi secara menyeluruh dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. IKU disusun dan ditetapkan tidak didasarkan atas pelaksanaan standar pelayanan minimal semata, namun dalam rangka mengukur kinerja organisasi dalam rangka memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat dan stakeholder .
F.
LATIHAN SOAL
Pilihlah jawaban yang paling tepat di antara a, b, c, dan d! 1.
2.
3.
Sistem AKIP atau sistem manajemen berbasis kinerja diawali dengan penyusunan …. a.
Indikator Kinerja
b.
Perencanaan Kinerja
c.
Perjanjian Kinerja
d.
Akuntabilitas Kinerja
Dokumen penetapan kinerja kementerian/lembaga disampaikan kepada …. a.
Presiden
b.
Menpan dan Reformasi Birokrasi
c.
Menteri Keuangan
d.
Menteri Sekretaris Negara
Dalam penetapan misi, instansi pemerintah tidak perlu memperhatikan kriteria berikut ini. a.
Menjelaskan tindakan, produk atau pelayanan yang ditawarkan.
b.
Memiliki sasaran tentang publik yang akan dilayani.
c.
Kualitas tindakan, produk dan pelayanan yang ditawarkan memiliki daya saing yang meyakinkan masyarakat.
d. 4.
Produk yang ditawarkan bersifat umum (tidak spesifik).
Dalam Permenpan Nomor 29 Tahun 2010 dinyatakan bahwa penyusunan penetapan kinerja harus memperhatikan …. a.
kontrak kinerja antara Presiden dengan menteri
b.
dokumen perencanaan jangka menengah
c.
dokumen perencanaan kinerja tahunan, dan dokumen penganggaran dan atau pelaksanaan anggaran
d.
42
Jawaban a, b, dan c benar
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
5.
Pada dasamya, Indikator Kinerja Utama (IKU) disusun dengan tujuan …. a.
menjadi ukuran keberhasilan unit‐unit atau entitas organisasi tertentu
b.
mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi di masa yang akan datang
c.
memberikan citra positif bagi organisasi karena sudah mengimplementasikan SAKIP
d.
menentukan kapabilitas pimpinan organisasi dalam mengelola sumber daya organisasi
~
Pusdiklatwas BPKP
43
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
44
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Bab IV PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan para peserta diklat dapat menjelaskan tentang pengukuran dan evaluasi kinerja instansi pemerintah.
A.
PENGUKURAN KINERJA
Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator‐indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Selanjutnya, dikatakan bahwa pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives) dengan elemen kunci sebagai berikut. 1.
Perencanaan dan penetapan tujuan.
2.
Pengembangan ukuran yang relevan.
3.
Pelaporan formal atas hasil.
4.
Penggunaan informasi.
Pengukuran adalah aktivitas pembandingan antara sesuatu dengan alat ukurnya. Oleh karena itu, instrumen penting dalam pengukuran adalah alat ukurnya sendiri. Alat ukur kinerja adalah ukuran kinerja (performance measures) atau jika tidak ada alat ukur yang lebih akurat cukup menggunakan indikator kinerja (performance indicators). Oleh karenanya, kadang‐kadang istilah ukuran kinerja dan indikator kinerja menjadi sinomim yang sangat dekat.
Pusdiklatwas BPKP
45
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Pengukuran kinerja di lingkungan instansi pemerintah dilakukan sesuai dengan peran, tugas dan fungsi masing‐masing instansi pemerintah, sehingga lebih mengandalkan pada pengukuran keberhasilan instansi pemerintah yang dilakukan secara berjenjang dari tingkatan unit kerja sampai pada tingkatan tertinggi organisasi suatu instansi. Oleh karena itu, diperlukan berbagai indikator kinerja di berbagai tingkatan. Misalnya indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja pelaksanaan kegiatan. Dengan indikator itu diharapkan pengelola kegiatan, atasan dan pihak luar dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk mengatasi berbagai kerumitan pengukuran di berbagai tingkatan dan agregasinya untuk mengambil simpulan, seringkali digunakan beberapa indikator kinerja utama. Indikator kinerja utama (IKU) ini dipilih di antara berbagai indikator yang paling dapat mewakili dan menggambarkan apa yang diukur. Pengukuran kinerja di berbagai tingkatan dilakukan dengan mengacu pada dokumen perencanaan kinerja, penganggaran dan perjanjian kinerja. Berbagai tingkatan itu mempunyai, tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab masing‐masing yang berbeda antara satu tingkatan dengan tingkatan yang lain. Tingkatan entitas akuntabilitas itu dapat dikategorikan sebagai berikut: 1.
entitas akuntabilitas kinerja satuan kerja atau Eselon II pada Instansi Pemerintah Pusat;
2.
entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi Eselon I;
3.
entitas akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga;
4.
entitas akuntabilitas kinerja SKPD;
5.
entitas akuntabilitas kinerja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Seluruh entitas tersebut wajib menyusun rencana kinerja, melaksanakan kegiatan/program dan memantau realisasi capaian berbagai indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur terwujudnya output atau outcome sampai sasaran strategis Kementerian/Lembaga. Oleh karena itu, pengukuran kinerja juga dilakukan pada setiap tingkatan tersebut, yaitu: 1.
pengukuran kinerja hasil kegiatan atau output untuk entitas akuntabilitas kinerja satuan kerja atau Eselon II pada Pemerintah Pusat;
2.
pengukuran kinerja hasil program atau outcome untuk entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi Eselon I;
3.
pengukuran kinerja pencapaian sasasaran strategis K/L untuk entitas akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga;
46
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
4.
pengukuran kinerja hasil program dan kegiatan untuk entitas akuntabilitas kinerja SKPD;
5.
pengukuran kinerja hasil program untuk entitas akuntabilitas kinerja Pemerintah Daerah.
Instrumen pengukuran kinerja dengan menggunakan berbagai formulir pengukuran kinerja dapat dibedakan pada setiap tingkatan tersebut di atas.
B.
EVALUASI KINERJA
Evaluasi atau analisis adalah proses untuk mengurai suatu kondisi sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Analisis merupakan kebalikan dari sintesis, yaitu proses untuk menyatukan kondisi, ide, atau objek menjadi sesuatu yang baru secara keseluruhan. Oleh karena itu, analisis kinerja paling tidak dilakukan dengan cara melakukan analisis adanya beda kinerja ( performance gap analysis), yaitu melihat beda (gap) antara yang sudah direncanakan dengan realisasinya atau kenyataannya. Jika terdapat gap yang besar, maka perlu diteliti sebab‐sebabnya berikut berbagai informasi kendala dan hambatan termasuk usulan tindakan‐tindakan apa yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Keseluruhan hasil analisis kinerja selanjutnya dituangkan dalam pelaporan akuntabilitas kinerja. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) analisis kinerja dilakukan terhadap kinerja instansi pemerintah sesuai dengan entitas akuntabilitas kinerja dengan memanfatkan hasil dari aktivitas pengukuran kinerja yang telah dilakukan. Oleh karena itu, adalah penting untuk mengidentifikasi entitas yang melaporkan akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas kinerja di tingkat Kementerian/Lembaga sudah tentu menyangkut hal‐hal yang lebih besar, lebih penting, dan terkait dengan hasil‐hasil pembangunan nasional yang bersifat strategis. Jika dibandingkan dengan laporan akuntabilitas kinerja Unit Kerja Organisasi tingkat Eselon I, maka akuntabilitas kinerja di tingkat unit kerja eselon I lebih rinci dan lebih operasional, demikian seterusnya sampai ke tingkatan di bawahnya. Pengukuran dan analisis kinerja yang dilakukan pada tingkat Kementerian/Lembaga disarankan terbatas pada pencapaian sasaran‐sasaran strategis kementerian/lembaga. Dengan demikian, K/L hanya melaporkan hal‐hal yang penting atau strategis saja, dan kemudian hal‐hal yang lebih rinci dan lebih operasional dilaporkan unit kerja eselon I atau eselon II di bawahnya. Pengukuran kinerja di tingkat unit kerja organisasi eselon I, sebaiknya meliputi pelaporan sasaran strategis unit kerja tersebut dan juga kinerja pelaksanaan kegiatan atau output unit di bawahnya.
Pusdiklatwas BPKP
47
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Sedangkan unit kerja eselon II, mengukur dan melaporkan berbagai output pada unitnya beserta sub‐sub output ‐nya. Berikut disajikan ilustrasi pengukuran kinerja di berbagai tingkatan baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota:
48
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Pusdiklatwas BPKP
49
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
50
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Pusdiklatwas BPKP
51
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
52
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
C.
LATIHAN SOAL
Pilihlah jawaban yang paling tepat di antara a, b, c, dan d! 1.
Pengukuran kinerja merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan manajemen organisasi, dengan elemen kunci ….
2.
3.
a.
perencanaan dan pencapaian tujuan
b.
pengembangan ukuran yang relevan
c.
pelaporan hasil secara formal atau informal
d.
monitoring hasil secara formal
Pengukuran dan analisis kinerja yang bersifat strategis dilaksanakan pada tingkatan …. a.
kementerian/lembaga
b.
eselon 1
c.
eselon 2
d.
SKPD
Pengukuran kinerja hasil program atau outcome dilaksanakan untuk entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi setingkat ….
4.
a.
eselon i
b.
eselon 2
c.
SKPD
d.
unit kerja mandiri
Pengukuran dan evaluasi kinerja Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional dilaksanakan oleh ….
5.
a.
Itjen Kementerian Diknas
b.
BPKP
c.
Mendiknas
d.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional
Sasaran strategis Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Tengah pada formulir pengukuran kinerja SKPD diisi berdasarkan pada …. a.
sasaran strategis Dinas PU Provinsi Jawa Tengah pada dokumen Renstra
b.
sasaran strategis Dinas PU Provinsi Jawa Tengah pada dokumen RKT
c.
sasaran strategis Dinas PU Provinsi Jawa Tengah pada dokumen Penetapan Kinerja
d.
sasaran strategis Dinas PU Provinsi Jawa Tengah pada dokumen Pengukuran Kinerja
Pusdiklatwas BPKP
53
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
54
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
Bab V LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan para peserta diklat dapat menjelaskan mengenai prinsip- prinsip penyusunan LAKIP dan kewajiban penyusunan LAKIP.
Salah satu bentuk Laporan Kinerja yang digunakan dalam sektor publik di Indonesia adalah LAKIP. LAKIP dipakai sebagai media akuntabilitas bagi instansi pemerintah. Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.
A.
PRINSIP‐PRINSIP PENYUSUNAN LAKIP
Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip‐prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun secara jujur, objektif, dan transparan. Disamping itu, perlu pula diperhatikan prinsip‐prinsip lain, seperti : 1.
Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center), sehingga lingkupnya jelas. Hal‐hal yang dikendalikan (controllable) maupun yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti pembaca laporan.
2.
Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal‐hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan. Misalnya hal‐hal yang menonjol baik
keberhasilan
maupun
kegagalan,
perbedaan‐perbedaan
antara
realisasi
dengan
sasaran/standar/rencana/budget , penyimpangan‐penyimpangan dari rencana karena alasan tertentu, dan sebagainya. 3.
Prinsip perbandingan, laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode‐periode lain atau unit/instansi lain.
Pusdiklatwas BPKP
55
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
4.
Prinsip akuntabilitas, sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban dan prinsip pengecualian, maka prinsip ini mensyaratkan bahwa yang terutama dilaporkan adalah hal‐hal yang dominan yang membuat sukses atau gagalnya pelaksanaan rencana.
5.
Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar dari pada biaya penyusunannya.
Di samping itu, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian), berdaya banding tinggi, berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan terstandarisasi (untuk yang rutin).
B.
KEWAJIBAN PENYUSUNAN LAKIP
Pada dasarnya, instansi yang wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja adalah: 1.
Kementerian/Lembaga;
2.
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota;
3.
Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian/Lembaga;
4.
Satuan Kerja Perangkat Daerah;
5.
Unit
kerja mandiri, yaitu unit kerja yang mengelola anggaran tersendiri dan/atau unit yang
ditentukan oleh pimpinan instansi masing‐masing. Selanjutnya, jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah pusat diatur sebagai berikut. 1.
Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat Kementerian/Lembaga disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat‐lambatnya 2,5 (dua setengah) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2.
Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada Kementerian/Lembaga disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
3.
Waktu penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas diatur tersendiri oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Sedangkan jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah daerah mengikuti ketentuan sebagai berikut.
56
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
1.
Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat‐lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2.
Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat SKPD dan unit kerja mandiri pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota disampaikan kepada Gubernur/Bupati/ Walikota.
3.
Waktu penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat SKPD dan unit kerja mandiri sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas diatur tersendiri oleh Gubernur/ Bupati/ Walikota.
C.
LATIHAN SOAL
Pilihlah jawaban yang paling tepat di antara a, b, c, dan d! 1.
2.
3.
4.
LAKIP wajib disusun oleh …. a.
Kementerian/Lembaga
b.
Unit Organisasi Eselon 2 pada kementerian/Lembaga
c.
Biro Keuangan Setjen Kementerian Perindustrian
d.
Inspektorat Bidang Investigasi Itjen kementerian Keuangan
LAKIP pemerintah provinsi/kabupaten/kota disampaikan kepada …. a.
Menteri Dalam Negeri
b.
Menteri Keuangan
c.
Kepala BPKP
d.
Ketua BPK
LAKIP pemerintah provinsi/kabupaten/kota disampaikan selambat‐lambatnya …. a.
2 bulan setelah tahun anggaran berakhir
b.
2,5 bulan setelah tahun anggaran berakhir
c.
3 bulan setelah tahun anggaran berakhir
d.
4 bulan setelah tahun anggaran berakhir
Unit kerja organisasi eselon I pada Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melaporkan pencapaian tujuan/sasaran strategis yang bersifat …. a.
hasil (outcome) dan atau keluaran (output) penting.
b.
hasil (outcome) penting saja
c.
keluaran (output) penting saja
d.
hasil (outcome) dan atau keluaran (output) penting dan tidak penting
Pusdiklatwas BPKP
57
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
5.
Dalam penyajian mengenai pencapaian sasaran dalam LAKIP sekurang‐kurangnya memuat informasi tentang …. a.
realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi
b.
penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja
c.
pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan
d.
semua jawaban benar ~
58
Pusdiklatwas BPKP
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
DAFTAR PUSTAKA ______, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. ______, Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi . ______, Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional . Lembaga Administrasi Negara dan BPKP, Aku ntabilit as dan Good Governance, 2000, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara (LAN), Pedoman Penyusunan dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, 2003, Jakarta. Peraturan Menpan Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Menpan Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah. Peraturan Menpan Nomor 20 Tahun 2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama. Pusdiklatwas BPKP, Modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Edisi Kelima, 2007. Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Modul Penyusunan LAKIP, 2010. Kementerian Dalam Negeri dan Lembaga Administrasi Negara, Modul Diklat Teknis Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, 2007. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Rencana Strategis Tahun 2008 – 2011. Lembaga Administrasi Negara (LAN), Modul Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Edisi Kedua, 2004, Jakarta. Djoko Susilo, Good Governance Melalui Implementasi SAKIP, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, 2005, Jakarta. Stone, Bruce., Administrative Accountability in The “Westminster” Democraties: Towards a New Conceptual Framework , 1995. Mulgan, Richard., Holding Power to Account , Palgrave, 2003, New York. World Bank, World Development Report (Summary), World Bank, 1997, Washington D.C.
~
Pusdiklatwas BPKP
59
A kuntabilitas Instansi Pemerintah
60
Pusdiklatwas BPKP