Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Setelah menentukan pengukuran kerja dan menentukan waktu baku elemen kerja dalam proses perakitan tamiya, selanjutnya kita akan menentukan perencanaan lantai produksi. Waktu baku ini didapat dari waktu rata – rata – rata operator dengan tingkat kemampuan rata – rata untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan stasiun kerja yang optimal, maka akan diperoleh metode pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif dan efisien. Selanjutnya dari metode terpilih ini, diharapkan akan memperoleh keseimbangan lintasan ( Line Of Balancing ). ). Selain memperoleh keseimbangan lintasan, juga didapatkan waktu siklus dan juga performansi lintasan. Waktu siklus didapat dari waktu rata – rata keluarnya suatu produk. Dalam aplikasi di dunia industri manufaktur, keseimbangan lintasan ini berguna untuk meminimalkan stasiun kerja yang berguna untuk menentukan jumlah karyawan (operator), waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan operasi yang nantinya akan menentukan output atau hasil keluaran dalam satu hari kerja.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam laporan ini adalah bagaimana PT. Indonesia Tamiya Motor mampu membuat perencanaan lantai produksi dengan penentuan jumlah stasiun optimal serta pembagian operasi kerja di tiap stasiun dalam rangka menciptakan proses manufaktur yang lebih baik dan terstruktur untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. 1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum modul 4 perencanaan lantai produksi adalah agar praktikan mampu : 1. Memahami konsep keseimbangan lintasan ( line of balancing ) 2. Memahami metode keseimbangan lintasan dan karakteristiknya
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
1
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
3. Memahami proses dalam keseimbangan lintasan 4. Mampu menyeimbangkan suatu lintasan produksi guna meningkatkan tingkay produktivitas dan efisiensi dengan mengurangi waktu delay. 5. Memahami konsep dan kegunaannya dalam lintasan produksi.
1.4 Pembatasan masalah dan asumsi
Permasalahan dalam praktikum ini dibatasi pada penentuan stasiun kerja optimal, perhitungan line of balancing dengan metode heuristic dalam hal ini RPW, LCR, RA dan moodie Young, perhitungan tingkat performansi, pemilihan metode yang terbaik yang didapat setelah mendapatkan keseimbangan lintasan, dan lain sebagainya. 1.5 Sistematika penulisan BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang mengenai perencanaan lantai produksi yang dapat memenuhi demand, tujuan dari praktikum modul 4, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dan dasar teori mengenai perencanaan lantai produksi. BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
Berisi tentang alur atau flowchart pada praktikum modul 4 perencanaan lantai produksi BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini berisi tentang pengumpulan data yang nantinya akan dilakukan pengujian. BAB V ANALISA
Berisi analisa pengolahan data tentang analisa rancangan lintasan yang baru, serta analisa dalam melakukan implementasi Line Balancing. BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil praktikum yang telah dilakukan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
2
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
3. Memahami proses dalam keseimbangan lintasan 4. Mampu menyeimbangkan suatu lintasan produksi guna meningkatkan tingkay produktivitas dan efisiensi dengan mengurangi waktu delay. 5. Memahami konsep dan kegunaannya dalam lintasan produksi.
1.4 Pembatasan masalah dan asumsi
Permasalahan dalam praktikum ini dibatasi pada penentuan stasiun kerja optimal, perhitungan line of balancing dengan metode heuristic dalam hal ini RPW, LCR, RA dan moodie Young, perhitungan tingkat performansi, pemilihan metode yang terbaik yang didapat setelah mendapatkan keseimbangan lintasan, dan lain sebagainya. 1.5 Sistematika penulisan BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang mengenai perencanaan lantai produksi yang dapat memenuhi demand, tujuan dari praktikum modul 4, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dan dasar teori mengenai perencanaan lantai produksi. BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
Berisi tentang alur atau flowchart pada praktikum modul 4 perencanaan lantai produksi BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini berisi tentang pengumpulan data yang nantinya akan dilakukan pengujian. BAB V ANALISA
Berisi analisa pengolahan data tentang analisa rancangan lintasan yang baru, serta analisa dalam melakukan implementasi Line Balancing. BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil praktikum yang telah dilakukan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
2
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip dasar keseimbangan keseimbangan
Dalam suatu industri, perencanaan produksi memegang peranan penting dalam membuat penjadwalan produksi terutama dalam pengaturan operasi atau penugasan kerja. Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat maka dapat mebuat stasiun kerja di lintasan perakitan mempunyai kecepatan produksi berbeda yang akhirnya mengakibatkan terjadi penumpukan material diantara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya. Keseimbangan yang sempurna tercapai apabilavada persamaan keluaran (output ) dari setiap operasi dalam runtutan lini. Keseimbangan lintasan adalah upaya untuk meminimumkan ketidak seimbangan diantara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama disetiap stasiun kerja sesuai sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan ( Modul praktikum PTI, 2011 ). 2.2 Line of Balancing
Salah satu aplikasi atau pemanfaatan dari diketemukannya waktu baku atau waktu standart adalah guna menyeimbangkan lintasan produksi ( the balancing of production lines ). Untuk menggambarkan hal – hal tersebut diatas, secara sederhana sebuah model lintasan produksi tunggal dengan notasi – notasi sebagai berikut : N : Jumlah stasiun kerja Tc : Waktu siklus ( cycle time ) Tei : Waktu elemen kerja, dimana I = 1, 2, 3, ….., m Tsj : Jumlah elemen waktu yang dialokasikan untuk setiap stasiun kerja ( waktu stasiun kerja ) Beberapa petunjuk praktis untuk memperoleh lintasan yang seimbang antara lain sebagai berikut ber ikut (Wignjosoebroto,1995;289-294): Memperbaiki metode kerja, khususnya pada stasiun kerja yang kritis. Merubah kecepatan proses kerja, seperti kecepatan mesin, handstool speed, dll.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
3
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Menempatkan operator yang memiliki keterampilan terbaik pada stasiun kerja yang kritis Hindari terjadinya in proses storage terutama yang sering dui jumpai pada stasiun kerja kritis dengan cara melakukan kerja ekstra (overtime) Gunakan stasiun kerja ganda (multyple station) dua atau lebih stasiun kerja akan melaksanakan elemen-elemen aktivitas yang sama untuk menngkatkan siklus waktu secara efektif. Pada umumnya merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintasan perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas. Tujuan tersebut dapat tercapai bila lintasan perakitan bersifat seimbang atau dengan kata lain setiap stasiun kerja mendapatkan tugas yang sama nilainya diukur dengan waktu pada setiap stasiun kerja sepanjang lintasan perakitan adalah . Hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Meminimasi waktu menganggur (Delay Time) di setiap stasiun kerja 2. Meminimasi jumlah stasiun kerja 3. Menyeimbangkan setiap lintasan, dengan memberikan setiap stasiun kerja tugas yang sama nilainya berdasarkan waktu. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan lintasan perakitan tersebut didasarkan pada: 1. Hubungan antara kecepatan produksi (production rate) 2. Operasi yang dibutuhkan dan urutan-urutan kebergantungan 3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seti ap operasi 4. Sejumlah operator yang melakukan operasi ( Modul praktikum PTI, 2011 ). 2.3 Metode – Metode Line Balancing
Dalam menyeimbangkan lintas perakitan, ada berbagai macam Metode dan cara pendekatan yang berbeda-beda, akan tetapi tujuan penyelidikan pada prinsipnya sama, yaitu optimalisasi lintasan perakitan untuk mendapatkan penggunaan tenaga kerja dan fasilitas yang efisien dimana tekanan penyelidikan dikonsentrasikan pada aspek waktu.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
4
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Cara pendekatan ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu: Meminimumkan jumlah stasiun kerja untuk suatu kecepatan produksi tertentu. Meminimumkan waktu siklus (memaksimumkan kecepatan produksi). Berdasarkan jumlah stasiun yang telah ditentukan sebelumnya, metode keseimbangan lintasan perakitan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu: Metode Analitis (Matematik) Metode
ini
menggunakan
pemecahan
masalah
ini
yaitu
dengan
mengelompokkan operasi-operasi perakitan ke dalam sejumlah kombinasi-kombinasi yang menjadi tugas untuk setiap stasiun kerja. Selanjutnya mencari alternatif yang terbaik untuk menyusun kombinasi-kombinasi ini menjadi urutan-urutan tugas sepanjang lintasan perakitan tersebut. Metode ini masih memerlukan ketelitian serta usaha yang cukup besar untuk memecahkan persolan yang kompleks. Metode ini lebih menekankan terhadap pemecahan masalah secara teoritis, sehingga kurang praktis untuk diterapkan pada persoalan yang sebenarnya meskipun hasil yang dicapai teliti dan keoptimalannya terjamin. Metode Probabilistik Metode ini dikembangkan oleh para ahli karena seringkali mengalami kesulitan dalam memecahkan keseimbangan lintasan perakitan, terutama oleh adanya perubahan kecepatan kerja (konsistensi kerja) dari para operator apabila mereka beralih dari satu siklus ke siklus berikutnya. Perubahan kecepatan kerja ini timbul akibat adanya variasi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan. Metode Branch And Bound Pada dasarnya Metode Branch and Bound adalah prosedur diagram pohon keputusan. Setiap iterasi dari prosedur ini dimulai dengan sebuah simpul yang menggambarkan penugasan elemen-elemen kerja pada sebuah stasiun kerja. Apabila ditemukan bahwa tidak ada solusi yang terdekat, prosedur bercabang
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
5
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
pada sejumlah simpul turunan yang sebelumnya tidak terdominasi tetapi feasible kemudian dihitung batas bawah untuk setiap simpul. Simpul yang batas bawahnya paling kecil akan diambil sebagai patokan untuk interasi berikutnya, seandainya solusi awalnya baik. Metode Pabrikasi Persolan keseimbangan sebuah lintasan pabrikasi lebih sulit untuk dipecahkan jika dibandingkan dengan msalah lintasan perakitan. Hal ini disebabkan pada lintasan pabrikasi tidak mudah untuk membagi operasi-operasi kedalam elemenelemen yang lebih kecil untuk didistribusikan. Pembatas ini akan memberi ruang gerak dalam melakukan perencanaan lintasan pabrikasi. Sebagai contoh seorang operator yang melakukan pekerjaan merakit dapat dengan mudah untuk dipindahkan dari satu pekerjaan perakitan ke pekerjaan lainnya. Sedangkan pada lintasan pabrikasi, sebuah mesin atau peralaatan sangat sukar untuk digunakan dalam bermacam-macam pekerjaan, tanpa biaya set-up yang mahal. Metode Heuristik Pendekatan secara heuristik ini didasarkan atas penyederhanaan persoalan kombinasi yang kompleks sehingga dapat dipecahkan secara sederhana dan dengan metode yang mudah dimengerti. Pendekatan dengan Metode heuristik ini sebenarnya tidak menjamin suatu solusi optimal. Langkah awal dari setiap metode keseimbangan lintasan dengan menggunakan metode heuristik yang ada bermula dari presedence diagram dan matriks presedence. Pembuatan presedence diagram biasanya menggunakan data yang berasal dari Peta Proses Operasi (OPC). Kemudian langkah selanjutnya akan mengalami perbedaan sesuai dengan cirinya dari masingmasing. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan seperti dibawah ini.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
6
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Beberapa metode Heuristik yang umum digunakan dengan teknik manual adalah sebagai berikut : Metode Helgeson Birnie (Ranked Position Weight / RPW) Ranked Positional Weight adalah metode yang diusulkan oleh Helgeson
dan
Birnie
sebagai
pendekatan
untuk
memecahkan
permasalahan pada keseimbangan lini dan menemukan solusi dengan cepat. Konsep dari metode ini adalah menentukan jumlah stasiun kerja minimal dan melakukan pembagian task ke dalam stasiun kerja dengan cara memberikan bobot posisi kepada setiap task sehingga semua task telah ditempatkan kepada sebuah stasiun kerja. Bobot setiap task, misal task ke-I dihitung sebagai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan task ke-i ditambah dengan waktu untuk mengeksekusi semua task yang akan dijalankan setelah task ke-i tersebut. Langkah-langkah pengolahannya adalah : 1.
Lakukan pembobotan dengan cara menentukan jalur/node/jaringan terpanjang dari masing-masing operasi /tugas berdasarkan waktu proses dengan melihat kepada presedence yang ada ( position weight ).
2
Jumlahkan waktu operasi dari jalur /node/jaringan yang telah terbentuk
3
Urutkan/ranking operasi-operasi berdasarkan waktu terpanjang ( position weight
4
terbesar).
Alokasikan operasi yang mempunyai ranking paling awal kepada stasiun
yanglebih
awal
dengan
memperhatikan precedence
diagram. 5
Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada.
6
Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
7
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode Largest Candidate Rule (LCR) Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1 Urutkan/rangking setiap operasi /tugasberdasarkan waktu proses terlama/terbesar. 2 Alokasikan operasi yang mempunyai rangking paling awal kepada stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram 3 Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada 4 Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan.
Metode Killbridge Wester ( Region Approach / RA) Kilbridge Wester adalah metode yang dirancang oleh M.Kilbridge dan L.Wester
sebagai
pendekatan
lain
untuk
mengatasi
permasalahan
keseimbangan lini. Pada metode ini, dilakukan pengelompokan task-task ke dalam sejumlah kelompok yang mempunyai tingkat keterhubungan yang sama. Langkah-langkahnya : 1
Bagi precedence diagram yang ada ke dalam beberapa wilayah (region).
2
Pembagian wilayah ini dilakukan secara vertikal, dimana setiap wilayah tidak boleh ada dua operasi yang saling berhubungan.
3
Operasi yang tidak memiliki operasi pendahulu (predecessor) diletakkan pada wilayah yang pertama/lebih awal
4
Alokasikan operasi yang terletak pada wilayah yang paling awal kepada stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram.
5
Setiap
operasi
yang
berada
pada
wilayah
yang
sama
mempunyaihak yang sama untuk dialokasikan kepada stasiun yang ada, oleh karena itu bisa dipilih operasi mana saja yang akan dialokasikan ke dalam stasiun yang ada.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
8
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
6
Jika kita akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah berikutnya, maka seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya harus sudah dialokasikan semuanya.
7
Alokasikan seluruh operasi kepada eluruh stasiun yang ada.
8
Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan.
Metode Moodie Young (MY) Metode ini terdiri dari 2 fase : Fase 1 : Elemen kerja ditandai dengan stasiun kerja yang berhubungan dalam garis perakitan. terutama dengan metode Largest Candidate Rules (LCR). LCR terdiri dari penentuan nilai elemen yang tersedia (dengan tidak memperhatikan precedence) sesuai dengan penurunan nilai waktu. (lihat langkah-langkah waktu pengolahan LCR). Fase 2 : Fase ini berusaha untuk membagi waktu menganggur secara merata untuk seluruh stasiun kerja. Langkah-langkah dalam fase 2 ini adalah sebagai berikut : 1.
Hitung waktu total operasi pada masing-masing stasiun kerja.
2.
Tentukan stasiun kerja yang memiliki waktu operasi yang terbesar dan waktu operasi yang terkecil dari fase 1.
3.
Setengah dari perbedaan kedua nilai tersebut dinamakan GOAL. GOAL = (STmax – STmin)/2
4.
Tetapkan seluruh elemen tunggal pada STmax yang kurang dari 2 kali nilai GOAL, dan tidak melanggar aturan precedence jika dipindahkan ke STmin.
5.
Tetapkan seluruh kemungkinan pemindahan operasi dari STmax ke STmin, seperti halnya operasi maksimal 2 kali GOAL, dengan memperhatikan precedencenya.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
9
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
6.
Lakukan langkah diatas hingga tidak ada lagi yang bisa dipindahkan ( Modul praktikum PTI, 2011 ).
2.4 Istilah-Istilah dalam Kesimbangan Lintasan
Dalam sistem kesimbangan lintasan perakitan terdapat beberapa ist ilah yang digunakan meliputi : 1. Assembly Product : produk yang melewati beberapa stasiun kerja yang mana sejumlah proses dilakukan untuk melengkapi produk tersebut sampai menjadi produk jadi. 2. Precedence Diagram : diagram yang memperlihatkan ketergantungan suatu operai dengan operasi pendahulunya dan tidak boleh dilanggar. 3. Work Element : bagian dari total pekerjaan dalam proses perakitan 4. Work Station ( K ) : lokasi dalam lintasan perakitan dimana elemen pekerjaan diproses menjadi produk jadi. Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus: ( Baroto, 2002)
Keterangan: ti =Waktu operasi (elemen) C = Waktu siklus stasiun kerja K min = Jumlah stasiun kerja minimal. 5. Cycle Time (CT) : parameter yang menunjukkan kecepatan produksi yang dapat didefinisikan sebagai waktu diantara dua perakitan, dengan asumsi waktu konstan untuk seluruh perakitan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
10
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
CT= 6. Station Time (ST) : total waktu yang ada dari setiap elemen pekerjaan yang diproses pada stasiun yang sama. Dengan ketentuan bahwa Station Time (ST) tidak boleh lebih mendahului Cycle Time (CT) 7. Delay Time (DT) : perbedaan antara cycle time dengan station time ( Buku Ajar PPC 2,2009).
8. Waktu Menganggur ( Idle Time) Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) dan Stasiun Time (ST), atau CT dikurangi ST ( Baroto, 2002)..
Keterangan: n = Jumlah stasiun kerja Ws = Waktu stasiun kerja terbesar Wi =Waktu sebenarnya pada stasiun kerja i = 1,2,3,…,n 9. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu mengganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasi an yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance Delay dapat dirumuskan sebagai berikut ( Baroto,2002).
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
11
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Keterangan: D = Balance Delay (%) n = Jumlah stasiun kerja C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja Σti = Jumlah semua waktu operasi ti = Waktu operasi
2.5 Pembatasan Dalam Keseimbangan Lintasan
Dalam menyeimbangkan lintasan ada beberapa faktor yang dijadikan pembatas, dan pembatas itu antara lain adalah sebagai berikut : 1. Pembatas Teknologi (Technological Restriction) Pembatas ini sering juga disebut precedence contrain dalam bahasa keseimbangan lintasan. Yang dimaksud pembatasan teknologi adalah proses pengerjaan yang telah ditentukan. Untuk proses serta ketergantungannya digambarkan dalam diagram kebergantungan (Precedence Diagram) dan Operation Process Chart (OPC). 2. Pembatas Fasilitas ( Facility Restriction) Pembatas disini adalah akibat adanya fasilitas atau mesin yang tidak dapat dipindahkan (fasilitas tetap). 3. Pembatas Posisi ( Positional Restriction) Membatasi pengelompokkan elemen-elemen kerja orientasi produk terhadap operator yang sudah tertentu. 4. Zoning Constrain Zoning Constrain terdiri atas Positive Zooning Constrains dan Negative Zooning Constrains a. Positive Zooning Contrains berarti bahwa elemen-elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam stasiun kerja yang sama.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
12
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
b. Negative Zooning Contrains menyatakan bahwa jika satu elemen pekerjaan dengan elemen pekerjaan lain sifatnya saling mengganggu maka sebaiknya tidak ditempatkan saling berdekatan. Sebagai ilustrasi, suatu elemen pekerjaan membutuhkan koordinasi yang baik dan hati-hati sebaiknya tidak ditempatkan berdekatan dengan stasiun kerja yang menimbulkan kegaduhan dan getaran yang keras/berat ( Buku Ajar PPC 2,2009). 2.6 Kriteria Dalam Keseimbangan Lintasan
Secara matematis kriteria yang umuum digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan perakitan adalah : Waktu Menganggur ( Delay Time)
Keterangan: n = Jumlah stasiun kerja Ws = Waktu stasiun kerja terbesar Wi =Waktu sebenarnya pada stasiun kerja i = 1,2,3,…,n Keseimbangan waktu senggang ( balance delay ) Balance delay merupakan ukuran dari ketidak efisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna diantara stasiun-stasiun kerja. Balance delay dapat dirumuskan sebagai berikut : ( modul praktikum PTI, 2011 )
D= Keterangan : D : balance delay n : Jumlah stasiun kerja
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
13
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja ∑ti : jumlah semua waktu operasi ti : waktu operasi Efisiensi stasiun kerja Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat dirumuskan sebagai berikut (Nasution, 1999): Efisiensi stasiun kerja = Efisiensi lintasan produksi Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002) atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja ( modul praktikum PTI, 2011 ).
Line efficiency = Keterangan : Sti : waktu stasiun kerja dari ke-i K : jumlah stasiun kerja Stmax : waktu stasiun kerja paling besar Smoothest index Smoothet Indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Smoothness Index yaitu cara untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini perakitan. Semakin mendekati nol nilai Smoothness Index suatu lini, maka semakin seimbang suatu lini, artinya pembagian task-task cukup merata. Lini dikatakan mempunyai keseimbangan sempurna jika nilai Smoothness Index nol, Smoothness Index dinotasikan sebagai berikut:
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
14
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
SI= Keterangan ST max : waktu maksimum di stasiun Sti : waktu stasiun di stasiun kerja i 2.7
Kanban
Kanban adalah penjadwalan produksi dan sistem kartu pengendali inventory. Kanban juga mempunyai arti suatu kartu mirip label yang berisi catatan-catatan tentang jumlah dan jenis unit yang diperlukan. Istilah Jepang kanban dapat diartikan sebagai “kartu”. Sistem kanban menggunakan paper card untuk mengendalikan penjadwalan aktivitas produksi dan penggunaan inventori. Kanban card mungkin dapat 4 -8 inci atau kartu plastik yang reusable. Sistem JIT tidak harus mempunyai sistem kanban untuk beroperasi, suatu sistem kanban mendukung lingkungan JIT agar dapat diterapkan dalam unitary atau produksi lot kecil.
Sedangkan
sistem
kanban
adalah
suatu
sistem
informasi
yang
mengendalikan produksi dengan penentuan dari jumlah yang diperlukan pada waktu tertentu dalam tiap lantai produksi atau antara perusahaan. Jenis-jenis kanban adalah sebagai berikut: a. Kanban Pengambil (withdrawal kanban) Berisi mengenai spesifikasi jenis dan jumlah produk yang harus diambil. b. Kanban Perpindahan Produksi (in process kanban) Menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan pada proses terdahulu. c. Kanban Pemasok ( supplier kanban) Digunakan untuk melaksanakan pengambilan produk dari supplier. d. Kanban Pemberi Tanda ( signal kanban) Digunakan untuk menerangkan spesifikasi produk lot pada tiap proses terdahulu maupun sebelumnya. Kanban pemberi tanda biasanya ditempel pada kotak. Bila pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, maka akan muncul intruksi untuk produksi.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
15
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Ada beberapa tipe kanban card yang digunakan untuk menandai otorisasi beberapa produksi atau kegiatan inventori. Kanban card meliputi kanban produksi, kanban vendor, dan kanban material. a. Kanban produksi menandakan bahwa produksi dimulai. Kanban ini biasanya mendata nama produk, nomor identifikasi, deskripsi, dan material yang dipelukan dalam produksinya. Kanban juga dapat memuat informasi dimana material atau inventori dapat ditemukan, dan bahkan informasi assembly komponen. Dalam sistem berbasis, kanban dapat mengandung kata kunci komputer sebagai keterangan instruksi. b. Kanban vendor digunakan sebagai informasi vendor untuk mengirim unit materail yang disuplai para pembeli. Kanban ini biasanya mendata nama item persediaan pembeli, nama produk vendor, nomor identifikasi, dan ukuran pemesanan. c. Kanban material digunakan untuk menandakan bahwa pihak pengangkut material diberi hak untuk memindahkan atau mengambil supplay, material, atau inventory dari lokasi tertentu ke tujuan item. Untuk mencapai tujuan penggabungan kanban, suatu organisasi harus memenuhi kewajiban sebagai berikut: a. Mempunyai demand produk jadi stabil yang diproduksi sist em. b. Mempunyai tipe operasi aliran produksi kontinyu c. Mempunyai persediaan untuk WIP Mempunyai supply, material, dan inventory item yang disimpan dalam item tunggal, kontainer reusable (yaitu penampan atau kotak). Jenis-jenis kanban adalah sebagai berikut: a. Kanban Pengambil (withdrawal kanban) Berisi mengenai spesifikasi jenis dan jumlah produk yang harus diambil. b. Kanban Perpindahan Produksi (in process kanban) Menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan pada proses terdahulu.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
16
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
c. Kanban Pemasok ( supplier kanban) Digunakan untuk melaksanakan pengambilan produk dari supplier. d. Kanban Pemberi Tanda ( signal kanban) Digunakan untuk menerangkan spesifikasi produk lot pada tiap proses terdahulu maupun sebelumnya. Kanban pemberi tanda biasanya ditempel pada kotak. Bila pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, maka akan muncul intruksi untuk produksi (Buku Ajar PPC 2,2009).
N = Dimana: N = Jumlah kanban yang dibutuhkan D = Rata-rata permintaan harian W = Waktu tunggu penanganan part per container (hari) A = Koefisien stasiun = C = Kapasitas kontainer
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
17
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM START
INPUT Hasil Forecasting , Data waktu Baku, Presendence Diagram
Kelogisan Lintasan
Penentuan waktu siklus dengan pendekatan demand dan pendekatan teknis
Perancangan stasiun kerja dengan menggunakan metode Heuristik
Perhitungan Performansi Lintasan tiap metode
Pemilihan lintasan dengan performansi terbaikdari beberapa metode
Kartu Kanban
Simulasi keseimbangan lintasan produksi yang terpilih
Perhitungan performansi implementasi lintasan
Analisa perbandingan implementasi dengan rancangan
FINISH
Gambar 3.1 Metodologi Praktikum
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
18
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Pada Praktikum modul 4 ini , kita dituntut untuk dapat membuat Line of Balancing dari produksi mainan tamiya mini 4 WD Input : Hasil Forecasting , Data waktu Baku, Presendence Diagram. Modul ini dimulai dengan input waktu baku modul 2 , Presendence Diagram modul 2 dan hasil Forecasting dari modul 3 Penentuan waktu siklus dengan pendekatan demand dan pendekatan teknis. Waktu siklus untuk penentuan stasiun kerja dapat diperoleh dengan pendekatan demand dan pendekatan secara teknis Perancangan stasiun kerja dengan menggunakan metode Heuristik. Penentuan jumlah Stasiun kerja dilakukan dengan metode Ranked Position Weight ( RPW ), Large Candidate Ruler ( LCR ) , Region Approach ( RA ) dan Moodie Young Perhitungan Performansi Lintasan tiap metode. Setelah
didapatkan
metode-metode
tersebut
,
dilakukan
perhitungan
performansi lintasan seperti Idle Time , Balance Delay ,Efisiensi Stasiun Kerja , Line Efficiency dan Smoothing Index Pemilihan lintasan dengan performansi terbaik dari beberapa metode. Metode yang terpilih berdasarkan metode yang memiliki percentase nilai dari Line Efficiency dan Smoothing Index terbesar Simulasi keseimbangan lintasan produksi yang terpilih. Melakukan Running dari hasil LOB yang terpilih yang dilaksanakan sesuai kondisi real dari lantai produksi. Perhitungan performansi implementasi lintasan. Menghitung performansi dari implementasi lintasan yang terpilih saa Running. Analisa perbandingan implementasi dengan rancangan. Menganalisis hasil perbandingan implementasi dengan rancangan LOB yang telah dilakukan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
19
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
Pengumpulan Data 4.1.1
Presedence Diagram
Berikut ini merupakan precedence diagram dari operasi kerja perakitan tamiya yang dilakukan pada modul 2
Gambar 4.1 Presedence Diagram
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
20
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.1.2
Waktu Baku Setiap Operasi Kerja
Berikut adalah waktu baku untuk setiap operasi kerja yang dilakukan pada modul 2 Tabel 4.1 Waktu baku setiap Operasi kerja
No 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Operasi Kerja Memasang plat belakang besar ke rumah dynamo memaang plat belakang kecil ke rumah dynamo assy memasang dynamo ke rumah dynamo memasang gear dinamo ke dinamo memasang gear kecil pada chasis Memasang as roda pada chasis aasy Memasang gear besar pada chasis assy
Memasang as roda pada chasis assy Memasang roda assy ke as roda depan kanan assy Memasang roda assy ke as roda depan kiri assy Memasang roda assy ke as roda belakang kanan assy
Waktu Baku 9,71 7,05 4,57 7 3,93 10,22
3,5 15,28 3,06 5,03
Memasukkan baut ke dalam roller depan kiri Membaut roller depan kiri assy ke chasis assy Memasukkan baut ke dalam roller depan kanan
4,85 8,09 4,23 5,17 5,17 6,37 10,79 14,01 9 25,5 4
22 23 24 25
Membaut roller depan kanan assy pada chasis assy Memasukkan baut ke dalam roller belakang kiri Membaut roller belakang kiri assy ke chasis assy Memasukkan baut ke dalam roller belakang kanan
13,12 3,27 20,4 4,07
26 27 28 29
Membaut roller belakang kanan assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memasang penutup baterai pada chasis assy Inspeksi baterai
11,57 7,37 6,91 6,29
Memasang roda assy ke as roda belakang kiri assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang tuas on off pada chasis assy Memasang rumah dynamo assy ke chasis assy Memasang penutup plat depan pada chasis assy Memasang pengunci dynamo pada chasis assy
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
21
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.1 Waktu baku setiap Operasi kerja
30 31 32 33 34
4.1.3
Memasang body pada chasis assy Memasang pengunci body pada chasis assy memasang bumper belakang pada chasis assy menyekrup bumper belakang kanan ke chasis assy Menyekrup bumper belakang kiri ke chasis assy
6,11 4 6 16 11,42
Hasil Peramalan
Berikut merupakan hasil peramalan yang didapatkan dari perhitungan di modul 3 Tabel 4.2 Hasil Ramalan per Unit
Periode
Spin
AERO
Blaster
49
12569
6407
10024
50
12569
6440
10075
51
12569
6473
10127
52
12569
6506
10178
53
12569
6539
10230
54
12569
6572
10282
55
12569
6605
10333
56
12569
6638
10385
57
12569
6671
10437
58
12569
6703
10488
59
12569
6736
10540
60
12569
6769
10591
61
12569
6802
10643
62
12569
6835
10695
63
12569
6868
10746
64
12569
6901
10798
65
12569
6934
10849
66
12569
6967
10900
67
12569
7000
10952
68
12569
7033
11004
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
22
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan table 4.2 hasil ramalan per unit
69
12569
7066
11056
70
12569
7099
11107
71
12569
7132
11159
72
12569
7165
11210
73
12569
7198
11262
74
12569
7231
11314
75
12569
7264
11365
76
12569
7297
11417
77
12569
7330
11469
78
12569
7363
11520
79
12569
7396
11572
80
12569
7429
11623
81
12569
7467
11675
82
12569
7495
11726
83
12569
7528
11778
84
12569
7561
11830
85
12569
7594
11881
86
12569
7627
11933
87
12569
7660
11985
88
12569
7693
12036
89
12569
7726
12088
90
12569
7759
12139
91
12569
7792
12191
92
12569
7825
12243
93
12569
7858
12294
94
12569
95 96
12569 12569
7891 7924 7957
12346 12397 12449
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
23
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2
Pengolahan Data 4.2.1
Pembentukan Stasiun Kerja Awal dengan Metode Line of Balancing 4.2.1.1 Perhitungan Waktu Siklus a. Pendekatan Teknis
Diketahui dari modul 2 waktu siklus terbesar adalah 25,5. Pendekatan teknis digunakan apabila pekerjaan itu berupa pekerjaan yang tetap, tidak merubah layout lini produksi karena apabila merubah lini produksi maka akan menambah biaya. Dalam modul 4 ini, pekerjaan yang digunakan merupakan pekerjaan perakitan yang operatornya adalah manusia yang apabila merubah layout tidak mengeluarkan bia ya banyak b. Pendekatan Demand
pendekatan teknis, waktu siklus sebesar 25,5 detik. 1 tahun = 50 minggu pendekatan demand, demand adalah 1487331 unit /20 minggu = 7437 unit/minggu. Asumsi 1hari produksi = 8jam = 480 menit Hari kerja = 5 hari tiap minggu Waktu siklus = Waktu siklus = Waktu siklus = 19,363 detik /hari 4.2.1.2 Jumlah Stasiun Kerja Optimal
total waktu produksi = 283,06 detik waktu siklus = 19,363 detik jumlah SK =
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
24
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.1.3 Pembentukan Stasiun Kerja Awal dengan Metode LOB
Metode Ragion Approach Table 4.3 Metode Ragion Approach
Stasiun 1 2
3
4
5 6 7.1 7.2 8.1 8.2 9
10
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Operasi Waktu Waktu per Slack Kerja Baku stasiun Time 1 9.71 16.76 2.603 2 7.05 4 7 18.66 0.703 5 3.93 13 4.23 7 3.5 14 5.17 17.61 1.753 15 5.17 21 4 23 3.27 19 9 17.64 1.723 25 4.07 3 4.57 6 10.22 10.22 9.143 8 15.28 15.28 4.083 20 12.75 22 6.56 19.31 0.053 20 12.75 22 6.56 19.31 0.053 24 10.2 26 5.785 15.985 3.378 24 10.2 26 5.785 15.985 3.378 16 6.37 19.31 0.053 9 3.06 11 4.85 10 5.03 12 8.09 18.88 0.483 17 10.79
25
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Table 4.3 Metode Ragion Approach
11 12 13
14 15
18 27 28 29 30 31 32 34 33
14.01 7.37 6.91 6.29 6.11 4 6 11.42 16
14.01
5.353
14.28
5.083
16.4
2.963
17.42
1.943
16
3.363
Presedence Diagram
Tabel 4.2 Presedence Diagram Metode RA
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
26
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode LCR Tabel 4.4 Rangking Metode LCR
Operasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Ranking 9,71 11 7,05 15 4,57 26 7 16 3,93 31 10,22 10 3,5 32 15,28 4 3,06 34 5,03 24
Operasi 20 24 33 8 18 22 26 34 17 6
Waktu Ranking 25,5 1 20,4 2 16 3 15,28 4 14,01 5 13,12 6 11,57 7 11,42 8 10,79 9 10,22 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
4,85 8,09 4,23 5,17 5,17 6,37 10,79 14,01 9 25,5 4
25 13 27 23 22 18 9 5 12 1 29
1 19 12 27 2 4 28 16 29 30 32
9,71 9 8,09 7,37 7,05 7 6,91 6,37 6,29 6,11 6
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25
13,12 3,27 20,4 4,07
6 33 2 28
15 14 10 11
5,17 5,17 5,03 4,85
22 23 24 25
26 27 28 29 30 31 32
11,57 7,37 6,91 6,29 6,11 4 6
7 14 17 19 20 30 21
3 13 25 21 31 5 7
4,57 4,23 4,07 4 4 3,93 3,5
26 27 28 29 30 31 32
33 34
16 11,42
3 8
23 9
3,27 3,06
33 34
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
27
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.5 Stasiun Kerja berdasarkan Metode LCR
Stasiun 1
2.1
2.2
3
4
5
6
7.1 7.2
8
9 10 11 12
13
Operasi kerja 1 19 20 2 15 20 2 15 4 16 14 3 13 25 21 22 5 26 7 23 24 8 24 8 6 11 9 12 10 17 18 27 28 29 30 31
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Waktu baku 9.71 9 12.75 3.525 2.585 12.75 3.525 2.585 7 6.37 5.17 4.57 4.23 4.07 4 13.12 3.93 11.57 3.5 3.27 10.2 7.64 10.2 7.64 10.22 4.85 3.06 8.09 5.03 10.79 14.01 7.73 6.91 6.29 6.11 4
Waktu per stasiun 18.71
18.86
18.86
18.54
16.87
17.05
18.34
17.84 17.84
18.13
13.12 10.79 14.01 14.64
16.4
28
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.5 Stasiun Kerja berdasarkan Metode LCR
14 15
32 34 33
6 11.42 16
17.42 16
Presedence Diagram
Gambar 4.3 Presedence Diagram Metode LCR
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
29
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode Moodie Young Goal = 18,86 – 10,79 = 8,07 FASE 1: Tabel 4.6 Fase 1 Metode Moodie Young
Stasiun Operasi kerja 1 1 19 20 2.1 2 15 20 2.2 2 15 4 3 16 14 3 13 4 25 21 22 5 5 26 6 7 23 24 7.1 8 24 7.2 8 6 8 11 9
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Waktu baku Waktu per stasiun 9.71 18.71 9 12.75 18.86 3.525 2.585 12.75 18.86 3.525 2.585 7 18.54 6.37 5.17 4.57 4.23 16.87 4.07 4 13.12 17.05 3.93 11.57 18.34 3.5 3.27 10.2 17.84 7.64 10.2 17.84 7.64 10.22 18.13 4.85 3.06
30
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.6 Fase 1 Metode Moodie Young
12 10 17 18 27 28 29 30 31 32 34 33
9 10 11 12
13
14 15
8.09 5.03 10.79 14.01 7.73 6.91 6.29 6.11 4 6 11.42 16
13.12 10.79 14.01 14.64
16.4
17.42 16
FASE 2 : Tabel 4.7 Fase 2 Metode Moodie Young
Stasiun Operasi kerja 1 1 19 20 2.1 2 15 20 2.2 2 15 4 3 16 14 3 13 4 25 21 22 5 5 26 6 7 23
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Waktu baku Waktu per stasiun 9.71 18.71 9 12.75 18.86 3.525 2.585 12.75 18.86 3.525 2.585 7 18.54 6.37 5.17 4.57 4.23 16.87 4.07 4 13.12 17.05 3.93 11.57 18.34 3.5 3.27
31
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.7 Fase 2 Metode Moodie Young
7.1 7.2 8
9 10 11 12
13
14 15
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
24 8 24 8 6 11 9 12 10 17 18 27 28 29 30 31 32 34 33
10.2 7.64 10.2 7.64 10.22 4.85 3.06 8.09 5.03 10.79 14.01 7.73 6.91 6.29 6.11 4 6 11.42 16
17.84 17.84 15.07
16.18 10.79 14.01 14.64
16.4
17.42 16
32
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Presedence Diagram
Gambar 4.4 Presedence Diagram Metode Moodie Young
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
33
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode RPW Tabel 4.8 Rangking Metode RPW
rangking
waktu elemen
bobot
1
7
109,83
2
8
106,33
3
5
99,45
4
1
98,76
5
19
98,6
6
2
96,1
7
6
95,52
8
15
94,25
9
14
94,07
10
10
93,93
11
13
93,15
12
4
91,48
13
11
91,07
14
20
89,6
15
3
89,05
16
17
88,9
17
23
87,77
18
9
86,2
19
12
86,7
20
24
84,5
21
16
84,48
22
21
81,22
23
25
79,74
24
18
78,11
25
22
77,2
26
26
75,67
27
27
64,1
28
28
56,78
29
29
56,73
30
30
43,53
31
31
37,42
32
32
33,42
33
33
27,42
34
34
11,42
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
34
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.9 Pembagian Stasiun Kerja Metode RPW
7
3,5
8
15,28
5
3,93
1
9,71
15
5,35
19
9
2
7,05
23
3,27
6
10,22
14
5,17
13
4,23
4
7
11
4,85
20
12,75
3
2,28
9
1,53
10
2,51
20
12,75
3
2,28
9
1,53
10
2,51
17
10,79
12
8,09
24
10,2
16
3,18
21
2
25
2,03
24
10,2
16
3,18
21
2
25
2,03
9
18
14,01
14,01
10
22
13,12
13,12
26
11,57
27
7,37
1
2
3
4
5
6.1 6 6.2
7
8.1 8 8.2
11
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
18,78
18,89
19,32
15,59
16,08
19,07
19,07
18,88
17,41
17,41
18,94
35
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.9 Pembagian Stasiun Kerja Metode RPW
28
6,91
29
6,29
30
6,11
31
4
32
6
14
33
16
16
15
34
11,42
11,42
12
13
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
13,2
16,11
36
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Presedence Diagram
Gambar 4.5 Predence Diagram Metode RPW
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
37
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.1.4 Performansi Masing-Masing Metode LOB
Metode Ragion Approach a. Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST k k
DT
1
(17x19.363) - 283.06 46.111
b. Persentase Waktu Menganggur (%DT)
% DT
% DT
DT K .ST max
x100%
46.11 17 x19.363
x100%
14 %
c. Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k)
`
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
ESK
ST k ST max
x100%
38
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.10 Perhitungan Effisiensi Stasiun Kerja Metode RA
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
SK
STk
Esk(%)
1
16.76
86.56
2
18.66
96.37
3
17.61
90.95
4
17.64
91.10
5
10.22
52.78
6
15.28
78.91
7
19.31
99.73
8
19.31
99.73
9
15.985
82.56
10
15.985
82.56
11
19.31
88.73
12
18.88
97.50
13
14.01
72.35
14
14.28
73.75
15
16.4
84.70
16
17.42
89.97
17
16
82.63
39
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
d. Effisiensi Lintasan (LE) k
ST k LE
k
1
x100%
K .CT
283.06
LE
17 x19.363
x100%
85.99%
e. Smoothness Indeks (SI) k
( ST max
SI k
ST k )
2
1
SI = (19.363- 16.76)2
... (19.363 - 16) 2
= 14.26
Metode LCR a. Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST k k
DT
1
(17x19.363) - 283.06 46.111
b. Persentase Waktu Menganggur (%DT)
% DT
DT K .ST max
% DT
x100%
46.11 17 x19.363
x100%
14 %
c. Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k)
`
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
ESK
ST k ST max
x100%
40
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.11 Efisiensi Stasiun Kerja Metode LCR
SK
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
STk
Esk(%)
1
18.71
96.63
2.1
18.86
97.40
2.2
18.86
97.40
3
18.54
95.75
4
16.87
87.12
5
17.05
88.05
6
18.34
94.72
7.1
17.84
92.13
7.2
17.84
92.13
8
18.13
93.63
9
13.12
67.76
10
10.79
55.72
11
14.01
72.35
12
14.64
75.61
13
16.4
84.70
14
17.42
89.97
15
16
82.63
41
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
d. Effisiensi Lintasan (LE) k
ST k k
LE
1
K .CT
x100%
283.06
LE
17 x19.363
x100%
85.99%
e. Smoothness Indeks (SI) k
( ST max
SI k
ST k )
2
1
2
SI = (19.363- 18.71)
... (19.363 - 16)
2
= 14,411
Metode Moodie Young a.
Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST k k
DT
b.
(17x19.363) - 283.06 46.111
Persentase Waktu Menganggur (%DT)
% DT
% DT
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
1
DT K .ST max
x100%
46.11 17 x19.363
x100%
14 %
42
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
c.
`
Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k) ESK
ST k ST max
x100%
Tabel 4.12 Efiesiensi Stasiun Kerja Metode Moodie Young
SK
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
STk
Esk(%)
1
18.71
96.63
2.1
18.86
97.40
2.2
18.86
97.40
3
18.54
95.75
4
16.87
87.12
5
17.05
88.05
6
18.34
94.72
7.1
17.84
92.13
7.2
17.84
92.13
8
15.07
77.83
9
16.18
83.56
10
10.79
55.72
11
14.01
72.35
12
14.64
75.61
13
16.4
84.70
14
17.42
89.97
15
16
82.63
43
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
d. Effisiensi Lintasan (LE) k
ST k k
LE
1
K .CT
x100%
283.06
LE
17 x19.363
x100%
85.99%
e. Smoothness Indeks (SI) k
( ST max
SI k
ST k )
2
1
2
SI = (19.363- 18.71)
... (19.363 - 16)
2
= 13,99
Metode RPW a.
Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST i i
1
329,171 283,2 245,971 b.
Persentase Waktu Menganggur (%DT) % DT
DT K .ST max
x100%
13,96% c.
Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k) ESK
ST k ST max
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
x100%
44
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.13 Efisiensi Stasiun Kerja Metode RPW
stasiun kerja
waktu operasi
ESK (%)
1
18,78
96,99
2
18,89
97,56
3
19,32
99,78
4
15,59
80,51
5
16,08
83,04
6
19,07
98,49
7
19,07
98,49
8
18,88
97,51
9
17,41
89,91
10
17,41
89,91
11
14,01
72,35
12
13,12
67,76
13
18,94
97,82
14
13,2
68,17
15
16,11
83,20
16
16
82,63
17
11,42
58,98
d. Effisiensi Lintasan (LE) n
ST k LE
k
1
K .CT
x100%
283,3 329,171
x100%
86,065%
e. Smoothness Indeks (SI) k
SI
( ST k k
ST max )
2
1
14,979
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
45
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.1.5 Pemilihan Metode LOB Terbaik
Dari perhitungan di atas, dipilih metode dengan Line Efficiency yang terbesar dan Smoothness Index yang terkecil. Tabel 4.14 Rekap Data Metode LOB Terbaik Awal
No 1 2
Metode RA LCR Moodie Young RPW
3 4
LE 85,99% 85,99%
SI 14,26 14,411
85,99%
13,99
86,07%
14,979
Dari table di atas terlihat nilai Smoothness Index terkecil adalah Moodie Young, maka metode LOB terbaik
adalah
Moodie Young Tabel 4.15 Metode Terbaik Awal
Stasiun Operasi kerja 1 1 19 20 2.1 2 15 20 2.2 2 15 4 3 16 14 3 13 4 25 21 22 5 5 26 6 7 23
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Waktu baku Waktu per stasiun 9.71 18.71 9 12.75 18.86 3.525 2.585 12.75 18.86 3.525 2.585 7 18.54 6.37 5.17 4.57 4.23 16.87 4.07 4 13.12 17.05 3.93 11.57 18.34 3.5 3.27
46
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.15 Metode Terbaik Awal
24 8 24 8 6 11 9 12 10 17 18 27 28 29 30 31 32 34 33
7.1 7.2 8
9 10 11 12
13
14 15
10.2 7.64 10.2 7.64 10.22 4.85 3.06 8.09 5.03 10.79 14.01 7.73 6.91 6.29 6.11 4 6 11.42 16
17.84 17.84 15.07
16.18 10.79 14.01 14.64
16.4
17.42 16
Pemilihan metode terbaik dari semua metode tiap kelompok, LOB terbaik adalah metode LCR Tabel 4.16 Metode Terpilih
Stasiun Operasi kerja 1 1 19 20 2.1 2 15 20 2.2 2 15 4 3 16 14
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Waktu baku Waktu per stasiun 9.71 18.71 9 12.75 18.86 3.525 2.585 12.75 18.86 3.525 2.585 7 18.54 6.37 5.17
47
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.16 Metode Terpilih
4
5
6
7.1 7.2
8
9 10 11 12
13
14 15
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
3 13 25 21 22 5 26 7 23 24 8 24 8 6 11 9 12 10 17 18 27 28 29 30 31 32 34 33
4.57 4.23 4.07 4 13.12 3.93 11.57 3.5 3.27 10.2 7.64 10.2 7.64 10.22 4.85 3.06 8.09 5.03 10.79 14.01 7.73 6.91 6.29 6.11 4 6 11.42 16
16.87
17.05
18.34
17.84 17.84
18.13
13.12 10.79 14.01 14.64
16.4
17.42 16
48
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.2
Pembentukan Stasiun Kerja baru dengan Metode LOB 4.2.2.1 Presedence Diagram dengan Pertimbangan Operasi KerjaKonstrain
Gambar 4.6 Presedence Diagram
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
49
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.2.2 Perhitungan Waktu Siklus Pendekatan demand , demand adalah
1487331 unit /200 minggu = 7437 unit/minggu.
Asumsi 1hari produksi = 8jam = 480 menit
Hari kerja = 5 hari tiap minggu
Waktu siklus =
Waktu siklus =
Waktu siklus = 19,363 detik /hari
Pendekatan Teknis
Dengan melihat nilai operasi terbesar, yaitu 25,5 detik. 4.2.2.3 Perhitungan Jumlah Stasiun Kerja Optimum total waktu produksi = 283,06 detik
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
waktu siklus = 19,363 detik jumlah stasiun kerja
50
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.2.4 Perhitungan Stasiun Kerja Baru dengan metode LOB
Metode RA Tabel 4.17 Metode RA Baru
Stasiun 1
2
3.1
3
3.2
4.1
4
4.2
5
Operasi kerja 1 13 14 2 4 25 5 6 9 10 15 19 5 6 9 10 15 19 7 8 11 12 16 7 8 11 12 16 21 23 26
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Waktu baku 9,71 4,23 5,17 7,05 7,00 4,07 3,93 10,22 3,06 5,03 5,35 9,00 1,965 5,11 1,53 2,515 2,675 4,5 1,75 7,64 2,425 4,045 3,185 1,75 7,64 2,425 4,045 3,185 4,00 3,27 11,57
Waktu per stasiun
Ct - Stk 0,253
19,11 1,243 18,12 1,068
18,295
1,068
18,295
0,318 19,045
0,318 19,045
0,523 18,84
51
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.17 Metode RA Baru
6
7.1
7
7.2
7.3 8 9
10
11 12
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
3 22 17 20 24 17 20 24 17 20 24 18 27 28 29 30 31 32 34 33
4,57 13,12 3,60 8,5 6,8 3,60 8,5 6,8 3,60 8,5 6,8 14,01 7,37 6,91` 6,29 6,11 4,00 6,00 11,42 16,00
17,69
1,673 0,473
18,89 0,473 18,89 0,473 18,89 14,01 14,28
5,353 5,083 2,963
16,4
17,42 16,00
1,943 3,363
52
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Presedence Diagram
Gambar 4. 7 Presedence Diagram Metode RA Baru
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
53
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode LCR Tabel 4. 18 Metode LCR Konstrain
STASIUN OPERASI KERJA 7 8 1.1 11 12 1 7 8 1.2 11 12 5 6 2.1 9 10 1 2 5 6 2.2 9 10 1 19 20 3.1 4 14 3 19 20 3.2 4 14 13 25 4 21 2 23 15 5 22
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
WAKTU OPERASI 3,5 7,64 4,85 8,09 3,5 7,64 4,85 8,09 3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 9 12,75 7 5,17 9 12,75 7 5,17 4,23 4,07 4 3,525 3,27 2,585 13,12
JUMLAH
12,04
12,04
15,975
15,975
16,96
16,96
19,095
15,705
54
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.18 Metode LCR Konstrain
6 7 8 9
10
11
11.1
11.2
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
26 3 17 16 18 24 27 28 29 30 31 32 33 34 31 32 33 34
11,57 4,57 10,79 6,37 14,01 10,02 7,37 6,91 6,29 6,11 4 6 16 11,42 4 6 16 11,42
16,14 17,16 14,01 17,39
19,31
18,71
18,71
55
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Presedeence Diagram
Gambar 4.8 Presedence Diagram LCR Konstrain
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
56
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode Moodie Young
Fase I Berdasarkan hasil perhitungan LCR, diperoleh hasil penugasan sebagai berikut Tabel 4.19 Pengalokasian Stasiun Kerja Konstrain MY Fase I
STASIUN OPERASI KERJA 7 8 1.1 11 12 1 7 8 1.2 11 12 5 6 2.1 9 10 1 2 5 6 2.2 9 10 1 19 20 3.1 4 14 3 19 20 3.2 4 14 13 25 4 21 2 23 15 5 22
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
WAKTU OPERASI 3,5 7,64 4,85 8,09 3,5 7,64 4,85 8,09 3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 9 12,75 7 5,17 9 12,75 7 5,17 4,23 4,07 4 3,525 3,27 2,585 13,12
JUMLAH
12,04
12,04
15,975
15,975
16,96
16,96
19,095
15,705
57
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4.19 Pengalokasian Stasiun Kerja Konstrain MY Fase I
6 7 8 9
10
11.1 11 11.2
Goal =
26 3 17 16 18 24 27 28 29 30 31 32 33 34 31 32 33 34
11,57 4,57 10,79 6,37 14,01 10,02 7,37 6,91 6,29 6,11 4 6 16 11,42 4 6 16 11,42 =
16,14 17,16 14,01 17,39
19,31
18,71
18,71
= 4.035
Jika dilihat pada stasiun kerja maximum dan minimum , terdapat operasi dengan waktu operasi di bawah dua kali goal, tetapi tidak memungkinkan dilakukan pertukaran posisi sehingga hasil Moodie Young = hasil LCR. Fase II Tabel 4.20 Pengalokasian Stasiun Kerja Konstrain MY Fase II
STASIUN OPERASI KERJA 7 8 1.1 11 12 1 7 8 1.2 11 12
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
WAKTU OPERASI 3,5 7,64 4,85 8,09 3,5 7,64 4,85 8,09
JUMLAH
12,04
12,04
58
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4.20 Pengalokasian Stasiun Kerja Konstrain MY Fase II
2.1
2
2.2
3.1 3 3.2
4
5 6 7 8 9
10
11
11.1
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
5 6 9 10 1 5 6 9 10 1 19 20 4 14 19 20 4 14 13 25 21 2 23 15 22 26 3 17 16 18 24 27 28 29 30 31 32 33 34
3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 9 12,75 7 5,17 9 12,75 7 5,17 4,23 4,07 4 3,525 3,27 2,585 13,12 11,57 4,57 10,79 6,37 14,01 10,02 7,37 6,91 6,29 6,11 4 6 16 11,42
15,975
15,975
16,96
16,96
19,095
15,705 16,14 17,16 14,01 17,39
19,31
18,71
59
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4. Pengalokasian Stasiun Kerja Konstrain MY Fase II
11.2
31 32 33 34
4 6 16 11,42
18,71
Gambar 4.9 Presedence Diagram Konstrain MY
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
60
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode RPW Tabel 4.21 Rangking Metode RPW Konstrain
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
rangking
waktu elemen
bobot
1
7
109,83
2
8
106,33
3
5
99,45
4
1
98,76
5
19
98,6
6
2
96,1
7
6
95,52
8
15
94,25
9
14
94,07
10
10
93,93
11
13
93,15
12
4
91,48
13
11
91,07
14
20
89,6
15
3
89,05
16
17
88,9
17
23
87,77
18
9
86,2
19
12
86,7
20
24
84,5
21
16
84,48
22
21
81,22
23
25
79,74
24
18
78,11
25
22
77,2
26
26
75,67
27
27
64,1
28
28
56,78
29
29
56,73
30
30
43,53
31
31
37,42
32
32
33,42
33
33
27,42
34
34
11,42
61
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.22 Stasiun Kerja Metode RPW Konstrain
Stasiun
1.1
1
1.2
2
3
4
5
6.1 6 6.2
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Operasi kerja
Waktu baku
7
1,75
8
7,64
11
2,425
12
4,045
4
3,5
7
1,75
8
7,64
11
2,4
12
4,04
4
3,5
5
3,93
6
10,22
9
2,51
10
1,53
1
9,71
19
9
2
7,05
15
5,35
14
5,17
13
4,23
21
4
17
10,79
20
12,5
3
2,285
23
1,635
20
12,5
3
2,285
23
1,635
Waktu per stasiun
19,36
19,36
18,19
18,71
17,57
19,02
16,42
16,42
62
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.22 Stasiun Kerja Metode RPW Konstrain
7.1 7 7.2
8 9 10
11
12.1 12 12.2
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
24
10,2
16
3,185
24
10,2
16
3,185
25
4,07
18
14,01
22
13,12
26
11,57
27
7,37
28
6,91
29
6,29
30
6,11
31
8
32
5,71
33
3
34
2
31
8
32
5,71
33
3
34
2
13,385
13,385
18,08 13,12 18,94
19,31
18,71
18,71
63
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Presedence Diagram
Gambar 4.10 Presedence Diagram Metode RPW Konstrain
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
64
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.2.5 Performansi Masing-masing metode LOB
Metode RA a. Delay time (DT) DT = K,STmax – DT = (16)(19,110) – (283,220) DT = 22,54 detik b. Persentase delay time (%DT) %DT = %DT = %DT = 7,37 % c.
Efisiensi Stasiun Kerja (ESK) ESK k = ESK 1 =
= 100%
ESK 2 =
= 94,82%
ESK 3.1 =
= 95,74%
ESK 3.2 =
= 95,74%
ESK 4.1 =
= 99,66%
ESK 4.2 =
= 99,66%
ESK 5 =
= 98,59%
ESK 6 =
= 92,60%
ESK 7.1 =
= 98,85%
ESK 7.2 =
= 98,85%
ESK 7.3 =
= 98,85%
ESK 8 =
= 73,31%
ESK 9 =
= 74,73%
ESK 10 =
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
= 85,82%
65
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
ESK 11 =
= 91,16%
ESK 12 =
= 83,73%
d. Efisiensi lintasan (LE) LE = LE = e.
= 92,63 %
Smoothness Index (SI) SI =
= = 8,59 Metode LCR 1. Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST k k
DT
1
(15x19,31) - 246,18 43,47
2. Persentase Waktu Menganggur (%DT)
% DT
% DT
DT K .ST max
x100%
43,47 15 x19,31
x100%
15,01%
3. Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k ) ESK
ST k ST max
x100%
Tabel 4.23 Perhitungan ESK LCR Konstrain
Operasi Kerja
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
ESK(%)
1
Waktu Operasi 12,040
2
12,040
62,3511
3
15,975
82,7292
4
15,975
82,7292
5
16,960
87,8301
62,3511
66
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4.23 Perhitungan ESK LCR Konstrain
6
16,960
87,8301
7
19,095
98,8866
8
15,705
81,3309
9
16,140
83,5836
10
17,160
88,8659
11
14,010
72,5531
12
17,390
90,057
13
19,310
100
14
18,710
96,8928
15
18,710
96,8928
4. Effisiensi Lintasan (LE) k
ST k LE
k
1
K .CT
LE
x100%
246,18 15 x19,31
x100%
84,99 %
5. Smoothness Indeks (SI) k
( ST max
SI k
ST k )
1
2
SI = (19,31- 12,04)
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
2
2
... (19,31- 18,71) = 14,114
67
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Metode Moodie Young 1. Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST k k
DT
1
(15x19,31) - 246,18 43,47
2. Persentase Waktu Menganggur (%DT)
% DT
% DT
DT K .ST max
x100%
43,47 15 x19,31
x100%
15,01%
3. Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k ) ESK
ST k ST max
x100%
Tabel 4. 24 Perhitungan ESK MY Konstrain
Operasi Kerja
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
ESK(%)
1
Waktu Operasi 12,040
2
12,040
62,3511
3
15,975
82,7292
4
15,975
82,7292
5
16,960
87,8301
6
16,960
87,8301
7
19,095
98,8866
8
15,705
81,3309
9
16,140
83,5836
10
17,160
88,8659
11
14,010
72,5531
12
17,390
90,057
13
19,310
100
14
18,710
96,8928
15
18,710
96,8928
62,3511
68
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4. Effisiensi Lintasan (LE) k
ST k LE
k
1
K .CT
LE
x100%
246,18 15 x19,31
x100%
84,99 %
5. Smoothness Indeks (SI) k
( ST max
SI k
ST k )
2
1
2
2
SI = (19,31- 12,04)
... (19,31- 18,71) = 14,114
Metode RPW a.
Waktu Menganggur (Delay Time) k
DT
K .ST max
ST k k
DT
b.
(16x19.36) - 293,48 31,048
Persentase Waktu Menganggur (%DT)
% DT
% DT
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
1
DT K .ST max
x100%
16,28 16 x19.36
x100%
10,0217 %
69
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
c. Effisiensi Stasiun Kerja (ESK k)
`
ST k
ESK
ST max
x100%
Tabel 4.25 ESK Metode RPW Konstrain
operasi kerja
waktu operasi
ESK (%)
1
19,36
99,98
2
19,36
99,98
3
18,19
93,94
4
18,71
96,63
5
17,57
90,74
6
19,02
98,23
7
16,42
84,80
8
16,42
84,91
9
13,385
69,13
10
13,385
69,13
11
18,08
93,37
12
13,12
67,76
13
18,94
97,82
14
19,31
99,73
15
18,71
96,63
16
18,71
96,63
d. Effisiensi Lintasan (LE) k
ST k LE
k
1
K .CT
LE
x100%
293,48 17 x19.36
x100%
89,96%
e. Smoothness Indeks (SI) k
( ST max
SI k
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
ST k )
2
1
70
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
2
SI = (19.36- 19,36)
2
... (19.36 - 18,71) = 31,048
4.2.2.6 Pemilihan Metode LOB terbaik
Berikut merupakan data rekap Line Efficiency dan Smoothness Index dari 4 metode (RA, LCR, Moodie Young, dan RPW) dari precedence diagram yang telah dikonstrain Tabel 4.26 Rekap Data Empat Metode Konstrain
No
Metode
LE (%)
SI
1
RA
92,63
8,59
2
LCR
84,99
14,114
3
Moodie Young
84,99
14,114
4
RPW
94,73
16,28
Dari data di atas, metode yang dipakai adalah metode LCR Tabel 4.27 Metode LOB Terbaik
STASIUN OPERASI KERJA 7 8 1.1 11 12 1 7 8 1.2 11 12
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
WAKTU OPERASI 3,5 7,64 4,85 8,09 3,5 7,64 4,85 8,09
JUMLAH
12,04
12,04
71
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.27 Metode LOB Terbaik
2.1
2
2.2
3.1 3 3.2
4
5 6 7 8 9
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
5 6 9 10 1 5 6 9 10 1 19 20 4 14 19 20 4 14 13 25 21 2 23 15 22 26 3 17 16 18 24 27
3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 3,93 10,22 3,06 5,03 9,71 9 12,75 7 5,17 9 12,75 7 5,17 4,23 4,07 4 3,525 3,27 2,585 13,12 11,57 4,57 10,79 6,37 14,01 10,02 7,37
15,975
15,975
16,96
16,96
19,095
15,705 16,14 17,16 14,01 17,39
72
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.27 Metode LOB Terbaik
10
11
11.1
11.2
4.2.3
28 29 30 31 32 33 34 31 32 33 34
6,91 6,29 6,11 4 6 16 11,42 4 6 16 11,42
19,31
18,71
18,71
Moving Card (Lampiran)
4.2.4
Perhitungan Waktu Stasiun Kerja 4.2.4.1 Waktu tinggal komponen
Stasiun Kerja 6
Pada stasiun 6 ini tidak terdapat waktu tinggal komponen karena operasi kerja pada stasiun 6 hanya membaut roller.
Stasiun kerja 7
Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 stasiun kerja 7 Waktu tinggal komponen
= waktu mulai proses – waktu masuk komponen = 03:52.8 – 00:18.8 = 03:34.0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
73
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 4.28 Waktu Tinggal Komponen Stasiun kerja 7
Nomor
Waktu Mulai
Waktu Masuk
Waktu Tinggal
Waktu Tinggal
Komponen
Komponen (detik)
Komponen Perakitan
Proses
1
03:52.8
00:18.8
03:34.0
214
2
04:25.4
00:18.8
04:06.6
246
3
05:02.0
00:18.8
04:43.2
283
4
05:39.3
00:18.8
05:20.5
321
5
06:06.6
00:18.8
05:47.8
348
6
06:50.5
00:18.8
06:31.7
392
8
07:29.7
00:18.8
07:10.9
431
7
08:10.3
00:18.8
07:51.5
472
10
08:47.0
00:18.8
08:28.2
508
9
09:28.3
00:18.8
09:09.5
550
11
10:01.3
00:18.8
09:42.5
583
12
10:37.8
00:18.8
10:19.0
619
13
11:09.5
00:18.8
10:50.7
651
15
11:38.8
00:18.8
11:20.0
680
19
12:17.8
00:18.8
11:59.0
719
14
12:52.9
00:18.8
12:34.1
754
21
13:30.5
00:18.8
13:11.7
792
16
14:00.1
00:18.8
13:41.3
821
17
14:30.1
00:18.8
14:11.3
851
26
15:13.2
00:18.8
14:54.4
894
18
15:53.4
00:18.8
15:34.6
935
24
16:34.8
00:18.8
16:16.0
976
22
17:14.4
00:18.8
16:55.6
1016
20
17:44.8
00:18.8
17:26.0
1046
23
18:21.7
00:18.8
18:02.9
1083
27
19:00.2
00:18.8
18:41.4
1121
28
19:34.8
00:18.8
19:16.0
1156
25
20:14.4
00:18.8
19:55.6
1196
30
20:47.6
00:18.8
20:28.8
1229
29
21:20.0
00:18.8
21:01.2
1261
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
74
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Waktu Tinggal Komponen Penutup Plat Depan SK 7 1400 1200 ) k i t 1000 e d ( 800 u t 600 k a 400 W 200
Waktu Tinggal Komponen (detik)
0 1 3 5 8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 No. Perakitan
Gambar 4.11 Waktu Tinggal Komponen Penutup Plat Depan SK 7
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
75
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Stasiun Kerja 8
Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 stasiun kerja 8 Waktu tinggal komponen
= waktu mulai proses perakitan – waktu
masuk komponen 04 :16,80 – 00:18,80
= 03:58,0 atau 238 detik
Tabel 4.29 Waktu Tinggal Komponen Stasiun kerja 8
Waktu
Waktu Tinggal Tinggal Komponen Komponen (Detik)
Nomor Perakitan
Waktu Mulai Proses
Waktu Masuk Komponen
1
04:16.80
00:18,8
03:58,0
238
2
04:51.18
00:18,8
04:32,4
272
3
05:31.88
00:18,8
05:13,1
313
4
05:59.32
00:18,8
05:40,5
341
5
06:25.91
00:18,8
06:07,1
367
6
07:15.96
00:18,8
06:57,2
417
8
07:48.66
00:18,8
07:29,9
450
7
08:31.54
00:18,8
08:12,7
493
10
09:08.26
00:18,8
08:49,5
530
9
09:46.80
00:18,8
09:28,0
568
11
10:20.29
00:18,8
10:01,5
602
12
11:10.13
00:18,8
10:51,3
651
13
11:30.28
00:18,8
11:11,5
672
15
11:57.46
00:18,8
11:38,7
699
19
12:39.82
00:18,8
12:21,0
741
14
13:11.54
00:18,8
12:52,7
773
21
13:52.92
00:18,8
13:34,1
814
16
14:22.22
00:18,8
14:03,4
843
17
14:56.72
00:18,8
14:37,9
878
26
15:34.54
00:18,8
15:15,7
916
18
16:21.17
00:18,8
16:02,4
962
24
16:57.32
00:18,8
16:38,5
999
22
17:34.22
00:18,8
17:15,4
1035
20
18:04.26
00:18,8
17:45,5
1066
23
18:38.86
00:18,8
18:20,1
1100
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
76
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4.29 Waktu Tinggal Komponen Stasiun kerja 8
27
19:18.15
00:18,8
18:59,4
1139
28
19:51.68
00:18,8
19:32,9
1173
25
20:42.44
00:18,8
20:23,6
1224
30
21:07.30
00:18,8
20:48,5
1249
29
21:42.07
00:18,8
21:23,3
1283
Berdasarkan tabel waktu tinggal komponen Pengunci Dinamo tersebut, maka dapat diillustrasikan dalam grafik berikut ini
Waktu Tinggal Komponen Pengunci Dinamo SK 8 1400 ) 1200 k i t 1000 e d ( 800 u t 600 k a 400 W 200 0
Waktu Tinggal Komponen (Detik)
1 3 5 8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 No. Perakitan
Gambar 4.12 Waktu Tinggal Komponen Pengunci Dinamo SK 8
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
77
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Stasiun Kerja 9 Tabel 4.30 Waktu Tinggal Komponen Stasiun kerja 9
Nomor Operasi
Waktu Mulai Proes
Waktu Masuk Komponen
Waktu Tinggal Komponen
Waktu Tinggal Komponen (detik)
1
05:20,3
00:18,8
05:01,5
302
2
05:46,0
00:18,8
05:27,2
327
3
06:25,8
00:18,8
06:07,0
367
4
06:56,1
00:18,8
06:37,3
397
5
07:28,2
00:18,8
07:09,4
429
6
07:59,3
00:18,8
07:40,5
461
8
08:36,1
00:18,8
08:17,3
497
7
09:25,5
00:18,8
09:06,7
547
10
09:58,4
00:18,8
09:39,6
580
9
10:25,4
00:18,8
10:06,6
607
11
10:56,9
00:18,8
10:38,1
638
12
11:46,8
00:18,8
11:28,0
688
13
12:22,4
00:18,8
12:03,6
724
15
12:53,3
00:18,8
12:34,5
755
19
13:30,1
00:18,8
13:11,3
791
14
13:58,4
00:18,8
13:39,6
820
21
14:34,8
00:18,8
14:16,0
856
16
15:07,8
00:18,8
14:49,0
889
17
15:47,3
00:18,8
15:28,5
929
20
16:50,7
00:18,8
16:31,9
992
18
17:38,4
00:18,8
17:19,6
1040
24
18:06,6
00:18,8
17:47,8
1068
22
18:45,3
00:18,8
18:26,5
1107
26
19:18,5
00:18,8
18:59,7
1140
23
19:48,0
00:18,8
19:29,2
1169
27
20:13,2
00:18,8
19:54,5
1195
28
20:43,3
00:18,8
20:24,5
1225
25
21:29,4
00:18,8
21:10,6
1271
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
78
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4.30 Waktu Tinggal Komponen Stasiun kerja 9
30
22:11,0
00:18,8
21:52,2
1312
29
22:40,1
00:18,8
22:21,3
1341
Waktu Tinggal Komponen Baterai SK 9 1500 ) k i t 1000 e d ( u t k 500 a W
Waktu Tinggal Komponen (detik)
0 1 3 5 8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 No. Perakitan
Gambar 4.13 Wakti Tinggal Komponen Baterai Stasiun Kerja 9
4.2.4.2 Idle Time
Stasiun Kerja 6
Contoh perhitungan Idle time
= Waktu Masuk Palet ke n – Waktu Keluar palet n-1
= 04:25,45 – 04:25,44 = 0,01 detik Tabel 4.31 Idle Time Stasiun 6
No Perakitan 1 2 3 4 5 6 8
waktu masuk SK 03:06,47 03:34,33 04:25,45 05:02,01 05:30,27 06:02,38 06:32,37
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
waktu keluar SK 03:52,79 04:25,44 05:02,00 05:31,84 06:06,64 06:50,48 07:29,69
Idle Time 00:00,00 00:00,00 00:00,01 00:00,01 00:00,00 00:00,00 00:00,00
waktu(detik) 0 0 0,01 0,01 0 0 0
79
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.31 Idle Time Stasiun 6
7 10 9 11 12 13 15 19 14 21 16 17 26 18 24 22 20 23 27 28 25 30 29
07:15,79 07:59,19 08:34,73 09:03,47 09:28,07 09:57,30 10:43,04 11:23,10 11:58,96 12:32,26 13:04,01 13:37,40 14:11,15 15:00,83 15:44,95 16:14,75 16:38,70 17:15,34 17:53,19 18:26,94 18:54,00 19:24,69 19:51,12
08:10,31 08:47,00 09:28,31 10:01,27 10:37,83 11:09,51 11:38,79 12:17,83 12:52,87 13:30,47 14:00,15 14:30,15 15:13,19 15:53,35 16:34,81 17:14,41 17:44,81 18:21,69 19:00,17 19:34,81 20:14,41 20:47,61 21:19,65
00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00 00:00,00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Idle Time stasiun 6 0,01 0,01 ) k i t 0,01 e d ( 0,01 u t k a 0,00 W
Idle Time
0,00 0,00 1
3
5
8
10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 Palet
Gambar 4. 14 Idle Time Stasiun 6
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
80
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Stasiun kerja 7
Contoh perhitungan perakitan 2 stasiun kerja 7 Idle Time : Waktu Masuk Stasiun Kerja (n) - Waktu Selesai Stasiun Kerja (n-1) Idle Time : 04:25.44 – 04:16.80 = 00:08.64 Tabel 4.32 Idle Time Stasiun Kerja 7
Nomor Perakitan
Waktu Masuk SK
Waktu Selesai SK
Idle Time
konversi (detik)
1
03:52.79 04:16.80 00:00.00
0
2
04:25.44 04:51.18 00:08.64
9
3
05:02.00 05:31.88 00:10.82
11
4
05:31.84 05:59.32 00:00.00
0
5
06:06.64 06:25.91 00:07.32
7
6
06:50.48 07:15.96 00:24.57
25
8
07:29.69 07:48.66 00:13.73
14
7
08:10.31 08:31.54 00:21.65
22
10
08:47.00 09:08.26 00:15.46
16
9
09:28.31 09:46.80 00:20.05
20
11
10:01.27 10:20.29 00:14.47
15
12
10:37.83 11:10.13 00:17.54
18
13
11:09.51 11:30.28 00:00.00
0
15
11:38.79 11:57.46 00:08.51
9
19
12:17.83 12:39.82 00:20.37
20
14
12:52.87 13:11.54 00:13.05
13
21
13:30.47 13:52.92 00:18.93
19
16
14:00.15 14:22.22 00:07.23
7
17
14:30.15 14:56.72 00:07.93
8
26
15:13.19 15:34.54 00:16.47
17
18
15:53.35 16:21.17 00:18.81
19
24
16:34.81 16:57.32 00:13.64
14
22
17:14.41 17:34.22 00:17.09
17
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
81
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan Tabel 4.32 Idle Time Stasiun Kerja 7
20
17:44.81 18:04.26 00:10.59
11
23
18:21.69 18:38.86 00:17.43
17
27
19:00.17 19:18.15 00:21.31
21
28
19:34.81 19:51.68 00:16.66
17
25
20:14.41 20:42.44 00:22.73
23
30
20:47.61 21:07.30 00:05.17
5
29
21:19.95 21:42.07 00:12.65
13
Idle Time SK 7 30 25 ) k i t 20 e d ( 15 u t k a 10 W
Idle Time
5 0 1
3
5
8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 No. Perakitan
Gambar 4.15 Idle Time Stasiun Kerja 7
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
82
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Stasiun Kerja 8
Idle time adalah waktu menganggur operator di mana operator tidak melakukan kegiatan apa pun, menunggu perakitan Tamiya datang pada stasiun sebelumnya. Contoh perhitungan perakitan 2 stasiun kerja 8 Idle Time : Waktu Masuk Stasiun Kerja (n) - Waktu Selesai Stasiun Kerja (n-1) Idle Time : 04:51.2 – 04:37.9= 00:13.3 Tabel 4.33 Idle Time Stasiun kerja 8
Nomor Perakitan
Waktu Waktu Masuk Selesai SK SK
Idle Time
Idle Time (detik)
1
04:16.8
04:37.9
00:00.0
0
2
04:51.2
05:13.8
00:13.3
13
3
05:31.9
05:54.2
00:18.1
18
4
05:59.3
06:17.1
00:05.2
5
5
06:25.9
06:43.2
00:08.8
8
6
07:16.0
07:39.0
00:32.8
33
8
07:48.7
08:08.0
00:09.7
10
7
08:31.5
08:49.6
00:23.5
24
10
09:08.3
09:26.3
00:18.7
19
9
09:46.8
10:05.9
00:20.5
21
11
10:20.3
10:35.8
00:14.4
14
12
11:10.1
11:24.8
00:34.4
34
13
11:30.3
11:47.9
00:05.5
6
15
11:57.5
12:22.2
00:09.6
10
19
12:39.8
13:00.7
00:17.6
18
14
13:11.5
13:29.0
00:10.9
11
21
13:52.9
14:10.2
00:24.0
24
16
14:22.2
14:38.2
00:12.1
12
17
14:56.7
15:15.2
00:18.5
18
26
15:34.5
15:54.4
00:19.3
19
18
16:21.2
16:38.7
00:26.8
27
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
83
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.33 Idle Time Stasiun kerja 8
4
16:57.3
17:13.7
00:18.6
19
22
17:34.2
17:51.7
00:20.5
21
20
18:04.3
18:20.6
00:12.5
13
23
18:38.9
18:58.6
00:18.3
18
27
19:18.1
19:34.1
00:19.6
20
28
19:51.7
20:12.2
00:17.6
18
25
20:42.4
20:58.4
00:30.3
30
30
21:07.3
21:26.2
00:08.9
9
29
21:42.1
21:59.6
00:15.8
16
Idle Time SK 8 40 35
) 30 k i t 25 e d ( 20 u t k 15 a W 10
Idle Time (detik)
5 0 1
3
5
8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 No. Perakitan
Gambar 4.16 Idle Time Stasiun Kerja 8
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
84
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Stasiun Kerja 9
Contoh perhitungan perakitan 7 stasiun kerja 9 Idle Time : Waktu Masuk Stasiun Kerja (n) - Waktu Selesai Stasiun Kerja (n-1) Idle Time : 07:38.96 – 07:38.00 = 00:00.96 Tabel 4.34 Idle Time Stasiun Kerja 9
Nomor perakitan 1
Waktu Masuk Stasiun Kerja 04:37.88
Waktu Selesai Stasiun Kerja Sebelumnya 05:29.00
Idle Time 00:00.00
Konversi (detik)
0 2
05:13.76
05:55.61
00:00.00 0
3
05:54.16
06:32.44
00:00.00 0
4
06:17.08
07:04.61
00:00.00 0
5
06:43.20
07:38.00
00:00.00 0
6
07:38.96
08:09.31
00:00.96 1
8
08:08.00
08:43.69
00:00.00 0
7
08:49.56
09:32.13
00:05.87 6
10
09:26.28
10:05.88
00:00.00 0
9
10:05.88
10:32.16
00:00.00 0
11
10:35.76
11:05.24
00:03.60 4
12
11:24.76
11:56.94
00:19.52 20
13
11:47.88
12:28.98
00:00.00 0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
85
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.34 Idle Time Stasiun Kerja 9
15
12:22.20
13:01.48
00:00.00 0
19
13:00.68
13:36.51
00:00.00 0
14
13:28.96
14:04.71
00:00.00 0
21
14:10.16
14:41.55
00:05.45 6
16
14:38.24
15:16.51
00:00.00 0
17
15:15.20
16:27.18
00:00.00 0
20
15:54.40
17:20.51
00:00.00 0
18
16:38.68
17:45.15
00:00.00 0
24
17:13.68
18:13.71
00:00.00 0
22
17:51.72
18:54.38
00:00.00 0
26
18:20.60
19:23.98
00:00.00 0
23
18:58.56
19:54.22
00:00.00 0
27
19:34.12
20:20.16
00:00.00 0
28
20:12.16
20:49.16
00:00.00 0
25
20:58.40
21:37.82
00:09.24 9
30
21:26.24
22:18.00
00:00.00 0
29
21:59.60
00:00.00
00:00.00 0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
86
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Idle Time Komponen Baterai Stasiun Kerja 9 25 20 ) k i t e 15 d ( i s r e 10 v n o k 5
idle time
0 1
3
5
8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 Nomor Perakitan
Gambar 4.17 Idle Time Stasiun Kerja 9
4.2.4.3 Waiting Time
Stasiun Kerja 6
Perhitungan : Waiting time
= Waktu keluar palet ke n+1 – waktu masuk palet
n = 03:52,79 – 03:34,33 = 18,78 detik Table 4. 35 Waiting Time Stasiun 6
No Perakitan 1 2 3 4 5 6 8
waktu masuk SK 03:06,47 03:34,33 04:25,45 05:02,01 05:30,27 06:02,38 06:32,37
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
waktu keluar SK 03:52,79 04:25,44 05:02,00 05:31,84 06:06,64 06:50,48 07:29,69
waiting time
waktu(detik)
00:00,00 00:18,78 00:00,00 00:00,00 00:01,57 00:04,26 00:06,90
0,00 18,78 0,00 0,00 1,57 4,26 6,90
87
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan table 4. 34 Waiting Time Stasiun 6
7 10 9 11 12 13 15 19 14 21 16 17 26 18 24 22 20 23 27 28 25 30 29
07:15,79 07:59,19 08:34,73 09:03,47 09:28,07 09:57,30 10:43,04 11:23,10 11:58,96 12:32,26 13:04,01 13:37,40 14:11,15 15:00,83 15:44,95 16:14,75 16:38,70 17:15,34 17:53,19 18:26,94 18:54,00 19:24,69 19:51,12
08:10,31 08:47,00 09:28,31 10:01,27 10:37,83 11:09,51 11:38,79 12:17,83 12:52,87 13:30,47 14:00,15 14:30,15 15:13,19 15:53,35 16:34,81 17:14,41 17:44,81 18:21,69 19:00,17 19:34,81 20:14,41 20:47,61 21:19,65
00:22,27 00:16,20 00:13,60 00:15,98 00:27,24 00:36,48 00:42,53 00:28,95 00:18,65 00:20,79 00:22,77 00:28,99 00:24,91 00:21,40 00:14,84 00:10,98 00:22,46 00:38,03 00:32,27 00:31,54 00:35,47 00:43,21 00:51,80
22,27 16,20 13,60 15,98 27,24 36,48 42,53 28,95 18,65 20,79 22,77 28,99 24,91 21,40 14,84 10,98 22,46 38,03 32,27 31,54 35,47 43,21 51,80
waitin wa iting g time stasiu stasiun n6 60,00 50,00 ) k i 40,00 t e d ( 30,00 u t k a 20,00 W
waiting time
10,00 0,00 1
3
5
8
10 1 1 1 3 19 2 1 17 1 8 22 2 3 2 8 3 0 Palet
Gambar 4.18 Waiting Time Stasiun 6
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
88
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Stasiun kerja 7
Contoh perhitungan perakitan 13 stasiun kerja 7 Waiting Time : Waktu Selesai Stasiun Kerja (n-1) - Waktu Masuk Stasiun Kerja (n) Waiting Time : 11:10,13 – 11:10,13 – 11:09,51 11:09,51 = 00:00.62 Tabel 4.36 Waiting Time Stasiun Kerja 7
Nomor Perakitan
Waktu Masuk SK
Waktu Selesai SK
Waiting Time
1
03:52.79
04:16.80
00:00.00
0
2
04:25.44
04:51.18
00:00.00
0
3
05:02.00
05:31.88
00:00.00
0
4
05:31.84
05:59.32
00:00.04
0,04
5
06:06.64
06:25.91
00:00.00
0
6
06:50.48
07:15.96
00:00.00
0
8
07:29.69
07:48.66
00:00.00
0
7
08:10.31
08:31.54
00:00.00
0
10
08:47.00
09:08.26
00:00.00
0
9
09:28.31
09:46.80
00:00.00
0
11
10:01.27
10:20.29
00:00.00
0
12
10:37.83
11:10.13
00:00.00
0
13
11:09.51
11:30.28
00:00.62
1
15
11:38.79
11:57.46
00:00.00
0
19
12:17.83
12:39.82
00:00.00
0
14
12:52.87
13:11.54
00:00.00
0
21
13:30.47
13:52.92
00:00.00
0
16
14:00.15
14:22.22
00:00.00
0
17
14:30.15
14:56.72
00:00.00
0
26
15:13.19
15:34.54
00:00.00
0
18
15:53.35
16:21.17
00:00.00
0
24
16:34.81
16:57.32
00:00.00
0
22
17:14.41
17:34.22
00:00.00
0
20
17:44.81
18:04.26
00:00.00
0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Konversi (detik)
89
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.35 Stasiun Kerja 7
23
18:21.69
18:38.86
00:00.00
0
27
19:00.17
19:18.15
00:00.00
0
28
19:34.81
19:51.68
00:00.00
0
25
20:14.41
20:42.44
00:00.00
0
30
20:47.61
21:07.30
00:00.00
0
29
21:19.95
21:42.07
00:00.00
0
Waiting Time SK 7 1,2 1 ) k i 0,8 t e d ( 0,6 u t k a 0,4 W 0,2
Konversi (detik)
0 1 3 5 8 10 11 11 13 1 3 19 1 9 21 2 1 17 1 7 18 1 8 22 2 2 23 23 28 2 8 30 30 No. Perakitan
Gambar 4.19 Waiting Time Stasiun Kerja 7
Stasiun Kerja 8
Contoh perhitungan perakitan Waiting Time : Waktu Selesai Stasiun Kerja (n-1) - Waktu Masuk Stasiun Kerja (n) Tabel 4. 37 Waiting Time Stasiun Kerja 8
Waktu Masuk SK
Waktu Selesai SK
Waiting Time
Waiting Time (detik)
04:16,80
04:37,88
00:00,00
0
04:51,18
05:13,76
00:00,00
0
05:31,88
05:54,16
00:00,00
0
05:59,32
06:17,08
00:00,00
0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
90
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4. 37 Waiting Time Stasiun Kerja 8
06:25,91
06:43,20
00:00,00
0
07:15,96
07:38,96
00:00,00
0
07:48,66
08:08,00
00:00,00
0
08:31,54
08:49,56
00:00,00
0
09:08,26
09:26,28
00:00,00
0
09:46,80
10:05,88
00:00,00
0
10:20,29
10:35,76
00:00,00
0
11:10,13
11:24,76
00:00,00
0
11:30,28
11:47,88
00:00,00
0
11:57,46
12:22,20
00:00,00
0
12:39,82
13:00,68
00:00,00
0
13:11,54
13:28,96
00:00,00
0
13:52,92
14:10,16
00:00,00
0
14:22,22
14:38,24
00:00,00
0
14:56,72
15:15,20
00:00,00
0
15:34,54
15:54,40
00:00,00
0
16:21,17
16:38,68
00:00,00
0
16:57,32
17:13,68
00:00,00
0
17:34,22
17:51,72
00:00,00
0
18:04,26
18:20,60
00:00,00
0
18:38,86
18:58,56
00:00,00
0
19:18,15
19:34,12
00:00,00
0
19:51,68
20:12,16
00:00,00
0
20:42,44
20:58,40
00:00,00
0
21:07,30
21:26,24
00:00,00
0
21:42,07
21:59,60
00:00,00
0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
91
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Waiting Time SK 8 ) k i t e d ( i s r e v n o K
1 0,8 0,6 0,4 Waiting Time (detik)
0,2 0 1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 Nomor Perakitan
Gambar 4. 20 Waiting Time Stasiun Kerja 8
Stasiun Kerja 9
Contoh perhitugan perakitan 2 stasiun kerja 9 Waiting Time : Waktu Selesai Stasiun Kerja (n-1) - Waktu Masuk Stasiun Kerja (n) Waiting Time : 05 : 29,00 – 05:13,76 = 00:15.24 Tabel 4.38 Waiting Time Stasiun Kerja 9
Nomor perakitan 1
2 3 4 5 6 8 7 10 9 11 12
Waktu Masuk Stasiun Kerja 04:37.88 05:13.76
Waktu Selesai Stasiun Kerja Sebelumnya 05:29.00 05:55.61
Waiting Time 00:00.00 00:15.24
Konversi (detik) 0 15
05:54.16 06:17.08 06:43.20 07:38.96 08:08.00 08:49.56 09:26.28 10:05.88 10:35.76 11:24.76
06:32.44 07:04.61 07:38.00 08:09.31 08:43.69 09:32.13 10:05.88 10:32.16 11:05.24 11:56.94
00:01.45 00:15.36 00:21.41 00:00.00 00:01.31 00:00.00 00:05.85 00:00.00 00:00.00 00:00.00
1 15 21 0 1 0 6 0 0 0
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
92
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Lanjutan tabel 4.38 Waiting Time Stasiun Kerja 9
13 15 19 14 21 16 17 20 18 24 22 26 23 27 28 25 30 29
11:47.88 12:22.20 13:00.68 13:28.96 14:10.16 14:38.24 15:15.20 15:54.40 16:38.68 17:13.68 17:51.72 18:20.60 18:58.56 19:34.12 20:12.16 20:58.40 21:26.24
12:28.98 13:01.48 13:36.51 14:04.71 14:41.55 15:16.51 16:27.18 17:20.51 17:45.15 18:13.71 18:54.38 19:23.98 19:54.22 20:20.16 20:49.16 21:37.82 22:18.00
00:09.06 00:06.78 00:00.80 00:07.55 00:00.00 00:03.31 00:01.31 00:32.78 00:41.83 00:31.47 00:21.99 00:33.78 00:25.42 00:20.10 00:08.00 00:00.00 00:11.58
9 7 0 8 0 3 1 33 42 32 22 34 25 20 8 0 12
21:59.60
00:00.00
00:18.40
18
Waiting Time SK 9 45 40 35 ) k i t 30 e d ( 25 u t 20 k a 15 W 10
Waiting Time
5 0 1
3
5
8 10 11 13 19 21 17 18 22 23 28 30 No. Perakitan
Gambar 4.21 Waiting Time Stasiun Kerja 9
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
93
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
4.2.5 Layout Lini Produksi
Gambar 4.22 Layout Lini Produksi
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
94
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
BAB V ANALISIS
5.1
Analisis Pemilihan Waktu Siklus Dalam penentuan waktu siklus
terdapat dua pendekatan, yaitu
perhitungan waktu siklus dengan pendekatan teknis dan perhitungan waktu siklus dengan pendekatan demand. Pendekatan teknis merupakan cara dimana waktu siklus yang digunakan adalah waktu siklus terbesar. Sedangkan waktu siklus dengan pendekatan demand adalah waktu siklus yang dihitung dengan mempertimbangkan hasil peramalan mengenai demand dan kapasitas produksi. Perhitungan waktu siklus dengan pendekatan teknis didapatkan dari waktu baku terbesar yang perhitungannya dilakukan pada modul 2. Waktu baku terbesar pada modul 2 adalah 25,5. Sedangkan dengan pendekatan demand didapatkan hasil 19,363. Jika yang dipilih adalah perhitungan dengan pendekatan teknis maka akan menimbulkan beberapa akibat, diantaranya demand tidak terpenuhi sehingga harus menambah operator atau mesin. Apabila harus menambah mesin maka membutuhkan biaya dan waktu banyak, karena ada waktu set up mesin dan penambahan biaya mesin. Dalam modul ini, digunakan pendekatan demand karena kerja pada modul ini berupa pekerjaan perakitan yang kerjanya dikerjakan oleh manusia, jadi bila demand tidak terpenuhi maka hanya menambah operator, tidak menambah mesin sehingga tidak membutuhkan biaya banyak.
5.2
Analisis Pembentukan Stasiun Kerja Awal dengan metode LOB
Salah satu aplikasi atau pemanfaatan dari diketemukannya waktu baku atau waktu standart adalah guna menyeimbangkan lintasan produksi ( the balancing of production lines ). Dalam perhitungan Line of Balancing terdapat empat metode, yaitu metode RA, LCR, Moodie Young, dan metode RPW. Perhitungan metode RA, yang perama kali dilakukan adalah membagi operasi kerja secara vertical,
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
95
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
kemudian menyusun stasiun kerja tersebut berdasarkan daerah-daerah tersebut dengan tidak melanggar prsedence diagram dan waktu siklus. Dalam metode RA ini terdapat 17 stasiun kerja dengan nilai LE = 85,99% dan SI = 14,26. Perhitungan metode LCR dengan cara merangking operasi kerja tersebut berdasarkan waktu siklus
terbesar. Kemudian menyusun stasiun
kerja
berdasarkan rangking tersebut dengan tidak melanggar precedence diagram dan waktu siklus yang ada. Pada metode LCR ini, jumlah stasiun kerja adalah 15,dengan dua stasiun diduplikasi. Nilai LE = 85,99% dan SI = 14,411. Perhitungan dengan metode Moodie Young yaitu menentukan stasiun operasi terbesar dan waktu terkecil dari fase 1. Fase 1 ini berasal dari metode LCR. Kemudian, mencari GOAL dengan cara membagi perbedaan antara waktu operasi terbesar dikurangkan dengan waktu operasi terkceil. Menetapkan seluruh elemen tunggal pada STmax yang kurang dari 2 kali nilai GOAL dan tidak melanggar aturan precedence diagram jika dipindahkan ke STmin. Tetapkan seluruh kemungkinan pemindahan operasi dari STmax ke STmin, seperti halnya operasi maksimal 2 kali GOAL, dengan memperhatikan precedencenya. Lakukan hal yang serupa hingga tidak ada yang bisa dipindahkan. Pada metode Moodie Young ini, terdapat 15 stasiun kerja dengan dua operasi duplikasi. Perhitungan dengan metode RPW, hal yang pertama kali dilakukan adalah merangking bobot tiap operasi, rangking pertama merupakan bobot terbesar dari semua operasi. Kemudian menyusun stasiun kerja berdasarkan rangking yang ada dengan tidak melanggar precedence diagram dan waktu siklus. Pada metode RPW ini, terdapat 17 stasiun kerja dengan dua operasi duplikasi.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
96
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
5.3
Analisis Pemilihan Metode LOB untuk Pembentukan Stasiun Kerja Awal
Berikut ini merupakan rekap nilai Line Efficiency dan Smoothness Index dari 4 metode. Tablel 5.1 Rekap Nilai LE dan SI
No
Metode
LE
SI
1
RA
85,99%
14,26
2
LCR
85,99%
14,411
85,99%
13,99
86,07%
14,979
3 4
Moodie Young RPW
Dari data di atas, dipilih nilai Smootness Index terkecil. Dari rekap data di atas terlihat nilai Smootness Index terkecil dimiliki oleh metode Moodie Young. Dari nilia Smootness Index kita bisa mengetahui kehalusan dari suatu data. Smootness Index merupakan performansi yang digunakan untuk mengetahui jarak waktu antar stasiu. Semakin kecil nilai Smootness Index semakin halus jarak antar waktu stasiun, semakin dekat pula jarak antar waktu stasiun satu dengan stasiun berikutnya. Dan dilihat dari nilai Line Efficiency. Dari data di atas, nilai Line Efficiency dari Moodie Young adalah 85,99%. Semakin besar nilai Line Efficiency, maka kerja operator semakin mendekati 100% yang menyatakan kerja operator semakin baik, semakin professional. 5.4
AnalisisPresedence Diagram denganoperasikerjakonstrain
Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul. Pertama, tidak ada ketergantungan proses dari komponen- komponen dalam proses pengerjaannya dan ada ketergantungan proses dari komponen telah dipilih untuk diassembling untuk urutan assembling komponen lainnya. Di sini dinyatakan batasan precedence untuk pengerjaan komponen- komponen. Pada alur yang dijalankan shift ini, konstrains angat membantu dalam proses lini, yaitu dapat meminimalisirkan cacat pada produk. Proses yang di
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
97
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
konstrain dalam lini ini adalah proses membaut roller pad chasis dan bumper. Dengan dijadikannya 1 SK, proses assembly ini sangat efisien jika digunakan untuk lini di pabrik-pabrik Akibat adanya operasi konstrain, pada lini produksi kami membutuhkan duplikasi operasi. Karena demand pada operasi konstrain melebihi demand, yaitu 19,363 detik.
5.5
Analisis Pemilihan Waktu Siklus Untuk Pembentukan Stasiun Kerja Baru
Untuk waktu siklus yang digunakan, tetap menggunakan pendekatan demand, meskipun dengan semakin kecilnya waktu siklus,tentunya menambah jumlah stasiun kerja. Hal ini dilakukan agar seluruh kebutuhan konsumen dapat terpenuhi, sehingga dapat memuaskan konsumen, sedangkan untuk mengatasi munculnya perubahan demand, dikarenakan stasiun ini hanya menggunakan operator dan tanpa adanya pendekatan secara teknologi di tiap stasiunnya,maka stasiun kerja ini cukup fleksibel dan dapat diatur ulang. Cukup dengan mengurangi atau menambah jumlah operator. Sedangkan apabila menggunakan waktu siklus pendekatan teknis, menggunakan waktu siklus 25,44 kurang efektif, dikarenakan demand yang muncul tidak dapat dipenuhi sehingga muncul kemungkinan pengecewaan konsumen,yang berakibat menurunnya keuntungan perusahaan. Oleh karena itu,dengan biaya pengadaan stasiun yang tidak terlalu tinggi,maka kami sebagai konsultan memilih waktu siklus melalui pendekatan demand sebesar 19,363. Untuk beberapa operasi kerja yang waktu bakunya lebih dari 20 detik, masalaj tersebut dapat diatasi dengan menduplikasi stasiun kerja yang bersangkutan.
5.6
Analisis pembentukan stasiun kerja baru dengan menggunakan LOB Pada shift kami, kami pada awalnya menggunakan presedence diagram
yang menentukan RPW sebagai metode LOB yang paling efektif dan efisien dengan nilai delay time terkecil dan smoothness index yang paling kecil juga
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
98
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
diantara seluruh kelompok. Namun setelah dilakukan pengecekan dengan prerunning,tidak didapatkan hasil yang maksimal. Setelah melakukan penghitungan kembali dan melakukan beberapa analisi terhada p presedence diagram dan urutan operasi yang tepat. Didapatkan bahwa pembentukan stasiun dengan menggunakan metode LCR, pada PresedenceDiagram kelompok 8, merupakan kondisi yang paling efisien dan efektif, Setelah melakukan penghitungan dengan menggunakan pertimbangan operasi kerja yang perlu berurutan didapatkan 11 Stasiun kerja dan 4 buah stasiun duplikasi, Namun rata – rata waktu siklus tiap stasiun meningkat dan Delay time dan Smoothing Index semakin menurun, karena terdapat pemadatan operasi kerja di tiap stasiun. Kondisi keseimbangan lintasan seperti ini, juga cukup efisien dan efektif, karena dengan semakin sedikit stasiun dapat menurunkan waktu transfer palet.
5.7
Analisis Pemilihan metode LOB untuk pembentukan stasiun kerja baru dengan pertimbangan operasi kerja konstrain
Untuk menghasilkan kondisi kerja yang lebih kondusif, serta mengurangi produk yang gagal atau reject. Diperlukan peningkatan kualitas stasiun kerja, untuk itu dengan menggunakan pertimbangan operasi kerja konstrain,dimana terdapat beberapa operasi kerja yang saling berkaitan dan harus dikerjakan bersama – sama dalam satu stasiun. Di dalam presedence diagram yang kami gunakan,terdapat tiga operasi konstrain,yaitu pemasangan roda depan dan roda belakang pada chasis, serta pemasangan bumper. Ketiga operasi tersebut, harus dijadikan satu dalam sebuah stasiun untuk mengurangi tingkat kegagalan tamiya PT Indonesia Tamiya Motor. Dengan penggunaan elemen konstrain tersbut membuat beberapa perubahan dalam pembuatan stasiun kerja,dengan operasi kerja yang memiliki konstrain dibuat menjadi satu operasi kerja, sehingga menjadikan waktu bakunya menjadi lebih besar.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
99
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
5.8
Analisis Waktu Stasiun Kerja 5.8.1
Waktu Tinggal Komponen a. Stasiun Kerja 6
Pada stasiun kerja ini, tidak terdapat waktu tinggal komponen karena si operator hanya melakukan operasi kerja membaut roller belakang kanan pada chasis assy dan memasang dynamo pada rumah dynamo. Dynamo yang dipasang berasal dari stasiun kerja sebelumnya sehingga pada stasiun ini tidak terdapat komponen dalam melakukan operasi kerja.
b. Stasiun kerja 7
Waktu tinggal komponen disini dapat dilihat terjadi peningkatan dari SK-SK sebelumnya. Hal ini dikarenakan proses perakitan yang tidak serentak dalam 30 tamiya ini. Sehingga komponen pun harus mengantri untuk dipergunakan dalam Tamiya tersebut.Waktu disini mengikuti waktu dimana proses mulai tiap palet dimulai. Pada Komponen ini dapat dilihat melalui grafik, bahwa komponen tidak dikanban, karena komponen penutup plat depan ukurannya kecil dan cukup untuk diletakkan di dalam palet komponen , tanpa mengganggu kerja operator, meskipun kondisi tempat perakitan sempit
c. Stasiun Kerja 8
Dari grafik waktu tinggal komponen Pengunci Dinamo SK 8 tersebut dapat diketahui bahwa pada nomor perakitan 1 sampai dengan
nomor
perakitan
terakhir
grafik
menunjukkan
peningkatan waktu tinggal komponen yaitu mulai dari 238 detik sampai 1283 detik. Hal ini disebabkan karena waktu mulai proses merakit Pengunci Dinamo semakin lama atau semakin jauh dari waktu masuk awal di stasiun kerja 1. Komponen
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
100
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Pengunci Dinamo yang berada di palet berjumlah 30 Pengunci Dinamo yang secara bergantian diambil untuk operasi kerja. Sehingga Pengunci Dinamo yang pertama dengan Pengunci Dinamo yang kedua akan mengalami waktu tinggal komponen yang berbeda. Begitu pula untuk Pengunci Dinamo yang ke-3 sampai dengan perakitan terakhir yang akan semakin lama waktu tinggalnya. Pada Komponen ini dapat dilihat melalui grafik,bahwa komponen tidak dikanban, karena komponen penutup plat depan ukurannya kecil dan cukup untuk diletakkan di dalam palet komponen , tanpa mengganggu kerja operator, meskipun luas tempat perakitan sempit. d. Stasiun Kerja 9
Berdasarkan grafik 4.
merupakan grafik waktu tinggal
komponen baterai pada stasiun kerja 9. Waktu tinggal komponen didapatkan dari selisih waktu masuk stasiun kerja yang paling awal dengan waktu mulai proses saat komponen tersebut digunakan. Tampak dari grafik di atas, waktu tinggal komponen baterai cenderung linear. Hal ini dikarenakan penggunaan komponen secara bertahap satu persatu, sehingga waktu tinggal komponen terus mengalami kenaikan pada setiap tamiya. Sehingga operator melakukan kerja secara terus menerus untuk setiap perakitan. Sebaliknya apabila operator tidak melakukan kerja terus menerus , sebagai contoh jika terdapat kanban pada operasi kerja maka grafiknya tidak berbentuk linier penuh. Namun, terbagi menjadi segitiga linier karena komponen baru datang sehingga waktu yang dihitung adalah waktu kedatangan komponen tersebut pada stasiun kerja.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
101
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
5.8.2
Idle Time a. Stasiun Kerja 6
Pada gambar grafik di atas dapat terlihat bahwa idle time hanya muncul , pada perakitan nomor perakitan 3 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa stasiun 6 ini bekerja sangat maksimal, namun dapat dikatakan cukup berat, karena tidak memberikan sedikitpun
jeda
bagi
operatornya,bahkan
memunculkan
bottleneck. Ketika terdapat jeda, jeda hanya muncul sepersekian detik. Nilai idle yang muncul pada kedua nomor perakitan sama,yaitu 0,01 detik. Operator pada stasiun kerja 6 perlu lebih meningkatkan kemampuannya, agar lebih memberikan sedikit kelonggaran waktu pada stasiun kerjanya di tiap nomor perakitan. b. Stasiun Kerja 7
Pada SK 7 ini banyak terjadi waktu idle. Hal ini dikarenakan kecepatan operator pada SK ini lebih cepat pengerjaannya di banding SK sebelumnya.Waktu idle yang paling lama terjadi pada palet no.6, yaitu sebesar 00:24.57 (25detik).
Munculnya waktu idle yang begitu banyak ini,
menunjukkan bahwa stasiun kerja tidak bekerja optimal dan banyak sekali menganggur. Hal ini dapat diatasi dengan menambah operasi kerja pada stasiun ini. c. Stasiun Kerja 8
Dari grafik idle time untuk stasiun kerja 8 dapat diketahui bahwa waktu idle untuk stasiun 8 terlihat fluktuatif. Hal ini disebabkan bahwa kerja operator stasiun tersebut dengan operator stasiun sebelumnya tidak konstan. Sehingga terkadang singkat dan terkadang lama. Dari grafik juga dapat diketahui bahwa idle pada nomor perakitan 6 dan nomor perakitan 12
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
102
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
terlihat jauh lebih lama dari nomor perakitan yang lain yaitu sebesar 00:32.8 dan 00:34.4. waktu idle yang paling kecil adalah pada perakitan ke-4 yaitu sebesar 00:05.52. Perbedaan waktu idle ini disebabkan karena konsistensi operator yang berubahubah. Waktu
idle pada stasiun 8 cukup banyak , hal ini
disebabkan perbedaan kecepatan operator antar stasiun kerja. Operator pada stasiun 8 cukup cakap dalam melakukan perakitan yaitu memasang pengunci dynamo.. Faktor lain yang membuat stasiun 8 memiliki banyak idle time adalah stasiun 8 merupakan stasiun yang relatif terletak di tengah lintasan produksi sehingga apabila menunggu mulai maupun menunggu selesai relatif lama.
d. Stasiun Kerja 9
Idle time merupakan waktu menganggur operator, dimana operator stasiun kerja 9 diam sejenak hingga operator mendapatkan material untuk memulai proses perakitan di stasiun kerja tersebut. Atau operator telah selesai merakit tamiya namun operasi pada stasiun kerja sebelumnya belum selesai melakukan perakitan sehingga operator memiliki waktu menganggur. Idle time dapat terjadi disebabkan operator di stasiun kerja sebelumnya kurang handal dalam melakukan perakitan yang membuat operator di stasiun kerja 9 ini menganggur. idle time didapatkan dari selisih antara waktu masuk stasiun kerja (n) dengan waktu selesai stasiun kerja (n-1). Idle time pada stasiun kerja 9 terjadi sebanyak 6x. Pada tamiya ke-6 idle time sebesar 1 detik, hal ini menunjukkan waktu menunggunya tidak terlalu signifikan. Tetapi pada tamiya ke-12 idle time didapatkan dari selisih waktu masuk stasiun kerja tamiya ke -12 yaitu 11:24.76 dengan waktu
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
103
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
selesai stasiun kerja tamiya ke-11 yaitu 11:05.24, sehingga akan didapat idle time sebesar 00:19.52 atau waktu menganggur sebesar 20 detik . Pada tamiya ke-12 ini operator sebelumnya sangat berhati-hati dalam melakukan perakitan sedangkan operator stasiun kerja 9 sudah selesai terlebih dahulu dalam melakukan perakitan. Semakin banyak idle time semakin buruk produktifitas tetapi dari 30 tamiya hanya 6x waktu menganggur sehingga produktifitas masih dalam tahap yang wajar. Pada nomor perakitan palet 12, muncul idle time yang sangat besar, hal tersebut disebabkan helper kurang tanggap dalam mentransfer palet, ataupun kecepatan stasiun sebelumnya yang menurun. Terjadinya fluktuatif perbedaan stasiun kerja ,disebabkan tingkat konsentrasi dan kondisi fisik operator yang mulai menurun, sehingga menurunkan konsistensi kerja.
5.8.3
Waiting time a. Stasiun Kerja 6
Pada Gambar 4.
dapat terlihat bahwa waktu tunggu,
pada setiap nomor perkitan berbeda, dan hanya pada nomor perakitan 1, 3 dan 4 tidak memunculkan waiting time. Hal tersebut dikarenakan pada no perakitan ke 2, operator masih mencari posisi yang nyaman dalam melakukan operasi kerja, sedangkan masuk ke nomor perakitan 10, peningkatan waktu waiting time makin meningkat, hal tersebut disebabkan karena operator mulai kelelahan dalam mengerjakan operasi kerjanya, namun tetap memiliki konsentrasi dalam pengerjaannya, yang membuat grafik waiting time naik turun (operator mulai tidak konsisten).
Faktor
lain
yang
juga
berpengaruh
adalah
peningkatan kinerja pada stasiun sebelumnya. Dari grafik ini
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
104
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
juga dapat diambil kesimpulan, pada nomor perakitan ke -23 hingga 30 menghasilkan kondisi waiting time yang besar dan makin meningkat, hal tersebut dikarenakan operator sudah sangat kelelahan. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengurangi kinerja stasiun – stasiun sebelumnya,atau melakukan training kepada operator stasiun 6. b. Stasiun Kerja 7
Di SK ini dari semua nomor perakitan, hanya terjadi waiting time, yaitu pada palet 3 dan 12. Hal ini dikarenakan kecepatan dari operator di SK sebelumnya tidak dapat diimbangi. Namun dengan menunjukkan sedikitnya waktu waiting time,menunjukkan bahwa Pada stasiun 7 ini pemberian jumlah operasi kerjanya sudah tepat dan operator stasiun kerja sudah bekerja dengan baik, karena tidak menimbulkan bottle neck,yang dapat mengganggu aliran produksi. Pada stasiun 7 ini pemberian jumlah operasi kerjanya sudah tepat c. Stasiun Kerja 8
Pada stasiun kerja ini tidak terdapat waiting time. Hal ini dikarenakan kerja operator yang hanya memasang pengunci dynamo pada chasis assy. Selain itu, kerja operator yang sudah terlatih sehingga operator bekerja secara cepat.
d. Stasiun Kerja 9
Waiting time merupakan waktu menunggu material, dimana yang menunggu adalah material yang akan di proses. Sebagai contoh waktu dimana material dari stasiun 1 telah masuk ke stasiun 2, tetapi pada stasiun 2 belum menyelesaikan proses operasi untuk material sebelumnya, atau dapat dikatakan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
105
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
terjadi bottleneck / material yang
menumpuk dan mengantri
untuk diproses dalam stasiun kerja tersebut. Waiting time di dapatkan jika waktu selesai stasiun kerja pada (n-1) lebih besar dibandingkan dengan waktu masuk stasiun kerja ke-n. Misalnya pada tamiya ke-20 mengalami bottleneck, sehingga terdapat waiting time. Hal ini dikarenakan waktu masuk stasiun kerja untuk tamiya ke-20 adalah 15:54.40 padahal waktu selesai stasiun untuk tamiya ke-17 adalah 16:27.18. Tampak waktu selesai stasiun tamiya ke-17 lebih besar dibanding waktu masuk stasiun tamiya ke-20. Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa tingkat waiting time tidakbegitu stabil. Terjadi bottleneck dari tamiya ke-20 sampai tamiya ke-27. Hal ini disebabkan oleh kecepatan operator yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan di setiap stasiunnya. Operasi pada stasiun kerja 9 adalah memasang baterai pada chasis, baterai yang digunakan sebanyak 2. Sehingga butuh waktu yang cukup untuk memasang dari 1 baterai kemudian memasang baterai satunya. Operator juga memastikan baterai tersebut terpasang dengan benar. Bottleneck juga dipengaruhi apabila proses pada stasiun kerja sebelumnya lebih mudah, tentu waktu yang diselesaikan pun lebih cepat dan terjadi bottleneck di stasiun kerja selanjutnya. Terjadinya waiting time dapat mengakibatkan efisiensi lintasan menjadi buruk, karena waktu kerja menjadi lebih lama daripada yang seharusnya. Hal ini berdampak pada waktu kerja secara menyeluruh dan dapat menurunkan produktifitas produk. Untuk menghindari waiting time yang terlalu lama, operator harusnya lebih terampil dalam melakukan operasi kerjanya.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
106
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Banyaknya waiting time yang muncul, disebabkan karena stasiun kerja sebelumnya, kecepatan operator lebih cepat daripada operator stasiun 9. Hal ini dapat diatasi dengan melatih operator untuk bekerja lebih cepat.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
107
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik setelah pelaksanaan praktikum Perancangan Lantai Produksi antara lain: 1. Metode line balancing merupakan sebuah metode untuk menyeimbangkan lantaiproduski dengan membagi beban yang seimbang pada tiap stasiun sehingga akan meningkatkan produktifitas dan efisiensinya. Keseimbangan lintas produksi ini akan mampu memberikan kemudahan dalam perencanaan dan pengendalian produksi sehingga perusahaan dapat lebih mudah dalam mencapai suatu produk yang optimal. 2. Keseimbangan
lintasan
mempunyai
4
metode
yaitu
metode
analitis,
probabilistik, Barnch and Bound , dan Heuristik. Beberapa metode Heuristik merupakan metode yang umum digunakan adalah Metode Helgeson Birnie (Ranked Position Weight / RPW), Metode Largest Candidate Rule (LCR), Metode Moodie Young (MY), dan Metode Killbridge Wester (Region Approach / RW). 3. Dalampenyusunan line of balancing adabeberapafaktor yang harus diperhatikan antara lain waktu siklus dan precedence diagram. Keseimbangan lintasan bertujuan untuk menyeimbangkan beban kerja pada seluruh stasiun. 4. Dari hasil praktikum yang dilakukan, didapat hasil rekap perbandingan antara stasiun kerja Modul 4 dengan stasiun kerja metode terpilih yaitu LCR, yaitu sebagai berikut:
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
108
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
Tabel 6.1 Rekap SK Modul 4 Dengan SK Metode Terpilih
Performansi SK Metode Terpilih
Performansi SK awal
No
Metode
LE (%)
SI
1
RA
2 3
LCR Moodie Young
85,99% 14,26 85,99% 14,411
4
RPW
85,99% 13,99 86,07% 14,979
Metode
LE (%)
RA
92,63
8,59
LCR Moodie Young
84,99
14,114
84,99
14,114
RPW
94,73
16,28
SI
Dari hasil rekap data diatas dapat disimpulkan bahwa setelah melakukan line balancing jumlah stasiun kerja berkurang dari 17 menjadi 15 stasiun. Dengan menerapkan desain yang baru, didapat bahwa performansi lintasan setelah running lebih baik dibandingkan dengan sebelum running. Hal ini menandakan operator terampil dalam mengerjakan elemen kerjanya masing-masing. Selain itu, jumlah stasiun yang mengalami reject pun menurun sehingga waktu yang dibutuhkan untuk satu kali running lebih cepat. 5. Kanban yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kanban pengambil. Stasiunkerja yang cuma memiliki kanban.Komponennya yaitu ,dinamo, roda kanan, roda kiri, body dan bumper. Kanban ini berfungsi untuk melihat atau mengetahui spesifikasi jenis dan jumlah komponen yang harus diambil.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Perancangan Lantai Produksi ini antara lain: 1)
Sebelummelakukanpraktikum, sebaiknya mempersiapkan roll kabel, laptop, software YouCam untuk pelaksaan running.
2)
Sebaiknya operator meningkatkankonsentrasinyapadasaatmelakukan running.
3)
Operator mempersiapkan dengan baik operasi-operasi kerja apa yang akan dilakukan sehingga lebih lancar dalam perakitan tamiya.
4)
Sebaiknya helper berhati-hati terhdapa komponen yang memerlukan transfer batch, sehingga dapat menjamin tersedianya komponen saat dibutuhkan.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
109
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Inudstri Modul 4 Perencanaan Lantai Produksi Kelompok 8
5)
Operator jangan diajak berbicara, sehingga dapat fokus pada pekerjaannya. Hal ini bertujuan mengurangi kesalahan karena operator lupa untuk memasang part.
6)
Area tempat perakitan sebaiknya ditata dengan rapi, sehingga operator tidak kesulitan mencari komponen dan alat yang diperlukan. Selain itu, agar operator dapat bergerak dengan leluasa.
7)
Kondisi lingkungan kerja hendaknya diperhatikan, agar operator dapat bekerja dalam kondisi yang optimum.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
110