MODUL 1
INTRODUKSI PENATAAN- PELESTARIAN KOTA PUSAKA
Ir. Suhadi Hadiwinoto dan Ir. Catrini P. Kubontubuh, M.Arch. BADAN PELESTARIAN PUSAKA INDONESIA
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-1
MODUL 1 INTRODUKSI PENATAAN-PELESTARIAN KOTA PUSAKA Deskripsi Singkat: Modul Modul ini berisikan introduksi introduksi konsep, definisi, keragaman pusaka serta pelestarian pelestarian pusaka. pusaka. Peles Pelestar taria ian n pusak pusakaa erat erat deng dengan an peran peran peme pemeri rint ntah ah kota kota,, gerak gerakan an masy masyara araka katt dalam dalam memanfaatkan pusaka melalui integrasi pembangunan serta pelestarian. TUJUAN
Peserta memahami Konsep Pusaka dan Kota Pusaka
Peserta memahami Keragaman Pusaka
SASARAN
Peserta mengetahui latar belakang pentingnya pusaka serta perkembangan konsep pusaka di Indonesia melalui terbentuknya JPPI, BPPI serta JKPI •
•
Peserta memahami Aspek Pengelolaan Pusaka
•
•
Peserta memahami konsep P3KP
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
Peserta mengetahui definisi pusaka, meliputi pusaka, pusaka alam, budaya dan saujana serta pusaka saujana Peserta mengetahui inventarisasi pusaka untuk mengenali keragaman pusaka Peserta mengetahui peran pemerintah kota dalam pelestarian pusaka Peserta mengetahui peran gerakan masyarakat dalam pelestarian pusaka
•
Peserta mengetahui perlunya pemanfaatan pusaka
•
Peserta mengetahui peran pusaka dalam pembangunan
•
Peserta mengetahui hubungan antara penataan dan pelestarian pusaka
•
Peserta mengetahui secara umum latar belakang, tujuan serta langkah-langkah implementasi dalam P3KP
1-2
1.1.
PUSAKA DAN KOTA PUSAKA
Untuk mendalami penataan dan pelestarian kota pusaka yang sangat kompleks sebaiknya kita memahami dahulu unsur dasarnya yaitu pusaka dan pelestarian pusaka. Kita sering lalai, tidak memperhatikan aset berharga di sekitar kita rusak, dirusak, hilang atau punah, padahal aset itu sangat dibutuhkan utuk membangun kedepan. Ia mengandung banyak pelajaran berharga, ia merupakan bukti sejarah, ia membangun collective memory, Ia merupakan aset yang tak tergantikan. Indonesia yang mempunyai lebih dari 500 kelompok etnis yang tinggal di lebih dari 17000 pulau, begitu kaya dengan pusaka alam dan pusaka budaya yang beragam, tersebar di berbagai penjuru nusantara. Kota dan kabupaten dengan kekayaan alam dan karya budaya ragawi dan tak ragawi dapat membangun karakter yang kuat berdasarkan kekuatan alam dan budayanya. Sayang sekali banyak kota dan kabupaten kehilangan karakternya, kehilangan kepribadiannya, kehilangan api, catatan sejarah, collective memory, dan bahan pelajaran yang sangat berharga. Banyak kota/kabupaten tumbuh tanpa sadar, tanpa kepribadian, sekedar mengikuti “kebetulan” tanpa sengaja, mengabaikan alur sejarah yang telah dijalaninya. Dalam arus globalisasi yang sedang berlangsung, banyak kota/kabupaten yang hanyut dalam keseragaman, sekedar tumbuh seperti yang lain, tanpa identitas yang akrab dan melekat pada masyarakatnya. Kota/kabupaten seharusnya selalu dekat ke hati masyarakatnya, dekat dalam rajutan collective memory yang terekam dalam lapis-lapis sejarahnya.
Gambar 1.1. Kota/kabupaten kehilangan karakternya
Pusaka alam dan budaya selalu terancam oleh unsur atau pengembangan yang membawa keuntungan ekonomi jangka pendek. Pada masa dimana perhatian sangat difokuskan pada pembangunan prasarana fisik dan pembangunan ekonomi, sisi pembangunan manusia dan nilai-nilai budaya kurang berkembang. Pengembangan kepribadian, penyelamatan aset sejarah dan budaya kurang mendapat prioritas. Dalam situasi demikian introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-3
banyak yang berfikiran bahwa hilang atau rusaknya pusaka alam dan budaya serta melemahnya modal sosial dan modal budaya itu bukan merupakan masalah penting yang perlu segera ditanggulangi. Kecenderungan ini perlu segera dirubah, dan dikembalikan kepada konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang mencakup keseimbangan dan keserasian pembangunan fisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Untunglah lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, organisasi, dan kelompok masyarakat mulai bergerak dan berjuang untuk mengamankan dan melestarikan pusaka alam dan budaya, serta mengingatkan dan mendorong berbagai fihak untuk memperkuat upaya pelestariannya. Monoementen Ordonantie 1931 yang dilanjutkan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan UU No. 12 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya meletakkan dasar pengamanan Benda Cagar Budaya. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mnemperhatikan kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan, keamanan, lingkungan hidup, serta iptek sebagai satu kesatuan. Ada UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Pada tahun 2000 berbagai organisasi pelestarian di berbagai daerah berkumpul dan bersepakat membangun suatu Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia. JPPI mengadakan bayak dialog dan pembahasan, kemudian meluncurkan Tahun Pusaka Indonesia 2003, dan bersama dengan berbagai lembaga, perguruan tinggi serta organisasi masyarakat mencanangkan “Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia”. Dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia tersebut diikrarkan bahwa yang akan dilestarikan adalah pusaka alam, pusaka budaya ragawi dan tak ragawi, serta pusaka saujana yang merupakan gabungan antara pusaka alam dan pusaka budaya.
Gambar 1.2. Pusaka alam
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-4
Gambar 1.3. Pusaka budaya ragawi
Gambar 1.4. Pusaka budaya tak ragawi
Pada tahun 2004 berbagai organisasi pelestarian yang bergabung dalam JPPI membentuk Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dimana peresmian pembentukannya disaksikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, berbagai lembaga, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat. BPPI bertujuan (i) menyiapkan masukan tentang kebijakan, strategi, program dan panduan peletarian, (ii) membantu dan memperkuat gerakan masyarakat untuk pelestarian, dan (iii) membangun sistem pendanaan pelestarian. Langkah maju selanjutnya adalah terbentuknya Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) pada tahun 2008 dimana para Walikota dan Bupati yang peduli pada pelestarian dan ingin memperkuat pengelolaan Kota Pusaka bersama-sama membentuk organisasi. Pembentukan JKPI diprakarsai oleh Bapak Joko Widodo, Walikota Solo, dan sekarang Ketua JKPI pertama dijabat oleh Bapak Amran Nur, Walikota Sawahlunto. Pada saat didirikan JKPI beranggotakan 11 Walikota/Bupati dan sekarang anggotanya sudah meningkat menjadi 48 kota/kabupaten. Hal ini menunjukkan berkembangnya perhatian Pemerintah Daerah pada upaya penataan dan pelestarian kota pusaka. Kemudian pada tahun 2012 Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Direktorat Jendral Penataan Ruang mengembangkan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Diharapkan melalui program P3KP ini kota dan kabupaten dapat memperkuat upaya penataan dan pelestarian kota pusaka, membangun kota yang berkarakter, berbasis pada alam, sejarah, dan budaya masyarakatnya. Masyarakat diajak untuk menemukenali seluruh pusaka alam dan budaya di daerahnya, menganalisis dan menghimpunya dalam suatu daftar pusaka dan peta pusaka yang komprehensif, menetapkan perlindungan pusaka, membangun menkanisme pengamanan, pengembangannya, dan pemanfaatannya, serta mengembangkan kehidupan budaya yang kreatif, bergairah, dan berkelanjutan. introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-5
Gambar 1.5. Pengembangan kehidupan budaya secara kreatif, bergairah dan berkelanjutan
1.2.
MENGENALI PUSAKA
Jika kita ingin mengamankan dan menyelamatkan pusaka di kota//kabupaten, tentunya kita harus mengenali pusaka apa saja yang kita miliki. Banyak kota/kabupaten yang belum mengetahui persis berbagai pusaka yang dimiliki. Langkah pertama yang perlu digarap adalah mengadakan inventarisasi atas semua pusaka di wilayah itu secara menyeluruh, yaitu: Pusaka alam, pusaka budaya ragawi, pusaka budaya tak ragawi, dan pusaka saujana.
a.
PUSAKA
Peninggalan dari masa lalu yang sangat berharga untuk kehidupan sekarang dan generasi yang akan datang yang harus dilestarikan dan disampaikan kepada generasi yang akan datang. Pusaka tidak sama dengan warisan. Pada warisan, si penerima warisan mempunyai hak penuh atas warisan itu dan ia berhak melakukan apapun: menjual, membagi, membongkar, atau menghancurkannya. Pada pusaka, si penerima pusaka mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikannya.
PUSAKA ALAM
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-6
Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa, beserta flora dan fauna yang penting sebagai bagian dari mata rantai kehidupan di bumi
PUSAKA BUDAYA Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka nudaya ragawi dan pusaka budaya tak ragawi.
PUSAKA SAUJANA Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu.
KOTA PUSAKA Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak-ragawi serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota, yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif.
b. INVENTARISASI PUSAKA Berbagai pusaka tersebut harus disurvey, diteliti, dan direkam dengan cermat sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku untuk masing-masing jenis pusaka itu. Penjelasan mengenai prosedur dan kriteria survey dan analisisnya akan dibahas dalam bab tersendiri. Keseluruhan pusaka itu dihimpun dalam buku inventarisasi pusaka dan selanjutnya menjadi bahan untuk membuat “Peta Pusaka”. Pemetaan aset pusaka dapat dilakukan bersama masyarakat agar masyarakat lebih mengenal, mencintai, dan merasa memilik pusakanya.
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-7
Gambar 1.6. Contoh Pemetaan pusaka
c. PERINGKAT PUSAKA Setelah diadakan analisis yang mendalam akan ditentukan mana saja yang akan ditetapkan secara resmi sebagai pusaka. Dahulu proses penetapan ini adalah merupakan kewenangan pemerintah pusat dan keputusannya ditandatangani oleh menteri. Sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya telah ditetapkan peringkat pusaka sebagai berikut: 1) Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat nasional apabila memenuhi syarat sebagai:
a)
wujud kesatuan dan persatuan bangsa;
b)
karya adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan bangsa Indonesia;
c)
Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia;
d) bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas negara dan lintas
daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan/atau e)
contoh penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah.
2) Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat provinsi apabila memenuhi syarat: a)
b)
mewakili kepentingan pelestarian Kawasan Cagar Budaya lintas kabupaten/kota; mewakili karya kreatif yang khas dalam wilayah provinsi;
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-8
c)
langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di provinsi;
d)
sebagai bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas wilayah kabupaten/kota, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan/atau
e)
berasosiasi dengan tradisi yang masih berlangsung.
3) Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota apabila memenuhi syarat: a) sebagai Cagar Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah kabupaten/kota;
b)
mewakili masa gaya yang khas;
c)
tingkat keterancamannya tinggi;
d) jenisnya sedikit; dan/atau e)
jumlahnya terbatas.
Pemeringkatan Cagar Budaya untuk tingkat nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri, tingkat provinsi dengan Keputusan Gubernur, atau tingkat kabupaten/kota dengan Keputusan Bupati/Wali Kota. Selanjutnya, Cagar Budaya peringkat nasional yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional dapat diusulkan oleh Pemerintah menjadi warisan budaya dunia.
1.3. PENGUATAN KOTA PUSAKA
Di antara kota/kabupaten di Indonesia ada yang baru memulai langkah-langkah penataan dan pelestarian, ada juga yang sudah aktif bergerak dan mantap berperan sebagai kota/kabupaten pusaka. Diantara kota/kabupaten yang sudah mantap berperan sebagai kota/kabupaten pusaka, ada yang sudah dapat menjadi contoh bagi kota/kabupaten dalam propinsinya. Diantara kota/kabupaten pusaka yang sudah patut menjadi contoh dalam propinsinya, ada yang sangat menonjol dan dapat menjadi contoh bagi kota/kabupaten pusaka se Indonesia. Kota/Kabupaten perlu dibantu dan dibimbing agar dapat terus meningkatkan kapasitasnya menata dan melestarikan kota pusaka Indonesia, dan terus didorong untuk dapat memenuhi syarat sebagai kota pusaka dunia. Dengan adanya organisasi JKPI maka kerjasama antar kota/kabupaten dapat lebih intensif diselenggarakan. P3KP diharapkan dapat membantu percepatan dan penguatan proses ini. Namun bagaimanapun juga sukses kota/kabupaten mencapai tujuan penataan dan pelestarian kota pusaka akan tergantung pada kesungguhan dan inisiatif masing-masing kota/kabupaten itu. introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-9
Gambar 1.7. Rakernas II JKPI di Pekalongan 31 Maret 2011
1.4.
GERAKAN MASYARAKAT:
Ada beberapa pergeseran dalam penanganan pusaka, Dahulu, pada masa kolonial, perlindungan pusaka lebih ditujukan pada monumen dan pusaka adiluhung seperti candi, istana, dan pusaka besar lainnya. Sekarang cakupannya sudah jauh lebih luas yang meliputi juga bangunan kantor, hotel, toko dan rumah yang mempunyai kualitas desain istimewa atau mewakili gaya pada suatu masa . Disini termasuk juga bangunan permukiman tradisional dengan karakter yang khas. Dahulu masalah pelestarian sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah dan pejabat yang berwenang. Sekarang, meskipun kewenangan penetapan dan penindakan formal tetap pada instansi yang berwenang tetapi masyarakat dapat sangat berperan dalam pengusulan, pertimbangan, pemantauan, dan pengawasan pusaka. Seiring dengan maluasnya cakupan aset pusaka, masyarakat juga aktif berperan dalam pemeliharaan dan pemanfaatan pusaka, terutama untuk pusaka yang bukan merupakan milik pemerintah. Gerakan masyarakat banyak berkembang dalam penyelamatan aset pusaka. Banyak pula warga masyarakat yang bergotongroyong mengumpulkan dana untuk memperbaiki dan memelihara pusaka yang terancam kemusnahan. Perjuangan warga masyarakat melalui berbagai media sangat membantu pembentukan sikap dan pendapat umum untuk penyelamatan pusaka. Gerakan masyarakat dapat dibangun sejak usia dini pada anak-anak dan berlanjut sampai remaja, dewasa, dan usia lanjut. Pengembangan dan penguatan komunitas pusaka merupakan bagian yang sangat penting dalam Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka. Gerakan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian kota pusaka. Tanpa gerakan masyarakat upaya pelestarian akan jalan introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-10
ditempat. Karena itu penting sekali untuk mendorong dan menggairahkan gerakan masyarakat.
Gambar 1.8. Warga memperbaiki bangunan tradisional (kiri); Pawai budaya rakyat di Solo (kanan)
1.5.
PEMANFAATAN PUSAKA
Pusaka tidak hanya merupakan “tontonan” tetapi harus dapat menjadi “tuntunan”. Pusaka bukan hanya merupakan tempat berpiknik, berpose, dan berfoto bersama.. Pusaka harus dapat membawa pencerahan, memberi manfaat pendidikan dan penguatan nilai-nilai kehidupan. Informasi dan interpretasi sangat diperlukan. Ajakan untuk memahami, mencintai, dan melestarikan pusaka alam dan budaya perlu lebih keras bergaung, bukan hanya sekedar undangan untuk mengunjungi dan melihat. Pemanfaatan pusaka alam harus sangat berhatihati agar tidak meninggalkan jejak dan dampak yang merusak alam itu. Keberlangsungan kehidupan flora dan fauna harus sangat dijaga. Keindahan dan keselarasan alam tidak boleh diganggu oleh kecerobohan dan keserakahan manusia. Pusaka budaya ragawi berupa bangunan dan kawasan bersejarah harus dapat eksis dalam keseharian kehidupan masyarakat, dihargai dan dicintai masyarakatnya, serta bermanfaat bagi masyarakatnya. Bangunan pusaka seyogyanya mempunyai fungsi nyata dalam kehidupan masa kini. Bangunan pusaka dapat menjadi museum, tetapi tidak semua bangunan pusaka harus menjadi museum. Banyak penggunaan kreatif yang dapat dipertimbangkan yang sesuai dengan karakter bangunan itu. Pusaka budaya tak ragawi seperti bahasa lokal, kearifan lokal, musik dan tari tradisional, seni kriya, kuliner, busana, upacara hanya dapat lestari jika ia terus dipakai dan dikembangkan oleh masyarakatnya. Pusaka yang ditinggalkan dan tidak dicintai oleh masyarakatnya akan segera punah. Ekspresi dan apresiasi budaya lokal harus selalu berkembang, dan dengan sadar diperkuat terus oleh masyarakatnya.
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-11
Dalam pemanfaatan dan pengembangannya pusaka budaya akan bersinggungan dengan nilai komersial dalam sistem pasar. Harus dijaga agar komersialisme itu tidak menggerus dan menggerogoti nilai budaya yang menjadi sumber kekuatannya.
Gambar 1.9. Gedung Arsip Jakarta (kiri); Candi Sukuh (kanan)
1.6.
INTEGRASI PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN
Pembangunan dan pelestarian adalah dua bagian yang saling menjaga dan melengkapi dalam kehidupan kita. Kedua bagian itu sangat penting dan tidak boleh dipertentangkan. Jika salah satu diabaikan maka kehidupan akan pincang dan kota/kabupaten tidak dapat sustainable (berkelanjutan). Karena itu pelestarian harus menyatu dan terintegrasi dalam pembangunan kota/kabupaten. World Commission on Culture and Development menegaskan: •
We can have the benefit of globalization without its downside.
•
We can promote well being without abandonng our identities.
•
We can seek progress without destroying our heritage.
•
We can build a better future without forgetting our past.
Kesadaran, kebanggaan, dan tekad untuk melestarikan dan memperkuat modal budaya (cultural capital) harus selalu digelorakan. Basis ini sangat penting dalam pengembangan kota/kabupaten pusaka, Ia merupakan syarat utama dalam pelestarian dan pengembangan kota pusaka. Upaya ini tidak hanya menyangkut penanganan fisik bangunan dan kawasan tetapi terkait langsung dengan sikap dan pandangan hidup masyarakatnya. Penataan dan pelestarian kota pusaka harus menggarap berbagai bidang binaan bersama berbagai instansi terkait. Pengembangan koordinasi lintas sektor merupakan ujian bagi suksesnya penataan dan pelestaian tersebut.Demikian pula upaya memadukan dan
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-12
mengintegrasikan aspek pelestarian dan pembangunan merupakan pelatihan terapan bagi pengembangan pembangunan yang berkelanjutan.
Gambar 1.10. Wujud integrasi pembangunan dan pelestarian
1.7. PENATAAN DAN PELESTARIAN KOTA PUSAKA
Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak-ragawi serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota, yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif. Dilihat dari segi fisiknya, kota pusaka itu dapat seluruhnya atau sebagian saja terdiri dari bangunan dan kawasan pusaka., tetapi dari segi kehidupan budaya masyarakatnya diharapkan bahwa seluruh lapisan masyarakat dalam seluruh kawasan kota pusaka itu mempunyai kehidupan budaya yang semarak dan bergairah. Tidak ada gunanya seuatu kota mempunyai banyak bangunan pusaka atau bangunan bersejarah jika kota itu tidak mempunyai kehidupan budaya yang semarak, jika masyarakatnya melempem, tidak kreatif, dan tidak produktif menghasilkan karya-karya yang terus mengalir ke masa kini. Tidak ada artinya bangunan tua yang suram dan angker, yang tidak mengandung kehidupan yang dapat menggugah masyarakat berjuang maju ke masa depan. Kota pusaka bukanlah kota mati yang hanya memeluk abu dari masa lalu. Kota pusaka adalah kota hidup yang berkelanjutan, yang mempunyai kekuatan dasar yang diserap dari pengalaman masa lalu yang panjang. Kota pusaka mengandung dinamika yang kuat dari pusaka masa lalu yang telah diserap dan diolah menjadi kekuatan masa kini. introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-13
Tanpa kekuatan ini kota pusaka akan cepat redup dan tenggelam, mengeluh dan meratap, ditinggalkan perkembangan zaman yang sangat pesat. Perlu selalu diingat sisi sisi pelestarian yang harus terus dipelihara: 1. Pelestarian pusaka alam: bentang alam yang istimewa, keindahan dan keselarasan alam, flora dan fauna yang endemik, jejak struktur dan ruang kota yang berbasis pada karakter alam lokal, lansekap dan vista, keberlanjutan sumberdaya alam. 2. Pelestarian pusaka budaya ragawi: artefak, bangunan dan kawasan bersejarah serta yang berkarakter, suasana ruang kota yang khas sesuai dengan sejarahnya, collective memory dan catatan sejarah yang terpelihara. 3. Pelestarian pusaka budaya tak ragawi: hidup dan berkembangnya ekspresi dan apresiasi seni yang berbasis pada budaya lokal, lestarinya nilai-nilai tradisi yang positif dalam dinamika yang kreatif.
4. Menyatunya pusaka alam, pusaka budaya ragawi dan tak ragawi sebagai kesatuan saujana yang utuh dan harmonis. Lestarinya saujana, terhindar dari kerusakan akibat keceroohan dan keserakahan manusia. 5. Penataan dan pelestarian kota pusaka akan merangkum in semua melalui berbagai mekanismenya dalam kesatuan kota pusaka yang utuh.
Gambar 1.11. Gambaran Kota Pusaka Palembang
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-14
Gambar 1.12. Gambaran Kota Pusaka Banjarmasin
Penataan Ruang kota pusaka tidak hanya merencanakan dan mengendalikan ruang fisik dengan berbagai ukuran fisiknya, tetapi pada dasarnya mengatur ruang kehidupan manusia dalam kehidupan fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Karena itu alat-alat (tools) dan mekanismenya harus dikembangkan lebih lengkap dan komprehensif. Pola kerja ini perlu dirintis dan dikembangkan. Karena cakupannya yang luas dan komprehensif itu garapan penataan ruang tidak dapat disiapkan oleh unit teknis penataan ruang sendiri, tetapi harus bekerja bersama berbagai unit lain yang terkait. Dalam prakteknya berkonsultasi dan mencari data dari instansi lain sudah dilakukan, tetapi menggarap bersama dalam kerja bersama instansi terkait belum banyak berkembang. Sementara itu penataan ruang atau manajeen ruang tidak hanya mencakup aspek perencanaan saja tetapi harus diikuti dengan koordinasi pelaksanaan serta pengawasan dan pengendalian. Upaya penataan dan pelestarian kota pusaka harus menjangkau pula langkah meyakinkan bahwa rencana ruang dilaksanakan dengan program yang terukur, dan selanjutnya diawasi dan dikendalikan dengan cara yang efektif. Pelestarian kota pusaka tidak hanya mengamankan satu persatu bangunan bersejarah tetapi secara total mengamankan keseluruhan ruang kota dan kehidupan kota agar tetap utuh, kokoh, dan berkarakter dalam perkembangan yang berkelanjutan, memelihara karakter yang sesuai dengan alam, sejarah, dan budaya masyarakatnya.Upaya ini harus jelas dirumuskan dalam visi, misi, kebijakan, strategi dan program pembangunannya.
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-15
1.8. PERSIAPAN PELAKSANAAN P3KP
Pelaksanaan P3KP tidak hanya merupakan upaya menambahkan unsur baru (penataan dan pelestarian kota pusaka) kedalam struktur program pembangunan daerah. Sesuai dengan uraian diatas maka pelaksanaan P3KP membutuhkan beberapa penyesuaian: 1. Membangun kesepakatan bersama dengan berbagai unit terkait mengenai visi, misi, kebijakan, strategi dan program pengembangan kota yang terkait dengan penataan dan pelestarian kota pusaka. Diadakan review bersama atas RTRW dan berbagai Perda terkait. Dalam hal suatu isu sudah ditetapkan dalam Peaturan Daerah, diusahakan beberapa catatan tambahan yang menyatakan kesefahaman berbagai unit tersebut bagaimana sikap dan caranya menanganai isu tersebut. 2. Pelaksanaan P3KP mer upakan rintisan kerja bersama dalam perencanaan ruang. Disamping memperhatikan data dan masukan dari berbagai unit terkait, maka kerja bersama dalam proses merencanakan dikembangkan lebih intensif pada tahap analisis, pengembangan prioritas dan leputusan akhir. Proses ini akan memakan waktu lama, tetapi mutlak diperlukan karena langkah penataan dan pelestarian itu memerlukan dukungan operasional nyata berbagai unit terkait. Dalam hubungan ini leberadaan koordinator yang handal sangat diperlukan. 3. Penataan ruang tidak berhenti pada perencanaan saja. Penataan (manajemen) ruang secara menyeluruh mencakup proses perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian.Harus diyakinkan bahwa akan ada program pelaksanaan yang terukur dan terkoordinasi, serta tersedia mekanisme pengawasan dan pengendalian yang menjamin berbagai tujuan dapat tercapai. Perangkat peraturan perundangabn serta berbagai panduan dan petunjuk teknis perlu dikembangkan
4. Setelah ketiga kerangka pokok tersebut diatas disiapkan maka (disamping data dan analisis yang sudah biasa dikerjakan) langkah operasional pertama yang perlu dilakukan adalah inventarisasi menyeluruh atas pusaka di kota/kabupaten tsb sesuai dengan prosedur dan format yang berlaku. Jika inventarisasi secara menyeluruh yang mencakup pusaka alam, pusaka budaya ragawi/tak ragawi, serta pusaka saujana) belum dapat dilaksanakan, paling tidak perlu ada inventarisasi pendahuluan yang mencakup aset-aset penting. Informasi tentang berbagai pusaka tersebut dihimpun dalam buku data pusaka dan peta pusaka. 5. Data dan analisis dari aset pusaka pada butir 4 akan memberi gambaran tentang jumlah, sifat, kekuatan dan kelemahan pusaka yang ada, serta bagaimana itu akan mempengaruhi perkembangan kedepan. Dengan memperhatikan berbagai perencanaan yang telah ada, perlu disepakati karakter pokok apa yang perlu diserap kedepan dan bagaimana menterjemahkannya kedalam panduan perencanaan. Perumusan ini memerlukan kecermatan para pakar berbagai sektor terkait. Keputusan ini akan merupakan pegangan dasar mengenai bagaimana karakter kota/kabupaten kedepan. Keputusan ini merupakan keputusan politik yang memerlukan konsultasi luas dengan masyarakat.
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-16
6. Rumusan pada butir 5 akan menghasilkan catatan tambahan pada RUTR, RTRW, dan RDTR, dan memberi arahan pada rencana-rewncana yang akan datang. Tim P3KP akan mencari/menggali berbagai kemungkinan terjemahan, penerapan, serta pengamanannya dalam mekanisme tararuang serta kemungkinan panduannya. Diusahakan juga memberi catatan tentang risiko atau hal-hal yang belum terpecahkan yang memerlukan garapan lebih lanjut. 7. Selanjutnya dicoba untuk menerapkan berbagai rumusan tersebut pada perencanaan tata ruang suatu kawasan khusus (minimum 100 hektar) yang terpilih dalam kota/kabupaten tersebut. Disini dicoba untuk menggunakan dan menggali berbagai perangkat (tools) yang mungkin diterapkan. Diusahakan untuk menutup kebocoran/kegagalan yang mungkin timbul. Rencana in dibahas bersama berbagai instansi terkait, dan mereka diminta untuk mengembangkan pengaturan dari sektornya.
8. Disiapkan gagasan program pelaksanaan dengan pemikiran proses koordinasi, pengawasan dan pengendalian, kelembagaan, dan berbagai sarana pendukung yang diperlukan. Ini digarap agar rencana tersebut tidak tinggal sebagai harapan dan impian. Rumusan ini dikonfirmasi oleh Walikota/Bupati dan perlu juga difahami masyarakat luas 9. Disamping garapan pada kawasan khusus, digarap juga pola pemikiran besar untuk kota/kabupaten itu. Pemikiran makro dan mikro ini akan saling mengisi. Secara formal harus dilalui urutan proses makro-mezo-mikro. Dalam pencarian awal, proses itu bis saling mengisi, membangun struktur dari pengalaman bertahap. 10. Program P3KP bukan sekedar upaya memasukkan kata “pelestarian” dan “pusaka” kedalam berbagai dokumen, tetapi merupakan upaya mendasar untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya yang selama ini terabaikan. Daerah tidak hanya tergantung pada kekayaaan tambang dan hutan, tetapi dapat juga mengolah sumberdaya budaya yang merupakan kekuatan yang lebih mendasar. Karena itu berbagai sumberdaya budaya tersebut harus diamankan, dipelihara dan dilestarikan.
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-17
Tabel 1.1. RAGAM KOTA PUSAKA INDONESIA NO.
TIPE KOTA
CONTOH KOTA
1 Kota Tepian . Sungai
Kota Palembang
Kota Padang
Kota Pontianak
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-18
NO.
TIPE KOTA
CONTOH KOTA
2 Kota Pulau .
Kota Ternate
Kota Bau-Bau
Kota Ambon 3 Kota Pegunungan .
Kota Bukittinggi
Kota Malang
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-19
NO.
TIPE KOTA
CONTOH KOTA
Kota Bandung 4 Kota Dataran . Rendah
Kota Surakarta
Kota Yogyakarta
introduksi penataan-pelestarian kota pusaka
1-20