METODE PELESTARIAN ARSITEKTUR
Antariksa
Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian Bentuk penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melukiskan keadaan objek atau persoalannya. Dalam hal ini, objek yang diamati adalah bangunan. Hasil analisis tersebut dapat memberikan arahan tindakan pelestarian bangunannya. Hal ini dilakukan dengan cara mengkaji elemen-elemen bangunan yang terdapat pada tersebut dengan kriteria-kriteria makna kultural bangunan. Pada tahap ini terdapat berbagai langkah pokok yang dilakukan dengan pendekatan objek penelitian, di antaranya: 1. Merekam kondisi fisik bangunan dengan cara mengamati kondisi objek penelitian pada saat ini; 2. Mengumpulkan informasi mengenai karakteristik Arsitektur Kolonial yang berkembang di Indonesia, khususnya di lokasi penelitian; 3. Melakukan pembandingan antara hasil yang didapat dari langkah 1 dan 2, sehingga didapatkan suatu gambaran karakter bangunan, dan juga perubahan-perubahan yang terjadi; dan 4. Membuat kesimpulan tentang kondisi fisik bangunan, dan juga menentukan arahan tindakan pelestarian fisik bagi bangunan tersebut. Metode penelitian Penelitian dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengumpulkan, mencatat, dan menganalisa fakta-fakta mengenai suatu masalah. Penelitian diadakan dengan tujuan pokok, yakni menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk mengungkap fenomena sosial atau alami tertentu. Untuk mencapai tujuan pokok ini peneliti merumuskan hipotesa, mengumpulkan data, memproses data, membuat analisa, dan interpretasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Metode pendekatan menggunakan deskriptif analisis (pemaparan kondisi), dan metode evaluatif, dan metode development. Metode analisis kualitatif ini dilakukan dengan cara observasi lapangan dan wawancara. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan pendekatan historis. Metode analisis kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell 1998). Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong 2007). Metode ini dilakukan dengan cara observasi lapangan dan wawancara. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan atau status fenomena-fenomena ataupun hubungan antara fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual, dan akurat. Metode deskriptif berguna untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu. Metode ini merupakan suatu 1
metode dalam penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari hasil observasi lapangan, wawancara, pengambilan gambar (foto), dokumen pribadi/resmi, dan data lain yang mempunyai relevansi dengan objek penelitian. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best 1982). Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Metode rasionalistik-kualitatif merupakan metode dengan peneliti bertindak sebagai instrumen utama, penelitian dilakukan dengan proses interview secara mendalam dan mendetail secara silang dan berulang untuk dapat mengetahui perkembangan kawasan, lingkungan serta perubahan – perubahan yang mungkin terjadi (Moehadjir 1996). Dengan penerapan metode ini dapat diketahui perkembangan dan perubahan yang terjadi pada bangunan. Metode evaluatif digunakan sebagai metode dalam memberikan penilaian bagi bangunan yang menjadi objek penelitian, penilaian ini berkaitan dengan nilai – nilai makna kultural yang dimiliki bangunan. Metode development merupakan metode yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan yang sudah ada. Beberapa prosedur yang harus dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan suatu penelitian adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan persoalan dengan jelas; 2. Menentukan sumber informasi; 3. Menentukan metode pengumpulan data dan cara memperoleh informasi; 4. Pelaksanaan riset; 5. Pengolahan data; dan 6. Menyusun laporan. Pada bagian lain Hartoto (2009) juga menjelaskan bahwa langkah penelitian yang menggunakan metode deskriptif sebagai berikut: a) Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif; b) Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas; c) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian; d) Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan; e) Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian; f) Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen, mengumpulkan data, dan menganalisis data; g) Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistika yang relevan; dan h) Membuat laporan penelitian Kriteria pemilihan objek penelitian ini didasarkan pada kriteria Benda Cagar Budaya UU No. 11 Tahun 2010, yakni 1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; 2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan 4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Selain itu, terdapat juga beberapa pertimbangan lain terhadap kriteria pemilihan objek penelitian, mengacu pada pendapat Pontoh (1992: 37), yakni 1. Kriteria Arsitektural: Suatu kota atau kawasan yang akan dipreservasikan atau konservasikan memiliki kriteria kualitas arsitektur yang tinggi, disamping memiliki proses pembentukan waktu yang lama atau keteraturan dan kebanggaan (elegance). 2. Kriteria Historis: Kawasan yang dikonservasikan memiliki nilai historis dan kelangkaan yang memberikan inspirasi dan referensi bagi kehadiran bangunan baru, meningkatkan vitalitas bahkan menghidupkan kembali keberadaannya yang memudar; dan 3. Kriteria Simbolis: Kawasan yang memiliki makna simbolis paling efektif bagi pembentukan citra suatu kota.
2
Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian bertujuan untuk mempermudah pengumpulan data selama melakukan observasi lapangan. Instrumen pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kamera; Untuk mengambil foto eksisting dan detail bangunan; 2. Lembar catatan dan sketsa; dan Untuk mencatat keterangan dan menggambar hasil observasi di lapangan; dan 3. Lembar observasi. Berupa gambar bangunan untuk mencatat berbagai pengamatan pada titik-titik bangunan. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan berbagai hal yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga dapat diperoleh sebuah informasi mengenai data yang dibutuhkan untuk dianalisis dan didapatkan kesimpulan. Varibel tersebut perlu didefinisikan dengan jelas, sehingga dapat memudahkan dalam pengaplikasiannya. Pengolahan data dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan berbagai variabel yang berhubungan dengan objek penelitian. Pemilihan variabel penelitian dilakukan berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikutip pada Bab II. Variabel tersebut diharapkan dapat mempermudah untuk melakukan pengelompokan data dan sampel. (Tabel 1). Tabel 1. Variabel Konsep, Faktor, dan Indikator Konsep Karakter Visual
Faktor
Indikator
Dinding
Tekstur, perubahan Warna, perubahan Material, perubahan
Atap
Ornamen, perubahan Bentuk, perubahan
Jendela
Material, perubahan Bentuk, perubahan Material, perubahan Warna, perubahan Bentuk, perubahan
Ventilasi
Material, perubahan Warna, perubahan Bentuk, perubahan
Pintu
Material, perubahan Warna, perubahan Jumlah, perubahan Komposisi: simetri,
Fasade
ritme/perulangan,
3
kontras kedalaman,
Karakter Spasial
proporsi dan skala. Bentuk: “tipis”/U, perubahan
Denah
Simetri Pola: grid, perubahan Bentuk dasar, perubahan
Massa Bangunan
Orientasi bangunan, perubahan Pola penataan, perubahan
Jenis Data dan Pengumpulan Data Penyusunan hasil kajian ini didukung oleh adanya suatu data yang berkaitan langsung dengan objek, baik berupa data primer maupun data sekunder. Dalam memperoleh data tersebut digunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu: Data primer Data primer merupakan data pokok yang didapat langsung dari objek penelitian, yakni data kualitatif. Data kualitatif,adalah data yang tidak diukur secara nominal (data fisik bangunan, yang meliputi karakter visual dan karakter spasial), serta kondisi bangunan.(Tabel 2.) Tabel 2. Jenis Data Primer, Sumber Data, dan Kegunaan Jenis Survei Primer
Jenis Data Primer Data kualitatif Data fisik bangunan
Sumber Data Primer Literatur terkait Hasil survei
Perkembangan dan perubahan fisik bangunan
Kuisioner
Kegunaan Data Primer Untuk mengetahui karakter bangunan sebagai penentu upaya pelestarian bangunan
Arsip bangunan Literatur terkait Hasil survei Arsip bangunan Pengelola bangunan Pengguna bangunan
Untuk mengetahui data yang tidak tidak terukur (kualitatif) yang berhubungan dengan bangunan.
Instansi terkait
Proses pengumpulan data primer dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: 1) Wawancara: Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih spesifik dan detail di mana data tersebut tidak dapat kita temukan pada literatur, seperti: - Perkembangan dan perubahan yang terjadi pada bangunan, untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan dan perubahan bangunan, sebagai pertimbangan dalam upaya konservasi; - Jumlah pengguna bangunan, sebagai acuan untuk menentukan jumlah responden kuisioner; dan - Permasalahan yang terdapat pada bangunan dan mempengaruhi kegiatan pelestarian bangunan objek. Hal ini dimaksudkan untuk upaya pelestarian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai acuan untuk melakukan tahapan yang lebih lanjut; dan 2) Observasi lapangan: Observasi lapangan 4
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan melalui pengamatan objek guna memperoleh gambaran secara langsung mengenai lokasi objek penelitian, dan untuk mengetahui masalah yang mungkin muncul pada objek yang dapat mempengaruhi upaya konservasi bangunan. Observasi lapangan ini dilakukan dengan melakukan pengambilan gambar (visual) dengan menggunakan kamera digital, terdiri dari gambar fasade bangunan, kawasan sekitar bangunan, dan interior bangunan. Dengan melakukan pengambilan gambar bertujuan juga untuk mengetahui berbagai aktifitas dalam bangunan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya konservasi bangunan. Data sekunder Data sekunder merupakan data pelengkap yang berisi mengenai hal-hal yang dapat mendukung dan mempunyai hubungan dengan data primer. Data sekunder juga berfungsi sebagai bahan arahan dan pertimbangan dalam proses komparasi. Data sekunder tersebut antara lain (Tabel 3): a. Konservasi bangunan yang berhubungan dengan bangunan; b. Sejarah dan perkembangan bangunan; dan c. Karakteristik bentuk asitektural pada bangunan. Tabel 3. Jenis Data Sekunder, Sumber Data, dan Kegunaan Jenis Survei Sekunder
Jenis Data Sekunder
Sumber Data Sekunder
Studi Literatur Karakter Arsitektural
Data literatur
Pelestarian Bangunan
UU No. 5 th. 1992 UU No. 10 th. 2010
Makna Kultural Bangunan
Data literatur Piagam Burra 1981 Guidelines to the Burra Charter 1988
Strategi Pelestarian Bangunan Instansi Terkait Penngelola bangunan
Data literatur Data literatur
Wawancara
Kegunaan Data Sekunder Mengetahui karakter pada pada bangunan kolonial sebagai acuan untuk upaya konservasi bangunan Mengetahui pengertian, kriteriakriteria, klasifikasi, dan manfaat pelestarian bangunan.
Mengetahui makna kultural bangunan dalam upaya menentukan elemen-elemen objek studi yang layak untuk dilestarikan
Mengetahui strategi pelestarian yang tepat untuk diterapkan pada objek penelitian Mengetahui perubahan dan perkembangan bangunan.
Data literatur
Bappeda Kota
Arsip bangunan RTRW Kota RDTRK Kecamatan Kota Zoning Regulation Kawasan Strategis Kota Data literatur
5
Mengetahui pedoman-pedoman dalam upaya pelestarian, serta arahan kebijakan pengembangan pelestarian dalam skala kawasan/kota
Berdasarkan kebutuhan data, dalam penelitian ini dibagi data yang digunakan terbagi menjadi dua kategori, antara lain data umum dan data pustaka: Data umum Data umum dibagi menjadi dua macam: 1. Data fisik, berupa informasi yang berhubungan dengan bangunan, seperti: a. Sejarah perkembangan bangunan dan berbagai alasan yang melatar-belakangi pembangunannya; dan b. Identifikasi/analisis ciri-ciri dan karakter pembentuk bangunan. Data ini akan digunakan sebagai bahan analisa komparasi karakter bangunan; dan 2. Data non-fisik: Data non-fisik merupakan informasi yang didapat yang bersifat kualitatif (tidak terukur) berupa kondisi di lapangan, yang meliputi kondisi politik, ekonomi, sosial, serta nilai-nilai historis bangunan. Data pustaka Data pustaka merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur yang berhubungan dengan objek penelitian, misal buku-buku mengenai arsitektur kolonial, jurnal dan penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya oleh orang lain. Data pustaka tersebut digunakan sebagai konsep dasar untuk memperkuat analisis, sehingga dapat dihasilkan sebuah analisa yang jelas. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan suatu alat yang digunakan dalam pembahasan dan penyelesaian rumusan masalah yang bertujuan untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang menjadi dasar bagi penyelesaian suatu keputusan. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diintrepretasikan (Singarimbun, 1995). Analisis data yang dilaukan dalam upaya pelestarian bangunan menggunakan analisis kualitatif. Metode pendekatan menggunakan deskriptif analisis (pemaparan kondisi), metode evaluatif (pembobotan) dan metode development. Metode deskriptif analisis Metode deskriptif analisis merupakan suatu metode yang menggunakan penjelasan data berupa kondisi objek penelitian yang telah diperoleh melalui hasil survey lapangan, yaitu pengamatan dan wawancara. Dari hasil survey lapangan tersebut akan ditemukan kemungkinan perubahan pada unsur-unsur pembentuk karakter bangunan, baik dari tinjauan gaya bangunan, atap, interior, eksterior, dan lain sebagainya. Beberapa aspek yang akan dilakukan analisis menggunakan metode deskriptif analisis ini, yaitu 1) Identifikasi Karakter Bangunan: Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui karakter bangunan yang didapat dari berbagai sumber, baik melalui obeservasi lapangan maupun wawancara. Dalam tahap ini diperlukan analisis yang membahas mengenai: a. Usia Bangunan, menunjukan bahwa bangunan tersebut masuk ke dalam kategori pelestarian; b. Fungsi Bangunan, menunjukan bahwa bangunan tersebut masih memiliki fungsi yang sama seperti pada saat pertama kali dibangun; dan c. Kondisi Fisik Bangunan, menunjukkan tingkat keterawatan dan keaslian bangunan; 2) Kondisi Bangunan: Analisis bangunan dilakukan pada seluruh bagian bangunan. Analisis tersebut meliputi luas bangunan, jumlah dan pola tata ruang serta orientasi bangunan. Analisis secara khusus dilakukan untuk mengetahui kriteria bangunan, yaitu meliputi gaya bangunan, fungsi dan bahan. Hasil analisis berupa gambaran umum kondisi bangunan yang sekarang dibandingkan dengan kondisi asli bangunan: dan 3) Masalah Pelestarian: Analisis mengenai permasalahan ini bertujuan untuk mengetahui kendala–kendala yang terdapat pada kegiatan pelestarian dan juga konservasi bangunan– bangunan tua yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Permasalahan fisik, yaitu kesadaran dan inisiatif, dasar implementasi (dasar hukum), konsep dan rencana, organisasi 6
dan realisasi serta pendanaan kegiatan. Hasil pada tahap ini akan digunakan dalam pertimbangan upaya konservasi yang akan dilakukan. Metode evaluatif Untuk menentukan nilai makna kultural bangunan didasarkan pada kriteria-kriterianya (estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan sejarah, keluarbiasaan, dan karakter bangunan). (Tabel 4) Tabel 4. Kriteria Penilaian Bangunan No 1.
Kriteria Estetika
2.
Keluarbiasaan
3.
Peranan sejarah
4.
Kelangkaan
5.
Karakter Bangunan
Definisi Terkait dengan perubahan estetis dan arsitektonis bangunan (gaya bangunan, atap, fasade/selubung bangunan, ornamen/elemen, dan bahan) Memiliki ciri khas yang dapat diwakili oleh faktor usia, ukuran, bentuk bangunan, dan lain sebagainya Berkaitan dengan sejarah baik kawasan maupun bangunan itu sendiri Bentuk, gaya serta elemen-elemen bangunan dan penggunaan ornamen yang berbeda dan tidak terdapat pada bangunan lain Memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter bangunan
Tolak ukur Perubahan gaya bangunan, atap, fasade/selubung bangunan, ornamen/elemen serta struktur dan bahan Peran kehadirannya dapat meningkatkan kualitas serta citra dan karakter bangunan Berkaitan dengan peristiwa bersejarah sebagai hubungan simbolis peristiwa dahulu dan sekarang Merupakan bangunan yang langka dan tidak terdapat di daerah lain
Memiliki ciri khas seperti usia bangunan, ukuran/luas bangunan,
bentuk bangunan, dan sebagainya Peran kehadirannya dapat sesuai dengan fungsi kawasan dan meningkatkan kualitas serta citra dan karakter kawasan Sumber : Catanese (1989), Budiharjo (1985), Nurmala (2003), Hastijanti (2008) 6.
Memperkuat citra kawasan
Memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter kawasan
Masing–masing kriteria tersebut dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Yang sesuai dengan kondisi bangunan ditinjau dari makna kultural elemen–elemen bangunan. Setiap tingkatan mempunyai bobot nilai tertentu. Bobot penilaian ini juga dapat digunakan pada bobot nilai yang berbeda juga. Penelitian ini menggunakan scoring dengan tiap kriteria dibagi menjadi tiga tingkatan mulai rendah, sedang dan tinggi, yaitu 1,2 dan 3. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai bobot dan penilaian makna kultural bangunan serta batasan yang digunakan pada tiap tingkatan sebagai berikut: 1. Estetika Estetika bangunan terkait dengan variabel konsep dan kondisi bangunan. Penilaian estetika berdasarkan terpeliharanya elemen–elemen bangunan dari suatu perubahan, sehingga bentuk dan gaya serta elemen–elemen bangunan masih sama dengan bentuk dan gaya bangunan asli. (Tabel 5)
7
Tabel 5. Kriteria Penilaian Estetika Bangunan No. 1.
Penilaian Rendah
Bobot Nilai 1
2. 3.
Sedang Tinggi
2 3
Keterangan Variabel dan konsep bangunan mengalami perubahan / tidak terlihat karakter aslinya. Terjadi perubahan yang tidak merubah karakter Tingkat perubahan sangat kecil, karakter asli tetap bertahan
2. Keluarbiasaan Kriteria keluarbiasaan terkait erat dengan bentuk bangunan serta elemen – elemennya terutama yang berhubungan dengan ukuran, sehingga menjadi faktor pembentuk karakter bangunan. (Tabel 6) Tabel 6. Kriteria Penilaian Keluarbiasaan Bangunan No. 1.
Penilaian Rendah
Bobot Nilai 1
2.
Sedang
2
3.
Tinggi
3
Keterangan Bangunan tidak mendominasi keberadaan lingkungan bangunan sekitarnya. Bangunan memiliki beberapa elemen yang berbeda dengan lingkungan bangunan di sekitarnya Keseluruhan bangunan terlihat dominan sehingga dapat menjadi landmark.
3. Peranan Sejarah Penilaian terhadap peranan sejarah berhubungan dengan peristiwa bersejarah atau perkembangan Kota yang dapat dilihat dari gaya dan karakter bangunan serta elemen– elemennya yang mewakili gaya arsitektur pada masa itu. (Tabel 7) Tabel 7. Kriteria Penilaian Peranan Sejarah Bangunan No.
Penilaian
Bobot Nilai
1.
Rendah
1
2.
Sedang
2
3.
Tinggi
3
Keterangan Bangunan tidak memiliki kaitan dengan periode sejarah / periode sejarah arsitektur tertentu Bangunan memiliki fungsi yang terkait dengan periode sejarah Bangunan memiliki kaitan dan peranan dalam suatu periode sejarah / periode sejarah tertentu
4. Kelangkaan Kelangkaan bangunan serta elemen–elemen bangunan sangat terkait dengan aspek bentuk, gaya dan struktur yang tidak dimiliki oleh bangunan lain pada kawasan studi, sehingga menjadikan bangunan tersebut satu–satunya bangunan dengan ciri khas tertentu yang terdapat pada kawasan studi. (Tabel 8) Tabel 8. Kriteria Penilaian Kelangkaan Bangunan No. 1.
Penilaian Rendah
Bobot Nilai 1
2.
Sedang
2
3.
Tinggi
3
Keterangan Ditemukan banyak kesamaan variabel pada bangunan di sekitarnya Ditemukan beberapa kesamaan variabel pada bangunan lain di sekitarnya Tidak ditemukan kesamaan / ditemukan sangat sedikit kesamaan dengan bangunan lain di sekitarnya
8
5. Karakter Bangunan Penilaian terhadap kriteria memperkuat karakter berhubungan dengan elemen–elemen bangunan yang mempengaruhi bangunan dan berfungsi sebagai pembentuk dan pendukung karakter bangunan asli. (Tabel 9) Tabel 9. Kriteria Penilaian Memperkuat Karakter Bangunan No. 1.
Penilaian Rendah
Bobot Nilai 1
2.
Sedang
2
3.
Tinggi
3
Keterangan Tidak memiliki nilai tinggi dari kelima aspek sebelumnya Memiliki minimal satu nilai tinggi dari kelima aspek sebelumnya Memiliki minimal dua nilai tinggi dari kelima aspek sebelumnya
6. Memperkuat Citra Kawasan Penilaian terhadap kriteria memperkuat citra kawasan berkaitan dengan pengaruh kehadiran bangunan terhadap kawasan sekitarnya yang dapat meningkatkan dan memperkuat kualitas dan citra lingkungan (Tabel 10). Tabel 10. Kriteria Penilaian Memperkuat Citra Kawasan No. 11
Rendah
Bobot Nilai 1
22.
Sedang
2
33
Penilaian
Tinggi
3
Keterangan Apabila elemen bangunan dan bangunan secara keseluruhan tidak menciptakan kontinuitas dan laras arsitektural pada kawasan. Apabila elemen bangunan dan bangunan secara keseluruhan cukup menciptakan kontinuitas dan laras arsitektural pada kawasan. Apabila elemen bangunan dan bangunan secara keseluruhan menciptakan kontinuitas dan laras arsitektural pada kawasan.
Nilai pada masing–masing elemen bangunan untuk tiap kriteria selanjutnya akan dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total yang dimiliki oleh masing–masing elemen. Nilai inilah yang menjadi patokan dalam klasifikasi elemen yang selanjutnya menjadi dasar dalam penentuan arahan pelestarian. Langkah–langkah dalam penilaian makna kultural Menjumlahkan hasil dari masing–masing kriteria:
bangunan
sebagai
berikut:
-
- Menentukan total nilai tertinggi dan terendah. Total nilai tertinggi sesuai dengan penilaian makna kultural pada bangunan dalam penelitian ini adalah 18, sedangkan total nilai terendah adalah 6 - Menentukan jumlah penggolongan kelas pada data dengan rumus Sturgess: k= 1 + 3,22 log n Keterangan: k = jumlah kelas n = jumlah angka yang terdapat pada data - Menentukan pembagian jarak interval dengan cara mencari selisih antara total nilai tertinggi dan total nilai terendah untuk kemudian dibagi dengan jumlah kelas. 9
i= jarak: k Keterangan: i = interval kelas jarak = rentang nilai tertinggi dan terendah k = 1 + 3,322 log n - Mendistribusikan setiap total nilai ke dalam klasifikasi sesuai dengan jarak interval. Nilai rata – rata tersebut akan dibagi dalam tiga interval untuk kemudian digolongkan dalam kelompok potensi bangunan dilestarikan. Pengelompokkan tersebut terbagi atas nilai potensial rendah,sedang dan tinggi (Tabel 11). Tabel 11 Kelompok Penilaian Penilaian Nilai < 10 Nilai 11– 15 Nilai > 16
Keterangan Potensial rendah Potensial sedang Potensial tinggi
Metode development Metode development yang dilakukan untuk menentukan arahan dalam upaya pelestarian bangunan yang terdiri dari arahan fisik. Di dalam penelitian dengan metode ini pengujian datanya dibandingkan dengan suatu kriteria atau standar yang sudah ada/ditetapkan terlebih dahulu pada waktu penyusunan desain penelitian. Standar yang telah ditetapkan tersebut adalah penetapan arahan yang dilakukan dengan cara menyesuaikan hasil analisis terhadap bangunan dengan teori–teori pelestarian yang dijabarkan oleh para ahli serta bentuk–bentuk arahan yang telah diterapkan pada kondisi yang sama dengan kondisi pada penelitian. Penentuan arahan tindakan fisik pada metode ini didasarkan pada hasil metode sebelumnya, yakni metode evaluatif. Berdasarkan hasil analisis pada metode evaluatif, didapatkan elemen-elemen bangunan berdasarkan klasifikasi potensial tinggi, sedang, dan rendah. Setiap elemen pada kelas potensial tertentu kemudian diarahkan untuk tindakan pelestarian lebih lanjut. Bentuk arahan yang dimaksud difokuskan pada arahan tindakan fisik. Arahan tindakan fisik pada bangunan diklasifikasikan lagi ke dalam empat kelas, yaitu preservasi, konservasi, rehabilitasi dan rekonstruksi (Tabel 10). Tabel 10. Teknik Pelestarian Fisik Klasifikasi Elemen Bangunan Potensial Potensial Tinggi Potensial Sedang Potensial Rendah
Arahan Pelestarian Fisik Preservasi Konservasi Konservasi Rehabilitasi Rehabilitasi Rekonstruksi
Tingkat Perubahan Fisik yang Diperbolehkan Sangat kecil Kecil Kecil Sedang – Besar Sedang – Besar Besar
Arahan tindakan fisik tersebut berfungsi untuk menentukan batas-batas perubahan fisik yang diperbolehkan bagi setiap elemen-elemen bangunan. Setelah batas perubahan fisik ditentukan, kemudian akan ditentukan tindakan teknis pelestarian berdasarkan tiap tingkat perubahan yang diperbolehkan bagi setiap elemen pembentuk karakter bangunan. Penentuan 10
strategi dan arahan pelestarian yang ditetapkan melalui metode development terkait dengan hasil yang didapat dari penilaian pada metode evaluasi berupa penilaian makna kultural bangunan terbagi atas tiga kategori, yakni bangunan yang berpotensi tinggi, sedang dan rendah. Penilaian yang diperoleh tidak hanya pada keseluruhan bangunan namun juga pada tiap elemen–elemen bangunan yang memungkinkan memiliki potensi yang berbeda. Perbedaan pada tingkat potensi bangunan berpengaruh pada arahan pelestarian fisik yang akan dilakukan. Bangunan yang memiliki potensi tinggi perlakuan preservasi maupun restorasi sangat disarankan untuk mengembalikan wujud asli bangunan maupun elemenelemen bangunan yang memiliki nilai tinggi dan telah banyak berubah. Pengembalian elemen tersebut disarankan menggunakan bahan maupun material yang sama atau mendekati agar dapat menghasilkan nilai bangunan sesuai kondisi aslinya. Bangunan maupun elemen yang memiliki potensi sedang dilakukan usaha konservasi untuk melestarikan kondisi bangunan dan mengatur arah perkembangannya. Upaya konservasi juga berkaitan dengan usaha pemeliharaan bangunan yang dapat dilakukan dengan pemeliharaan secara rutin maupun berkala. Elemen bangunan yang memiliki potensial rendah dapat dilakukan upaya rehabilitasi yakni penggantian bagian – bagian yang rusak agar dapat berfungsi kembali. Pengembalian kondisi bangunan tersebut tidak harus menggunakan bahan material maupun motif dan gaya yang sama, yang lebih ditekankan kesan bangunan harus tampak sama. Pada upaya rehabilitasi elemen bangunan yang berpotensi rendah dimungkinkan untuk melakukan penambahan-penambahan elemen baru yang dapat disesuaikan dengan fungsi bangunan. Desain Survei Untuk menghasilkan suatu hasil penelitian yang valid dan sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan, maka perlu dibuat suatu desain survei yang merupakan rencana mengenai cara pengumpulan dan analisis data. Daftar Pustaka Attoe, W. 1989. Perlindungan Benda Bersejarah. Dalam Catanese, Anthony J. dan Snyder, James C. (Editor). Perencanaan Kota: 413-438. Jakarta: Erlangga. Basuki, S. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Jakarta: UI Budihardjo, E. 1985. Arsitektur dan Pembangunan Kota di Indonesia. Bandung: Alumni. Budiharjo, E. 1997. Arsitektur Pembangunan dan Konservasi. Jakarta: Djambatan Budiharjo, E. 1997. Arsitektur sebagai Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan Dobby, Al. 1984. Conservation and Palnning. London: Hunchinson Farchan, A. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif. Usaha Nasional. Surabaya. Fitch, J.M. 1992. Historic Preservation:Curatorial Management of The Build World. New York: Mc Graw Hill Book company. Hastijanti, R. 2008. Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya. http://saujana17.wordpress.com/2008/analisis-penilaian-bangunan-cagar-budaya .html. (diakses 27 Februari 2011) Kerr, J. 1982. The Conservation Plan: A Guide to the Preparation of Conservation Plans for European Cultural Significant. New South Wales: The National Trust of Australia. Krier, R. 1988. Komposisi Arsitektur. Jakarta: Erlangga. Marzuki. 1977. Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE – UII. Mills, E. 1876. Planning: Building for Education, Culture, and Science. London: NewnesButterworth. Mills, E. 1994. Building Maintenance and Preservation: a Guide for Design and Management. Oxford: Butterworth-Heinemann.
11
Moelyono, P., Abdy, D., Djaya, H., & Ghufron, M. 1988. Pengantar Metode Penelitian. Jakart : Penerbit Fero. Nurmala. 2003. Panduan Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kawasan Pecinan-Pasar Baru Bandung. Tesis. Tidak dipublikasikan. Bandung: ITB Pontoh, N.K. 1992. Preservasi dan Konservasi Suatu Tinjauan Teori Perancangan Kota. Jurnal PWK, IV (6):34-39. Singarimbun, M & Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Antariksa © 2011
12