MENINGITIS TUBERKULOSIS
A.
DEFINISI Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paruparu dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif, berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium. bovis, Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium microti.
B.
PATOFISIOLOGI Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis primer.
Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. Dari Tempat
Infeksi Primernya Di Paru-Paru Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh akan berkembang. Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis: 1) Araknoiditis proliferatif Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen. 2) Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis
tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin. 3) Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis. Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia. Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu: a. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier; b. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang difus; c. Acute inflammatory caseous meningitis · Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks · Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarachnoid d. Meningitis proliferatif · Terlokalisasi, pada selaput otak · Difus dengan gambaran tidak jelas Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.
C.
PATHWAY
D.
MANIFESTASI KLINIS Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam
tiga stadium: 1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal) · Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu · Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis Gejala:
demam (tidak terlalu tinggi)
rasa lemah
nafsu makan menurun (anorexia)
nyeri perut
sakit kepala
tidur terganggu
mual, muntah
konstipasi
apatis
irritable ·
Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%. · Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III. 2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik) · Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. · Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. · Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. · Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak " menyebabkan gangguan otak / batang otak. · Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. · Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun. · Gejala:
Akibat rangsang meningen " sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak: - disorientasi - bingung - kejang tremor - hemibalismus / hemikorea - hemiparesis / quadriparesis - penurunan kesadaran
Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII Tanda: - strabismus - diplopia ptosis - reaksi pupil lambat - gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma / fase paralitik) Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu Gangguan fungsi otak semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejala:
pernapasan irregular
demam tinggi
edema papil
hiperglikemia
kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia
akhirnya, pasien dapat meninggal.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu. Hidrosefalus dapat terjadi pada kirakira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak adekuat.
E.
ETIOLOGI Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri,
jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas: 1. Bakteri - Pneumococcus - Meningococcus - Haemophylus influenza - Staphylococcus
- Eschericia coli - Salmonella - Mycobacterium tuberculosis (paling utama) 2. virus (enterovirus) 3. jamur - Cryptococcus neofarmans - Coccidioides immitris
F.
KOMPLIKASI Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa
neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin
G.
PROGNOSIS Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan
diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih tua usianya.
KASUS
A.
Hasil anamnese
Tn.M umur 19 tahun datang ke UGD diantar keluarga dengan kendaraan pribadi pada pukul 14.00, dalam kondisi kesadaran letargi. Keluarga mengatakan sebelum dibawa ke RS klien mengalami sakit kepala hebat, muntah kurang lebih 3x, panas tinggi, dan nyeri punggung dan leher, batuk disertai darah kurang lebih 6 bulan tanpa diobati. Keluarga juga mengatakan kakek klien pernah mengalami riwayat penyakit Tuberkulosis.
B. 1.
Hasil pemeriksaan Secara umum :
Tanda-tanda vital Suhu
: 40oC
Tekanan darah : 100/60 mmhg
Nadi
: 96x/menit
Pernafasan
: 24x/menit
GCS E;2 V;3 M\: 4 = 9 Tingkat kesadaran : Samnolen
2.
BB : 45 kg
TB : 165 cm
Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Kepala : Inspeksi : bentuk kepala oval, rambut kusam, sedikit pembengkakan pada bagian kepala. Palpasi : nyeri tekan pada bagian kepala.
Mata :
Inspeksi : ketika dilakukan pemeriksaan reaksi pupil menggunakan senter klien memejamkan matanya dengan kuat, konjungtiva pucat, warna sklera putih, terdapat lingkaran hitam disekitar mata. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada bagian mata.
Hidung Inspeksi : simetris kiri dan kanan, warna hidung sama dengan warna kulit sekitar wajah. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut : Inspeksi : mukosa bibir kering dan pucat, terdapat warna keputih-putihan pada lidah, gusi warna merah muda, gigi kurang bersih. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di sekitar mulut.
Telinga : Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, simetris telinga kiri dengan yang kanan. Palpasi : nyeri tekan disekitar telinga.
Leher : Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar , tidak ada pembesaran vena jugularis. Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, terdapat nyeri tekan pada punggung leher.
Ekstremitas atas : Inspeksi : terdapat ruam petechie. Palpasi : nyeri tekan pada kulit.
Dada : Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, tidak ada pembengkakan. Palpasi : nyeri tekan pada dada.
Perkusi : pekak. Auskultasi : bunyi pernafasan rales (crekles).
Abdomen : Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, bentuk abdomen cekung. Auskultasi : bunyi peristaltik usus 37x/menit Palpasi : nyeri tekan di abdomen kiri atas Perkusi : bunyi timpani
Ektremitas bawah Inspeksi : ektremitas bawah simetris kiri dan kanan dan terdapat pembengkakan pada bagian lutut dan pergelangan kaki, babinski positif Palpasi : nyeri tekan pada bagian lutut dan pergelangan kaki
3.
Pemeriksaan Penunjang :
Analisis CSS dari pungsi lumbal Meningitis bacterial - Tekanan meningkat - Cairan keruh/berkabut - Jumlah sel darah putih meningkat - Glukosa menurun - Kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri - Glukosa serum meningkat - LDH serum meningkat - Sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan neotofil - Elektrolit darah abnormal - ESR/LED meningkat - Kultur darah/hidung/tenggorokan?urine : dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi - MR/CT Scan ; dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematoma daerah serebral,homoragik atau tumor
- Ronsen dada, kepala, dan sinus : mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi intracranial
C.
Analisa Data
Data Subjektif :
Keluarga klien mengatakan klien merasakan sakit kepala hebat
Keluarga klien mengatakan klien muntah kurang lebih 3x
Keluarga klien mengatakan tubuh klien panas sejak dari pagi
Keluarga klien mengatakan klien merasakan nyeri pada bagian punggung dan leher
Keluarga juga mengatakan bahwa klien batuk darah kurang lebih sudah 6 bulan
Keluarga juga mengatakan bahwa kakek klien punya riwayat penyaki TBC
Data Objectif :
TTV : Suhu : 40oC TD : 100/60 mmhg Nadi : 96x/menit Respirasi : 24x/menit
D.
Terdapat nyeri tekan pada bagian kepala
Klien potophobia, saat dilakukan pemeriksaan pupil klien menutup matanya dengan kuat
Tanda kerning dan brudzinski positif
Saat pemeriksaan CT scan terdapat penumpukan cairan pada selaput meningen
Saat pemeriksaan rontgen terlihat bagian paru-paru berawan
Identifiksai Masalah 1. Risiko Infeksi factor risiko dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 3. Perfusi jaringan tidak efektif cerebral berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. 4. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi
E. DIAGNOSA NO 1
MASALAH
PATOFISIOLOGI
Risiko Infeksi factor risiko dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran
Bakteri TB masuk ke cairan
pernapasan.
otak melalu pembuluh darah didalam pembuluh darah otak mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid
adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel
Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya
Eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan penyakit infeksi otak lainnya
2
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Bakteri TB masuk ke cairan otak melalu pembuluh darah
didalam pembuluh darah otak
Infeksi cairan serebrospinal dan meningeal menyebabkan respon inflamasi
pada
piamater
,
arakhnoid dan CSF
Pembuluh
darah
mengalami
inflamasi di dalam area sekitar otak
Nyeri
3
Perfusi jaringan tidak efektif cerebral berhubungan
Pembuluh darah yg mengalami
dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput
inflamasi di dalam area sekitar
otak.
otak mengeluarkan cairan sebagai respon permeabilitas sel
. Cairan serebrospinal mengalami kekeruhan, terbentuk eksudat
Eksudat yang purulen menginfiltrasi saraf kranial dan membloks fleksus koroid dan villi arakhnoid. Eksudat menyebabkan inflamasi dan edema lebih lanjut sel meningeal
Pembesaran pembuluh darah,
eksudat, gangguan aliran CSF dan edema sel meningeal menyebabkan peningkatan TIK
Dengan peningkatan TIK, maka perfusi serebral menurun dan kehilangan autoregulasi serebal
4
Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
Bakteri TB masuk ke cairan
proses inflamasi
otak melalu pembuluh darah didalam pembuluh darah otak
Infeksi cairan serebrospinal dan meningeal menyebabkan respon inflamasi pada piamater , arakhnoid dan CSF
Pembuluh darah mengalami inflamasi di dalam area sekitar otak
Peningkatan suhu tubuh
E.
Rencana Intervensi 1. Risiko Infeksi factor risiko dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
INTERVENSI
RASIONAL
1.Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan
1.Pada fase awal meningitis bakteri, isolasi
pencegahan
mungkin diperlukan sampai organismenya diketahui,
dan
untuk
mencegah
resiko
penyebaran pada orang lain 2.Pantau suhu secara teratur. Catat munculnya
2.Timbulnya tanda klinis yang terus menerus
tanda-tanda klinis dari proses infeksi
merupakan indikasi dari perkembangan infeksi bakteri
yang
dapat
bertahan
sampai
berminggu-minggu. 3.Anjurkan untuk melakukan teknik napas
3.Untuk
meningkatkan
kelancaran
dalam
pengeluaran secret yang menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
4.Kolaborasi terapi antibiotika IV sesuai
4.obat yang dibilih tergantung pada tipe
indikasi: Penisilin G, ampisilin,
infeksi dan sensifitas individu. Obat intratekal
Kloramfenikol,gentamisin, amfoterisin B.
mungkin diindikasikan untuk basilus Gramnegatif,jamur,amuba
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. INTERVENSI
RASIONAL
1.Berikan lingkungan yang tenang, ruangan 1.Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari agak gelap sesuai indikasi
luar
atau
sensivitas
pada
cahaya
dan
meningkatkan istirahat atau relaksasi 2.Dukung untuk menemukan posisi yang 2.Menurunkan nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit.
iritasi
meningeal,
ketidaknyamanan lebih lanjut.
resultan
3.Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan 3.Menurunkan perawatan diri yang penting
gerakan
yang
dapat
meningkatkan nyeri
4.Gunakan pelembab yang agak hangat pada 4.meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri leher/punggung
rasa sakikt/rasa tidak nyaman
3. Perfusi jaringan tidak efektif cerebral berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul 2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi 3. Gunakan sarung tangan untuk proteksi 4. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
4. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi INTERVENSI 1. Monitor suhu sesering mungkin 2. Monitor TD, suhu, nadi, dan RR 3. Berikan pengobatan obat untuk penyebab demam 4. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
RASIONAL