BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peristiwa paling penting dalam masa pubertas anak gadis ialah datangnya menarche,
menstruasi pertama atau
yang menjadi pertanda biologis dari
kematangan seksual. Menarche terjadi kurang lebih pada usia 11 sampai 16 tahun dan ditandai dengan adanya adanya perubahan hormonal, perubahan perubahan biologis, biologis, perubahan psikis (Sugi purwanti, 2011). Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10 sampai 19 tahun (Aryani ,2010). Di Amerika Serikat, sekitar 95% wanita remaja mempunyai tanda-tanda pubertas dengan
menarche pada
umur 12
tahun dan umur rata-rata 12,5 tahun yang diiringi dengan pertumbuhan fisik saat menarche.
Di Maharashtra, India rata-rata usia menarche pada anak perempuan
adalah 12,5 tahun. 24,92%
menarche
(12-13 tahun) dan 10,30%
dini (10-11 tahun , 64,77%
menarche
menarche
ideal
terlambat (14-15 tahun) (Rokade et al.
2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang wanita remaja mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun dan ada juga yang baru berusia 8 tahun sudah memulai siklus haid namun jumlah ini sedikit sekali. Usia paling lama mendapat
menarche
adalah 16 tahun. Usia mendapat
menarche
tidak pasti
atau bervariasi, akan tetapi terdapat kecenderungan bahwa dari tahun ke tahun wanita remaja mendapat haid pertama pada usia yang lebih muda (Lestari, 2011). Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun. Jumlah remaja di Indonesia mencapai 36 juta jiwa d an 55%
nya adalah remaja putri. Menurut data Sensus BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 jumlah remaja putri usia 10-19 tahun di Jawa Tengah ± sejumlah 2.916.399 juta jiwa (Biro Pusat Statistik, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Pelayanan Kesehatan Ramah Remaja (PKRR) dibawah naungan WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa permasalahan remaja putri di Indonesia adalah seputar permasalahan mengenai gangguan menstruasi (38,45%), masalah gizi yang berhubungan dengan anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis (0,7%), serta masalah kegemukan (0,5%) (Setiasih, 2007). Beberapa Hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Sugi Purwanti 2011, di SD Kretek Brebes
dari 48 subjek
penelitian anak yang tidak siap
menghadapi menarche 92, 30 % sedangkan yang siap menghadapi menarche 7,69 % . sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nurngaini 2003 , di SD AlAzhar Semarang , secara emosional kesiapan dalam menghadapi
menarche
menunjukan bahwa hampir semua perasaan subjek mengalami cemas , bingung, tegang , takut deg- degan. Menstruasi pertama sering dihayati oleh perempuan sebagai suatu pengalaman yang traumatis , terkadang remaja yang belum siap menghadapi menarche
akan timbul keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut ,
mereka akan merasa haid sebagai suatu keadaan yang mengancam, keadaan ini dapat berlanjut ke arah yang lebih negative, dimana remaja tersebut memiliki gambaran fantasi yang sangat aneh dengan kecemasan dan ketakutan yang tidak masuk akal , dapat juga disertai dengan perasaan bersalah atau berdosa , dimana semua hal yang tersebut dikaitkan dengan masalah perdarahan pada organ kelamin dan proses haidnya. Tetapi berbeda bagi mereka yang telah siap dalam
menghadapi
menarche ,
mereka senang dan bangga , dikarenakan mereka
menganggap dirinya sudah dewasa secara biologis ( Sugi Purwanti , 2011). Ada beberapa factor yang mempengaruhi kesiapan anak menghadapi menarche
yaitu factor usia anak, sumber informasi berupa dari buku, teman
sebaya dan keluarga ( Nurngaini , 2002). Dalam hal ini factor yang sangat mempengaruhi kesiapan remaja menghadapi
menarche
adalah sumber informasi
yang didapatkan dari dukungan keluarga terutama orang yang paling dekat yaitu ibu , peranan ibu untuk membentuk kelekatan ( attachment) merupakan awal pembentukan rasa percaya diri (trust) pada diri anak (Ayu Fajri , 2011). Peranan
ibu
sangat
penting
dalam
proses
pertumbuhan
dan
perkembangan anak , terutama masa remaja. Remaja mulai mengenal berbagai proses seksual yang sedang terjadi pada tubuh dan jiwanya pertama kali melalui ibu ( Sarwono , 2008). Umumnya anak perempuan akan memberi tahu ibunya saat menstruasi pertama kali. Sayangnya tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai kepada putrinya. Sebagaian ibu enggan membicarakan secara terbuka sampai remaja mengalami
menarche.
Kondisi ini akan menimbulkan
kecemasan pada anak, bahkan sering tumbuh keyakinan bahwa
menarche
sesuatu hal yang tidak menyenangkan. Ibu mempunyai peran lebih besar dalam memberikan informasi tentang
menarche
kepada remaja dibandingkan ayah.
Oleh karena itu , ibu di harapakan dapat memberikan dukungan emosi sehingga remaja merasa nyaman dan tidak takut ketika mengalami Pengetahuan yang dapat diberikan kepada remaja tentang berupa pengetahuan tentang terjadinya proses terjadinya
menarche.
menarche menarche
dapat secara
biologis , kebersihan pada saat menstruasi , dukungan emosional dan dukungan psikologis (Ayu Fajri , 2011). Berdasarkan beberapa hal di atas , maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang Hubungan
Dukungan keluarga (Ibu) dengan Kesiapan
Menghadapi Menarche pada Remaja Putri .
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat suatu Rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga (Ibu) dengan Kesiapan Menghadapi Menarche pada Remaja Putri ?