Memfasilitasi Kebutuhan Oksigen Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metbolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem hematologi. Faktor-faktor yang memengaruhi oksigenasi Fktor Fisiologis 1. Menurunya kapasitas O₂ seperti pada anemia. 2. Menurunya konsentrasi O₂ yang di inspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas, penyakit asma. 3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O₂ terganggu seperti pada hipotensi, syok, dan dehidrasi. 4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan penyakit hipertiroid. 5. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit kronisseperti TB paru. Faktor Perkembangan 1. Bayi premature: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan. 2. Bayi dan toddler: adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut. 3. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok. 4. Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru. 5. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosclerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun. Faktor Perilaku 1. Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulakan arteriesklerosis. 2. Latihan: dapat meningkatkan kebutuhan oksigen karena meningkatnya metabolisme. 3. Merokok: nikotin menyebabkan vaso konstriksi pembuluh darah perifer dan coroner.
4. Penyalahgunaan substansi ( alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake nutrisi-Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan. 5. Kecemasan: menyebabkan metabolisme meningkat dengan meningkatkan hormone kortisol, serta hormone epinefrin dan norepinefrin. Faktor Lingkungan 1. Tempat kerja (polusi), polusi udara merusak ikatan hemoglobin dengan oksigen, sedangkan zat polutan dapat mengiritasi mukosa saluran pernapasan. 2. Temperature lingkungan, suhu yang panas akan meningkatkan konsumsi oksigen tubuh. 3. Ketinggian tempat dari permukaan laut, semakin tinggi suatu temat kandungan oksigen makin berkurang. Syaraf Otonomik Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari syaraf otonomik dapat memengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitaer (untuk simoatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkokonstriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik. Hormon Dan Obat Semua hormone termasuk derivate katekolamin dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolonga parasimpatis, seperti sulfas atropine dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyekat beta nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkokonstriksi). Alergi Pada Saluran Napas Banyak faktor yang dapat menimbulakn alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu pernapasan, serbuk benang sari bunga, krupuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan didaerah nasal; batuk bila di saluran pernapasan bagian atas; bronkokonstriksi pada asma bronkial; dan rhinitis bila terdapat disaluran pernapasan bagian bawah. Masalah kebutuhan oksigen Hipoksia Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan pengguanaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum,
terjadinya hipoksia disebabkan oleh menurunya kadar Hb, menurunya difusi O₂ dari alveoli ke dalam darah, menurunya perfusi jaringa, atau gagguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen. Perubahan Pola Pernapasan 1. Takipnea, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali permenit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelectasis atau terjadinya emboli. 2. Bradipnea, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari sepuluh kali permenit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan intracranial yang disertai narkotik atau sedative. 3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi, napas pendek, nyeri dada, menurunya konsentrasi CO₂, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan psokologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan hipokapnia, yaitu berkurangnya CO₂ tubuh dibawah batas normal, sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan menuru. 4. Pernapasan kussmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolic. 5. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbon dioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelectasis, lumpuhnya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan, peningkatan tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru dan toraks, serta penuruan compliance paru dan toraks. Keadaan demikian dapat menyebabkan hiperkapnia, yaitu retenai CO₂ dalam tubuh sehingga pCO₂ meningkat (akibat hipoventilasi) dan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat. 6. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan adar gas dalam darah/ jaringan, kerja berat/ berlebihan, dan pengaruh psikis. 7. Ortopnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang menglami kongestif paru. 8. Cheyne-stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal, sering ditemukan pada keadaan atelectasis. 10. Pernapasan biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne-stokes, tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijuampai pada rangsangan selaput otak, tekana intracranial yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain. 11. Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasme trkea atau obstruksi laring. Obstruksi Jalan Napas Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, stasis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), efek pengobatan sedatif, dan lain-lain. Tanda klinis: 1. Batuk tidak efektif 2. Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas 3. Suara napas menunjukan adanya sumbatan 4. Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal Pertukaran Gas Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun karbon dioksida antara alveoli paru dan sistem vaskuler, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistim saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan difusi, penebalan membrane alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan O₂ dari paru ke jaringan rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracuanan CO₂, dan tergangguanya aliran darah. Tanda klinis: 1. Dipsnea pada usaha napas 2. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang 3. Agitasi 4. Lelah, letargi 5. Meningkatnya tahanan vascular paru 6. Menururunya saturasi oksigen, meningkatnya pCO₂ 7. Sianosis
Indikasi klinis dilakukan oksigenasi
Henti jantung paru Gagal napas Gagal jantung atau ami Syok Meningkatnya kebutuhan O₂ (luka bakar, infeksi berat, multiple trauma) Keracunan CO Post oprasi, dll
Metode pemberian oksigen I.
II.
Sistem Aliran Rendah 1. Kateter nasal Oksigen: aliran 1-6 liter/menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi 24-44% tergantung pola ventilasi pasien. Bahaya: iritasi lambung, pengeringan mukosa hidung, kemungkinan distensi lambung, epotaksis. 2. Kanul nasal Oksigen: aliran 1-6 liter/menit menghasilkan O₂ dengan konsentrasi 24-44% tergantung pada pola ventilasi pasien. Bahaya: iritasi hidung pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus dan epitaksis. 3. Sungkup muka sederhana Oksigen: aliran 5-8 liter/menit menghasilkan O₂ dengan konsentrasi 40-60% Bahaya: aspirasi bila muntah, penumpukan CO₂ pada aliran O₂ rendah, empisema subcutan kedalam jaringan mata pada aliran O₂ tinggi dan nekrose, apabila sungkup muka dipasan terlalu ketat. 4. Sungkup muka “Rebreathing” dengan kantong O₂ Oksigen: aliran 8-12 liter/menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi 6080%. Bahaya: terjadi aspirasi bila muntah, empisema subcutan kedalam jaringan mata pada aliran O₂ tinggi dan nekrose, apabila sungkup muka dipasan terlalu ketat. 5. Sungkup muka “ Non Rebreathing” dengan kantong O₂ Oksigen: aliran 8-12 liter/menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi 90%. Bahaya: sama dengan sungkup muka “Rebreathing”. Sistem Aliran Tinggi 1. Sungkup muka venture (venture mask) Oksigen: aliran 4-14 liter/menit menghasilkan konsentrasi oksigen 30-55%.
Bahaya: terjadi aspirasi bila muntah dan nekrosis karena pemasangan sungkup yang terlalu ketat. 2. Sungkup muka aerosol (ambu bag) Oksigen: aliran oksigen lebih dan 10 V menit menghasilkan konsentrasi oksigen 100%. Bahaya: penumpukan air pada aspirasi bila muntah serta nekrosis karena pemasangan sungkup muka yang terlalu ketat. Bahaya Terapi Oksigen Keracunan oksigen pada pemberian jangka lama dan berlebihan dapat dihindari dengan pemantauan AGD dan oksimetri. 1. Nekrose CO₂ (pemberian dengan FiO₂ tinggi) pada pasien dependent on hypoxic drive misal kronik bronchitis, depresi pernapasan berat dengan penurunan kesadaran. Jika terapi oksigen diyakini merusak CO₂, terapi O₂ di turunkan perlahan-pahan karena secara tiba-tiba sangat berbahaya. 2. Toxicitas paru, pada pemberian FiO₂ tinggi (mekanisme secara pasti tidak diketahui). Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena perdarahan interstisial dan odema intra alveolar. 3. Retrolental fibroplasiasi. Pemberian FiO₂ tinggi pada bayi premature pada bayi BB < 1200 gr kebutaan. 4. Barotrauma (rupture alveoli dengan emvisema interstisial dan cylinderpressure atau auflet dinding langsung). Pemantauan terapi oksigen 1. 2. 3. 4.
Warna kulit pasien. Pucat/pink/merah membara Aliran gas darah (AGD) Osimetri Keadaan umum
Sop pemenuhan terapi oksigen 1. Cuci tangan 2. Persiapan alat
Nasal kanul / masker sederhana / masker NRBM, sesuai ukuran pasien Selang oksigen Tabung oksigen dengan manometernya Humidifier Water steril (aquadest) / air matang / air mineral
Flowmeter (pengukur aliran) Plester Gunting plester Alat tulis Bengkok Cotton Bud atau tisue Handscoon Tabung oksigen 3. Isi glass humidifier dengan water for irigation setinggi batas ynag tertera 4. Menghubungkan flow meter dengan tabung oksigen. 5. Cek fungsi meter dan humidifier dengan mengatur pengaturan konsentrasi O₂ dan amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass floe eter. 6. Menghubungkan cateter nasal/ kanul nasal dengan flowmeter. 7. Alirkan oksigen ke kateter nasal dengan aliran antara 1-6 liter/menit. 8. Alirkan oksigen ke sungkup muka partial rebreanthing dengan aliran udara 8-12 liter/menit. 9. Aliran oksigen ke: sungkup muka non rebreathing dengan aliran 8-12 liter/menit. 10. Cek aliran kateter nasal dengan menggunakan punggung tangan untuk mengetahui ada tidaknya oksigen 11. Olesi ujung kateter nasal dengan jeli sebelum dipakai pasien. 12. Pasang alat kateter nasal pada klien. 13. Tanyakan pada klien apakah oksigen telah mengalir sesuai yang diinginkan 14. Cuci tangan 15. Rapikan peralatan kembali Reveransi Hidayat, A. Aziz Alumul dan Musrifatul Uliyah. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Ed 2. Jakarta: Salemba Medika Tarwoto dan Wartonah. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan, Ed 5. Jakarta: Salemba Medika Potter and Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Ed 7. Jakarta: Sagung Seto