MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL BUDAYA GUNA MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL By : Edy Santosa Pasca Sarjana UGM Tahun 2009 Program Studi Ketahanan Nasional
1.
Latar Belakang Dalam perjuangan mencapai tujuannya, bangsa Indonesia senantiasa akan menghadapi berbagai tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan (TAHG) dari mana pun datangnya, baik dari luar maupun dari dalam sehingga diperlukan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional yang disebut Ketahanan Nasional1. Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya harus memiliki suatu ketahanan nasional. Dalam hubungan ini cara mengembangkan dan mewujudkan ketahanan nasional, setiap bangsa berbeda-beda, sesuai falsafah, budaya dan pengalaman sejarah masing-masing. Bagi bangsa Indonesia, ketahanan nasional dibangun di atas dasar falsafah bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila, selain itu ketahanan nasional juga dibangun sesuai norma UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu Ketahanan Nasional perlu terus ditingkatkan, dipupuk dan dibina
secara
terus
menerus
berdasarkan
Wawasan
Nusantara
melalui
pelaksanaan Pembangunan Nasional dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan (asta gatra), baik yang bersifat statis yaitu trigatra (Geografi, Demografi, Sumber Kekayaan Alam), maupun yang bersifat dinamis yaitu panca gatra (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Hankam). Ruang lingkup dalam pembahasan tulisan ini difokuskan pada pelaksanaan pembangunan ketahanan sosial budaya yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan nasional. Ketahanan Sosial Budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung 1
Ketahanan Nasional sebagai suatu kondisi, Materi BS. TANNAS, Matrikulasi Program S2 Lemhannas RI-UGM Tahun 2009.
1
kemampuan membentuk dan mengembangkan hak atas kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang, serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional. Namun demikian, pembangunan ketahanan sosial budaya hingga saat ini belum dapat berlangsung secara optimal, dalam pengamatan penulis setidaknya masih terdapat berberapa permasalahan yang dihadapi antara lain : Rendahnya kesejahteraan masyarakat; Terbatasnya jumlah dan kualitas tenaga pelayanan sosial, Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya; Terjadinya krisis jati diri (identitas) nasional; dan Lemahnya penegakan hukum. Dengan mencermati kondisi diatas, maka muncul pertanyaan : ”Bagaimana membangun ketahanan sosial budaya guna meningkatkan ketahanan nasional ?”.
2.
Pembahasan Sosial dapat diartikan pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai dan norma kebersamaan. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan tertib sosial dan solidaritas yang merupakan unsur pemersatu, sedangkan Budaya adalah sistem nilai yang merupakan hasil hubungan manusia dengan pencipta, rasa, dan karsa yang menumbuhkan gagasan-gagasan utama serta merupakan kekuatan pendukung penggerak kehidupan yang menghasilkan karya 2. Secara umum dalam teori sosial budaya yang berkembang di Indonesia, disebutkan paling tidak terdapat tiga komponen utama dari sosial budaya di dalam kehidupan masyarakat yang tumbuh mengakar sejak lama yaitu : Musyawarah; Paternalistik; dan Gotong royong. Budaya ini apabila dikembangkan akan mampu mendukung ketahanan aspek sosial budaya yang tangguh. 2
Modul E-learnig, Bidang Studi Ketahanan Nasional, Lemhannas RI, Tahun 2008
2
Kehidupan sosial budaya yang telah tumbuh berkembang secara subur di Indonesia seperti disampaikan Utomo (2005) 3, adalah sebagai berikut: a. Musyawarah Musyawarah sejak lama sudah menjadi budaya bangsa Indonesia, dalam setiap kesempatan musyawarah ini dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, mulai dari hendak mengawinkan anak, membangun rumah, hingga memilih kepala desa dilakukan dengan musyawarah. Musyawarah tersebut dilakukan baik dalam internal keluarga. Biasanya dalam sebuah keluarga ada orang-orang yang dituakan yang menjadi nara sumber. Namun orang yang dituakan tersebut biasanya mengundang anggota keluarga lain untuk bermusyawarah membahas suatu hal. Hasilnya berupa kesepakatan (mufakat) yang kelak akan dilaksanakan oleh keluarga lain. Pada tingkat desa, dalam merancang kegiatan pembangunan desa, masyarakat desa melakukan musyawarah dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat hingga tokoh agama. Karena itulah secara formal kegiatan musyawarah tersebut kemudian dilembagakan. Dengan demikian pemilihan kepala desa sudah dilaksanakan secara langsung di desa jauh sebelum dilaksanakan di tingkat nasional (pemiihan Presiden). Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal
209
dijelaskan
lembaga
tersebut
diberi
nama
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). BPD ini juga menjadi lembaga yang menggodok kegiatan pilkades, calon-calon Kepala Desa ditetapkan melalui musyawah desa selanjutnya masyarakat dipersilahkan untuk memilih kepala desa yang telah ditetapkan. Itulah sebabnya pasal 209 UU 32/2004 menegaskan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
3
Utomo. TWW, dalam “Pilkada Langsung dalam Kerangka Reformasi Birokrasi”, Beberapa Catatan Kritis, Inovasi Online, 2004 3
Dalam pasal 203 ayat (1) juga dijelaskan bahwa kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur dengan Peraturan Daerah yang berpedoman dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan pada ayat (3) dijelaskan bahwa pemilihan kepala desa dalam
kesatuan
masyrakat hukum adat beserta kepala desa hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang diterapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Dari uraian di atas jelaslah kegiatan musyawarah sudah tumbuh berkembang dalam
budaya
masyarakat kita sejak zaman
dahulu
dilaksanakan di desa di seluruh Indonesia. b. Paternalisme Paternalisme adalah suatu sistem yang menempatan pimpinan sebagai pihak yang paling dominan. Paternalisme tumbuh subur karena dipengaruhi oleh kultur feodal yang sebagian besar daerah di Indonesia masih menganutnya yang semula merupakan daerah bekas kerajaan. Daerah-daerah bekas kerajaan ini telah mempunyai sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan yang selalu menjunjung tinggi dan mengagungkan penguasa/pemimpin sebagai orang yang harus dihormati dan dipatuhi karena mereka telah memberikan kehidupan dan pengayoman kepada warga masyarakat. Tidak dapat kita dipungkiri bahwa budaya politik di Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya feodal yang hirarkis dan tertutup yang menuntut seseorang untuk pandai menempatkan diri dalam masyarakat. Pada budaya ini terdapat nilai tentang pentingnya peranan atasan dalam memberikan perlindungan terhadap bawahan. Perlindungan yang diberikan oleh atasan atau pimpinan berbentuk status dan pangkat, kedua atribut tersebut merupakan hak istimewa bagi seorang bawahan yang kemudian menentukan status sosial seseorang di mata masyarakat. 4
Budaya
paternalistik sangat dipengaruhi oleh hubungan “bapak”
dengan “anak” yang pada prinsipnya “bapak” menanggung pemenuhan kebutuhan sosial, material, spiritual, dan emosional “anak”. para bawahan yang mendapatkan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan tersebut, dengan loyal dan sukarela memenuhi segala perintah atasan, yang kemudian menjadi sumber legitimasi kekuasaan atasan di dalam masyarakat. di sini pada hakekatnya “bapak” dan “anak”, keduanya, mendapatkan
sesuatu yang diharapkan, sehingga sulit dikatakan siapa
memeras siapa atau siapa memanfaatkan siapa:. hubungan paternalistik lebih
bersifat
informal
dan
individual.
selain
itu,
kedudukan
pemimpin/atasan khususnya birokrat dalam hubungan paternalisme bersifat sentralistis, karena itu pengikut itu harus memenuhi semua aturan demi kepentingan pribadi kepentingan pemimpin itu sendiri. Budaya paternalisme memandang pemimpin sebagai pihak yang harus dihormati oleh pengikutnya. Sedangkan pada sisi lain, pengikut dalam hal ini masyarakat hanya dipandang sebagai alat untuk menjalankan perintah tujuan pemimpinnya. Ada kecendrungan bahwa aparat bikrokrasi yang telah menjadi pemimpin mempertahankan kedudukannya kerana dirasakan
mampu
memberikan
keuntungan
finansial
dan
sosial.
Dampaknya adalah aparat bekerja karena orang yang ada di dalamnya cenderung menurut dan tunduk
pada atasannya tanpa memiliki inisiatif
untuk mengembangkan diri. Bawahan tidak berani mengambil keputusan meskipun keputusan itu menyangkut kepentingan yang mendesak. Di dalam budaya paternalisme, atasan memberikan perlindungan dan pekerjaan kepada bawahannya. hal tersebut berdampak pada munculnya perasaan berhutang budi, segan, dan takut pada diri bawahan terhadap pemimpin, yang pada akhirnya ketika atasan bertindak di luar peraturan, rakyat/pengikut tidak memiliki keberanian untuk menegurnya. Budaya paternalistik ini pulalah melahirkan figur-figur atau tokoh-tokoh politik yang kharismatik. Seringkali masyarakat memmilih calon pemimpin 5
hanyalah karena figur seseorang bukannya program yang ditawarkan oleh figur tersebut. c. Gotong Royong Tidak dapat kita pungkiri bahwa gotong royong sangat kental terjadi diperdesaaan, namun bukan berarti di perkotaan tidak terdapat gotong royong. Kita masih dapat menyaksiklan di kota-kota adanya kerja bakti membersihkan
lingkungannya,
membangun
sekolah,
atau
saling
memberikan bantuan ketika terjadi bencana alam. Bentuk-bentuk gotong royong sendiri banyak ragamnya. Ketika terjadi gempa bumi, banjir atau kebakaran warga masyarakat tidak tertimpa musibah dengan spontan memberikan bantuan dan sumbangan kepada korban. Ada menyumbangkan pakaian, mie instan, tenda, obat-obatan, membuat dapur umum dan menyumbangkan uang. Ini adalah perhatian yang dilandasi semangat gotong royong yang memang sudah tumbuh berkembang dalam kehidupan sosial budaya di negara kita. Demikian pula ketika tetangga ada hajatan, kenduri, musibah kematian, kegiatan arisan dan sebagainya tetangga kiri kanan merasa sungkan kalau tidak ikut membantu. Misalnya dalam kegiatan Pemilu atau Pilkada, walaupun uang lelah yang diberikan kepada KPPS nilainya tidak seberapa, namun masyarakat dengan antusias membuat tenda, bilik suara dan segala perlengkapannya.
Masyarakat
sekitarnya
turut
membantu
Hal
ini
menunjukkan bahwa gotong goyong itu masih hidup subur di Indonesia. Dengan adanya gotong royong ini, maka masyarakat dapat digerakkan untuk secara bersama-sama bahu membahu, berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Apabila hal ini telah tercapai, maka kegiatan pembangunan akan lancar dan kondusit sehingga menciptakan pembangunan yang mantap dan dinamis. Sebab beban dan biaya pembangunan akan terasa menjadi ringan bila dikerjakan secara bersama-sama atau bergotong royong.
6
Kebudayaan merupakan buah usaha budi, dimensi, dan jatidiri manusia baik sebagai perorangan, kelompok, maupun sebagai bangsa. Budaya ini akan mengalami perubahan baik disebabkan oleh faktor internal bangsa maupun faktor eksternal yang datangnya dari luar sebagai akibat globalisasi. Pembangunan yang hanya menekankan ekonomi, telah mengakibatkan tertinggalnya pengembangan kebudayaan. Pemahaman dan penerapan budaya lokal melalui jalur pendidikan, keluarga dan masyarakat belum berjalan secara optimal sebagai akibat apresiasi dan penerapan masyarakat terhadap budaya sendiri semakin lemah pula. Pembangunan yang selama ini dilakukan secara terpusat telah menyebabkan lunturnya penerapan ciri budaya daerah dalam pelaksanaan pembangunan. Ketahanan Sosial Budaya tercermin dalam kondisi kehidupan Sosial Budaya
yang
dijiwai
kepribadian
Nasional
berdasarkan
Pancasila
yang
mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan Sosial Budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang dengan kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional serta mengakomodasi nilai-nilai budaya asing yang dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Pengembangan Sosial Budaya Indonesia berjalan bersama dengan pengembangan Sosial Budaya Daerah. Kebhinekaan budaya daerah merupakan kekayaan yang menuntut agar pengembangan Sosial Budaya daerah mendapat prioritas.
Pengembangan
kehidupan
beragama
tidak
hanya
mencakup
penghayatan dan pengamalan ajaran agama untuk diri manusia pemeluknya sendiri
namun
harus
disertai
pemahaman
dan
penghormatan
terhadap
keberadaan agama lain beserta masyarakat pemeluknya. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai perwujudan budaya bangsa disesuaikan dengan kekhasan unsur-unsur budaya daerah yang beraneka ragam sehingga melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan identitas bangsa. Kondisi ketahanan Sosial Budaya yang demikian akan mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia 7
sehingga mampu mendukung upaya untuk meningkatkan ketahanan nasional yang tangguh. Perubahan era pemerintahan dan kepemimpinan ternyata juga mengubah tatanan sosial dan tatanan budaya bangsa. Pengertian sosial pada awalnya adalah pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat yang mengandung nilainilai kebersamaan, senasib sepenanggungan, tertib sosial dam solidaritas (subsidiaritas) yang merupakan unsur pemersatu. Pengertian awal semacam ini nampak akhir-akhir ini memerlukan permenungan lagi yang mendalam dan tindakan nyata yang tepat, bijaksana serta untuk kepentingan bangsa dan negara. Hal ini mengingat ketahanan sosial budaya mendapat tantangan cukup serius di dalam negeri sendiri sebagai akibat dari perubahan yang begitu cepat. Penanggulangan dari sekian banyak masalah yang menimbulkan degradasi sosial budaya antara lain dikarenakan banyak terjadi pelanggaran hukum, kemerosotan etika pemimpin, primordial sempit,
pertikaian antar etnis dan SARA yang
kemudian menimbulkan konflik, kondisi demikian jelas menjadi ancaman ketahanan nasional yang pada akhirnya akan mengancam pula keutuhan NKRI. Kondisi inilah yang perlu dianalisa dan dicermati dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional yang tangguh, dengan mempertimbangkan pengaruh perkembangan lingkungan strategis. Berikut akan dianalisa pengaruh perkembangan lingkungan strategis baik lingkungan global, regional maupun nasional dan provinsional/lokal terhadap upaya membangun ketahanan sosial budaya guna meningkatkan ketahanan nasional.. a.
Pengaruh perkembangan lingkungan Global Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama teknologi komunikasi informasi dan transportasi, menyebabkan dunia terasa semakin sempit, transparan dan tanpa batas yang semakin mengglobal. Proses globalisasi tercermin dalam globalisasi informasi dan globalisasi ekonomi, yang membawa sistem nilai
8
yang positif yang mendorong ke arah kemajuan dan modernisasi dan yang bersifat negatif dapat mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa serta sendi kehidupan di seluruh aspek kehidupan nasional. Selain itu adanya kecenderungan dan dominasi negara adidaya yang selalu memaksakan kehendaknya
merupakan
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
penyelenggaraan politik luar negeri. Negara-negara yang kuat cenderung menerapkan kepentingan politik serta dilandasi nilai-nilai yang berlaku di masyarakanya kepada negara lain dalam hal demokrasi, Ham dan lingkungan hidup serta pandangan bebas, hal ini menyebabkan tekanan politik dan krisis ekonomi nasional yang dapat memperlemah ketahanan nasional. Ketahanan nasional mempunyai peranan penting dalam pemulihan krisis ekonomi, karena ketahanan nasional adalah sebagai pedoman atau sarana untuk meningkatkan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan sehingga terwujudnya ketahanan idiologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya dan ketahanan pertahanan keamanan. b.
Pengaruh perkembangan lingkungan Regional Regionalisme dianggap penting karena region4, merupakan wadah
paling tepat dan paling mungkin untuk menerima perubahan dan mengintensifkan resistensi dari tekanan kompetisi kapitalisme global. Menurut perspektif realis, ketidaksetaraan kekuatan (unequal power) dapat menciptakan logika yang tidak mendukung pasar kapitalis, oleh karena itu regionalisme
digunakan
untuk
menciptakan
kesetaraan
kekuasaan.
Sedangkan perspektif kontra-realisme menyatakan bahwa regionalisme merupakan sarana untuk memahami kondisi sosial-ekonomi yang berubah yang akan mengubah karakter, lingkup, dan arena kompetisi kekuasaan.
4
Farrel, Mary and Bjorn Hette, et al. 2005. Global Politics of Regionalism. Pluto Press. pp. 38-53
9
Kerjasama regional antar negara merupakan regionalisme yang terbentuk sebagai upaya untuk merespon tantangan eksternal. Dalam regionalisme ini ditekankan adanya koordinasi untuk menentukan posisi regional dalam sistem internasional. Di lain sisi, integrasi regional menekankan pada pengurangan atau bahkan usaha untuk menghilangkan batas antar negara. Dalam konteks ini bukan batas geografis yang ingin dihilangkan, namun batas interaksi seperti batasan pajak ekspor dan impor. Keinginan
kawasan
untuk
menjadi
negara
industri
baru
menyebabkan pembangunan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara semakin dipacu dengan memprioritaskan pembangunan industri substitusi impor yang menitikberatkan pada industri padat modal dan berpihak pada pemilik modal. Pola seperti itu di Indonesia menyebabkan hanya segelintir orang yang dapat terlibat, sementara masyarakat luas belum terlibat secara aktif.
Strategi
pembangunan
yang
benar-benar
berpihak
dan
memberdayakan keluarga miskin menjadi luput dari perhatian, kesenjangan sosial semakin melebar. Ketika krisis moneter melanda kawasan Asia, yang ditandai dengan meningkatnya nilai dollar terhadap mata uang domestik, beberapa negara di Asia terutama negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia mengalami krisis dengan meningkatnya harga-harga barang yang mempengaruhi kenaikan harga disegala bidang. Kondisi ini diperparah dengan tingginya tingkat ketergantungan atas barang impor sehingga kenaikan di suatu bidang berimbas pada bidang lainnya. Namun Negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia dengan cepat telah bangkit dari krisis, sementara krisis moneter di Indonesia meluas menjadi krisis multidimensi yang salah satu dampaknya adalah semakin bervariasinya permasalahan sosial, disamping semakin bertambahnya masalah sosial laten seperti kemiskinan yang belum sepenuhnya tertangani. Tentunya yang paling menderita atas timbulnya krisis moneter ini adalah kaum miskin di Negara-negara Asia Tenggara, termasuk halnya di Indonesia.
10
c.
Pengaruh perkembangan lingkungan Nasional Pembangunan kesejahteraan sosial yang telah dilaksanakan pada
umumnya telah memberi kontribusi peran pemerintah dan masyarakat di dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang makin adil dan merata. Sasaran utama program pembangunan kesejahteraan sosial adalah manusia, maka perubahan-perubahan yang secara langsung terkait dengan
sasaran
program
tersebut
terutama
permasalahan
dan
kebutuhannya,serta ukuran-ukuran taraf kesejahteraan sosialnya sangat berpengaruh terhadap arah,tujuan dan kegiatan-kegiatan program. Permasalahan dan kebutuhan-kebutuhan manusia tidak terlepas dari kondisi dan perubahan lingkungan baik fisik maupun non-fisik; dalam kawasan lokal, nasional dan global. Maka perencanaan yang lebih cermat perlu dilakukan dengan memperhatikan aspek manusia, lingkungan fisik, sosial dan lingkungan strategisnya. Hal-hal ini akan mengkaitkan pembangunan kesejahteraan sosial dengan bidang pembangunan yang lain; ekonomi, politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan. Di dalam konteks inilah sesungguhnya posisi pembangunan kesejahteraan sosial dapat diperhitungkan sebagai bagian integral dan bagian strategis pembangunan nasional. Permasalahan kesejahteraan sosial ke depan masih didominasi oleh permasalahan “konvensional” terutama kemiskinan dan keterlantaran, kecacatan, keterpencilan dan ketertinggalan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku serta akibat bencana. Namun demikian, permasalahan “aktual” yang terkait dengan kelangsungan kehidupan kenegaraan
seperti
disintegrasi
sosial,
kesenjangan
sosial,
perlu
memperoleh perhatian yang serius dan berkelanjutan. Demikian pula permasalahan kesejahteraan sosial “hulu” dan dampak pelaksanaan berbagai bidang pembangunan lain, secara intensif perlu ditangani melalui berbagai cara. Apabila hal ini luput dari perhatian, resiko-resiko yang potensial terjadi akan menjadi beban yang sangat berat baik terhadap
11
meningkatnya beban “murni kesejahteraan sosial” maupun permasalahan yang bersifat lebih “makro” terkait dengan masalah pembangunan lainnya. Dari perkembangan lingkungan strategis nasional terdapat beberapa hal yang mempengaruhi ketahanan nasional diantaranya : Secara sosiologis bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan etnis dengan adat-istiadat, bahasa, pandangan hidup serta agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, hal ini dapat merupakan titik rawan yang menimbulkan primordialisme sempit yang mengarah kepada perpecahan bangsa dan pada akhirnya berbagai krisis melanda kehidupan bangsa Indonesia. Selain itu kepemimpinan nasional yang belum terlepas dari KKN mengindikasikan belum optimalnya implementasi good governance, tingginya tingkat pengangguran dapat menimbulkan kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin sehingga krisis akan semakin sulit teratasi. Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi dapat mempengaruhi arus bahan, barang dan jasa sehingga upaya pemulihan ekonomi mengalami hambatan. d.
Pengaruh perkembangan lingkungan Provinsional/Lokal Perkembangan masyarakat yang sangat cepat sebagai akibat dari
globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku. Dalam suasana dinamis tersebut, pengembangan kebudayaan diharapkan dapat memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Di samping itu pengembangan kebudayaan dimaksudkan untuk menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan. Kearifan lokal yang telah berkembang secara turun menurun dari generasi ke generasi mengajarkan kepada kita betapa pentingnya
12
menjaga kelestarian lingkungan hidup kita secara bijaksana dan penuh kearifan. Nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar, semakin terkikis oleh nilai-nilai yang dianggap lebih unggul. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, serta tidak mampunya bangsa Indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation and character building). Lajunya pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh pembangunan karakter bangsa telah mengakibatkan krisis budaya yang selanjutnya memperlemah ketahanan budaya Ketika krisis ekonomi diikuti dengan perubahan-perubahan politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam sehingga menjadi krisis multi dimensi. Hal ini telah menyebabkan situasi keamanan dan perekonomian menjadi tidak
menentu,
yang
semakin
menambah
panjang
permasalahan
kesejahteraan sosial di Indonesia. Masalah keterpencilan dan ketertinggalan yang selama ini hanya dikaitkan dengan soal kemiskinan; dalam arus perubahan yang cepat, telah menjadi masalah kompleks. Ketertinggalan dan keterpencilan berjalan seiring dengan masalah yang terkait HAM, Lingkungan, Integrasi Sosial, dan berbagai kerentanan terhadap eksploitasi dan perlakuan salah. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya terjangkau oleh proses pelayanan pembangunan baik karena isolasi alam maupun isolasi sosial budaya. Dengan demikian, mereka belum atau kurang mendapatkan akses pelayanan sosial dasar. Keadaan ini dapat menghambat proses pemerataan pembangunan dan hasil-
13
hasilnya menuju ke arah tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk memperkuat jati diri bangsa (identitas nasional) dan memantapkan budaya nasional, maka perlu upaya untuk memperkokoh ketahanan budaya nasional sehingga mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan memfasilitasi proses adopsi dan adaptasi budaya asing yang bernilai positif dan produktif. Di samping itu, diupayakan pula
pembangunan
moral
bangsa
yang
mengedepankan
nilai-nilai
kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, gotongroyong, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu dan tanggungjawab. Tujuan tersebut dilaksanakan pula melalui pengarusutamaan nilai-nilai budaya pada setiap aspek pembangunan. Oleh sebab itu, dibutuhkan langkahlangkah untuk mengaktualisasikan nilai moral dan agama, revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk di dalamnya pengembangan budaya maritim, dan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkokoh
khasanah
budaya
bangsa,
seperti:
orientasi
pada
peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan penerapan iptek. Dari berbagai pengaruh perkembangan lingkungan strategis diatas, selain terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan, juga memunculkan beberapa kendala yang perlu dieliminir dalam rangka membangun ketahanan sosial budaya guna meningkatkan ketahanan nasional. a.
Peluang 1)
Proses globalisasi tercermin dalam globalisasi informasi dan
globalisasi ekonomi, yang membawa sistem nilai yang positif yang mendorong ke arah kemajuan dan modernisasi dan yang bersifat negatif dapat mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa serta sendi kehidupan di seluruh aspek kehidupan nasional. 2)
Kerjasama regional antar negara merupakan regionalisme
yang terbentuk sebagai upaya untuk merespon tantangan eksternal,
14
melalui koordinasi untuk menentukan posisi regional dalam sistem internasional. Regionalisme dapat digunakan untuk menciptakan kesetaraan kekuasaan bagi negara-negara anggotanya. 3)
Pembangunan kesejahteraan sosial telah memberi kontribusi
dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang makin adil dan merata. 4)
Pengembangan kebudayaan dapat memberikan arah bagi
perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan dapat untuk menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan. b.
Kendala 1)
Media kamonuikasi elektronik sperti telavisi, komputer, satelit,
internet dan sebagainya menyebabkan terjadinya banjir masuknya budaya asing dari negara maju ke negara-negara berkembang tanpa dapat
dibendung.
Kondisi
ini
akan
menjadi
kendala
dalam
membangun ketahanan sosial budaya tatkala budaya asing tersebut tidak disaring (filtering). Pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya adalah timbulnya erosi nilai-nilai budaya suatu bangsa, yang menjadi jati dirinya. Menghadapi perkembangan ini diperlukan suatu upaya yang mampu mensosialisasikan budaya nasional menjadi jati diri bangsa. 2)
Krisis
moneter
di
Indonesia
meluas
menjadi
krisis
multidimensi yang telah menyebabkan semakin bervariasinya permasalahan sosial, disamping semakin bertambahnya masalah sosial laten seperti kemiskinan yang belum sepenuhnya tertangani. Kondisi ini berdampak semakin meningkatnya kaum miskin di Negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
15
3)
Ketika krisis ekonomi diikuti dengan perubahan-perubahan
politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam sehingga menjadi krisis multi dimensi. Hal ini telah menyebabkan situasi keamanan dan perekonomian menjadi tidak menentu, yang semakin menambah panjang permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia.
3.
PENUTUP a.
Kesimpulan 1) Bagi bangsa Indonesia, ketahanan nasional dibangun di atas
dasar falsafah bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila, selain itu ketahanan nasional juga dibangun sesuai norma UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu Ketahanan Nasional perlu terus ditingkatkan, dipupuk dan dibina secara terus menerus melalui pelaksanaan Pembangunan Nasional dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan (dalam hal naskah ini melalui pembangunan aspek sosial budaya). 2) Diterbitkannya UU No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
Sosial, merupakan upaya terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara yang bertujuan untuk5 :
Meningkatkan taraf
kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; Memulihkan fungsi sosial
dalam
rangka
mencapai
kemandirian;
Meningkatkan
ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kepedulian
kesejahteraan dan
sosial;
tanggungjawab
Meningkatkan sosial
dunia
kemampuan, usaha
dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
Meningkatkan
kemampuan
dan
kepedulian
masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara 5
Pasal 3 UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
16
melembaga
dan
berkelanjutan;
dan
Meningkatkan
kualitas
manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 3) Pembangunan ketahanan sosial budaya hingga saat ini belum
dapat berlangsung secara optimal dan masih dihadapkan pada berbagai permasalahan, sehingga belum mampu memberikan kontribusi terhadap upaya membangun ketahanan nasional yang tangguh. 4) Kondisi budaya di dalam masyarakat Indonesia yang tumbuh
mengakar sejak lama perlu dikembangkan secara maksimal agar mampu mendukung ketahanan nasional yang tangguh dari aspek sosial budaya. b.
Rekomendasi Untuk membangun ketahanan sosial budaya yang ideal, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu strategi dan upaya-upaya yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah: 1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan pokok yang
dilaksanakan
pelaksanaan Penyerasian
antara
upaya-upaya penanganan
lain:
Sinkronisasi
kebijakan
penanggulangan masalah-masalah
dan
kemiskinan; strategis
yang
menyangkut kesejahteraan rakyat, antara lain pengungsi dan korban bencana alam dan konflik sosial; dan bidang
kesehatan,
bidang
Penyelarasan kebijakan
lingkungan
hidup,
pemberdayaan
perempuan, pendidikan, budaya, pemuda, olah raga, aparatur negara, pariwisata dan agama. 2) Meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga pelayanan sosial melalui: Penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang
masalah
kesejahteraan
sosial
(PMKS);
Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan
sosial
bagi
17
PMKS;
Peningkatan
pembinaan,
pelayanan dan perlindungan sosial dan hukum bagi anak terlantar, lanjut
usia,
penyandang
cacat,
dan
tuna
sosial;
dan
Penyelenggaraan pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi
PMKS;
Peningkatan
penyuluhan
kesejahteraan
sosial,
khususnya di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, rawan konflik, rawan bencana, dan gugus pulau;
Peningkatan kualitas dan
kuantitas penyuluhan sosial melalui media massa cetak dan elektronik; dan Peningkatan kualitas penyuluhan kesejahteraan sosial melalui pelatihan teknik komunikasi. 3) Meningkatkan kemampuan dalam mengelola keragaman budaya untuk menciptakan keserasian hubungan antar unit sosial dan antarbudaya dalam rangka menurunkan ketegangan dan ancaman konflik sekaligus memperkuat NKRI, yang dilakukan melaui kegiatan pokok antara lain: Pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis; Pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat; Pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan antara lain melalui pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan akses transportasi dan komunikasi lintas daerah dan lintas budaya; Pelestarian dan pengembangan ruang publik untuk memperkuat modal sosial; danPeningkatan penegakan hukum untuk menciptakan rasa keadilan antarunit budaya dan antarunit sosial. 4) Mengembangkan
nilai-nilai
budaya
yang
bertujuan
untuk
memperkuat jati diri bangsa (identitas nasional) dan memantapkan budaya nasional yang diharapkan dapat memperkokoh ketahanan budaya nasional sehingga mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif. Kegiatan yang dilakukan antara lain : Mengaktualisasikan nilai moral dan agama, merevitalisasi dan mereaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk di dalamnya pengembangan budaya maritim, dan transformasi budaya
18
melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa, seperti: orientasi pada peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan penerapan iptek. 5) Meningkatkan
penegakan
hukum
dengan
upaya:
Menata
kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundangundangan
dengan
memperhatikan
asas
umum
dan
hirarki
perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui permberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional; Melakukan pembenahan struktur
hukum
melalui
penguatan
kelembagaan
dengan
meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas
sistem
peradilan
yang
terbuka
dan
transparan;
menyederhanakan sistem peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa
hukum
diterapkan
dengan
adil
dan
memihak
pada
kebenaran; memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional; dan Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala negara dan jajarannya dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.
19
DAFTAR BACAAN Anonim, Budaya, Wikipedia Indonesia, 2007 Anonim, Kebudayaan Indonesia, Wikipedia Indonesia, 2007 Anonim, Ketahanan Nasional dan Pengembangannya, Pokja Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional RI Jakarta, 2004. Anonim, Pilkada : Masalah dan Prospek, CSIS, 2004 Anonim, Revitalisasi Nilai-Nilai Budaya dan Kearifan Lokal menghadapi Pilkada Langsung, Program Pendidikan Simpul Demokrasi, Jeneponto, 2007 Anonim, Sosiologi, Wikipedia Indonesia, 2007 Bapennas RI, Pertahanan dan Keamanan Nasional, Jakarta 2008. Kusni. S, Yang Tercecer dari Supremasi Hukum Selama 2006, Riau Pos, 2006 Mansur Ma’shum, Prof. Ir. Ph.D.,Pembinaan Teritorial Dalam Mendukung Ketahanan Nasional, Denpasar 26 Pebruari 2009 Modul E-learning BS Ketahanan Nasional Lemhannas RI Tahun 2008 : -
Kondisi Ketahanan Nasional;
-
Filosofi Ketahanan Nasional Indonesia;
-
Konsep Dasar Ketahanan Nasional;
-
Pengertian, Konsepsi, Dan Hakekat Tannas;
-
Azaz Tannas;
- Implementasi Konsepsi Ketahanan Nasional Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Dan Pembangunan Mutakin.A, Prof,Dr. Proses Perubahan Sosial Budaya. 2006 Riza. T, Bagaimana Memilih Pemimpin Yang Tepat, Beranda Net, 2004 Safitri. Indra, Paradigma Baru Penegakan Hukum, Insider Online Jurnal, 1999. Sayidiman Suryohadiprojo, Perencanaan Ketahanan Nasional Dalam Era Reformasi, Jakarta 17 Maret 2009. Suhyar. H, Resiko Seorang Pemimpin, Antara News, 2006 UU No. 17 Tahun 2007 Tentang RPJPN 2005-2025 UU No.7 Tahun 2005 Tentang RPJMN 2004-2009
20