WACANA YANG HARUS DIANTISIPASI SEDINI MUNGKIN OLEH PARA ULAMA DAN UMMAT ISLAM INDONESIA
Prof. Dr. Umar A. Jenie Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Assalamu‟alaikum wa RahmatulLahi RahmatulLahi wa Barakatuh, Buku yang berjudul „Memanusiakan Babi‟ yang ditulis ditulis oleh seorang pakar muslim yang ahli tentang ihwal babi, memang patut kita cermati. Buku ini telah mengundang kita semua ummat Islam, termasuk pula lembaga-lembaga Keislaman, utamanya Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk sedini mungkin dapat melakukan antisipasi dalam menentukan sikapnya atas berkembangnya berkembangnya teknologi xenotransplantation xenotransplantation pada manusia, utamanya yang menggunakan menggunakan jaringan atau organ babi sebagai donornya. Perkembangan Perkembangan ilmu pengetahuan pengetahuan pada akhir abad XX serta awal abad XXI Masehi ini sungguh sangat eksponensial kecepatannya. Perkembangan dalam biologi sel atau biologi molekuler beserta aplikasi teknologinya, telah sedemikian rupa sehingga telah mampu memasuki bagian-bagian yang paling asazi dari manusia atau kemanusiaan kemanusiaan itu sendiri. Perkembangan Perkembangan teknologi kloning dan juga stem juga stem cells experiment , telah mengejutkan kita ummat manusia. Namun demikian ummat Islam tidak boleh hanya bersikap reaktif saja. Sikap sedemikian menunjukkan menunjukkan kelemahan dan ketidak-acuhan ummat Islam dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, sekaligus menunjukkan ketidak-siapannya dalam menanggapi berbagai macam teknologi maju yang muncul dalam masyarakat dunia.
Al Qur‟an surah
al-Baqarah ayat-173 menyatakan bahwa “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” .
Dalam hal „darah‟, ummat Islam diperkenankan melakukan transfusi darah, demi memperbaiki kesehatannya. Padahal kita faham bahwa „darah‟ merupakan yang diharamkan untuk dimakan, sebagaimana tertulis dalam Kitabullah surah surah al-Baqarah ayat-173 tersebut diatas. Dalam bukunya ini, Dr Muladno memberikan memberikan pertanyaan kepada kita semua ummat Islam, tentang bagaimana sikap ummat ummat terhadap „organ babi‟, yang sebagaimana sebagaimana dengan „darah‟ juga diharamkan untuk dimakan. Apakah „organ babi‟ tersebut tersebut dapat di ditransplantasikan ke dalam
organ tubuh manusia demi kesembuhan penyakitnya ?. Bila hal tersebut tidak boleh dilakukan, mengapa terhadap „darah‟, hal tersebut boleh dilakukan. Ijtihad , untuk mendapatkan jawaban terhadap suatu masalah ini, merupakan hal yang diperbolehkan; namun harus dengan menggunakan dan berbasis pada pengetahuan keagamaan/keilmuan yang komprehensif. RasululLah Muhammad saw. saw. pernah bersabda yang pada pokoknya menjelaskan bahwa jika ijtihad yang kita lakukan benar, maka pahalanya dua, sedangkan jika ijtihad yang yang kita lakukan tersebut salah, maka pahalanya satu. Oleh karena itulah marilah kita mencoba untuk melakukan ijtihad itu, yang pintunya terbuka lebar bagi kita. Buku ini, yang ditulis oleh Dr. Muladno, seorang pakar di di bidang „bioteknologi peternakan‟, patut untuk dibaca serta menjadi renungan kita semua ummat Islam, untuk melakukan ijtihad bersama, guna memperoleh jawabannya. Dengan demikian kita ummat Islam Indonesia, termasuk para ulamanya, perlu melakukan antisipasi yang tepat, guna menjawab persoalan-persoalan persoalan-persoalan yang menyangkut harkat manusia ini.
Ummat Islam (dalam hal ini diwakili oleh para Ulama) harus mampu melakukan antisipasi sejak dini terhadap berbagai macam aplikasi teknologi maju pada masyarakat (baca: manusia); termasuk aplikasi teknologi yang didasarkan pada perkembangan dalam bidang biologi sel dan atau biologi molekuler, seperti cloning technology, technology, transgenic experiment , stem cell experiment experiment , xenotransplantation xenotransplantation dll. Untuk dapat melakukan antisipasi dini tersebut, maka arus informasi tentang frontiers sciences diatas, - dari para ahli di bidangnya, harus dapat dengan cepat dan kontinyu diterima, difahami, serta dicerna dengan baik dan benar oleh para ulama dalam majelis keagamaan Islam, yang bertanggungjawab untuk memberikan atau mengeluarkan fatwa keagamaan. Oleh karenanya, sumber daya manusia muslim dituntut untuk mampu menguasai dua hal penting. Pertama, ia haruslah seorang yang mampu mengerti, memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam KitabulLah, al-Qur‟an, al-Qur‟an, serta juga al-Hadits al-Hadits dan Sunnah RasululLah Muhammad saw Muhammad saw.. Kedua, ia haruslah orang yang menguasai bidang-bidang keilmuan yang tergolong „ilmu-ilmu „ilmu-ilmu garis-depan‟ garis-depan‟ ( frontiers frontiers sciences sciences), ), utamanya ilmu-ilmu yang aplikasinysa menyentuh harkat asazi manusia atau kemanusiaan. Kedua tuntutan ini merupakan tuntutan yang „ideal‟, yang mungkin sangat sulit direalisaikan. Jalan keluarnya adalah, adanya kerjasama yang saling melengkapi dan menguatkan (suatu symbiosis mutualisme) mutualisme) dari mereka yang menguasai ilmu-ilmu keagamaan, dengan kemampuan daya tafsir KitabulLah yang diakui, dengan para ilmuwan yang ahli di bidang-bidang frontier sciences sciences tersebut. Dengan adanya kerjasama sedemikian ini, diharapkan ummat Islam Indonesia tidak lagi bersikap reaktif, dan selalu terkejut apabila berhadapan berhadapan dengan aplikasi teknologi-teknologi baru.
Sebagai penutup perkenankanlah saya sedikit mengritik judul dari buku ini, yaitu „Memanusiakan Babi‟. Nampak Babi‟. Nampaknya nya judul j udul tersebut dimaksudkan dimaksudkan untuk menarik konsumen agar membeli dan membacanya. Namun dalam masyarakat kita yang sifatnya masih sangat tradisionil ini, judul itu tentu cukup provokatif. Alangkah baiknya apabila judul tersebut berbunyi
„Xenotransplantasi „Xenotransplantasi
Organ
Babi
pada
Manusia;
Bagaimana Bagaimana
Ummat
Islam
Mensikapinya?‟. Akhirnya Akhirnya saya ucapkan selamat kepada saudara Dr. Ir. Muladno, MSA, penulis buku ini, yang telah melemparkan wacana serta menyadarkan menyadarkan kepada kita semua ummat Islam, untuk ikut mengantisipasi masuknya teknologi-teknologi frontiers, frontiers, yang berpengaruh secara langsung kepada manusia dan kemanusiaan ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua, amien. Wassalamu‟alaikum wa RahmatulLahi wa Barakatuh. Barakatuh.
RANTAI SISTEMATIS FLORA, FAUNA, DAN MANUSIA Dalam Ijtihad dan Pengembangan Iptek
Oleh: Abdul Munir Mulkhan 1 Seluruh pemeluk Islam percaya tentang kesempurnaan, kelengkapan, dan fungsi universal ajaran Islam yang termaktub dalam Kitab Al Quran dan Sunnah Rasul. Islam diyakini sebagai din (agama) din (agama) terakhir dan penyempurna dari seluruh agama yang pernah diturunkan Tuhan ke muka bumi (Al Quran surat Al Maaidah ayat 4). Fungsi dari ajaran aja ran Islam sebagai petunjuk bagi manusia dalam menjalani hidupnya di sepanjang sejarah itu bersumber dari wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul Muhammad saw pada abad ke-7 Masehi. Manusia mempunyai kewajiban memahami wahyu Tuhan yang termaktub dalam kitab suci-Nya sehingga ajaran Islam itu benar-benar bisa berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman kehidupannya yang terus berubah dan ber kembang.
1
). Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2000-2005.
Seluruh jagad raya dengan segala isinya dan seluruh bentuk kehidupan di dunia ini diciptakan Tuhan bagi kepentingan hidup manusia sehingga manusia bisa memenuhi fungsi sebagai khalifah-Nya guna memakmurkan kehidupan duniawi. Sesuai fungsi dari manusia itulah, Islam merupakan agama yang berpihak pada kehidupan manusia dengan menempatkan seluruh isi jagad raya berupa benda mati, tumbuhan, dan hewan, hingga makhluk gaib, hanya bagi kepentingan manusia yang hidup. Seluruh realitas alam raya dengan beragam flora, fauna, dan manusia, adalah rantai kesatuan sistematis kehidupan yang peruntukannya hanya bagi kehidupan manusia (Al Quran surat Ibrahim; 32-33, Al Hajj; 65, Luqman; 20). Dalam rantai kesatuan sistematis seluruh realitas di jagad raya itu, manusia adalah makhluk paling sempurna dengan menempatkan seluruh ragam makhluk Allah yang lain sebagai pendukungnya. Seluruh ragam flora dan fauna serta seluruh isi jagad raya ini hanya mempunyai arti jika berfungsi bagi kepentingan hidup manusia. Penciptaan seluruh ragam kehidupan dan benda mati di jagad raya ini tiada lain hanya bagi kepentingan manusia yang merupakan cermin seluruh jagad raya itu sendiri (mikro kosmos). Karena itu, hanya kepada manusia dibebankan kewajiban agama dan hanya bagi manusia pula hukum-hukum keagamaan diwahyukan Tuhan. Tujuan dan fungsi agama ialah agar manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya yang dengan kehidupannya tersebut manusia bisa merealisasikan diri sebagai khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi. Hanya jika manusia bisa memenuhi kebutuhan hidup dan merealisasikan dirinya sebagai khalifah Tuhan itulah manusia akan bisa menempatkan dirinya sebagai aktor perhambaannya sebagai makhluk Tuhan yang dikenal sebagai bentuk ibadah. Untuk maksud pemenuhan fungsi jagad raya dan segala jenis makhluk tersebut di atas bagi kepentingan manusia, diletakkan lima prinsip hukum yaitu mubah, makruh, haram, sunnah, dan wajib. Haram atau halalnya sesuatu berupa benda fisik, tumbuhan, dan hewan, didasari berfungsi atau tidaknya sesuatu itu bagi kepentingan hidup manusia. Berdasar alasan tersebutlah mengapa sesuatu yang semula haram bisa menjadi halal atau mubah jika didapati fungsinya bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Misalnya, bangkai binatang yang hukumnya haram dimakan manusia bisa menjadi halal bahkan wajib dimakan atas pertimbangan bahwa hanya dengan mengkonsumsi bangkai tersebut, kehidupan seseorang diduga bisa dipertahankan dan jika tidak dimakan diduga
kuat bisa menyebabkan kematian seseorang. Demikian pula sesuatu yang semula haram dikonsumsi manusia bisa berubah menjadi halal dan wajib dikonsumsi manakala hanya dengan mengkonsumsi sesuatu tersebut, penyakit yang diderita seseorang bisa diatasi dan disembuhkan atau terhindar dari kematian. Sebaliknya, sesuatu yang semula halal dikonsumsi bisa berubah menjadi haram manakala barang yang dikonsumsi itu patut diduga bisa menyebabkan seseorang menderita penyakit atau bahkan mungkin menemui kematian. Berdasarkan paradigma kehidupan manusia tersebut di atas, kehidupan tumbuhan dan hewan serta benda-benda alam wajib dipelihara dan dilestarikan. Tujuan utamanya ialah agar keberlangsungan hidup manusia terjamin. Di sinilah makna sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Buchari-Muslim yang menyatakan bahwa orang yang menyiksa hewan hingga mati atau mengurung hewan tanpa makanan hingga mati akan diancam hukuman neraka (Tarjamah Riadhus Shalihin Jld II, 1976, hlm 465). Dalam hadis lain dikisahkan bahwa seseorang yang memberi minum seekor anjing yang kehausan, sementara air itu hanya cukup untuk dirinya sendiri, akan diganjar balasan surga. Secara normatif dan dalam sistuasi normal, babi memang haram dimakan atau dikonsumsi manusia. Namun demikian keharaman babi tersebut bukan berarti memberi hak kepada manusia untuk memusnahkan babi-babi itu di dunia. Jika hal itu dilakukan, akan ada keterputusan rantai sistematis seluruh realitas jagad raya, khususnya rantai flora, fauna, dan manusia itu sendiri. Seluruh ketentuan hukum normatif dalam ajaran Islam bisa dikatakan hanya berlaku dalam situasi normal sebagaimana tercermin dalam doktrin hukum darurat bagi keberlakuan suatu ketentuan hukum. Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 173 dinyatakan: “Innamaa harrama „alaikum al -maitata wa al-dama wa lahma al-khinjiiri wa maa uhillabihi li ghairillaahi. Famani idhthurra ghaira baaghin wa laa „aadin falaa itsma „alaihi. innallaaha gfauurun jahiimun.” (Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesugguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
Di sini pula makna situasional bagi keberlakuan hukum dimana perubahan situasi atau illat bisa mengubah suatu ketentuan hukum. Dengan demikian, sesuatu yang dalam keadaan normal hukumnya halal bisa berubah menjadi haram dalam situasi abnormal; dan sebaliknya, sesuatu yang haram bisa menjadi halal dalam situasi yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena Islam memberi ruang bagi pengembangan ijtihad di saat manusia menghadapi persoalan baru akibat perkembangan zaman dan perubahan sosial. Ijtihad ialah usaha manusia mengerahkan segenap kemampuan akal-pikiran guna melakukan penelitian untuk suatu tujuan mengeluarkan hukum-hukum ( istinbat ) yang terkandung dalam Al Quran. Fungsi ijtihad dalam perkembangan pemikiran Islam guna menjawab berbagai persoalan yang timbul dan yang belum muncul pada masa risalah kenabian Muhammad saw bisa dilihat dari hasil ijtihad yang selalu bernilai positif, dimana jika ijtihad ternyata salah tetap tidak berdosa dan jika ternyata benar akan memperoleh pahala ganda ( Ensiklopedi Islam 2, 1994, hlm 183-185). Penelitian ilmu pengetahuan
dan
teknologi
(iptek)
dalam
berbagai
bidang
kehidupan
yang
memungkinkan manusia memecahkan berbagai persoalan, khususnya di bidang kedokteran dan biologi, bisa ditempatkan sebagai bagian dari praktik ijtihad tersebut. Karena itu, dalam situasi kritis antara pilihan hidup atau mati, harus ada pilihan antara mengkonsumsi daging babi yang hukumnya haram atau tidak mengkonsumsi daging babi dengan akibat kematian. Jalan keluar Islam ialah mengkonsumsi daging babi yang hukumnya haram bisa berubah menjadi wajib. Perdebatan hukum tentang mengkonsumsi daging babi lebih banyak berkaitan dengan praduga akibat kematian karena tidak mengkonsumsi daging babi, dengan jaminan bahwa dengan mengkonsumsi daging babi tersebut akan dihasilkan kesembuhan suatu penyakit. Di sini fungsi iptek, khususnya di bidang kedokteran dan biologi, akan memainkan peran kunci dan strategis. Persoalan kemudian ialah interpretasi tentang kenormalan dan keabnormalan situasi kehidupan umat manusia yang bisa mengubah hukum haram mengkonsumsi daging babi tersebut. Persoalan lainnya ialah interpretasi tentang memakan (daging) babi. Apakah memakan itu termasuk mempergunakan organ babi bagi kepentingan kesehatan manusia atau bagi jaminan hidup manusia?. Masalah penting lainnya ialah kebolehan dan ketidakbolehan manusia mempersiapkan berbagai organ babi melalui proses pemindahan gen manusia ke babi sehingga dihasilkan babi transgenik dengan tujuan untuk meningkatkan terjaminnya kesehatan manusia dan menurunkan resiko kematian. Melalui
proses semacam ini, dimungkinkan organ babi yang semakin bisa diterima tubuh manusia ketika dicangkokkan (transplantasi) ke dalam tubuh manusia tersebut.
Muncullah persoalan tentang kewenangan atau kebolehan dan ketidakbolehan manusia mengubah realitas organ babi yang memungkinkan organ babi tersebut kompatibel dengan organ manusia melalui penggunaan jasa iptek. Jawaban atas berbagai persoalan ini akan menentukan jawaban atas pertanyaan “apakah Islam membolehkan pencakokan organ babi hasil proses teknologi ( transgenik ) ke dalam tubuh manusia sebagai pengganti organ tubuh manusia yang rusak/tidak berfungsi dengan pertimbangan (dugaan ilmiah) bahwa pencangkokan itu akan menjamin kesehatan dan kehidupan manusia atau mencegah terjadinya kematian seseorang?” Di luar persoalan tersebut di atas, Islam memandang positif setiap usaha manusia memahami maksud ajaran Islam yang diwahyukan Tuhan sebagaimana termaktub dalam Kitab Al Quran dan Sunnah Rasul yang dilakukan dengan mempergunakan kemampuan akal (iptek). Usaha manusia mengerahkan segenap kemampuan akalnya yang di kemudian hari tersusun dalam sistem iptek inilah yang disebut sebagai ijtihad . Nilai positif ijtihad (baca: penelitian ipek) bisa dilihat dari pandangan bahwa jika ijtihad tersebut gagal atau salah akan tetap memperoleh balasan pahala dari Tuhan sebagaimana uraian yang telah dikemukakan di atas. Penelitian tentang pengembangan babi transgenik dan berbagai hal tentang ke babi-an bagi kepentingan pemeliharaan kesehatan dan jaminan hidup manusia bisa dipahami jika dibaca dalam perspektif ijtihad dan paradigma kehidupan dalam ajaran Islam sebagaimana uraian yang telah dikemukakan di atas. Perdebatan tentang masalah ini tentu menarik dan produktif sepanjang diletakkan dalam kerangka paradigma hidup di dalam ajaran Islam tersebut. Di sini pula pentingnya buku berjudul “Memanusiakan Babi” sebagai karya tulis bersama Dr. Ir. Muladno, MSA dan Ir. Zainal Abidin. Buku ini mencerminkan semangat memahami apa sebenarnya maksud Tuhan mengharamkan babi dan peluang pemanfaatan babi bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Tentu, pemanfaatan babi bagi kepentingan hidup manusia melalui penelitian ilmiah tersebut akan mengundang perdebatan panjang. Namun demikian, perdebatan mengenai persoalan tersebut akan lebih produktif jika disikapi secara jernih dan objektif. Kiranya sangat penting kajian ilmiah tentang pemanfaatan organ babi baik
melalui proses transgenik bagi kepentingan transplantasi atau pun pengembangan obat sebagaimana diuraikan dalam buku ini juga melibatkan para ahli (ulama) di bidang ilmu tafsir, ilmu fikih, dan ilmu kalam (teologi). Bagaimana pun usaha ilmiah pengembangan babi transgenik yang didasari niat ikhlas dengan tujuan memahami maksud Tuhan mengharamkan mengkonsumsi daging babi, pemeliharaan kesehatan, dan penjaminan kehidupan umat manusia mungkin bisa ditempatkan sebagai bagian dari ijtihad kontemporer. Jika demikian, apa pun hasil yang dicapai, apakah di kemudian hari ternyata salah, dalam arti gagal dicangkokkan pada tubuh manusia, atau sebaliknya mencapai hasil memuaskan, akan tetap dicacat Allah sebagai kerja ibadah. Bumi dengan segala isinya ini hanya akan bisa dimanfaatkan oleh manusia-manusia profesional yang terus menerus mengembangkan ijtihad dengan tujuan menguasai dan mampu memanfaatkan iptek bagi sebesar mungkin kepentingan manusia. Inilah mungkin maksud wahyu Allah dalam surat Al Anbiya ayat 105; “Wa laqad katabnaa fi al- zabuuri min ba‟di al -dzikri anna al-ardla yaritsuhaa „ibaadiya al shaalihuuna” (Dan sungguh telah Kami (Tuhan) tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh (baca; profesional, menguasai dan mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi). kotagede, minggu ketiga mei 2004
BAB 1
GUNDAH HATI SEORANG PENELITI
Seorang teman yang memegang ijazah sarjana peternakan bersiap diri untuk memasuki pasar kerja. Dia ikut bertarung memperebutkan lowongan pekerjaan, yang jumlahnya tidak seberapa, bersama dengan jutaan angkatan kerja baru dan lama. Dia mengajukan surat lamaran ke beberapa perusahaan dan instansi pemerintah, termasuk ke perguruan tinggi terkenal di Bogor. Dia memang berkeinginan juga menjadi pengajar di perguruan tinggi atau biasa disebut dosen. Dan rupanya keinginan itu memperlihatkan setitik harapan, ketika surat lamaran yang dia ajukan ke perguruan tinggi tersebut terjawab. Singkat cerita, dia diterima jadi dosen. Namun beberapa teman dan bahkan anggota keluarganya pada awalnya kurang berkenan terhadap jenis bidang yang dia geluti di perguruan tinggi tersebut karena dia diterima di bagian ternak babi, binatang yang menurut keyakinan agamanya, diharamkan untuk dimakan dagingnya. Setelah Tanya sana tanya sini, dengan begitu banyak pro-kontra juga, akhirnya dia jalani tugas itu. Hanya satu yang dia yakini bahwa, dalam konteks ilmu pengetahuan, mempelajari sesuatu yang diharamkan seperti babi masih diperbolehkan. Dari situasi yang demikian, dia selalu berada dalam situasi yang gundah. Begitu banyak pertanyaan muncul dalam otaknya. Salah satu yang dipikirkan adalah mengapa Al-Qur‟an melarang atau mengharamkan umat islam mengonsumsi daging babi? Ada beberapa jawaban yang pernah dia terima sejak kecil. Kata kebanyakan orang, di dalam daging babi terdapat banyak cacing pita yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit. Sejalan dengan bertambahnya kadar keilmuan dan wawasan pemikirannya, dia tidak dapat menerima alasan itu karena daging lain juga mengandung daging pita, walaupun dalam kadar yang lebih sedikit. Cacing pita itu sebenarnya juga bisa diberantas dengan cara yang amat mudah, misalnya dimasak pada suhu tertentu
dalam waktu tertentu pula. Jadi, jika haramnya memakan daging babi hanya karena cacing pita, hal itu sangat tidak masuk akal. Dengan teknologi sederhana saja cacing pita itu bisa dimusnahkan. Lalu, apakah dengan tidak adanya cacing pita, daging babi menjadi tidak haram untuk dimakan? Padahal, dengan atau tanpa cacing pita dalam daging babi, hukumnya tetap haram. Alasan lain, babi adalah hewan yang sangat kotor. Lingkungan hidupnya cenderung kotor. Yang dimakan juga makanan yang kotor-kotor. Namun sarjana peternakan tadi mengamati bahwa hewan yang berperilaku demikian bukan hanya babi. Jadi alasan haramnya daging babi hanya karena kekotorannya itu, bagaimana halnya dengan ikan lele? Ikan ini mampu bertahan hidup di comberan yang berbau busuk dan suka mengkonsumsi segala macam kotoran, termasuk (maaf) kotoran manusia. Faktanya ikan lele termasuk jenis makanan yang disukai masyarakat Indonesia. Jadi, logikanya, alasan kekotoran hewan babi menjadi gugur. Babi yang mengonsumsi makanan bersih atau kotor, dagingnya tetap haram. Daging babi dinyatakan memiliki serabut daging yang lebih sulit untuk dicerna usus dibandingkan dengan serabut daging sapi atau kambing. Akibatnya, daya cernanya sangat rendah dan banyak orang akan mengalami gangguan pencernaan bila makan daging babi. Selain itu, orang mengalami diare atau muntah-muntah karena makan daging babi. Tapi itu dulu. Sekarang, dengan begitu majunya ilmu genetika dan dunia peternakan, bisa dihasilkan babi-babi yang memiliki karakteristik daging yang lebih baik daripada daging babi dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu. Jika alasan keharaman daging babi karena kualitas dagingnya yang kurang baik, maka dengan semakin meningkatnya kualitas daging babi sekarang ini, seharusnya daging babi dihalalkan. Sekali lagi, pada kenyataannya, daging babi tetap haram, sebaik apapun kualitasnya! Dalam perjalanan pencarian ini, dosen muda tadi terus menerus menekuni segala hal yang berkaitan dengan babi. Pekerjaan yang semula dilakoni dengan terpaksa, pada akhirnya dilakukan dengan senang hati. Mungkin pepatah Jawa witing tresno jalaran soko kulino ada benarnya. Dia mulai memperhatikan keterkaitan ilmu ternak babi dengan bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang yang sebenarnya sama sekali tidak berhubungan dengan bidang ilmunya, yaitu bidang kedokteran. Dia berharap bisa
menemukan kebenaran wahyu Allah dalam Al-Qur‟an, yang sedikit demi sedikit mulai tersikap secara ilmiah, walaupun kebenaran itu merupakan suatu kebenaran relatif, dan bisa jadi, sangat subyektif. Cukup banyak ilmuan non muslim dari negara-negara barat secara sukarela masuk ke agama Islam setelah menemukan banyak fakta ilmiah dalam sejumlah penelitiannya, yang ternyata sudah tersebut dalam Al-Qur‟an sejak berabad-abad silam. Keyakinan mereka terbangun oleh kebenaran isi Al-Qu‟ran. Beberapa ilmuan memperoleh hidayah setelah menemukan fakta ilmiah itu sendiri. Beberapa yang lain tertarik karena membaca beberapa literatur atau buku yang mengungkap fakta-fakta itu, misalnya buku Bibel, Qur‟an dan Sains Modern karya Maurice Bucaille. Astronom
Prof.
G.
Margoliouth
menulis
bahwa
hasil
penelitian
dan
pengamatannya telah menunjukkan apa yang telah diketahui oleh para ilmuwan Eropa tentang filsafat, astronomi, ilmu pasti, dan berbagai bidang ilmu lain selama berabadabad sebelum Renaissance. Secara garis besar buku-buku tersebut berasal dari buku buku berbahasa latin yang diterjemahkan dari bahasa arab. Dan, secara tidak langsung, Al-Qur‟an mengilhami studi-studi itu. Selama lebih dari lima abad, kaum muslimin menguasai dunia dengan kekuatan ilmu pengetahuannya, tulis Jacques C. Reister. Omongan-omongan itu bukan basa basi. Pada abad pertengahan, para ilmuwan muslim telah menjadi pemimpin di bidang ilmunya masing-masing. Ibnu Sina (ilmuwan Barat menyebutnya Avicena) dan Ibnu Rusyd (ilmuwan Barat menyebutnya Averroes) adalah pioneer dalam perkembangan ilmu kedokteran modern. Al-Khawarizmi adalah ahli ilmu pasti yang namanya diabadikan menjadi salah satu cabang matematika, Algoritma. Juga Jabir Ibnu Khayyan yang berbagai eksperimennya tentang ilmu kimia mengilhami para ahli kimia dunia untuk menyusun klasifikasi unsur-unsur kimia yang ada sekarang. Bola dunia yang sekarang ada juga dikembangkan dari karya seorang muslim bernama Al-Idris yang hidup tahun 1099-1166. Orang Barat menyebutnya Dreses. AlIdris melengkapinya dengan sebuah buku berjudul Al-Rujari. Jangan kaget! Buku dan bola dunia itu pertama kali diberikan kepada raja Sicilia bernama Roger II.
Dunia juga mengenal sosok Al-Kindi yang sepanjang hidupnya telah menulis sebanyak 256 judul karya ilmiah tentang berbagai topik seperti geografi, ilmu kelautan, mata, cahaya, dan musik. Jika saja hadiah Nobel sudah ada sejak zaman itu, bisa jadi Abdussalam, fisikawan Pakistan, tidak sendirian sebagai seorang muslim yang pernah menerima hadiah Nobel Ilmu Pengetahuan. Setelah era keemasan itu, kaum muslimin menjadi terlena. Sampai sekarang umat Islam dijangkiti oleh sebuah Inferiority Complex Syndrome. Ini merupakan sebuah gejala rendah diri yang menyebabkan umat Islam cuma bertindak sebagai penerima dan pengguna teknologi; bukan lagi sebagai penerima dan pengguna teknologi; bukan lagi sebagai pioneer !! Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran di dunia sudah begitu maju, yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan bidang ilmu lain, misalnya ilmu-ilmu peternakan. Mau tidak mau, dosen muda tadi menjadi tertarik untuk menengok ke bidang yang terkait dengan kedokteran. Teknologi kedokteran modern telah mampu menerapkan transplantasi organ tubuh dari satu manusia ke manusia lain dengan tingkat keberhasilan yang makin lama makin tinggi. Keberhasilan itu dicapai setelah melalui penelitian dan percobaan yang memakan waktu cukup lama. Namun sangat disayangkan bahwa donor jaringan atau organ dari sesama manusia yang jumlahnya terbatas diperebutkan oleh lebih banyak orang yang membutuhkannya.
Hal
ini
menyebabkan
cara-cara
yang
dilakukan
untuk
memperolehnya menjadi tidak etis dan terkadang tidak manusiawi. Transaksi jual beli organ tubuh seakan-akan sudah merupakan hal biasa seperti halnya orang membeli sabun di supermarket. Bahkan di beberapa Negara seperti Cina dan India, cara-cara yang ditempuh sudah menjurus ke arah tindakan kriminal berupa penipuan atau bahkan pembunuhan. Dalam tindak kriminal itu, orang-orang yang menjadi donor organ biasanya adalah narapidana yang akan menjalani hukuman mati. Walaupun organ tubuhnya masih relatif baik, tetapi karena kejahatannya, narapidana itu sudah tidak punya harapan hidup lebih banyak lagi. Di dalam tahanan, mereka diintimidasi atau divonis mengidap
suatu penyakit yang seharusnya menjalani operasi. Padahal, dalam kenyataannya, narapidana tadi sehat-sehat saja. Operasi hanya merupakan dalih para sipir dan dokter penjara, yang bekerja sama untuk mengambil organ tubuh narapidana dan menjualnya pada orang yang membutuhkannya. Biasanya, organ yang dibutuhkan adalah ginjal. Orang-orang miskin, yang membutuhkan sejumlah uang untuk melanjutkan kehidupan pribadi dan keluarganya terkadang mengambil langkah yang fatal. Mereka merelakan organ tubuhnya ditransplantasikan ke tubuh orang lain dengan imbalan sejumlah uang. Yang lebih gila lagi adalah adanya kenyataan bahwa orang-orang bodoh yang tidak tahu apa-apa kadang-kadang menjadi sasaran penipuan para dokter yang tidak memegang kode etik dan kehormatan profesi. Organ-organ tubuh mereka diambil tanpa imbalan sepantasnya untuk kemudian ditransplantasikan ke tubuh orang lain yang membutuhkan organ tersebut dan mau membayar dengan harga yang sangat tinggi. Pendeknya, tingkat ketersediaan organ yang tidak mencukupi kebutuhan telah membuat banyak orang melakukan segala cara untuk menambah jatah hidupnya. Selain itu, ketidak-seimbangan antara jumlah donor (sumber/penyumbang organ) dan jumlah resipien (penerima organ),-karena hanya mengharapkan suplai organ dari orang-orang yang masih hidup-, menyebabkan penerapannya membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama. Bukan hal yang aneh jika pasien/resipien yang menunggu transplantasi organ dari donor meninggal dunia sebelum dilakukan transplantasi. Untuk menghilangkan kendala-kendala itu, banyak ahli telah mencoba menerapkan teknik transplantasi dengan menggunakan organ tubuh binatang. Dari berbagai literatur yang ada, salah satu binatang yang bentuk dan fungsi organ-organ tubuhnya hampir sama dengan manusia adalah babi. Di luar itu, ada simpanse, kera, dan beberapa spesies lain. Sejarah telah mencatat beberapa keberhasilan pada transplantasi dengan organ binatang. Sebagai contoh, harian Japan Times yang terbit di Jepang pada tahun 1995 memberitakan keberhasilan transplantasi katup jantung babi ke tubuh seorang anggota senat di Amerika Serikat. Sang senator tersebut sampai kini masih bertahan hidup. Sebagian orang awam boleh berpendapat bahwa tidak mungkin organ babi akan mampu menggantikan fungsi organ manusia karena pencangkokkan organ manusia ke
manusia saja masih banyak yang gagal. Pendapat itu sebenarnya sama halnya dengan kakek nenek kita yang lima puluh tahun lalu tidak percaya bahwa suatu saat mereka akan mampu menyaksikannya secara langsung lewat siaran televisi dari Indonesia. Saat itu, kakek nenek kita lantang berteriak, mustahil kita bisa bicara langsung dengan rekan kita di belahan dunia lain, sambil menyaksikan seluruh aktivitas tersebut lewat sebuah layar monitor. Atau dalam waktu yang sama mereka mengatakan tidak mungkin manusia akan mampu berjalan di bulan. Tetapi sekarang, hal-hal yang lima puluh tahun lalu dikatakan tidak mungkin, kini bisa diwujudkan. Bahkan dengan langkah-langkah yang terbilang sangat spektakuler. Sebagai peneliti dan pengajar, dosen yang akhirnya pernah menimba ilmu di Australia dan Jepang di bidang babi ini percaya bahwa suatu saat nanti organ babi akan mampu menggantikan organ-organ tubuh manusia, dan bahkan menjadi pilihan utama untuk transplantasi organ. Memang saat ini, organ babi belum bisa dicangkokan secara utuh ke tubuh manusia. Masih banyak kendala teknis dan fisiologis yang belum terpecahkan. Tetapi, dengan semakin berkembangnya teknologi rekayasa genetika, berbagai kendala yang kini dihadapi diharapkan dapat ditepis dengan berjalannya waktu. Bukankah perjalanan ke arah kesempurnaan berbanding lurus dengan berjalannya waktu? Bagi orang-orang di luar Islam, transplantasi organ binatang termasuk babi ke tubuh manusia tentu bukan masalah yang membutuhkan banyak pertimbangan. Tapi bagi umat Islam, hal ini merupakan masalah yang sangat prinsipil. Secara tegas Allah melarang kaum muslimin mengonsumsi daging babi. Oleh karena itu, bahkan di sebagian besar masyarakat sudah berkembang sebuah analogi bahwa apabila dagingnya saja haram dimakan, apalagi organnya ditaruh seumur hidup di dalam tubuh manusia! Kegelisahan semakin berlanjut. Sampai akhirnya di Indonesia, lebih tepatnya di Banjarnegara, terjadi kasus kanibalisme. Manusia makan manusia, yang dilakukan seorang anak manusia bernama Sumanto. Kasus ini memancing perhatian dari hampir seluruh masyarakat Indonesia karena merupakan kasus yang tidak lumrah, sekaligus suatu tindakan yang sangat dilarang di dalam Islam. Jangankan memakan daging sesama manusia (walaupun sudah menjadi mayat), jenasah manusia saja tidak boleh diperlakukan seenaknya. Untuk sebuah ilmu kanuragan yang dipelajarinya, Sumanto
memakan daging manusia itu dalam keadaan mentah atau setelah dibakar. Anehnya, ia melakukan itu tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, sampai akhirn ya kasusnya terungkap. Pengakuan terbaru tentang babi muncul di harian Hamburger Abendblatt yang terbit di Jerman. Armien Meiwes, seorang gay yang menjadi terpidana kasus kanibalisme, mengaku pada harian tersebut bahwa tidak ada perbedaan cita rasa antara daging manusia dengan daging babi. Mungkin. Sekali lagi mungkin, ini merupakan jawaban atas berbagai pertanyaan yang berkecambuk di hati dan pikiran sang dosen tadi. Banyak kemiripan antara ukuran organ-organ tubuhnya, dan lain-lain sangat memungkinkan dilakukannya perubahan pada babi menjadi seolah-olah mirip manusia dalam upaya mensukseskan program transplantasi organ babi ke tubuh manusia. Ini akan dapat terjadi karena adanya teknologi transgenik. Suatu saat nanti, tubuh babi akan dihuni gen-gen manusia agar organ-organ babi yang mengandung gen manusia menjadi mudah ditransplantasikan ke manusia karena organ tersebut tidak ditolak oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) pada manusia. Hal ini dilakukan dengan membuat babi transgenik. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan organ dari babi, semakin banyak dibuat babi transgenik. Lama-kelamaan, melalui perkawinan, babi non-transgenik kawin dengan babi transgenik sehingga anak keturunannya juga membawa gen manusia. Semakin lama akan semakin banyak yang demikian sehingga manusia tidak dapat membedakan babi yang transgenik dan yang bukan transgenik. Padahal babi transgenik tadi membawa gen-gen manusia. Lalu, apa bedanya daging babi dengan daging manusia. Lalu, apa bedanya daging babi dengan daging manusia? Itulah, “mungkin” kata si dosen tadi mengapa sejak awal Allah melarang manusia mengonsumsi daging babi. Sebuah keinginan Allah tentang sesuatu yang akan terjadi pada suatu waktu nanti sudah tersurat dalam Al-Qur‟an yang turun ratusan tahun lalu. Sama halnya ketika para astronom Barat menemukan jutaan benda-benda bertebaran di langit lepas, Al-Qur‟an telah menyebutkannya terlebih dahulu. Inikah satu kebenaran dari firman Allah dalam Al-Qur‟an yang kembali tersingkap? Atau apakah ini hanya sekedar pembenaran bagi argumen sang dosen?
Ketika bank-bank konvensional mulia beroperasi di tanah air puluhan tahun yang lalu, MUI belum pernah memberikan fatwa halal haramnya secara tegas. Padahal institusi ini adalah simbol keterwakilan umat Islam di Indonesia. Kini, ketika bank-bank konvensional sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari layanan di bidang keuangan dan bank-bank yang beroperasi secara syariah baru berkembang setelah kalah langkah puluhan tahun, komisi fatwa dalam salah satu rapatnya menyatakan bahwa bunga bank haram hukumnya. Secara tidak langsung, bukankah ini menjatuhkan vonis bahwa gaji yang diterima para pegawai bank sama dengan uang yang diterima para operator kasino atau rumah bordir? Dosen yang teman kami adalah orang yang sangat awam dalam hukum-hukum agama Islam, apalagi yang berkaitan dengan fatwa halal haram. Dengan segala kerendahan hati, dosen tadi ingin membuka wacana ini, yaitu tentang transplantasi organ babi ke dalam tubuh manusia. Dia berharap agar kejadian kalang kabut dalam kasus Ajinomoto atau fatwa MUI soal bunga bank tidak akan berulang. Jangan sampai ketika sudah banyak orang menjalani transplantasi organ babi ke dalam tubuhnya sebagai hal yang biasa saja, baru muncul fatwa yang memvonis haram. Wacana tersebut kami tuliskan secara lengkap dalam buku ini….
BAB II
TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA KE MANUSIA Pengertian Transplantasi
Kata transplantasi berasal dari bahasa inggris to transplant , yang berarti to move from one place to another . Dalam ilmu kedokteran, transplantasi diartikan sebagai pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain. Pada awalnya „tempat‟ dalam pengertian ini adalah tubuh manusia, tetapi dalam perkembangannya, tempat tersebut bisa berarti tubuh manusia dan atau tubuh binatang. Yang dipindahkan adalah bagian tubuh manusia atau binatang, seperti jaringan dan organ. Jaringan merupakan kumpulan sel (bagian terkecil dari individu) yang sama dan mempunyai fungsi tertentu, misalnya jaringan kornea mata. Organ merupakan kumpulan jaringan dan mempunyai fungsi berbeda sehingga organ merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, misalnya ginjal, jantung, hati, dan sebagainya. Pembagian Transplantasi
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam hal transplantasi yang didasarkan pada beberapa hal. Berdasarkan bagian tubuh yang ditransplantasikan dari satu tempat ke tempat lain, transplantasi bisa dilakukan pada dua bagian tubuh, yaitu transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata dan transplantasi organ
seperti pencangkokan ginjal, jantung, hati, dan sebagainya. Berdasarkan hubungan genetis antara donor (pemberi jaringan atau organ) dan resipien (penerima jaringan atau organ), ada 3 macam transplantasi, yaitu : 1. Autotransplantasi yaitu
transplantasi yang donor maupun resipiennya
merupakan individu yang sama. Yang ditransplantasikan dalam hal ini hanya jaringan saja. Sebagai contoh, bagian pipi yang dioperasi dan dipulihkan kembali bentuknya dapat dilakukan dengan mentransplantasikan daging bagian
pahanya sendiri ke bagian pipi yang dioperasi. Kasus paling popular adalah ketika pembalap Niki Lauda mengalami kecelakaan dalam salah satu kejuaraan balapnya. Ia harus mengalami operasi plastik untuk memulihkan kondisi wajahnya yang rusak akibat kecelakaan. Jaringan kulit pada bagian wajah diperbaiki melalui transplantasi jaringan kulit yang diambil pada bagian pahanya sendiri. 2. Homotransplantasi yaitu transplantasi yang donor dan resipiennya adalah
individu yang sama jenisnya. Yang dimaksud jenis di sini adalah jenis makhluk hidupnya. Misalnya donor dan resipiennya adalah sesama manusia atau sesama sapi atau sesama anjing dan lain sebagainya. Homotransplantasi ini bisa terjadi ketika donor (pemberi organ atau jaringan) dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal. Donor yang sudah meninggal biasa dikenal sebagai cadaver donor . Untuk resipien (penerima organ atau jaringan) tentunya adalah individu yang masih hidup. 3. Heterotransplantasi yaitu transplantasi yang donor dan resipiennya merupakan
dua individu yang berlainan jenisnya. Sebagai contoh, donornya adalah binatang sedangkan resipiennya adalah manusia. Pada kasus autotransplantasi, nyaris tidak pernah ditemukan adanya reaksi penolakan sehingga fungsi jaringan yang ditransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang cukup lama. Ini berbeda halnya dengan homotransplantasi. Pada transplantasi jenis ini, dikenal ada tiga kemungkinan : 1. Apabila donor dan resipien adalah saudara kembar yang berasal dari satu sel telur (kembar identik), maka transplantasi hampir selalu tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil transplantasi pada autotransplantasi. 2.
Apabila donor dan resipien memiliki hubungan kekerabatan misalnya antar saudara kandung atau antar anak dengan orang tua, maka reaksi penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi masih lebih kecil daripada kemungkinan ketiga.
3. Apabila donor dan resipien merupakan dua individu yang tidak memiliki hubungan
kekerabatan
sama
sekali,
maka
transplantasi
hampir
selalu
menyebabkan reaksi penolakan. Namun demikian seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi, tingkat keberhasilan transplantasi pada golongan ini sudah semakin tinggi. Mengapa Transplantasi Dilakukan?
Kegagalan fungsi organ yang berujung pada kematian seseorang merupakan masalah kesehatan masyarakat pada komunitas modern dewasa ini. Jantung yang gagal berfungsi, misalnya merupakan pembunuh utama yang dapat mencapai empat kali lipat dibandingkan dengan kematian akibat HIV-AIDS. Gagal ginjal menyebabkan penderita harus tergantung pada mesin-mesin pencuci darah sepanjang hidupnya. Ketergantungan itu pun harganya sangat mahal. Homotransplantasi (atau sering disebut sebagai
allotransplantasi) atau
pencangkokan organ tubuh diantara sesama manusia memang telah menyelamatkan ribuan penderita kegagalan fungsi jaringan dan organ vital. Sudah begitu banyak kornea mata, ginjal, jantung, sumsum tulang belakang, dan hati yang dinyatakan sehat secara fisiologis dicangkokkan atau ditransplantasikan kepada pasien yang semula sudah tidak memiliki harapan hidup yang lebih panjang. Sejarah panjang keberhasilan transplantasi dimulai sejak tahun 1967. Barnard, seorang dokter bedah jantung berkebangsaan Afrika Selatan, berhasil mencangkok jantung pasien pertamanya dan pasien tersebut mampu bertahan hidup selama 18 hari. Pasien ini kemudian meninggal akibat radang paru-paru. Pasien keduanya ternyata mampu brtahan lebih dari 19 bulan sebelum akhirnya meninggal akibat penolakan pada sistem kekebalan tubuh. Pasien lainnya dilaporkan mampu bertahan lebih dari 20 bulan tanpa indikasi adanya penolakan, meskipun akhirnya meninggal akibat penyakit lain (kanker lambung). Setelah uji coba penerapan transplantasi jantung yang dilakukan Barnard tersebut, sejumlah upaya transplantasi sejenis telah dilakukan disejumlah Negara. Pada awalnya uji coba tersebut mengalami kelesuan karena angka keberhasilan bertahan hidup dari pasien sangat rendah. Sejak akhir 1967 sampai pertengahan 1968, setidaknya telah dilkukan 21 kali uji coba dengan angka keberhasilan hanya 22 persen. Puncak frekuensi uji coba terjadi sepanjang tahun 1968 yang mencapai 105 kali selama satu
tahun. Namun demikian sekitar 65% dari pasien yang mengikuti uji coba meninggal dalam tiga bulan pertama setelah transplantasi. Walaupun dibayangi oleh banyaknya kegagalan transplantasi jantung tersebut, sejumlah pusat pengkajian dan
rumah sakit terkemuka di berbagai negara tetap
konsisten melanjutkan uji cobanya. Dari hasil berbagai riset dan percobaan itu disimpulkan bahwa kegagalan yang terjadi lebih diakibatkan oleh euphoria dan ketergesa-gesaan dalam menerapkan teknik cangkok organ tersebut. Kesiapan teknis yang dibutuhkan terutama dalam mengantisipasi penolakan tubuh resipien atas organ asing tersebut belum sepenuhnya dijalankan. Sejalan dengan peningkatan pengetahuan klinis dan imunologis, kemampuan hidup resipien organ selama satu tahun pascatransplantasi meningkat dari 64% di tahun 1976 menjadi sekitar 85%. Sejumlah resipien telah mampu bertahan hidup diatas s elama lebih dari 20 tahun. Sekitar 45% dari resipien mampu bertahan hidup di atas 10 tahun. Ketika peningkatan keberhasilan transplantasi semakin tinggi, transplantasi jantung masih saja belum bisa secara nyata mengatasi kematian akibat gagal jantung. Resipien masih harus menjalani terapi imunosupresi seumur hidup dan menjalani pemantauan rutin terhadap kemungkinan infeksi, penolakan, dan arte riopati akibat pencangkokan. Sepanjang periode 1990-1995 sekitar 5.000 orang warga negara Amerika Serikat per tahun mendonorkan organ tubuhnya. Organ-organ itu biasanya diambil segera setelah yang bersangkutan dinyatakan meninggal. Di sisi lain, Health Resources and Services Administration lembaga pengelolaan donor organ tubuh di Amerika Serikat, setiap tahun mencatat sekitar 48.000 orang menunggu uluran tangan pendonor untuk menjalani cangkok organ tubuh agar dapat diselamatkan nyawanya. Pada tahun 1996 saja, misalnya, 3.000 orang di Amerika Serikat termasuk dalam daftar tunggu untuk menerima donor ginjal. Oleh karena keterbatasan donor, setiap tahun sekitar separuh dari jumlah penderita tersebut akhirnya meninggal dunia. Melihat fakta di atas, transplantasi organ, jaringan atau sel antar sesama manusia pada saat ini sulit untuk dianggap sebagai suatu solusi terbaik. Jumlah organ donor yang tersedia dirasakan belum mampu mencukupi kebutuhan pasien yang membutuhkan. Di sisi resipien, hanya sejumlah kecil kandidat penerima organ yang memenuhi prasyarat
bagi lancarnya operasi transplantasi yang sangat berat dan membutuhkan kesehatan prima. Hanya sejumlah kecil pasien yang mampu bertahan hidup dengan organ tubuh barunya setelah operasi pencangkokan berlangsung dengan baik. Resiko yang diberikan pascaoperasi dan pertimbangan biaya yang masih sangat mahal juga telah membatasi pemanfaatan teknologi pencangkokan organ antar sesama manusia tersebut. Perbandingan jumlah donor dan resipien yang sangat tidak seimbang membuat adanya “rebutan” organ antar sesama pasien. Ini juga menyebabkan timbulnya jual beli organ secara ilegal serta munculnya tindakan-tindakan lain yang menjurus ke arah kriminalitas atau setidaknya pelanggaran etika. Permasalahan lain yang muncul berkaitan dengan langkanya persediaan donor organ adalah penentuan kriteria bagi seseorang untuk masuk dalam daftar tunggu penerima organ, hak kepemilikan organ, kriteria untuk alokasi pemanfaatan sumberdaya organ, tatacara bedah pada donor sehat sebagai penyumbang organ hidup, jual-beli organ oleh si miskin kepada si kaya, aborsi atau bahkan pembunuhan bayi untuk mendapatkan organ yang berasal dari fetus/bayi dan masih banyak lagi….
BAB III
TRANSPLANTASI ORGAN BINATANG KE MANUSIA
Kelangkaan organ tubuh manusia yang siap ditransplantasikan ke para penderita yang membutuhkannya memaksa para ahli organ donor yang berasal dari binatang. Organ donor yang dicari juga organ tubuh secara langsung seperti jantung, ginjal, hati, dan sumsum tulang, maupun jaringan atau sel-sel tertentu. Transplantasi organ binatang ke tubuh manusia dikenal sebagai xenotransplantasi. Sampai saat ini, transplantasi lintas spesies tersebut menimbulkan pro dan kontra ditinjau dari berbagai aspek kehidupan seperti sains (klinis), social dan bioetika (termasuk agama di dalamnya). Sejarah transplantasi lintas spesies tercatat pertama kali di awal abad 20. Ketika itu pernah dilakukan transplantasi organ ginjal dari jenis binatang satu ke jenis binatang lainnya secara silang pada kelinci, babi, kambing, domba, dan primata. Percobaan tersebut gagal total. Beberapa primata penyebab kegagalan itu telah diidentifikasi, antara lain tidak adanya hubungan genetik di antara binatang tersebut; dan ukuran tubuh berbeda. Sejak itu, tidak pernah dijumpai lagi percobaan transplantasi lintas spesies sampai tahun 1963. Selanjutnya, xenotransplantasi sebagai upaya mencangkokan organ binatang ke manusia pun dimulai, Keith Reemtsma dan kawan-kawan dari Thulane University berhasil melakukan transplantasi ginjal simpase ke sejumlah resipien manusia. Pasien yang sanggup bertahan hidup paling lama adalah seorang wanita yang bekerja sebagai guru. Dengan ginjal simpanse tersebut, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama sekitar sembilan bulan lagi dan dilaporkan meninggal karena penyakit lain; bukan akibat dari reaksi penolakan atau reaksi imunologis. Ahli lain, Thomas Starzl, dari University of Colorado melakukan enam kali transplantasi ginjal baboon ke manusia. Semua pasiennya mampu bertahan hidup sekitar 19-98 hari. Dalam kedua contoh diatas, simpanse dan baboon digunakan karena kedua binatang tersebut memiliki kedekatan genetik dengan manusia (sesama golongan primata). Organ dari dua binatang ini pula
yang pada tahap perkembangan xenotransplantasi selanjutnya digunakan sebagai organ donor. Xenotransplantasi organ jantung pertama kali dilakukan oleh James Hardy dan kawan-kawan dari University of Mississippi Medical Center pada tahun 1964. Mereka melakukan pencangkokan jantung simpase ke manusia. Ukuran jantung simpase itu ternyata terlalu kecil untuk dapat menunjang sistem sirkulasi darah pada pasien (manusia). Akibatnya, jantung itu hanya berfungsi selama 2 jam. Sejak saat itu, xenotransplantasi telah dilakukan delapan kali. Lima kali tindakan dilakukan dengan menggunakan jantung primata (tiga simpase dan dua baboon) dan tiga lainnya menggunakan organ dari ternak (satu domba dan dua babi). Ini adalah langkah awal xenotransplantasi dari organ binatang non primata. Leonard Bailey, seorang dokter spesialis bedah dari Loma Linda University, telah berhasil mengganti jantung Fae (penderita kelainan jantung bawaan sejak kecil) dengan jantung baboon. Dia adalah pasien terlama yang bisa bertahan hidup. Fae mampu bertahan hidup sampai 20 hari setelah operasi. Sebelum melakukan transplantasi jantung baboon pada Fae pada tahun 1984 itu, Bailey dan kawan-kawan sebenarnya juga telah melakukan hal yang sama pada binatang non primata. Organ donor diperoleh dari domba sedangkan resipiennya adalah kambing. Satu ekor kambing resipien lain yang rata-rata bertahan 72 hari. Pada tahun 1992, sebuah tim dari University of Pittsburgh Medical Center telah berhasil pula mencangkokkan hati baboon pada pasien manusia berumur 35 tahun yang sayangnya meninggal segera setelah operasi. Selanjutnya, pada periode 1993-1996 para peneliti dan praktisi dari universitas yang sama melaporkan dua kasus transplantasi hati baboon ke resipien manusia. Pasien pertama mampu bertahan hidup 70 hari sedangkan pasien ke dua bisa bertahan hidup dalam 26 hari. Keberhasilan ini diduga karena penggunaan senyawa imunosupresif khususnya yang mampu mencegah penolakan tubuh atas organ tersebut. Namun penggunaan senyawa tersebut masih membuka peluang infeksi ganda terhadap berbagai kemungkinan infeksi yang membahayakan. Untuk mengatasi kelemahan itu, para peneliti menggunakan agen imunosupresif yang lebih spesifik yang tidak membuka peluang terjadinya infeksi ganda. Pada tahun 1992, Czaplicki dan kawan-kawan mencangkokkan jantung babi kepada seorang penderita sindroma Marfan. Namun demikian, pasien tersebut
meninggal hanya 24 jam setelah dilakukan transplantasi. Yang cukup menarik adalah tidak ditemukannya indikasi yang menunjukkan adanya respons penolakan. Berbeda dengan transplantasi lain yang menggunakan senyawa imunosupresif khusus, Czaplicki memberikan pasiennya suatu larutan ekstrak kelenjar thymus dan serum fetus sapi. Pemberian larutan ini dimaksudkan untuk menghilangkan reaksi antibodi setelah pencangkokkan jantung babi tersebut dilaksanakan. Menekan Respons Penolakan
Sangat jelas bahwa penggantian organ manusia dengan organ binatang membawa konsekuensi penolakan tubuh melalui fenomena imunologis di samping membawa resiko terjadinya infeksi. Pada allotransplantasi jantung, penolakan dan resiko infeksi dapat ditekan dan dicegah dengan pemberian cyclosporine. Ini merupakan bahan yang berfungsi sebagai agen imunosupresif yang ternyata dapat meningkatkan angka
keberhasilan
pencangkokkan
menjadi
lebih
dari
85
persen.
Untuk
xenotransplantasi bahan-bahan yang berfungsi seperti cyclosporine belum ditemukan.
Sistem kekebalan merupakan sistem pertahanan utama tubuh dalam upaya melawan infeksi. Pada kondisi semacam ini sistem kekebalan seolah-olah bertindak sebagai tentara yang terlatih dalam menghancurkan sistem pertahanan musuh, yaitu berbagai makhluk asing yang masuk ke dalam tubuh. Meskipun sistem kekebalan bersifat essensial untuk kehidupan normal, dalam keadaan tertentu, misalnya ketika seseorang memerlukan transplantasi organ, sistem kekebalan itu akan menyerang dan menghancurkan organ yang ditransplantasi tadi. Obat-obat penekan sistem kekebalan seperti cyclosporine memberikan kemungkinan transplantasi dapat berlangsung tanpa ada gangguan dengan cara meniadakan atau membatasi serangan terhadap organ yang ditransplantasikan tersebut. Melihat perkembangan teknologi yang semakin maju, prospek penggunaan organ binatang untuk ditransplantasikan ke manusia menjadi semakin menantang. Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sistem kekebalan tubuh mengenali jaringan yang ditransplantasikannya sebagai benda asing. Sistem kekebalan tubuh dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi sistem kekebalan akan
melindungi tubuh dari infeksi, di sisi lain sistem tersebut dapat menyerang jaringan tubuhnya sendiri. Pada pelaksanaan xenotransplantasi, tubuh manusia diharapkan dapat menerima organ asal binatang tetapi secara bersamaan mampu melindungi tubuh dari ancaman lainnya, seperti penyakit infeksi. Pada kasus transplantasi dari organ manusia ke manusia, resipien diberikan obat-obatan yang dapat menekan kekebalan dalam rangka menekan
proses
penolakan
(rejection).
Pada
kasus
xenotransplantasi,
untuk
memperkecil atau jika perlu meniadakan peran obat-obatan penekan sistem kekebalan, strategi yang dilakukan adalah : 1. Penyisipan gen yang dapat menghentikan reaksi penolakan hiperakut, yaitu respon kekebalan lapis pertama yang akan menyerang organ binatang pada beberapa saat setelah implatansi. 2. Menghilangkan gen yang menandai organ sebagai benda asing dan membuat sistem kekebalan menjadi melemah. 3. Identifikasi berbagai faktor yang mengarah kepada penolakan vaskuler dan sistem kekebalan lapis kedua yang dapat menghancurkan organ yang ditransplantasikan dalam hitungan minggu atau bulan. Ketiga langkah ini efektif dengan memanfaatkan ketersediaan teknologi rekayasa genetika. Teknik Penciptaan Hewan Transgenik
Untuk memindahkan (transfer) gen ke suatu ternak yang akan ditarget menjadi binatang transgenik, satu hal yang harus dilakukan adalah memasukkan gen ke dalam sel benih yaitu ovum, sperma, atau zygote yang baru saja dibuahi. Ini memerlukan teknik tetentu yang dalam pelaksanaannya memanfaatkan berbagai media. Dari waktu ke waktu, teknik memindahkan gen tersebut terus diperbaiki sehingga diperoleh tingkat keberhasilan yang tinggi. Hingga saat ini, beberapa teknik yang digunakan di antaranya melalui retroviral infection, yaitu suatu teknik yang memanfaatkan retrovirus sebagai vektor (kendaraan pembawa DNA asing ke organisme lain). Salah satu contoh yang dapat ditunjukkan di sini adalah keberhasilan Stuhlman
mengintegrasikan sepotong DNA asing ke dalam genom ternak. Sel sperma juga dapat digunakan sebagai vektor untuk memindahkan gen ke organisme lain. Cara ini disebut sebagai gamet transfection. Ini berhasil dilakukan pada mencit, tetapi belum ada laporan lain tentang keberhasilan selanjutnya. Teknik microinjection yang mampu memasukkan sepotong DNA (gen) ke dalam inti sel (ovum) yang baru dibuahi meningkatkan efisiensi dalam
teknologi
transgenik.
Modifikasi
dari
teknik
microinjection
ini
telah
menghasilkan binatang transgenik yaitu sapi, domba, kambing dan babi. Uraian lebih lengkap tentang prinsip dan metode pembuatan ternak transgenik dapat dibaca pada http://www.mail.lycos.com. Walaupun
laporan
hasil
penelitian
tentang
teknologi
transgenik
ini
dipublikasikan dalam ratusan atau bahkan ribuan artikel di jurnal internasional, tingkat keberhasilan menciptakan binatang transgenik masih sangat rendah. Bila dibandingkan dengan investasi yang telah dihabiskan, rasanya teknologi transgenik masih terlalu boros
untuk
saat
ini.
Betsch
(2003)
dalam
tulisannya
pada
http://www.biotech.iastate.edu/biotech-info-series/bio10.html menyatakan bahwa dari seluruh embrio kambing, domba, dan sapi yang dirancang untuk menghasilkan binatang transgenik, hanya kurang dari 5% yang benar-benar menjadi binatang transgenik. Lebih dari 95% sisanya gagal berkembang. Namun demikian, karena keberhasilan dampak positif bagi kesejahteraan manusia, upaya membuat binatang transgenik dengan maksud-maksud yang berorientasi pada pemecahan masalah kesehatan manusia terus dilakukan hingga kini. Salah satunya adalah babi transgenik yang khusus dibuat untuk dimanfaatkan organ tubuhnya dalam xenotransplantasi.
BAB IV
TRANSPLANTASI ORGAN BABI KE MANUSIA
Jim Finn adalah pria setengah baya berkebangsaan Amerika. Ia tinggal di Newport, Rhode Island. Usianya sekarang sudah lebih dari lima puluh tahun. Ia terbiasa mengendarai mobil sportnya, Trumph TR 7, dengan kecepatan di atas 80 km per jam. Padahal, dua tahun lalu ia hanya bisa tergolek di atas tempat tidur karena Parkinson yang menggoroti tubuhnya selama dua puluh tahun. Ketahanan tubuhnya menurun secara perlahan. Sepanjang waktu itu pula, ia kehilangan banyak sel otaknya. Waktu menangani penyakit yang dideritanya Jim Finn kala itu, para dokter sudah angkat tangan. Namun demikian, mereka masih berusaha untuk memulihkan kondisi Jim dan keluarganya, para dokter sepakat untuk menyuntikkan sel yang berasal dari otak babi. Mereka menyuntik 12 juta sel otak babi secara bertahap untuk menggantikan sel-sel otak Jim yang sudah rusak. Ajaib! Secara berangsur kondisi Jim membaik. Dalam waktu enam bulan, ia sudah kembali pada kondisi fisik semula, seperti sebelum didera Parkinson. Kesembuhan menjadi salah satu topik debat yang cukup hangat di kalangan medis di Amerika Serikat. Di saat kebutuhan manusia akan transplantasi organ semakin meningkat, dan di sisi lain jumlah donor organ dari manusia atau dari primata lain tidak bisa ditingkatkan secara signifikan, para ahli medis masih terus mencari berbagai alternatif pengganti. Dan salah satu binatang yang dilirik adalah babi. Sama halnya dengan manusia, babi adalah binatang monograstrik (berperut tunggal). Beberapa organ tubuhnya menyerupai organ tubuh manusia. Harian Japan Times yang terbit di Jepang pada tahun 1995 memberitakan keberhasilan transplantasi katup jantung babi ke tubuh seorang anggota senat Amerika Serikat. Sang senator sampai kini masih tertahan hidup. Penggunaan katup jantung babi sebagai pengganti katup jantung manusia yang tidak berfungsi menjadi rutin di Amerika
Serikat. Keberhasilan ini tentu menyulut semangat para peneliti untuk melanjutkan penelitiannya dalam hal transplantasi organ babi ke manusia. Pilihan babi sebagai sumber organ donor bukanlah merupakan pilihan yang asal jadi. Banyak pertimbangan yang digunakan sebagai landasan yang cukup kuat dalam menentukan pilihan pada binatang tersebut. Organ babi, berdasarkan fakta ilmiah yang ada, memiliki kemiripan dengan organ manusia. Beberapa organ tubuhnya memiliki bentuk dan ukuran yang serupa dengan manusia. Bentuk dan ukuran hati babi hampir sama dengan hati manusia. Ukuran dan fungsi-fungsinya nyaris identik. Didasarkan pada tingkat ketersediaannya, organ dari babi jauh lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan organ yang berasal dari manusia atau primata lainnya. Secara kuantitas, tentunya donor organ dari babi jauh lebih banyak daripada donor organ yang berasal dari manusia atau primata lainnya. Donor organ dari manusia biasanya baru bisa diperoleh setelah manusia yang akan menjadi donor meninggal. Pengecualian hanya pada organ-organ tertentu, seperti ginjal. Pengambilan salah satu ginjal dari dua buah yang dimiliki manusia dapat dilakukan ketika manusia masih hidup. Banyak operasi yang berhasil memindahkan satu buah ginjal ke tubuh resipien, sementara ginjal pasangannya tetap berada di tubuh donor yang masih hidup. Di luar itu, umumnya organ manusia diambil dari mayat atau cadaver. Pengambilan organ dari primata non manusia berbeda dengan pengambilan organ dari manusia. Organ dari binatang simpase dan baboon dapat diambil dan dipindahkan ke tubuh manusia ketika binatang-binatang ini masih hidup. Akibatnya, untuk menjadi donor organ, binatang-binatang ini harus dibunuh atau dikorbankan. Padahal, organ yang dibutuhkan hanya satu atau dua organ saja. Jadi, binatang yang sudah langka jumlahnya ini akan semakin banyak yang harus dibunuh untuk menyediakan organ tubuhnya sebagai donor. Hal ini menjadi sumber protes dari banyak organisasi penyayang binatang atau para pemerhati konservasi alam. Dengan daya reproduksinya yang juga rendah, kepunahan binatang ini tinggal menunggu waktu saja bila selalu dibunuh untuk diambil organ tubuhnya. Lain lagi dengan babi. Teknologi budidayanya sangat mudah dan tiada masalah lagi dalam hal pemeliharaannya. Tingkat reproduksinya juga sangat tinggi. Seekor babi
bisa bunting dan beranak setelah berumur satu tahun, bahkan kurang dari satu tahun. Anak yang dihasilkan bisa mencapai 12 ekor bahkan ada yang sampai 18 ekor per kelahiran. Jarak waktu beranak juga pendek karena dalam jangka waktu dua tahun bisa beranak lima kali. Dengan demikian, tidak ada kekhawatiran akan punahnya babi dan penyediaan organ dari babi menjadi sangat dijamin keberlanjutannya. Pengambilan organ dari babi juga tidak akan banyak menghadapi masalah, karena orang sudah biasa menyembelih babi untuk keperluan pangan. Konsekuensinya adalah biaya pelaksanaan xenotransplantasi dari organ babi tentunya akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan transplantasi yang menggunakan organ manusia atau organ primata lainnya. Untuk meningkatkan keberhasilan xenotransplantasi dari organ babi ke tubuh manusia, saat ini banyak dilakukan pengembangan babi transgenik melalui teknologi rekayasa genetika. Gen-gen asal manusia akan dipindahkan ke babi dengan harapan agar organ babi dapat dikenali oleh sistem imun (kekebalan) tubuh manusia sebagai organ manusia. Dengan demikian, reaksi penolakan tubuh manusia terhadap masuknya organ babi transgenik tersebut menjadi tidak ada. Bukan tidak mungkin bahwa suatu saat
nanti
akan
ditemukan
populasi
babi
transgenik
yang
tujuan
utama
pengembangannya adalah untuk digunakan sebagai donor organ bagi manusia yang membutuhkan. Di
Amerika
sana,
sudah
ada
sebuah
perusahan
bioteknologi
yang
mengembangkan babi transgenik yang bertujuan untuk menjadi pabrik organ bagi manusia. Suatu saat, manusia tidak akan lagi mengakali manusia lain untuk memperoleh organ tubuh yang dibutuhkan untuk memperpanjang hidupnya. Tidak akan terjadi lagi jual beli organ yang dilakukan secara tidak etis. Tidak ada lagi orang miskin yang terpaksa menjual salah satu organ tubuhnya untuk sejumlah uang. Mayat-mayat manusia tidak perlu „disakiti‟ jasadnya karena organ-organ tubuhnya diantri oleh banyak orang. Memang xenotransplantasi organ yang berasal dari babi belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Teknologinya masih terus menerus dikembangkan. Penelitian demi penelitian masih terus dilaksanakan dengan arah yang sudah cukup jelas. Dalam waktu
yang tidak lama, teknologinya diharapkan sudah bisa dilengkapi dan dinyatakan aman untuk manusia. Mimpi? Mungkin saja ini mimpi! Tapi yang perlu diingat bahwa hampir semua temuan teknologi diawali dengan sebuah mimpi. Sebuah produk bernama walkman bisa meledak penjualannya karena mimpi seorang Konosuke Matsushita. Waktu dia ingin menghasilkan sebuah produk elektonik berupa radio dan tape yang berukuran kecil dan bisa didengarkan seseorang tanpa harus mengganggu orang lain. Banyak orang melecehkan mimpi itu. Sebagian lagi menyebutnya gila. Matsushita terus menerus memelihara mimpinya sambil mencoba untuk mewujudkannya. Akhirnya walkman Sony merupakan salah satu produk yang semakin hari semakin menambah tebal saldo rekeningnya. Mimpi serupa itu pula yang ada di benak Thomas Alva Edison puluhan tahun sebelumnya. Padahal di sekolah umum, ia sempat dit olak oleh banyak guru yang merasa tidak mampu mengajarnya dengan anggapan bahwa Thomas memiliki intelegensia di bawah rata-rata. Ia pun dikembalikan kepada orang tuanya karena para guru itu merasa tak sanggup mengajarnya. Minat yang besar pada dunia elektonika dan kekuatan hati orang tuanya dalam membimbing telah menjungkir-balikkan anggapan itu. Ribuan kali percobaan dilakukannya sampai akhirnya ia mengusai ratusan paten dalam bidang kelistrikan yang sampai kini royaltinya dinikmati oleh anak cucunya. Bagi masyarakat non muslim, transplantasi organ babi ke manusia bukan masalah serius. Sejauh tidak membahayakan jiwa manusia atau tidak menimbulkan ekses yang buruk bagi tubuh atau organ lainnya, transplantasi itu bisa saja dilakukan. Masalahnya adalah apabila transplantasi itu dilakukan terhadap resipien yang beragama Islam. Pada masyarakat muslim sudah tertanam pendapat yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang berasal dari babi diharamkan. Dagingnya sama sekali tidak boleh dimakan. Menyentuh bagian-bagian tubuh babi dianggap menyentuh najis, dan untuk membersihkannya, seorang muslim harus membasuh bekas sentuhannya dengan tujuh kali siraman air, dan salah satunya dengan tanah. Jadi bisa dibayangkan apabila bagian tubuh binatang yang dianggap kotor dan menjijikkan itu diletakkan di dalam tubuhnya sepanjang hidup.
Justru hal ini merupakan tantangan bagi umat Islam. Kita semua diberi akal. Secara jelas difirmankan bahwa Allah melarang umatnya memakan daging babi. Tetapi, justru Allah memberi kemudahan hidup terhadap hewan ini dengan daya reproduksinya yang sangat tinggi. Dalam setahun seekor induk babi bisa menghasilkan 25 ekor genjik (anak babi) dengan berat rata-rata 90 kg. Jika 50% berat hidupnya adalah daging, maka Allah menyediakan daging sebanyak 1.125 kg (lebih dari satu ton) per tahun hanya dari seekor induk babi. Akan tetapi, Allah melarang memakan daging tersebut untuk seluruh umatnya. Jadi, untuk apa hewan babi ini diciptakan kalau daging melimpah yang dihasilkannya justru dilarang untuk dimakan? Dari perkembangan teknologi xenotransplantasi dan teknologi rekayasa genetik sampai sejauh ini, muncul dugaan, jangan-jangan babi memang diberi tugas di dunia untuk menyediakan organ bagi manusia yang membutuhkannya. Dengan demikian, manusia yang memiliki organ kurang berfungsi atau mengalami kerusakan organ dapat menggunakan organ babi, sehingga manusia dapat menikmati kehidupan di dunia secara baik dan lebih lama. Adapun daging babi dilarang untuk dimakan karena daging babi transgenik yang telah banyak mengandung gen manusia akan menyerupai daging manusia. Akan sangat bahaya apabila manusia memakan daging manusia atau memakan daging yang menyerupai daging manusia.
BAB V
BABI SEBAGAI BAHAN OBAT
Rupanya, pemanfaatan organ babi untuk berbagai keperluan kesehatan manusia telah banyak digunakan sejak berabad-abad yang lalu. Tidak hanya organ-organ penting seperti jantung, ginjal atau hati, dan lain-lain yang digunakan dalam teknologi xenotransplantasi yang masih dalam taraf pengembangan, tetapi banyak bagian tubuh lain yang juga bermanfaat bagi manusia. Selama ratusan tahun, dunia pengobatan didominasi oleh para ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd atau dari generasi berikutnya seperti Al-Daramiy dan Zakaria bin Nuhammad Al-Qazwiny. Ilmuwan yang disebut terakhir bahkan menulis sebuah risalah berjudul “Aja‟ibul Makhluqat Wal Hayawanat Wa Ghara‟ibul Maujudat”. Di dalam risalah ini, ia menyebutkan banyak manfaat bagian-bagian tubuh babi untuk pengobatan berbagai penyakit ataupun untuk beberapa kegunaan lain. Memang tidak disebutkan bahwa para ilmuwan muslim menggunakan babi atau bagian tubuh babi sebagai obat bagi kaum muslimin, tetapi setidaknya, mereka sudah mengadakan berbagai penelitian bahan-bahan obat dari organ tubuh babi. Al-Qazwiny antara lain menyebutkan beberapa kegunaan organ ataupun bagian bagian tubuh babi : 1. Taring Babi a. Minyak kelapa yang digunakan untuk merendam taring babi selama lebih dari satu minggu dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan rambut dan mencegah tumbuhnya uban jika dioleskan pada kulit kepala atau bagian tubuh lain yang ditumbuhi bulu. b. Minyak kelapa tersebut juga digunakan untuk menyembuhkan penyakit wasir atau ambeien jika dioleskan pada bagian tubuh yang sakit.
2. Daging babi a. Burung elang yang kurus akan cepat gemuk jika diberi makan daging babi yang sudah dicampur minyak kenari b. Daging babi berguna sebagai obat penawar bisa pada orang yang dipanggut ular atau disengat kalajengking. 3. Lemak babi a. Penebalan dan pengerasan pada kulit (kapalan) bisa halus dan lunak kembali jika secara rutin diolesi lemak babi b. Lemak babi yang dicampur dengan kotoran sapi dan biji rami bisa menyembuhkan bisul atau gondongan jika dibalurkan pada bagian tubuh yang sakit c. Lemak babi bisa menyembuhkan penyakit wasir atau ambeien. 4. Kotoran dan urine babi a. Kotoran babi bisa digunakan sebagai pupuk yang berkhasiat untuk memberi warna merah pada buah apel b. Urine babi dicampur air perasan anggur, jika diminum secara rutin, bisa menghancurkan batu ginjal atau kandung kemih c. Air seni yang digunakan untuk merendam taring babi selama beberapa hari, bisa menyembuhkan penyakit ayan yang diderita seseorang. 5. Tulang babi a. Serbuk tulang babi bisa membantu menyambungkan kembali tulang manusia yang patah b. Tulang tungkai babi, jika dibakar sehingga menjadi abu dan abunya diminum, bisa menyembuhkan penyakit maag yang menahun c. Kulit belang juga bisa hilang dengan mengoleskan serbuk tulang tungkai babi yang sudah dicampur minyak kelapa 6. Hati babi a. Hati babi berguna sebagai penawar racun bisa ular atau binatang berbisa lainnya b. Bubuk hati babi yang dicampur air dan minum secara rutin dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit lumpuh karena stroke atau radang usus.
BAB VI
BABI YANG SAYA KENAL Oleh: D.T.H Sihombing Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Babi adalah salah satu ternak paling prolifik (cepat tumbuh dan cepat berkembangbiak) di antara hewan ternak yang dikenal hingga kini. Tahun 1975 Amerika Serikat merencanakan bahwa pada tahun 2000 seekor induk babi akan menghasilkan 28 anak setiap tahun. Pada saat itu tidak diketahui oleh AS bahwa di negara Cina, jenis babi Erhualin, Meishan, fengjing dan lain-lain biasa melahirkan anak rata-rata 18 ekor anak setiap kelahiran sehingga dalam dua tahun dapat dihasilkan 80 ekor anak babi dari seekor induk (rata-rata seekor induk babi beranak 5 kali dalam dua tahun). Memang hubungan diplomatik As dengan Cina baru terjadi pada tahun 1979 sehingga apa yang berlangsung di Cina mungkin kurang diketahui. Saya sendiri yang berkunjung ke negara Cina pada 1990 tercengang melihat seekor induk babi yang baru melahirkan 20 ekor anak. Babi memang salah satu ternak multiguna bagi manusia, yakni dapat sebagai sumber daging, lemak, kulit, tulang, bahan farmasi dan obat, binatang penelitian, serta binatang percobaan. Namun, ada yang menganggap bahwa babi sebagai binatang kotor, karena binatang ini terlihat lahap sewaktu menyantap makanannya. Kesannya tampak rakus dengan segala jenis makanan, padahal ia adalah binatang yang bersih bila dipelihara dengan baik. Binatang ini termasuk golongan omnivora, yaitu pemakan semua bahan makanan kecuali racun. Makhluk yang tergolong omnivora antara lain
babi, unggas (ayam, burung), dan primata (manusia, kera). Pada umumnya, jenis makanannya sama. Babi menyandang sebutan yang salah kaprah dan cenderung dikesankan negatif. Seorang yang menunjukan sikap jengkel akan mencerca dengan menyebut „hei babi!‟ dan jarang dengan cercaan : „hei perkutut, atau hei kerbau‟! Itulah sebabnya pada salah satu Annual anniversary di California beberapa tahun lalu, babi sengaja ditonjolkan sebagai simbol perayaan tersebut dan gambar babi dipajang paling depan dalam arak-arakan. Ini dimaksudkan untuk menghilangkan image negatif dari babi dan mengembalikan penghargaan pada babi. Peranannya dari dulu memang sangat signifikan bagi kemanusiaan, apalagi masa kini. Tidak ada binatang lain selain babi yang diketahui paling dekat dengan manusia dilihat dari ukuran bobot tubuh, sistem organ tubuh, pencernaan dan kekebalannya. Sejak tahun 1990-an banyak penelitian biomedis dan berbagai bidang lain dilakukan manusia dengan menggunakan babi sebagai bahan percobaan. Allah telah memberi mandat kepada manusia untuk memanfaatkannya dengan bijak, penuh hikmat dan akal budi bagi umat manusia yang memuliakan-Nya. …….Berfirmanlah Allah : “ Baiklah kita menjadikan manusia menurut gamba r dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kejadian 1:26) ……Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka : “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:28).
Pada tahun 1980, saya dan serombongan tim peneliti Jepang melakukan survei atau penelitian lapangan selama enam bulan untuk mencari spesies babi paling kecil seukuran bobot manusia di antara jenis-jenis babi Indonesia. Tim kami meneliti di daerah Sumatera Utara, pulau Bali, dan Tana Toraja (Sulawesi Selatan). Diceritakan oleh peneliti Jepang bahwa babi tersebut akan dicalonkan sebagai binatang percobaan ke pesawat ruang angkasa Amerika Serikat menggantikan manusia. Namun, agaknya babi tersebut tidak masuk nominasi untuk diterbangkan. Yang diterbangkan ke ruang angkasa tetap manusia, termasuk seorang guru wanita yang menjadi korban kegagalan pesawat mencapai ruang angkasa tersebut.
Dalam laporannya, para peneliti Jepang menyatakan bahwa dari semua jenis babi yang ada di lima benua, salah satu babi mini terdapat di Indonesia yakni babi Toraja (babi tator) yang merupakan salah satu tipe babi kecil (mini pig atau miniatur pig) di dunia. Babi mini ini mempunyai tinggi pundak (dewasa) sekitar 45 cm, panjang tubuh 71 cm, kepala pendek sekitar 36 cm, telinga tegak dan pendek sekitar 10-12 cm, lingkar dada 70-74cm, panjang ekor 17-18 cm, dan jumlah puting susu rata-rata 10. Babi mini (tipe kecil) cocok digunakan untuk berbagai penelitian bidang biologis, termasuk penelitian biomedis. Pada waktu itu, tim peneliti selalu ditertawakan oleh penduduk setempat ketika mereka melihat babi diukur-ukur dengan pita meteran, seolah-olah mirip „tukang jahit‟. Laporan Penelitian tersebut juga disampaikan juga ke LIPI. Sejak tahun 1970-an beberapa perguruan tinggi maupun lembaga penelitian di negara maju telah mengembangkan „mini pig‟ atau „miniatur pig‟ khusus untuk berbagai tujuan penelitian dan penelitian biomedis. „Mini pig‟ ini lebih bermanfaat karena sistem pernapasan (paru), kardiak (jantung), pergeligian, dan perkembangan otak prenatalnya mendekati atau mirip seperti pada manusia. Diperkirakan bahwa mini pig lebih ideal digunakan untuk meneliti ketuaan dan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Telah menjadi fakta bahwa ada sebagian manusia yang dilarang memakan daging babi, misalnya umat Islam. Namun bukan hanya umat Islam saja yang mengharamkan makan daging babi. Umat israel (Yuda-Yehuda-Yahudi) juga mengharamkan
daging
babi,
dan
sebagian
umat
Kristen
masih
ada
yang
mengharamkannya. Adat, hukum, aturan, dan peraturan Yahudi mengharamkan babi, dan hal itu tertukis dalam kitab Perjanjian Lama. ……..’Demikian juga babi, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram i tu bagimu’ (Imamat 11 : 7).
Kristus lahir dan dilahirkan dari kaum Yahudi sendiri. Ia memperbaharui adat dan hukum Yahudi, tetapi hingga kini tidak atau belum diterima kaum Yahudi sehingga pengikut Kristus dari kaum Yahudi hanya sedikit. Umat Kristen lainnya sejak pembaharuan itu memakan daging babi dan tidak mengharamkannya. Kaum Yahudi hingga kini mengharamkan daging babi, kecuali mereka yang sudah mengakui atau pengikut Kristus.
Soal mengharamkan daging babi, itu sama halnya dengan beberapa kaum yang mengharamkan daging unta. Memang hanya kalangan terbatas yang mengharamkan makan daging unta, antara lain penduduk atau umat manusia pemeluk agama Kristen di Ethiopia, Hindu di India, Kristen Koptis di Mesir, Mandea di Irak dan Iran, Nosaiori di Syria dan Zoroastria di Iran. Dengan berkembangnya pengetahuan tentang bioteknologi sejak tahun 1970an, kini diketahui bahwa susunan DNA ( deoxyribonucleic acid ) manusia paling dekat (mirip) dengan susunan DNA babi dan cacing tanah. Siapa tahu, nanti, peran dan manfaat cacing tanah bagi manusia makin meningkat lagi. Seperti telah disebutkan di bagian depan, manfaat babi bagi manusia cukup banyak. Daging adalah hasil utama. Selain itu, berbagai by product bisa digunakan sebagai bahan farmasi, pupuk, dan kegunaan lainnya. Paling tidak ada 39 macam bahan farmasi yang sejak lama dihasilkan dari babi yang bernilai tinggi bagi manusia. Rumah potong hewan (RPH) berkapasitas besar, seperti di Chicago, Beijing, Nanjing, adalah sumber organ-organ tubuh babi yang bisa diolah menjadi bahan farmasi. Banyak insulin heparin, dan cortisone yang digunakan para medis setiap hari di dunia ini, ternyata berasal dari binatang, antara lain dari babi. Sebagai gambaran, berikut ini dipaparkan bagian-bagian tubuh babi yang menghasilkan berbagai bahan untuk menolong dan menyelamatkan manusia dari ancaman maut. Bagian tubuh Darah Hati Jantung Kelenjar anak ginjal
Kantong empedu Kelenjar pancreas Kelenjar pineal Kelenjar pituitary
Kelenjar tiroid Kulit Limpa
Hasil Fibrin darah, fetal pig plasma, plasmin Hati dessicated Klep jantung (heart valves) Corticosteroids, cortisone, epinephrine, norepinephrine Asam chenodeoxycholic Insulin, glucagon, lipase, pancreatin, trypsin, chymotrypsin Melatonin ACTH (adrenocorticotropic hormon) , ADH (antidiuretic hormon), oxytocin, prolactine, TSH (thyroid stimulating hormon) Thyroxin, calcitonin, thyrogloblin Sumber porcine burn dressing gelatin Cairan limpa (splenin fluid)
Otak Ovaria Usus halus/intestines
Kolesterol, hypothalamus Estrogen, progesterone, relaxin Enterogastrone, heparin, secretin
Klep jantung babi, terutama dari babi muda hingga umur potong (umur 3-7 bulan), adalah salah satu bagian yang sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh pasien yang mengalami gangguan jantung. Sejak operasi pertama dilaksanakan pada tahun 1971, lebih dari 35.000 klep jantung babi telah ditransplantasikan pada manusia, baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Hanya, karena klep yang ditransplantasikan tidak bertumbuh-kembang, pada pasien anak-anak perlu diperbaharui atau dilaksanakan transplantasi ulang dengan klep jantung yang baru seiring dengan bertambahnya umur pasien anak tersebut. Heparin dapat dikatakan sebagai bahan farmasi yang esensial bagi manusia dan hampir seluruhya dapat diperoleh dan diisolasi dari ternak babi sebelum ditemukan bahan sintetik. Sejak dahulu heparin sangat dibutuhkan sebagai antikoagulan dalam pembedahan dan transplantasi organ tubuh. Insulin yang dihasilkan dari kelenjar pankreas digunakan untuk menolong para penderita diabetes. Di Amerika Serikat, sebagai contoh, sekitar lima juta orang terserang diabetes; penyakit yang sangat berbahaya karena dapat mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh lain. Tahun 1970-an sekitar 60.000 babi menghasilkan setengah kilogram insulin murni, yang cukup untuk mengobati 750-1.000 pasien diabetes per tahun. Artinya, produksi 85 juta ekor babi potong di Amerika Serikat setiap tahun menjadi sumber sekitar 635 kg insulin, yang dapat mengobati 1,25 juta jiwa yang memperoleh suntikan insulin setiap hari untuk mempertahankan hidup. Di Jakarta, bila babi yang dipotong di RPH Kapuk berjumlah sekitar 1.000 ekor per hari diambil insulinnya, akan didapat sekitar 133 gram per hari. Faktanya, insulin asal babi sangat cocok bagi manusia, karena struktur kimianya sangat mirip dengan insulin manusia. Bila menggunakan insulin dari sumber lain, sekitar lima persen pasien mengalami alergi. Seorang pakar pengolahan kulit dari Yogyakarta mengatakan bahwa tidak ada kulit hewan lain yang dapat mengimbangi kelemasan kulit babi untuk jaket militer dan
pengendara sepeda motor. Lagi pula, dari satu lembaran kulit dapat dibelah lagi menja di empat sampai lima lembar lapisan. Pada awalnya, binatang „haram‟ ini sangat digemari di negara-negara berpenduduk non muslim. Kini, meski mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam, ternyata ekspor ternak boleh dikatakan hanya dari babi, dan itu berarti menambah devisa negara. Setiap hari sekitar 1.000 ekor babi per hari diekspor ke Singapura dari Pulau Bulan (tetangga Pulau Batam). Tahun ini Singapura meminta 4.000 ekor babi per hari karena impor dari Malaysia dan Thailand dihindari (mungkin alasan penyakit), namun Indonesia belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Saya menggeluti bidang ternak babi sejak tahun 1960 dan mengajarkan ilmu ternak babi di perguruan tinggi lebih dari 40 tahun. Saya selalu menekankan kepada mahasiswa bahwa ilmu ternak babi tidak dapat diterima oleh semua orang, dan oleh karena
itu
mereka
harus
hati-hati
dalam
menyampaikannya.
Jangan
sampai
menyinggung perasaan sesama manusia, terlebih di kawasan negara-negara Asia Selatan hingga benua Afrika. Ada sebagian kecil mahasiswa muslim atau dosen muslim yang mengemukakan bahwa ilmu itu netral, sedangkan yang diharamkan dari babi hanya dagingnya. Hal itu terserah pada yang berpendapat demikian, sebab selama ini saudarasaudara pemeluk Islam yang meminta dibimbing dalam penelitian babi dan sudah tamat dari perguruan tinggi sudah mencapai 10 orang S1, seorang S2, dan seorang S3. Sejak berdirinya IPB tahun 1963 hingga tahun 1980, semua mahasiswa Fakultas Peternakan wajib mengikuti kuliah Ilmu Ternak Babi. Namun, belakangan mata kuliah tersebut diubah sebagai mata kuliah pilihan bebas hingga kini. Nama bagian Ternak Babi diubah menjadi Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan. Padahal, sebagaimana diuraikan di atas potensi pengembangan babi sangat besar. Saya tidak berkompeten menafsirkan haram dan halal memakan daging babi seperti contoh aliran agama yang disebut di bagian depan, karena hal itu berkaitan erat dengan iman dan kepercayaan seseorang. Yang mengherankan saya adalah mengapa terdapat peternak babi di pinggir kota Kairo oleh sebagian kecil penduduk? Hingga kini peternakan ayam broiler dan babi dianggap sebagai industri ternak yang paling menguntungkan di Indonesia. Contoh peternakan babi yang dikembangkan
oleh rakyat atau petani sendiri mungkin hanya ada di Desa Reco, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo. Kisahnya juga cukup menarik, karena teknologi beternaknya dikembangkan petani sendiri secara turun temurun. Tahun 1959 Desa Reco mengalami bahaya kelaparan akibat gagal panen. Pamong desa memunculkan pendapat agar rakyat beternak, dan kemudian dapat direalisasi atas inisiatif dokter hewan Karesidenan yang memberikan bantuan 4 ekor babi (seekor pejantan, tiga ekor betina), 11 ekor sapi perah jenis FH ( Friesian Holstein), 8 ekor kelinci, dan 26 ekor ayam ras dengan sistem gaduhan dan menggunakan kandang berserasah. Pendek cerita, tahun 1961, datang surat pamong Desa di Bogor dan Dekan FKH meminta saya menanggapi surat tersebut. Dalam surat itu diterangkan bahwa selama dua tahun mengembangkan empat jenis ternak, hanya babi yang berhasil dan sangat memberi harapan selanjutnya. Saya tidak pergi mengunjungi peternak ke Desa Reco, tetapi hanya memberi saran tertulis singkat. Tahun 1986 saya meminta seorang mahasiswa S3 pergi mel ihat bagaimana nasib peternakan yang sudah lama (sekitar 15 tahun) tidak ada kabarnya. Mahasiswa tersebut mengatakan bahwa peternakan babi berkembang di beberapa desa dan malah sudah menjangkau lima kecamatan. Akhirnya mahasiswa tadi meneliti perkembangan dan menulis disertasinya tentang peternakan babi rakyat dengan pemeliharaan di kandang berserasah. Jumlah peternak yang menjadi sampel penelitian adalah 864 keluarga. Dua tahun lalu, Juni 2002, saya bersama mahasiswa pascasarjana IPB berkunjung ke Desa Reco. Sebagaimana disimpulkan dalam disertasi mahasiswa S3 tadi, hasil utama yang diambil dari usaha beternak babi adalah pupuk organik (kompos) untuk tanaman tembakau. Makanan untuk babi pemeliharaannya murah dan berkesan ala kadarnya, kandang sangat sederhana yang dibuat dari bahan lokal. Faktanya, babi mereka sehat, lingkungan tidak tercemar bau, dan hasilnya pun sangat menguntungkan. Uniknya, petani peternakannya 98,4% pemeluk Islam. Mereka tidak makan daging babi, tetapi mengambil pupuknya sebagai hasil utama. Babi dibeli pedagang sebagai sumber pendapatan nomor dua. Tanaman tembakau tetap baik oleh pupuk organik, kondisi lahan diperbaiki dari lingkungan terpelihara baik.
Tenaga kerja yang terlibat dalam memelihara babi adalah para anggota keluarga, yaitu ibu, bapak maupun anak-anak. Bila si ibu atau si bapak menyiangi kebun tembakau, semua gulma yang diperoleh dibawa dan dimasukkan ke dalam kandang sebagai sumber makanan dan sumber kompos. Ampas tahu ditambah sedikit dedak dan air abu (petani menyebut „air kotor berdebu‟) sebagai apa yang disebut „ransum modern‟ oleh petani-peternak. Teknologi petani itulah yang perlu ditingkatkan karena sudah terbukti meningkatkan pendapatan masyarakat ban yak. Sungguh berlimpah anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia. Sayangnya, sampai kini kita masih belum mampu memanfaatkanya secara optimal. Alamnya kaya tetapi penduduknya masih miskin. Semoga insan-insan Indonesia terbangun dari tidurnya untuk bekerja keras dan tekun meraih kesejahteraan rakyat banyak. Semua bahan telah disediakan oleh-Nya. Dalam bekerja dan mengembangkan ilmu ternak babi selama ini, dan semoga seterusnya, pegangan hidup saya, sesuai dengan keyakinan agama saya adalah seperti yang tertulis dalam Bible : …..kepada manusia Ia berfirman : Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi (Ayub 28:28).
Babi tersanjung, manusia terhina Oleh: Rachmawati Siswadi, Fakultas Peternakan Unsoed, Presiden Asosiasi Monogastrik Indonesia
Pada saat saya masih duduk di tingkat sarjana pada fakultas peternakan di salah satu universitas di negeri ini, saya harus melaksanakan kerja praktek sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana peternakan selain menulis skripsi. Ada dua macam tempat untuk melaksanakan kerja praktek yaitu perusahaan dan peternakan rakyat (tradisional). Untuk kerja praktek di peternakan rakyat, saya mengambil lokasi di Kecamatan Baturraden untuk mempelajari pemeliharaan ternak domba. Untuk praktek di perusahaan, saya melaksanakannya di peternakan B2 milik pemerintah. B2 adalah sebutan untuk babi oleh orang Medan. Di perusahaan tersebut, B2 terdapat dalam berbagai usia atau fase pertumbuhan (mulai dari B2 baru lahir sampai B2 yang sedang menyusui). Dalam kerja praktek ini saya mengamati pertumbuhan pada anak B2, atau dalam bahasa jawa biasa disebut genjik , yang baru lahir sampai berumur dua bulan.
Tingkah laku yang ditunjukkan B2 sejak baru lahir sampai berumur dua bulan selama pengamatan memberikan pengalaman yang lucu, menjengkelkan, sampai menemukan kiat menurunkan berat badan bagi orang-orang gemuk yang subur. Pada genjik yang baru lahir, penimbangan berat badan tidak sulit dilakukan karena gerakan genjik masih lamban dan tubuhnya berukuran kecil sehingga mudah ditangkap serta mudah dikendalikan. Ditambah bentuk hidungnya yang tampak unik, suara bercuit-cuit ramai sekali, genjik kecil tampak sangat lucu dan menggemaskan. Pada saat B2 mencapai umur sekitar dua minggu, telinga saya mulai sangat terganggu karena teriakannya yang melengking begitu tinggi dan terasa menyayat hati saat saya mengambilnya dari kandang induk untuk ditimbang. Walaupun berat badan mulai membesar, pada fase ini gerakan B2 masih belum terlalu gesit. Ketika umur B2 lebih dari satu bulan, mereka terkesan berada pada situasi yang menyenangkan karena di dalam kandang mereka selalu berlarian dan saling berkejaran. Ini membuat saya mulai mengalami kesulitan untuk menangkapnya. Setelah dipepet sana dipepet sini, usaha menangkap B2 untuk ditimbang
akhirnya berhasil juga. Pada umur yang lebih tua lagi yaitu sekitar dua bulan, genjik sudah tampak lebih besar, lebih gesit dan sulit ditangkap sampai saya benar-benar putus asa. Berbagai upaya saya lakukan untuk menangkapnya tetapi tetap saja saya kesulitan menangkapnya. Sekarang saya baru menyadari bahwa olahraga dengan genjik berumur dua bulan akan dapat segera menurunkan bobot badan bagi orang yang mengalami obesitas atau kelebihan bobot badan.
Setelah praktek kerja dua bulan di kandang B2, akhirnya saya tahu bagaimana cara yang benar menangkap B2. Kuncinya hanya satu, yaitu jangan sekali-kali menarik ekornya. Mengapa? Jika ekor genjik ditarik, mereka justru akan meronta dan lari terbirit-birit lebih cepat dari kecepatan lari yang biasanya. Sebaliknya, jika genjik di dorong maju, mereka malah ingin mundur. Ini kebalikan dari hewan lain misalnya anjing. Dia akan lari kalau dipukul atau dicambuk, dan didorongpun dia ingin jalan maju. Saya jadi ingat pepatah jawa yang mengatakan bahwa orang yang sangat senang atau ketakutan dan lari terbirit- birit disebut bagaikan “rindik asu digitik ”. Untuk B2, mungkin istilahnya diubah menjadi “rindik babi ditarik ”. Mengamati sikap dan tingkah laku yang hampir selalu berbalikan, yaitu kalau diberi aksi akan memberi reaksi berlawanan, tampaknya sikap itu juga terjadi pada anak-anak yang lagi ABG (Anak Baru Gede) kali. Kalau dimarahi orang tuanya, si ABG bukan tambah nurut, t etapi malah kabur.
Pada aspek reproduksi babi, saya juga menemukan keunikan bila dibanding dengan jenis hewan lainnya. Pada dasarnya, babi merupakan hewan besar yang sangat prolifik , artinya babi dapat beranak beberapa kali dalam satu tahun dengan jumlah anak yang sangat banyak (berkisar antara 10-20 ekor per-kelahiran). Umumnya hewan yang mempunyai sifat prolifik seperti ini adalah hewan kecil seperti kucing, kelinci, tikus, dan anjing. Hewan seukuran babi (dengan berat badan dewasa sekitar 90-120 kg) umumnya beranak satu atau dua ekor saja per-kelahiran, misalnya domba atau kambing yang ukurannya juga lebih besar dari hewan hewan kecil tersebut tetapi lebih kecil dari babi. Lama bunting babi dan kambing/domba juga berbeda. Untuk babi, lama buntingnya relatif pendek yaitu kurang dari empat bulan. Untuk kambing/domba, lama buntingnya bisa mencapai 5 bulan. Secara teoritis, makin besar ukuran tubuh hewan makin lama pula umur kebuntingannya. Demikian juga, makin banyak jumlah anak sekelahiran makin lama pula usia kebuntingannya. Ternyata paradigma tersebut tidak berlaku untuk hewan babi. Mengapa? Saya juga belum dapat menjawabnya. Yang justru saya heran, lagi-lagi, malah ada kemiripannya dengan manusia dalam hal jumlah anak. Seorang ibu bisa juga melahirkan 16
anak. Bedanya kalau seekor induk babi dapat menghasilkan 16 anak sekelahiran, sedangkan seorang ibu melahirkan 16 anak selama hidupnya.
Saya juga pernah meneliti tentang pengaruh penularan timbulnya berahi pada babi betina yang ternyata mempunyai kesamaan dengan pengaruh timbulnya menstruasi pada wanita. Penelitian saya lakukan di Australia dan saya menggunakan babi betina dara (belum puber) dengan bobot badan awal rata- rata 60 kg atau berumur sekitar lima bulan. Kelompok babi dara (A) dikumpulkan dengan kelompok babi betina yang sudah pernah mengalami pubertas (B). Umumnya siklus berahi pada babi betina berkisar antara 19 – 21 hari. Setelah dikumpulkan selama 5 hari, sebagian babi dari kelompok B mengalami berahi dan ternyata, 3 hari kemudian, babi dari kelompok A juga ada yang mengalami berahi padahal dari segi umur seharusnya belum pubertas. Kemudian saya melanjutkan penelitian itu sampai babi dari kelompok A mengalami berahi semua, yang memakan waktu sekitar 3 – 17 hari. Di sini, aspek sosial berpengaruh terhadap timbulnya pubertas. Biasanya yang disebut sebagai aspek sosial adalah berkumpulnya hewan yang berjenis kelamin lain dalam satu kandang. Namun pada babi, berkumpulnya hewan berjenis kelamin sama pun dapat berpengaruh terhadap timbulnya pubertas lebih awal. Ini juga mengherankan saya karena hal ini pun terjadi pada wanita, dalam hal terjadinya siklus menstruasi. Sering kali saya amati setiap kali banyak wanita berkumpul, misalnya pada acara arisan keluarga yang mengharuskan beberapa wanita menginap bersama beberapa hari; atau pada saat penataran di suatu tempat yang berlangsung beberapa hari. Jika salah seorang dari mereka mengalami menstruasi, wanita lain ---tentu saja bukan yang baru selesai menstruasi-- akan mengalami hal yang sama.
Pada babi, rangsangan pubertas tadi disebabkan oleh adanya feromon yang dapat mempengaruhi penciuman babi dara. Ada juga rangsangan pada mata karena melihat ada babi lain yang mengalami berahi. Rangsangan tadi akan diteruskan ke hipotalamus yang kemudian memerintahkan dikeluarkannya gonadotrophin oleh hipofise anterior untuk memulai aktifitas siklus berahi pada babi dara. Pada wanita, sama dengan babi betina, rangsangan yang menyebabkan timbulnya menstruasi juga diterima oleh mata kemudian diteruskan seperti alur di
atas. Pada hewan lain, rangsangan siklik ke nonsiklik pada betina tidak terjadi. Jadi, dalam hal ini, ada kemiripan juga antara babi betina dan wanita.
Pada babi jantan atau pejantan, rupanya tingkah laku kawinnya juga hampir sama dengan manusia. Foreplay (percumbuan) pada babi pejantan justru lebih dahsyat daripada manusia. Ini sudah saya amati secara menyeluruh dan saya buat juga dalam bentuk CD karena banyak temanteman yang ingin mengetahui dan membuktikannya. Percumbuan dapat dilakukan antara 5 – 15 menit atau bahkan lebih. Ini dilakukan dengan melakukan penciuman terhadap babi betina yang akan dikawini di seluruh bagian tubuhnya. Setelah itu pejantan melakukan serangan sesungguhnya. Sexual intercourse pada pejantan dapat berlangsung sampai 20 – 30 menit dan yang terlama adalah bangsa babi Duroc. Pada hewan lain, umumnya percumbuan hanya dilakukan sekedarnya, sedangkan pada babi pejantan benar-benar dilakukan mirip seperti manusia. Saya juga mengamati bahwa pada umumnya babi pejantan tidak mau kawin pada saat suhu udara tinggi, karena babi adalah hewan yang tidak tahan panas atau memiliki heat tolerance rendah. Biasanya babi melakukan kawin sebelum tengah hari atau justru sore hari, saat suhu udara terasa nyaman di badan. Lagi lagi mirip juga seperti manusia yang memerlukan udara penyejuk untuk bercumbu dengan pasangannya di musim panas..
Pengalaman saya dengan babi tidak berhenti di situ. Ini terkait dengan populasi ternak babi yang jumlahnya banyak karena memang daya reproduksinya tinggi. Pada suatu saat setelah berlangsungnya workshop tentang Produksi Ternak Babi yang diadakan di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, yang beberapa pembicaranya dari Australia dan Amerika, saya mendapat tawaran dari Australia. Tawaran tersebut berupa kerjasama untuk melakukan workshop dan survey untuk mengetahui populasi babi di Asia. Saya merasa terpukau karena tadinya saya berfikir bahwa industri peternakan babi di Indonesia belum berkembang dan tentu saja populasinya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan populasi ternak potong lainnya seperti sapi dan kambing-domba. Rupanya, hasil survei menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak babi di Indonesia menempati urutan nomor tiga di Asia (tidak termasuk China). Nomor satu terbanyak adalah Vietnam, dan diikuti Filipina. Saya sangat terkejut ketika mengetahui bahwa di daerah pemukiman orang muslim pun ternyata banyak babi dan bahkan banyak dari mereka yang berhasil naik haji. Dana untuk naik haji, apalagi kalau bukan dari hasil beternak babi.
Banyak hal yang dapat diperbuat dengan beternak babi. Di daerah Wonosobo, misalnya, peternakan babi lebih diarahkan ke penghasil pupuk karena digunakan untuk memupuk tanaman tembakau dan sayur-mayur. Bahkan di daerah tersebut ada “hotel babi”, yaitu suatu lokasi khusus untuk kandang babi milik perorangan dan yang disewakan kepada siapa saja yang berminat memelihara babi. Harga sewa bervariasi tergantung kepada besar kecilnya kandang. Harga sewanya berkisar antara 20 – 40 ribu rupiah per kandang per tahun. Hal yang sama juga terdapat di Yogyakarta, tetapi harga sewa kandang dihitung berdasarkan harga jual babi per kg. Jika harga babi sedang bagus, penyewa minta harga sewa kandang untuk per kg bobot jual babi 50 rupiah, tetapi jika harga sedang anjlok tarip tersebut diturunkan. Ternyata sebagian masyarakat yang saya jumpai di dua daerah tersebut tidak berkeberatan meskipun mereka muslim. Mereka mengambil segi manfaatnya.
Contoh lain di daerah Purwokerto. Masyarakat di sana memanfaatkan air buangan kandang babi untuk membuat batu-bata. Konon dengan air limbah kandang babi, daya rekat batu – bata menjadi lebih kuat. Lain lagi di daerah Purbalingga. Ada masyarakat yang membandingkan penggunaan air limbah kandang babi (semuanya sudah mengalami penyaringan dengan empat kolam penyaring) untuk mengairi sawah yang ditanami ikan. Hasilnya, ikan yang sawahnya tercampur air limbah babi (tanpa diberi pakan) memberikan hasil yang lebih bagus daripada ikan yang dipelihara secara normal dengan pemberian pakan teratur. Di Magetan, secara berkala peternak mengundang masyarakat dan pemuka agama untuk berbincang-bincang untuk memajukan pertanian di kelompoknya. Dihasilkan kesepakatan bahwa limbah dari peternakan babi digunakan untuk mengairi sawah dan bahkan dibuatkan saluran irigasi yang dikoordinir oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Di Karanganyar, kandang babi yang letaknya tidak terlalu jauh dari sebuah pabrik spiritus, limbahnya bermanfaat untuk pupuk tanaman sedangkan limbah dari pabrik malah menimbulkan pencemaran air dan bau yang menyengat. Demikian halnya di Tulungagung. Masyarakat di sekitar peternakan babi berskala besar memanfaatkan air limbahnya untuk pertanian. Tampaknya peternakan babi sebenarnya tidak selalu menimbulkan masalah. Seperti pada hewan lain, jika kandang dibersihkan secara baik dan teratur, tidak ada masalah bau. Seperti diuraiakan, babi banyak juga manfaatnya bagi manusia, pertanian, dan lingkungan.