PROBLEM-PROBLEM PEMBORAN
Pemboran merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan target tertentu. Untuk mencapai reservoir pahat bor akan menembus berbagai batuan yang ada di atas reservoir tersebut yang masing masing memiliki karakteristik yang berbeda. Suatu pemboran dalam kenyataannya tidak selalu berjalan lancar, macam-macam hambatan sering terjadi, yang biasanya disebut sebagai “Hole Problem”. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemboran sumur minyak sebagian besar disebabkan oleh karena gangguan terhadap tegangan tanah (earth stress) di sekitar lubang bor yang disebabkan oleh pembuatan lubang itu sendiri dan adanya interaksi antara lumpur pemboran dengan formasi yang ditembus. Tegangan tanah bersama tekanan formasi berusaha untuk mengembalikan keseimbangan yang telah ada sebelumnya dengan cara mendorong lapisan batuan kearah lubang bor. Lubang bor dijaga agar tetap stabil dengan cara menyeimbangkan tegangan tanah dan tekanan pori di satu sisi dengan tekanan lumpur pemborandi sekitar lubang bor dan komposisi kimia lumpur bor pada sisi yang lain. Setiap kali keseimbangan ini diganggu maka timbullah masalah-masalah di lubang bor. Masalah-masalah pemboran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu : 1. Pipa terjepit (pipe stuck) 2. Shale problem 3. Hilang lumpur (Lost circulation) 4.1. Pipa Terjepit (Pipe Stuck) Definisi pipe terjepit adalah keadaan dimana bagian dari pipa bor atau setang bor (drill collar) terjeppit di dalam lubang bor. Dalam kenyataannya operasi pemboran tidak selalu berjalan dengan lancar, seringkali pipa terjepit. Penyebab terjepitnya pipa bor pada sumur pemboran adalah adanya differential sticking maupun mechanical sticking. Jika hal ini terjadi, maka gerakan pipa akan terhambat dan pada
gilirannya dapat mengganggu kelancaran operasi. Masalah pipa terjepit ini biasanya diklasifikasikan sebagai berikut : 4.1.1. Differential Pipe Sticking Jenis jepitan ini terjadi oleh karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan differential pipe sticking adalah : 1. Beda tekanan hidrostatik dari kolom lumpur melebihi tekanan dari formasi yang permeable. 2. Luas kontak antara rangkaian pipa dasar lubang bor dengan dinding lubang bor. Bertambahnya ukuran rangkaian pipa dasar akan meningkatkan luas kontak. Meningkatnya ketebalan “Mud Cake” akan meningkatkan luas kontak, jika luas kontak bertambah maka akan semakin memperkuat jepitan karena beda tekanan ini juga bertambah. Gambar 4.1, menunjukkan gambaran skematis mengenai Differential Pipe Sticking. Dari Gambar 4.1, didapat persamaan untuk menghitung differential force, yaitu : DF = (H s - P
f
) x kontak area x faktor gesekan ...................................(4-1)
Dimana : DF = Differential Force Hs
= Tekanan hidrostatik lumpur pemboran
P
= Tekanan formasi
f
Kontak area merupakan hasil perkalian antara ketebalan zona permeable dengan ketebalan mud cake, atau seringkali dinyatakan sebagai : Kontak Area = h x t................................................................................(4-2) Faktor gesekan (friction Faktor) dinotasikan f, besarnya bervariasi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi adalah komposisi mud cake. Dengan mensubstitusikan persamaan (4-2) kedalam persamaan (4-1) didapatkan : DF = (H s - P
f
) x (h x t) x f....................................................................(4-3)
Gambar 4.1. Differential Pipe Sticking 10) Dalam satuan lapangan persamaan (4-3) menjadi : DF = (H s - P
f
) psi x h(ft x 12 in/ft) x t (in) x f
DF = 12 (H s - P
f
) x h x t x f .................................................................(4-4)
Besarnya gaya differential sangat sensitif untuk berubah terutama pada nilai kontak area dan faktor gesekan, yang keduanya merupakan fungsi waktu. Semakin lama pipa dibiarkan berada dalam keadaan statis, tebal mud cake akan semakin
meningkat. Demikian halnya dengan faktor gesekan yang akan meningkat dengan semakin banyaknya air yang ditepiskan dari mud cake.
Gambar 4.2. Perkembangan Differential Sticking Menurut Waktu a) kondisi awal; b) setelah beberapa jam 10) Gaya differential ini juga sangat sensitif untuk berubah daam hal besarnya perbedaan tekanan (H s - P
f
). Dalam operasi pemboran yang normal diusahakan
terdapat overbalance pressure antara 100 sampai dengan 200 psi (6.8 – 13.6 bar). Kenaikan overbalance pressure yang tinggi dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut : a. Kenaikan tiba-tiba dari berat lumpur pemboran yang akan meningkatkan tekanan hidrostatik lumpur dan pada akhirnya akan meningkatkan besarnya overbalance pressure. b. Pemboran yang melalui reservoir yang terdepresi dan adanya regresi tekanan. Regresi tekanan terjadi pada operasi pemboran pada saat gradien tekanan formasi menurun sementara gradien tekanan lumpur pemboran tetap untuk menahan tekanan formasi pada formasi batuan yang ada di atasnya. Gambar 4.2 menunjukkan
gambaran tentang keadaan yang mungkin terjadi pada saat awal terjadinya differential sticking dan beberapa jam sesudahnya. 4.1.2. Mechanical Pipe Sticking (Jepitan Mekanis) Pipa dapat terjepit secara mekanis apabila : 1. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus di sekitar rangkaian bor. 2. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam bridge atau tight spot atau dasar sumur. 3. Ditarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat). 4.1.3. Key Seat Di dalam lubang yang mempunyai dog leg (perubahan sudut kemiringan lubang secara mendadak dan berada pada formasi yang lunak), tool joint drill pipe membuat lubang tambahan yang merupakan perluasan dari lubang utama yang dibuat oleh bit, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.3. Selama operasi pemboran berlangsung berat pada pahat yang diberikan melalui pipa bor mempunyai gaya tegang (tension), untuk mendapatkan kondisi rangkaian pipa bor menjadi tetap lurus atau vertikal. Selama pemboran, drill pipe selalu dijaga berada dalam keadaan tension (tertarik) dan pada saat memasuki daerah dog leg, berusaha untuk menjadi lurus, sehingga menimbulkan gaya lateral seperti ditunjukkan pada gambar 4.3. Gaya lateral ini mengakibatkan sambungan drill pipe (tool joint) menggerus formasi yang berada pada busur dog leg, dan menimulkan lubang baru sebagai akibat diputarnya rangkaian pemboran. Lubang ini disebut “Key Seat”. 4.1.4. Tindakan Pencegahan Pendekatan pencegahan terhadap problem differential pipe sticking adalah dengan :
•
Mengurangi perbedaan antara tekanan hidrostatik lumpur dengan tekanan formasi. Perbedaan tekanan dapat diminimalisasi dengan mempertahankan densitas lumpur serendah mungkin dengan tetap memperhatikan faktor keamanan sumur.
•
Mengurangi daerah kontak dan ketebalan mud cake, yaitu dengan menggunakan oil base mud yang menghasilkan ketebalan mud cake yang tipis.
•
Mengurangi rangkaian pipa bor dalam keadaan statis
•
Mengurangi faktor gesekan, dengan menambahkan oil wetting agent yang dapat membentuk lapisan film untuk menghindari efek friksi.
Pada key seat dan mechanical pipe sticking pencegahan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemboran lurus, menghindari pembelokan (perubahan sudut) mendadak dan ekstrim melampaui kemampuan rangkaian pipa. Pemilihan bit yang sesuai dan mereaming tight spot dapat mencegah trjadinya pipa terjepit.
Gambar 4.3. Perkembangan Key Seat 10) 4.2. Shale Problem Shale (serpih) adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan kompaksi sedimen untuk waktu yang lama. Serpih ini komposisi utamanya adalah lempung (clay), lanau (silt), air dan sejumlah kecil quart dan feldspar. Berdasarkan kandungan airnya, serpih dapat berupa batuan yang kompak atau batuan yang lunak dan tidak kompak, yang biasa disebut serpih lempung atau serpih lumpur. Serpih ini juga dapat berada dalam bentuk metamorphic seperti slate, phylite dan mica schist. Pemboran menembus lapisan shale memiliki pemasalahan tersendiri. Menjaga agar shale tetap stabil, tidak runtuh atau longsor merupakan suatu masalah. Tidak ada suatu cara yang pasti yang dapat diterapkan untuk semua keadaan. Untuk mengurangi
masalah ini biasanya pemboran dilakukan dengan memakai drilling practice serta mud practice yang baik. Karena reruntuhan atau longsorannya shale ini, maka akibat seterusnya yang dapat timbul antara lain : -
Lubang bor membesar.
-
Pipa bor terjepit.
-
Bridges dan fill up.
-
Kebutuhan lumpur bertambah.
-
Penyemenan yang kurang sempurna.
-
Kesulitan dalam melaksanakan logging.
4.2.1. Jenis-Jenis Shale Shale biasanya merupakan hasil endapan marine basin, terutama dari lumpur, silts, dan clays. Dalam bentuknya yang lunak, biasanya disebut clay, bila makin dalam, maka karena tekanan dan temperatur yang tinggi endapan ini akan mengalami perubahan bentuk (consolidation), dan disebut sebagai shale. Karena perubahan bentuk proses metamorfosis disebut slate, phylite, atau mica schist. Bila shale banyak mengandung pasir disebut arenaceous shale, sedang yang banyak mengandung organic material disebut carbonaceous shale. Adapun jenis-jenis shale adalah sebagai berikut : 1. Pressure Shale Shale merupakan batuan endapan, yang biasanya terdapat pada daerah yang luas. Karena proses geologi, terjadi penekanan batuan tersebut oleh lapisan-lapisan yang mengendap berikutnya (overburden presure). Pada proses compaction atau pemadatan ini, maka cairan-cairan yang berada di dalam batuan tersebut tertekan keluar dan masuk ke dalam batuan yang porous dan permeable, biasanya pasir. Akibatnya cairan terperangkap dan tertekan di dalam pasir dan tekanan dapat mencapai tekanan yang relatif tinggi, bahkan dapat menyamai tekanan overburden itu sendiri.
Selanjutnya pada lapisan itu dibor, bisa terjadi tekanan lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan runtuhnya dinding lubang bor pada waktu pemboran sedang berlangsung. 2. Mud Making Shale Jenis lain adalah shale yang sangat sensitif terhadap air atau lumpur. Jenis ini menghisap air (hidrasi), yang terutama adalah bentonotic shale. Cara menghadapi shale jenis ini adalah pemboran dengan memakai cairan pemboran yang tidak berpengaruh atau tidak bereaksi dengan shale. Jenis-jenis lumpur yang dipakai antara lain : lime mud, gyp mud, calcium chloride mud, salt mud dan yang banyak dipakai saat ini lignosufonate mud serta oil mud. 3. Stressed Shale Shale jenis ini tidak banyak bereaksi atau berhidrasi dengan air, tetapi mudah runtuh. Problem ini akan semakin besar bila lapisan miring dan ditambah lagi bila menjadi basah oleh air atau lumpur. 4.2.2. Sebab-Sebab Shale Problem Penyebab masalah shale ini dapat dikelompokkan dari segi lumpur maupun dari segi drilling practice atau mekanis. Beberapa penyebab dari kelompok mekanis antara lain : -
Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu tinggi.
-
Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.
-
Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swabbing) pada waktu cabut dan masuk pahat (tripping).
-
Adanya tekanan dari dalam formasi.
-
Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam formasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang bor dan masalah
shale berkaitan dengan dua masalah pokok, ialah tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrasi.
Lapisan shale tufa mempunyai sifat sangat komplek dam mudah runtuh jika keseimbangan (konsentrasinya) terganggu oleh air tapisan lumpur bor yang masuk ke dalam lapisan shale tersebut, sehingga hal ini menyebabkan yield strengthnya (gaya tarik menarik) menjadi berkurang. Kecenderungan lapisan shale untuk runtuh tergantung pada beberapa faktor, antara lain : -
Kadar clay dalam lapisan shale cukup tinggi (clay mudah mengembang bila kena air tapisan).
-
Kemiringan lapisan shale, semakin besar kemiringan maka kecenderungan untuk runtuh semakin besar.
-
Tekanan kompaksi shale, dimana tekanan kompaksi shale lebih besar daripada tekanan hidrostatik lumpur pemboran.
-
Pola aliran turbulen di annulus dapat membantu mengerosi lapisan shale. Reaksi clay pada cairan terutama tergantung dari jenis clay, ion-ion yang ada
dan keadaan fisisk yang bersangkutan. Karena clay merupakan material yang reaktif, maka ion-ion yang ditambahkan pada reaksi kimia clay dan air sangat berpengaruh terhadap sifat reaktifnya. Ion yang berubah dapat berupa ion positif maupun negatif. Dalam hal ini dispertion clay karena thinner, adalah tambahan anion pada permukaan clay (partikel clay). Misal Na + dan Ca
++
, kedua ion ini saling tukar tempat dan
penukarannya tergantung dari jenis kation yang ada dan konsentrasi kation yang ada dan konsentrasi relatif kationnya. Misalnya kation-kation akan menggantikan tempat satu dengan yang lainnya dalam konsentrasi yang sama sebagai berikut : Al +++ Ba ++ > Mg ++ > Ca ++ > H + > K + > Na + Yang berarti bahwa Ca lebih mudah mengambil tempat Na daripada sebaliknya. Penukaran ion-ion tergantung dari pH, temperatur dan kapasitas materialnya. Dalam hal ini monmorollinite, makin cepat penukarannya. Tetapi makin tinggi pH-nya, kelarutan Ca ++ mengecil, maka demikian pula penukarannya diperlambat, dalam hal ini :
Ca ++ + NaOH
Ca (OH)2 + Na ++ + OH −
Gambar 4.4. Struktur mineral clay 10) Terlihat bahwa penambahan NaOH menaikkan pH dan sebagian Ca ++ akan mengendap karenanya. Muatan listrik pada permukaan clay sangat penting. Suatu sistem dispersi adalah dimana permukaan-permukaan clay menjadi muatan-muatan negatif yang dominan, sehingga masing-masing partikel saling tolak-menolak. Sebaliknya pada flukolasi, gaya tolak-menolak ini dinetralisir dan clay akan menggumpal dan
menjebak air bebas di dalamnya sebagai tambahan dari mengikat air sehingga sistem kekurangan air dan viscositasnya naik, demikian pula gel strengthnya.
Tendensi
dari mineral clay untuk terbentuk kembali jika gaya tolak-menolak telah dinetralkan merupakan sifat clay dan terutama terjadi karena pecahnya valensi pengikat, atau muatan-muatan permukaan yang terbentuk karena grinding (penghancuran) dan sirkulasi. Gaya-gaya ini dapat mengakibatkan flukolasi lumpur bila tidak dilawan. Untuk menghilangkan material-material tertentu pada pengendapan, misalnya pada pemboran melalui formasi gypsum atau anhydrite (CaSO4) akan terjadi kontaminasi lumpur oleh ion calcium. Maka direncanakan pembuangan ion Ca ++ dengan zat kimia. Zat kimia ditambahkan sehingga bila berdisosiasi, ion negatif akan berkombinasi dengan Ca ++ untuk membentuk senyawa calcium yang tidak terlarut. Maka Ca ++ akan hilang dari larutan. Misalnya pada kontaminasi denganCaSO4 tadi, umumnya ditambahkan soda abu (Na2CO3). Dengan mengabaikan reaksi lain Na2CO3 + CaSO4
CaCO3 + Na2SO4
Tetapi karena Na2SO4 juga merupakan kontaminan yang akan tinggal dalam larutan, maka bila formasi anhydrite yang dibor tebal, maka ion sulfat juga perlu dihilangkan, dalam hal ini ditambahkan BaCO3. BaCO3 + CaSO4
CaCO3 + BaSO4
Bila kontaminasi Ca dikarenakan oleh semen, maka senyawa utamanya adalah Ca(OH)2, maka dipakai soda abu, Na2CO3 + Ca(OH)2
CaCO3 + 2 NaOH
4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Shale Problem Faktor-faktor yang mempengaruhi shale problem dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Faktor Mekanis
Faktor-faktor mekanis yang mempengaruhi terjadinya shale problem sebagian besar diakibatkan oleh pengaruh erosi yang disebabkan oleh aliran lumpur pemboran di annulus. Erosi serpih secara langsung berhubungan dengan tingkat turbulensi di annulus dan viscositas lumpur. Kebanyakan program hidrolika dirancang untuk memungkinkan terjadinya aliran laminer di annulus. Pengaruh mekanis yang lain adalah pecah atau rusaknya serpih ynag diakibatkan oleh gerakan rangkaian pemboran dan caving yang diakibatkan oleh pergerakan horisontal lapisan serpih. Pengaruh lebih lanjut adalah kenyataan bahwa operasi pemboran (pembuatan lubang) mengganggu sistem tekanan (stress) di dalam tanah, yang lebih lanjut akan mengakibatkan gerakan dinamis di dalam lapisan serpih. Gerakan ini akan mengakibatkan pecah atau rusaknya lapisan serpih di sekitar sumur menjadi bagianbagian kecil yang akan jatuh ke dalam lubang. 2. Faktor Hidrasi Sejumlah faktor berpengaruh di dalam hidrasi serpih. Untuk tujuan praktis, gaya hidrasi serpih dan gaya hidrasi osmosis dapat ditandai dan ditentukan secara kuantitatif. Gaya hidrasi serpih berhubungan dengan kompaksi pada lapisan serpih. Hidrasi osmosis berhubungan dengan perbedaan salinitas antara lumpur pemboran dan air formasi pada lapisan serpih. Selama sedimentasi, lapisan serpih terkompaksi secara progresif oleh berat overburden. Gaya kompaksi ini akan mengeluarkan sejumlah besar air yang terserap dan air dari dalam pori batuan serpih. Gaya kompaksi ini sama dengan matrik stress (tekanan overburden – tekanan pori). Pemboran lapisan serpih mengeluarkan gaya kompaksi pada sekitar lubang bor dan sebagai hasilnya akan timbul gaya hidrasi serpih. Gaya hidrasi serpih besarnya kirakira sama dengan matrik stress. Hidrasi osmosis terjadi bila salinitas air formasi serpih lebih besar daripada salinitas lumpur pemboran. Pada lumpur pemboran berbahan dasar air, permukaan serpih bertindak sebagai membran semi permiabel dimana hidrasi osmosis terjadi. Pada lumpur berbahan dasar minyak, membran semi permiabelnya adalah oil film (lapisan tipis minyak) dan lapisan emulsifier di sekitar water droplet. Karena hidrasi
osmosis tergantung kepada perbedaan salinitas antara air formasi lapisan serpih dan lumpur pemboran, proses ini dapat menghasilkan gaya adsorpsi maupun desorpsi. Gaya adsorpsi timbul jika salinitas air formasi pada lapisan serpih lebih besar daripada salinitas lumpur pemboran demikian pula sebaliknya. Adsorpsi air oleh serpih biasnya akan menghasilkan dispersi dan swelling. Dispersi terjadi bila serpih terbagi-bagi menjadi partikel-partikel kecil dan masuk ke dalam lumpur pemboran sebagai padatan (solid). Swelling terjadi sebagai akibat peningkatan ukuran dari mineral silika yang menyusun struktur lempung dan jika tekanan swelling yang timbul ini meningkatkan hop stress di sekitar lubang bor menjadi lebih besar daripada yield strength serpih maka destabilisasi lubang bor terjadi. Destabilisasi lubang ini bentuknya adalah caving atau sloughing shale. 3. Faktor-Faktor Selain mekanis Dan Hidrasi Shale problem telah dihubungkan dengan berbaagai macam faktor yang mempercepat runtuhnya serpih kedalam lubang bor. Lapisan serpih yang miring terbukti lebih mempunyai kecenderungan untuk runtuh dibandingkan lapisan serpih horisontal. Hal ini dikarenakan selama proses adsorpsi air, ekspansi serpih terjadi pada arah yang tegak lurus terhadap bedding plane yang pada akhirnya akan menghasilkan runtuhan serpih yang lebih besar jika bagian ini miring dengan sudut yang tinggi. Proses runtuhan pada brittle shale (serpih getas) yang tidak mengandung lempung aktif dijelaskan dengan adanya penembusan antara bedding plane dan microfissure dari serpih. Hal ini akan menghasilkan tekanan swelling yang tinggi yang memecahkan gaya kohesi iantara rekahan di permukaan yang menyebabkan serpih ini akan terjatuh. Pada serpih yang abnormal atau geopressure, kandungan air batuan lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Sebagai tambahan, plastisitas serpih menjadi tidak normal (tinggi) sebanding dengan berat overburden. Oleh karena itu, jika pemboran menembus lapisan serpih yang abnormal, serpih ini akan masuk kedalam lubang sebagai akibat adanya perbedaan antara tekanan formasi dan tekanan hidrostatis lumpur.
4.2.4. Tindakan Pencegahan Tindakan pencegahan terhadap shale problem adalah dengan memakai lumpur yang stabil pada kandungan shale formasi, yaitu dengan mengkombinasikan KCl dengan polymer. Lumpur dasar ini adalah dengan menggunakan dasar air tawar dimana digunakan additive KCl dan polymer. KCl akan melepas Na sehingga kemampuan ikatan akan semakin kuat (afinitas terhadap air kecil) dengan demikian air yang dapat menyebabkan swelling tidak banyak terserap. 4.3. Hilang Lumpur (Lost Circulation) Hilang lumpur adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk ke dalam formasi. Hilang lumpur ini merupakan problem lama di dalam pemboran, yang meskipun telah banyak penelitian, tetapi masih banyak terjadi dimana-mana, serta kedalaman yang berbeda-beda. Hilang terjadi karena dua faktor, yakni : faktor mekanis dan faktor formasi. 4.3.1. Sebab-Sebab Hilang Lumpur 4.3.1.1. Faktor Mekanis Hilang lumpur terjadi jika tekanan hidrostatik naik hingga melebihi tekanan rekah
formasi,
yang
akan
mengakibatkan
adanya
crack
(rekahan)
yang
memungkinkan lumpur mengalir ke dalamnya. Hilang lumpur ini terjadi jika besar lubang pori lebih besar dari pada ukuran partikel lumpur pemboran. Pada prakteknya, ukuran lubang pori yang dapat mengakibatkan terjadinya hilang lumpur berada pada kisaran 0.1 – 1.00 mm. Pada lubang bagian permukaan, hilang lumpur atau hilang sirkulasi dapat menyebabkan washout yang besar, yang dapat menyebabkan rig pemboran yang digunakan menjadi ambles. Laju penembusan yang tinggi akan menghasilkan keratan bor yang banyak dan bila tidak terangkat dengan cepat akan dapat menyebabkan kenaikan densitas lumpur yang pada akhirnya akan menaikkan tekanan hidrostatik. Kebanyakan perusahaan minyak membatasi laju penembusan di
lubang permukaan untuk mengurangi equivalent circulating density di annulus yang pada akhirnya akan membatasi tekanan dinamis pada formasi yang ditembus. Oleh karena itu diperlukan pengamatan sifat-sifat lumpur pemboran yang teliti untuk mendeteksi adanya kenaikan densitas lumpur yang tiba-tiba. Hilang lumpur juga terjadi sebagai akibat kenaikan tiba-tiba dari tekanan hidrostatik lumpur yang disebabkan kenaikan berat lumpur yang mendadak atau gerakan pipa. Penurunan pipa yang cepat akan menyebabkan fluida memberikan tekanan tambahan (surging) pada annulus. Tekanan total sebagai akibat surge effect dan tekanan hidrostatik lumpur dalam keadaan tertentu akan menjadi cukup tinggi untuk merekahkan formasi yang belum dicasing. Pada lubang intermediate, kebanyakan kasus hilang lumpur disebabkan karena memasuki zona deplesi dimana tekanan reservoirnya lebih kecil daripada tekanan diatasnya, kenaikan yang tiba-tiba dari tekanan hidrostatik lumpur sebagai akibat surging effect dapat merekahkan ormasi yang lemah dan akan menyebabkan terjadinya hilang sirkulasi. 4.3.1.2. Faktor Formasi Ditinjau dari segi formasinya, seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.5, maka hilang lumpur dapat disebabkan oleh : -
Coarseley permeable formation.
-
Cavernous formation.
-
Fissure, fracture, faults.
1. Coarseley Permeable Formation Contoh dari jenis formasi ini adalah pasir dan gravel. Namun tidak semua jenis formasi ini menyerap lumpur. Untuk dapat menyerap lumpur perlu keadaan, antara lain tekanan hidrostatik lumpur harus lebih besar daripada tekanan formasi, formasi harus permeabel, disamping ada pengertian bahwa lumpur mampu masuk ke dalam formasi bila diameter lubang atau pori-pori sedikitnya tiga kali lebih besar daripada diameter butiran atau partikel padat dari lumpur. Jadikalau lumpur sampai dapat masuk ke dalam formasi, berarti lubang atau celah-celah cukup besar.
2. Cavernous Formation Hilang lumpur ke dalam reef, grafel ataupun formasi yang mengandung banyak gua-gua sudah dapat diduga sebelumnya. Gua-gua ini banyak terdapat pada formasi batu kapur (limestone dan dolomite). 3. Fissure, Fracture, Faults Ini merupakan celah-celah atau rekahan dalam formasi. Bila hilang lumpur tidak terjadi pada formasi permeabel ataupun batuan kapur, biasanya ini terjasi karena celah-celah atau retakan tersebut. Fracture ini dapat terjadi alamiah tetapi dapat juga terjadi karena sebab-sebab mekanis (induced fracture). Hal ini dapat terjadi misalnya karena penekanan (pressure surge) pada waktu masuk pahat, ataupun kenaikan tekanan karena drilling practice yang tidak benar, misalnya tekanan pompa yang terlalu tinggi, lumpur terlalu kental, gel strength terlalu besar. Dapat juga karena perlakuan yang kurang sesuai, misalnya menjalankan pompa secara mengejut. 4.3.2. Penentuan Tempat Hilang Lumpur Biasanya jika terjadi hilang lumpur selama dilakukan operasi pemboran, lost circulation material (LCM) akakn disemprotkan sepanjang zona yang diduga menjadi tempat hilang lumpur untuk mengatasinya. Akan tetapi, pada kasus hilang lumpur yang parah, penentuan letak hilang lumpur atau sering disebut “thief “ harus ditentukan agar cara mengatasinya lebih efektif. Ada beberapa metode yang telah terbukti berhasil digunakan dalam hal ini antara lain :
Gambar 4.5. Berbagai macam lost circulation 10)
4.3.2.1. Temperature Survey Alat perekam suhu diturunkan ke dalam lubang dengan menggunakan wireline untuk memberikan data suhu pada kedalaman tertentu. Pada kondisi normal,
kenaikan temperatur akan berbanding lurus dengan kenaikan kedalaman. Trend (Gambar 4.6) direkam pada keadaan statis untuk mendapatkan base log (log dasar). Sejumlah lumpur dingin kemudian dipompakan le dalalm lubang dan dilakukan survey yang lain. Lumpur dingin ini akan menyebabkan peralatan survey merekam temperatur yang lebih rendah daipada sebelumnya, sampai pada “thief” dimana terjadi hilang lumpur. Di bawah “thief” level lumpurnya statis dan suhunya lebih tinggi bila dibandingkan dengan “thief”. Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa lo suhu yang baru akan menunjukkan anomali sepanjang “thief’ dan letak zona ini dapat ditentukan dari pembacaan kedalaman dimana terjadi perubahan garis pada gradiennya.
Gambar 4.6. Prinsip Temperature Survey 10) 4.3.2.2. Radioactive Tracer Survey
Pertama kali gamma ray log dijalankan untuk mendapatkan radioactivitas formasi normal dan bertindak sebagai dasar untuk perbandingan. Kemudian sejumlah kecil bahan radioactive dimasukkan ke dalam lubang di sekitar daerah dimana kemungkinan terdapat “thief”. Gamma ray log yang kedua kemudian dijalankan dan dibandingkan dengan log dasar (gamma ray pertama). Titik (kedalaman) terjadinya hilang lumpur ditunjukkan dengan penurunan radioactivitaslog kedua yang disebabkan karena bahan radioactif yang kedua hilang (masuk) ke formasi. 4.3.2.3. Spinner Survey kumparan yang dipasang pada ujung kabel diturunkan ke daam lubang untuk menentukan kemungkinan letak zona hilang lumpur. Kumparan ini akan berputar karena adanya gerakan vertikal lumpur yang kemungkinan terjadi karena di dekat “thief”. Kecepatan rotor direkam dalam sebuah film sebagai rangkaian titik dan spasi. Metode ini terbukti tidak efektif jika digunakan sejumlah besar LCM dalam lumpu. 4.3.3. Klasifikasi Zona Hilang Lumpur Zona hilang lumpur dapat diklasifikasikan menjadi : seepage loss, partial loss, dan complete loss. 4.3.3.1. Seepage Loss Seepage loss adalah apabila hilang lumpur dalam jumlah relatif kecil, kurang dari 15 bbl/jam (40 lpm) dapat terjadi pada setiap jenis formasi yang terdiri dari pasir porous dan gravel, rekah alami (natural fracture) dan pada formasi yag terdapat rekahan (batu gamping) serta induced fracture (rekahan bukan alami). 4.3.3.2. Partial Loss Partial loss adalah hilang lumpur dalam jumlah yang relatif besar, lebih dari 15 bbl/jam atau sekitar 15 -500 bbl/jam (40 -1325 lpm). Dapat terjadi umumnya pada
jenis formasi yang terdiri dari pasir porous dan gravel, serta kadang-kadang terjadi pada batuan yang menganung rekahan (natural fracture dan induced fracture). 4.3.3.3. Complete Loss Complete loss adalah lumpur tidak keluar kembali dari lubang bor. Dapat terjadi pada formasi batupasir gravel, rekah secara alami (natural fracture) dan pada formasi yang banyak terjadi rekahan. 4.3.4. Tindakan Pencegahan Pengamatan menunjukkan bahwa sekitar 50 % dari hilang lumpur terjadi karena induced fracture. Dalam hal ini hilang lumpur dapat terjadi dimanamana.Dengan demikian pencegahan lebih murah daripada mengatasi hilang lumpur bila sudah terjadi. Hal yang perlu diingat untuk pencegahan antara lain : -
Berat lumpur perlu dijaga agar tetap minimum, sekedar mampu mengimbangi tekanan formasi. Serbuk bor yang ada di annulus juga mengakibatkan penambahan berat lumpur. Jadi pembersihan lubang bor memegang peranan penting.
-
Gel strength juga dijaga agar tetap kecil. Gel strength yang besar memerlukan tenaga yang besar pula untuk memecah gel tersebut, yang dapat mengakibatkan pecahnya formasi. Disarankan agar meja putar digerakkan dulu sebelum menjalankan pompa, dan menjalankan pompa jangan mengejut.
-
Pada waktu masuk pahat, agar dihindari terjadinya “pressure surge” untuk mencegah pecahnya formasi. Juga pada saat mencabut pahat agar dihindari terjadinya swab.
-
Agar dipakai lumpur yang baik, stabil. Hal ini dapat mengurangi pengaruh negatif lumpur.
-
Bila diperkirakan akan terjadi hilang lumpur, lumpur dapat ditambah dulu dengan bahan penyumbat (LCM) yang lembut, misalnya 5 lbs/bbl walnut
shells, mica. Bahan penyumbat yang lembut ini dapat disirkulasikan dengan lumpur dan dapat lewat mud screen. -
Pemakaian casing protector dapat menambah pressure loss di annulus, jadi menambah tekanan pada dasar lubang bor (dynamic BHP). Jadi agar diperiksa bahwa casing protector dalam keadaan baik.