Manfaat Etika Politik Ada beberapa manfaat etika politik politik bagi para pejabat. pejabat. Pertama, Pertama, etika diperlukan diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politik dan kekuasaan. Karena kekuasaan cenderung disalahgunakan maka etika sebagai prinsip normatif/etika normatif (bukan metaetika) sangat diperlukan. Etika di sini ada sebagai sebuah keharusan ontologis. eng engan an memah memaham amii etika etika poli politik tik,, para para peja pejabat bat tida tidak k akan akan meny menyala alahg hgun unak akan an kekuasaanny kekuasaannya. a. engan engan demikian demikian kebijakan kebijakan pembabatan kopi seperti yang pernah pernah terjadi di kabupaten !anggarai tidak akan terjadi. "al ini menunjukkan pemerintah tidak menyadari bah#a mereka adalah representan rayat, karenanya mereka mesti melayani dan memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan membunuh rakyat dengan mencaplok dan mengambil lapangan pekerjaan utama sebagai sumber hidup mereka. Kedua, etika politik bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika. !asyarakat sebagai yang memiliki negara tidak bisa melepaskan diri dalam mengurus negara. !asyarakat mempunyai hak dan ke#ajiban yang sama dengan para pejabat, namun dalam tataran tertentu keduanya berbeda. alam negara dengan alam demokrasi peranan masyarakat sangat besar yang nyata dalam dalam sikap sikap meng mengkr kriti itisi si berb berbag agai ai kebi kebija jaka kan n peme pemerin rinta tah. h. Para Para pejab pejabat at sebag sebagai ai representan rakyat tentu akan mendengar kritikan tersebut sebelum sebuah kebijakan diam diambi bil. l. $arga rga nega negara ra yang yang demo demokr krati atiss mesti mesti beru berusah sahaa untu untuk k meng menghe hent ntik ikan an pengambilan keputusan yang dapat merugikan #arga #alaupun keputusan tersebut dianggap benar oleh para pejabat.
http%//catat&kan.blogspot.co.id/''//manfaat&etika&politik.html
•
Manusia sebagai makhluk social yang dalam kehidupannya selalu bersinggungan dengan manusia lain, sedangkan masing-masing memiliki karakter yang berbeda sehingga setiap orang harus pandai menempatkan diri dalam kehidupan social agar tidak menyakiti dan merugikan orang lain. Hal inilah yang melatarbelakangi pentingnya etika dalam aktivitas kehidupan: Etika Berbicara Berbicara Dalam Masyarakat, Masyarakat, Berbicara merupakan merupakan rutinitas rutinitas yang sering sering dilakukan dilakukan oleh manusi manusia. a. Dengan Dengan berbic berbicara ara kita kita dapat dapat menyam menyampai paikan kan pendap pendapat at dan sebali sebalikny knyaa kita kita juga juga dapat dapat mengetahui keinginan orang lain. Bila kita berbicara dengan sopan maka dapat mendatangkan teman. Namun jika berbicara tidak sopan maka akan mendatangkan banyak musuh. Etika dalam berbicara perlu kita perhatikan. perhatikan. Sebab, dalam bermasyarakat bermasyarakat kita pasti berhadapan berhadapan dengan orang lain yang memiliki sifat dan sikap berbeda satu sama lain. Etika yang baik dalam berbicara yaitu : Berbicaralah dengan tutur kata yang sopan, ramah tamah. Hindar Hindarila ilah h cara cara bicara bicara yang yang bisa bisa menimb menimbulk ulkan an persel perselisi isihan han,, sepert sepertii mengad mengadu u domba, domba, fitnah fitnah,, gosip, dll Berbicaralah yang sesuai dengan siapa kita berbicara, misalnya dengan orang yang lebih tua kita berbic berbicara ara dengan dengan sopan sopan dan rasa rasa hormat hormat.. Berbic Berbicara ara dengan dengan yang yang lebih lebih muda muda kita kita bisa bisa lebih lebih menghargai. Berbicaralah sesuai waktu dan kondisi lawan bicara kita, Janganlah orang yang sedang beribadah, kita ajak berbicara karena itu tidak sopan meskipun lawan bicara kita adalah orang terdekat kita. Misalnya jika kita ingin berbicara dengan teman kita lewat telepon kita harus liat waktu terlebih dahulu. Jika kita menelepon pada jam 2 dini hari, maka hal ini cukup mengganggu kenyamanan tidur orang lain (lawan bicara kita).
•
Etika Dalam Berpakaian, Pakaian berfungsi untuk menutup tubuh manusia, tidak hanya itu saja. Kini pakaian telah menjadi kebutuhan manusia. Saat ini kita sering lihat di Mall banyak pakaian dari berbagai model dan corak ditawarkan disana. Kadang kita sering bingung saat menentukan pakaian apa yang sesuai dengan kepribadian dan karakter kita. Etika dalam berpakaian ini membahas tentang bagaimana kita menempatkan pakaian yang kita gunakan agar sesuai dengan agama, budaya, norma. Misaln Misalnya ya jika jika kita kita seoran seorang g muslim muslim yang yang ingin ingin memasu memasuki ki masjid masjid maka maka kita kita diwaji diwajibka bkan n untuk untuk mengenakan busana yang menutup aurat, yaitu dengan menggunakan pakaian muslim. Selain itu jika kita ingin menghadiri acara undangan formal maka kita harus menyesuaikan diri mengenakan pakaian yang formal, misalnya memakai kemeja, batik dan pakaian resmi lainnya.
•
Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Berbeda Agama, terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras dan lain-lain. Hal ini patut disyukuri karena perbedaan itu tidak menjadikan suatu penghalang dalam kehidupan bermasyarakat. Itu disebabkan adanya etika dalam kehidupan bermasyarakat khususnya etika pergaulan pergaulan dengan orang yang berbeda berbeda agama. agama. Kita harus saling menghargai, menghargai, menghormati menghormati dan toleransi antara agama yang satu degan agama yang lainnya. Misalnya pada saat bulan suci Ramadhan umat islam berpuasa namun yang non muslim menghargai yang berpuasa dengan tidak mengganggu orang yang sedang berpuasa tersebut.
•
Etika Dalam Makan dan Minum, Makan dan minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi agar manusia dapat bertahan hidup. Berbagai macam jenis makanan tersedia di dunia ini. Sekarang, bagaimanakah kita bisa memilih makanan dan minuman yang sesuai dengan kebutuhan kita. Karena makanan makanan yang baik adalah makanan makanan yang bergizi. bergizi. Etika dalam makan dan minum dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya sebelum makan dan minum kita harus berdoa dahulu agar makanan dan minuman yang kita makan dapat bemanfaat untuk tubuh kita. Dalam pergaulan bermasyarakat hendaknya kita mempunyai sikap sopan santun, ramah tamah, saling menghargai, saling menghormati antara sesama. Sebab, pencerminan etika seseorang terlihat dari segala kegiatan yang ia lakukan.
!ekanisme kontrol tersebut sangat penting agar para pejabat tidak mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat. !asih hangat dalam ingatan kita tentang
rencana tambang emas di *embata. !asyarakat yang terancam akan teralienasi dari berbagai aspek kehidupannya memrotes dan menolak rencana tersebut. +indakan masyarakat tersebut dilihat sebagai cara masyarakat mengontrol kebijakan yang diambil pemerintah. Ketiga, para pejabat dapat bertanggung ja#ab atas berbagai keputusan yang dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan jabatannya. Para pejabat bekerja dalam lingkup organisasional, oleh karena itu segala kebijakan yang diambil mesti berdasarkan kesepakatan bersama. amun, mereka tidak dapat melarikan diri dari tanggung ja#abnya sebagai seorang pribadi atas sebuah keputusan. +anggung ja#ab pribadi tidak hanya berlaku saat ia memegang jabatan publik tertentu, tetapi juga terus berlanjut ketika ia berada pada free position. +anggung ja#ab pribadi juga dapat mendukung akuntabilitas bagi keputusan yang kurang dapat dianggap berasal dari pejabat&pejabat yang baru. Karena tanggung ja#ab pribadi melekat pada pribadi dan bukan pada kolekti-itas, maka tanggung ja#ab tersebut selalu melekat dan mengikuti pejabat ke mana pun ia pergi. Kita dapat menelusurinya setiap #aktu juga pada saat ia tidak sedang memegang suatu jabatan publik tertentu. Etika politik menolak segala kecenderungan yang terus berkembang terutama yang menyangkal tanggung ja#ab pribadi dan kecenderungan komplementer yang mempertalikannya dengan berbagai jenis kolekti-itas. Etika politik bagi para pejabat mesti menghasilkan makna moral dari tugasnya dalam memegang jabatan publik tertentu, dan mesti dapat merubah cara berpikir dan bertindak para pejabat. engan demikian esensi etika politik bagi para pejabat dapat benar&benar e-iden, e-idensi ini muncul dalam tataran praktik bukan dalam tataran konsep Saya terpikat atas pemikiran Haryatmoko (2007). Menurutnya, etika politik perlu, karena: Pertama, bagaimanapun tidak santunnya suatu politik, tiap keputusan untuk bertindak, perlu legitimasi. Pengesahan itu akan dibahas bersama dan harus mengacu pada norma-norma moral, nilai-nilai hukum atau peraturan perundangan. Di sini letak celah di mana etika politik bisa berbicara dengan otoritas. Kedua, etika politik berbicara dari sisi korban. Politik yang kasar dan tidak adil akan mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan reaksi indignation (terusik dan protes terhadap ketidakadilan). Keberpihakan pada korban tidak akan mentolerir politik yang kasar. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik. Ketiga, pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan yang berlarut-larut akan membangkitkan kesadaran, perlunya penyelesaian yang mendesak dan adil. Penyelesaian semacam ini tidak akan terwujud bila tidak mengacu ke etika politik. Seringnya pernyataan “perubahan harus konstitusional”, menunjukkan etika politik tidak bisa diabaikan begitu saja. Kajian Teoritis tentang Etika Politik
Jika pembuat kebijakan dibiarkan menghalalkan segala cara, kehidupan rakyat tidak lagi damai. Paul Ricoeur (1990) mengatakan etika politik perlu, karena ada tuntutan 1) untuk hidup bersama dan untuk orang lain. 2) memperluas lingkup kebebasan, 3) membangun institusi-institusi yang adil. Setiap orang mendamba kehidupan yang baik. Eksis secara wajar. Dan meraih sesuatu yang diidamkan. Untuk mencapainya, ada suatu mata rantai yang berkesinambungan. Hidup bersama dalam kerangka institusi yang adil, dapat terwujud bila kita bersedia menerima pluralitas. Institusi-institusi yang adil mewadahi warga negara untuk hidup bersama tanpa saling merugikan. Kebebasan yang dimiliki warga negara seperti kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan
pendapat, dan sebagainya, memberi ruang bagi warga negara berinisiatif dan kritis pada institusi yang tidak adil
Ada dasar yang fundamental dalam memfungsikan sistem politik yang memadai. Beberapa saran penerapan etika politik di Indonesia, adalah sebagai berikut. Pertama, membuat masyarakat menjadi kritis. Franklyn Haiman (1958) mensyaratkan adanya peningkatan kapasitas rasional manusia. Upaya persuasi seperti kampanye politik, komunikasi pemerintah, periklanan, dan lain-lain, adalah suatu teknik untuk mempengaruhi penerima dengan menghilangkan proses berfikir sadarnya dan menanamkan sugesti atau penekanan pada kesadaran, agar menghasilkan perilaku otomatis yang tidak reflektif. Seruan motivasional dan emosional juga kerap digunakan dalam mempengaruhi rasional massa. Pemilihan kata, kerap tidak mempertimbangkan rasa keadilan. Habermas (1967) mengatakan bahwa bahasa juga merupakan sarana dominasi dan kekuasaan. Monopoli pada pilihan kata, terutama karena akses ruang publik lebih terbuka pada politisi, menimbulkan peluang penyimpangan kepentingan. Upaya penggerakan logika instant ini tidak etis. Intinya, seorang politisi yang berusaha diterima pandangannya secara tidak kritis, dia juga dapat dipandang sebagai pelanggar etika politik yang ideal. Jadi manusia harus diajar berfikir, menganalisa dan mengevaluasi informasi dengan rasio dan mampu mengontrol emosinya. Dengan demikian dapat menghasilkan suatu pemikiran terbaik dengan analisa kritis. Kedua, mengembangkan kebiasaan meneliti. Semua pihak: masyarakat (melalui LSM), media massa, perguruan tinggi, politisi atau penguasa, sebaiknya mengembangkan kebiasaan meneliti. Peningkatan rasionalitas pada masyarakat selayaknya dibarengi dengan kemauan politisi dalam bersikap adil ketika memilih dan menampilkan fakta dan data secara terbuka. Pengetahuan tentang realitas sebaiknya mencerminkan kenyataan real yang dibutuhkan. Informasi yang ditampilkan adalah informasi yang paling relevan dan selengkap mungkin memfasilitasi kemampuan rasional publik. Dan data yang dibutuhkan masyarakat, tidak boleh diselewengkan atau disembunyikan. Ketika banyak pihak terbiasa meneliti dan terekspos oleh data, penyelewengan data akan berkurang. Keterbukaan akses informasi ini, memfasilitasi masyarakat, mengamati politisi dalam membuat keputusan yang akurat. Bagi politisi sendiri, ada baiknya mempertimbangkan peringatan Wallace untuk menanyakan hal ini pada diri sendiri, ”Apakah saya memberi kesempatan khalayak saya untuk membuat pernilaian dengan adil, tanpa menutup-nutupi data?” Ketiga, kepentingan umum daripada pribadi atau golongan. Politisi hendaknya mengembangkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan. Motif pribadi atau golongan, atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kolektif oleh publik, sungguh suatu tindakan tercela. Pertanyaan yang dapat diangkat adalah: ”Apakah saya melupakan amanah yang telah diberikan oleh khalayak pada saya?” Ajakan suci ini memang membutuhkan gerakan hati dari politisi. Dan hati adalah ranah personal dari seorang individu. Namun, masyarakat memiliki hak sebagai eksekutor, ada atau tidak adanya politisi tersebut duduk di singasana politik. Meski butuh waktu lima tahunan. Keempat, menghormati perbedaan. Etika politik juga dapat dilaksanakan dengan menghormati perbedaan pendapat dan argumen. Meski diperlukan adanya kerjasama dan kompromi, nilai dasar hati nurani, perlu menjadi batasan pembuatan kebijakan.
Menurut Wallace, ”Kita tidak perlu mengorbankan prinsip demi kompromi. Kita harus lebih suka menghadapi konflik daripada menerima penentraman” Ini penting. Karena secara budaya, Indonesia adalah negara kolektifis yang kerap mementingkan harmonisasi. Bagi masyarakat, keaktifan dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapat sebaiknya disambut dengan lebih aktif memanfaatkan ruang publik yang tersedia. Bagi politisi, ada baiknya memperhatikan pertanyaan Wallace ini: ”Bisakah saya dengan bebas mengakui kekuatan dan bukti serta argumen yang bertentangan dan masih mengajukan sebuah pendapat yang menampilkan keyakinan saya?” Kelima, penerapan hukum. Penerapan etika politik sebaiknya didasari hukum. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang mungkin sekali mempunyai kepentingan berlawanan. Politisi, dibantu oleh pengawasan masyarakat, sebaiknya mampu memfasilitasi dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi yang adil. Pengeksklusifan pada suatu kelompok dapat membuahkan keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Pengelolaan hukum dengan prosedur yang baik, dapat mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan tidak diserahkan kepada politisi, tapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang menjamin pelaksanaan keadilan. Jadi ketika politisi melakukan pelanggaran, prosedur hukum secara otomatis dan transparan, dapat diberlakukan pada politisi, tanpa adanya rekayasa. Keenam, mengurangi privasi. Salah satu upaya pelaksanaan etika politik, menurut Dennis F Thompson (1987), adalah dengan mengurangi privasi pejabat negara. Menurutnya, para pejabat sesungguhnya bukan warga negara biasa. Mereka memiliki kekuasaan atas warga negara, dan bagaimanapun, mereka merupakan representasi dari warga negara. Perbedaan-perbedaan signifikan antara pejabat negara dan warga negara membuat berkurangnya wilayah kehidupan pribadi ( privacy) para pejabat negara. Karenanya, privacy pejabat negara tidak harus dijaga, bila perlu dikorbankan untuk menjaga keutuhan demokrasi dan menjaga kepercayaan warga negara. Kebijakan-kebijakan politik yang diambil, sebesar dan atau seluas apa pun, sedikit banyak, berpengaruh bagi kehidupan warga negara. Jadi layaklah bila masyarakat tahu secara detail, mengenai kehidupan pejabat-pejabat negara. Pengetahuan tersebut merupakan bagian dari garansi dan kontrol publik yang membuat warga negara menaruh kepercayaan pada pejabat negara yang telah dipilihnya. Warga negara harus punya keyakinan bahwa pejabat negara yang dipilihnya benar-benar memiliki fisik yang sehat dan pribadi yang jujur. Meski orang mungkin berubah, namun perlu ada jaminan awal bahwa politisi tersebut berpotensi untuk tidak mempergunakan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya. Ketujuh, beriman. Penerapan etika politik dapat berjalan dengan mulus, bila semua pihak menyandarkan keyakinan pada agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaklah menjadi jiwa dalam kehidupan tiap individu. Etika dan moral politisi akan rusak ketika tidak dihubungkannya agama dengan politik. Padahal, keduanya adalah satu kesatuan integral bagai jiwa dan raga. Iman, adalah percaya pada Tuhan. Bila politisi mempercayakan diri pada Tuhan sebagai pemilik dirinya, tempat kembalinya, pengatur manusia, pemberi amanah, penguasa keputusan hidup dan tempat berawal dan berakhirnya segala sesuatu, diharapkan politisi memiliki arahan yang terbenar. Kedelapan, terbukanya ruang publik . Perlu diperbanyak ruang publik yang memberi kesempatan politisi dan masyarakat saling berkomunikasi. Wadah seperti the Fatwa Center (tFC) ini, adalah salah satu upaya real menyediakan akses bagi interaksi tadi. Terbukanya kesempatan berbagi antartokoh, politisi, media, akademisi, birokrat, mahasiswa dan masyarakat lainnya memberi penyegaranpenyegaran edukatif pada semua pihak. Selain itu mengurangi prasangka atau peluang terjadinya pelanggaran etika politik.
Wadah seperti tFC juga diharapkan: 1) dapat memberi ruang terbuka pada peningkatan rasional dan daya kritis publik. 2) mempersiapkan calon politisi untuk menjadi politisi beretika, 3) mengingatkan politisi untuk beretika. Semua pihak akan diuntungkan. Politisi yang beretika, diuntungkan dengan adanya masyarakat yang terdidik. Masyarakat juga diuntungkan, dengan politisi yang beretika. Pada masyarakat yang tidak terpelajar atau terbelakang, maka politisi yang tidak beretika masih tetap ada. Ongkos sosial juga tinggi, diantaranya: banyaknya intrik, masyarakat dikorbankan, kemajuan Indonesia juga tidak signifikan. Mari kita, dalam proporsi masing-masing, berbuat sesuatu untuk memfasilitasi kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar-besarnya
PEMBAHASAN
1.1 Etika Politik Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar&dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas&batas ilmu politik, kajian ideologi, asas&asas dalam ilmu hukum, peraturan&peraturan ketatanegaraan, asumsi&asumsi, dan postulat&postulat tentang masyarakat dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik. Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi kebijakan&kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus nilai objektif juga) hasil kesepakatan a#al. adi, tugas utama etika politik sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan #e#enangnya. amun demikian, bukan berarti bah#a etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika politik harus pula dikritisi. leh karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik dan ilmu&ilmu terapan. Etika politik bukanlah sebuah norma. Etika politik juga bukan sebuah aliran filsafat atau ideologi, sehingga tidak dapat dijadikan sebuah pedoman siap pakai dalam pengambilan kebijakan atau tindakan politis. Etika politik tidak dapat mengontrol seorang politikus dalam bertindak atau mengambil keputusan, baik keputusan indi-idu, organisasi, atau kelompok. amun, etika politik dapat dijadikan rambu&rambu yang membantu politikus dalam mengambil keputusan. 0ungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat&alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung ja#ab. adi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentati-e. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. +ugas etika politik membantu agar pembahasan masalah&masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif. "ukum dan kekuasaan egara merupakan pembahasan utama etika politik. "ukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan egara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk indi-idu dan sosial). Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan. 1ehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat
berhak untuk menuntut pertanggung ja#aban. *egitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma&norma moral. *egitimasi ini muncul dalam konteks bah#a setiap tindakan egara baik legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma&norma moral. !oralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai&nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. 1.2 Pengertian Nilai, Norma dan Moral 2erbicara mengenai etika politik kita juga perlu mengetahui tentang apa yang disebut dengan nilai, norma dan moral. Pengertian ilai nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. 1ifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, (the believed capacity of any object to statistfy a human desire). adi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri. ilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang 3tersembunyi4 di balik kenyataan&kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan&kenyataan lain sebagai pemba#a nilai (wartrager ). !enilai berarti menimbang untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai yang diambil berhubungan dengan subjek penilai itu sendiri dimana dalam hal ini adalah manusia yang meliputi unsur&unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. 1esuatu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan lain sebagainya. i dalam nilai itu sendiri terkandung cita&cita, harapan&harapan, dambaan&dambaan dan keharusan. !aka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita&cita, harapan, dambaan dan keharusan. 2erbicara tentang nilai berarti kita masuk bidang makna normatif, bukan kognitif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. !eskipun demikian, diantara keduannya saling berkait secara erat, artinya yang ideal harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari&hari yang merupakan fakta. !a5 1celer mengelompokkan nilai ke dalam empat tingkatan berdasarkan tinggi rendahnya, yakni % a. ilai&nilai kenikmatan % dalam tingakatan ini terdapat deretan nilai&nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des Angenehmen und Unangehmen). b. ilai&nilai kehidupan % dalam tingakatan ini terdapat nilai&nilai yang penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens). c. ilai&nilai keji#aan % dalam tingkatan ini terdapat nilai&nilai keji#aan ( geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. d. ilai&nilai kerohanian % dalam tingakatan ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen). 1edangkan menurut ahli yang lain yakni otonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu % a. ilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material raga#i manusia. b. ilai -ital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau akti-itas. c. ilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. ilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam % ) ilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia (ratio, budi, cipta). ') ilai keindahan (estetis), yang bersumber pada unsur perasaan manusia (esthetis, ge-oel, rasa).
6) ilai kebaikan (moral), yang bersumber pada unsur kehendak manusia (#ill, #ollen, karsa). 7) ilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian teringgi dan mutlak. ilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. alam kaitannya dengan deri-asi atau penjabarannya maka nilai&nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. a. ilai asar ilai memiliki sifat yang abstrak yang tidak dapat diamati indra manusia namun realisasinya bersifat nyata (real ). 1etiap nilai memiliki nilai dasar (onotologis) yang merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai&nilai tersebut dimana sifatnya adalah uni-ersal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu. ilai dasar dapat juga disebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Konsekuensinya #alaupun dalam aspek praksis dapat berbeda&beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasi praksis tersebut. b. ilai 8nstrumental 9ntuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. ilai instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. ilai instrumental yang berkaitan dengan tingkah laku manusia merupakan suatu norma moral. 1edangkan yang berkaitan dengan organisasi maupun negara merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. engan kata lain nilai instrumental merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. c. ilai Praksis ilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. 1ehingga nilai praksis ini merupakan per#ujudan dari nilai instrumental itu sendiri. apat juga dimungkinkan berbeda&beda #ujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem per#ujudannya tidak boleh menyimpang dari sitem tersebut. Pengertian orma orma adalah struktur nilai yang menjadi pedoman penilaian tingkah laku manusia yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari&hari yang didasarkan atas suatu moti-asi tertentu. ilai yang menjadi milik bersama didalam satu masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam akan menjadi norma yang disepakati bersama. ilai&nilai yang telah dibakukan menjadi norma itulah yang kelak menjadi acuan penilaian. Pada hakikatnya, norma merupakan per#ujudan dari koeksistensi manusia sebagai makhluk sosial. orma sendiri dibedakan menjadi empat, yaitu norma agama, norma moral, norma sosial, dan norma hukum. Pengertian !oral !oral berasal dari kata *atin 3 Mos4 yang jamaknya Mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral hampir sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari& hari terdapat sedikit perbedaan. !oral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai&nilai yang ada. 1ecara umum moral merupakan suatu ajaran ataupun #ejangan, patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
"ubungan ilai, orma dan !oral ilai merupakan kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. alam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan ataupun moti-asi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari ataupun tidak. ilai tidak bersifat konkrit yang dapat ditangkap indra manusia melainkan bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dipahami oleh manusia. Agar nilai menjadi menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia maka perlu dikonkritkan serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan menjabarkannya dalam tingkah laku s ecara konkrit. $ujud lebih konkrit dari nilai inilah yang disebut norma. +erdapat berbagai macam norma dimana norma hukumlah yang paling kuat karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan. 1elanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. 8stilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. erajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. !akna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. alam pengertian inilah maka kita memasuki #ilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. emikianlah hubungan yang sistematik antar nilai, norma, dan moral yang pada gilirannnya krtiga aspek tersebut terujud dalam suatu tingkah laku praksis dalam kehidupan manusia. 1.3 Peran Pancasila sebagai Sumber Etika Politik di Indonesia Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan egara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah&pisahkan dengan masing&masing sila&silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing&masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. amun, makna Pancasila terletak pada nilai&nilai dari masing&masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bias ditukar&balikan letak dan susunannya. Pancasila tidak hanya merupakan sumber deri-asi peraturan perundang&undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. 9ntuk memahami dan mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila. Ketuhanan :ang !aha Esa 1ila pertama merupakan sumber nilai&nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. 2erdasarkan sila pertama egara 8ndonesia bukanlah negarateokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. $alaupun egara 8ndonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai&nilai yang berasal dari +uhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. leh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Kemanusiaan yang Adil dan 2eradab 1ila kedua juga merupakan sumber nilai&nilai moralitas dalam kehidupan negara. 2angsa 8ndonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu #ilayah tertentu, dengan suatu cita&cita serta prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. !anusia merupakan dasar kehidupan dan penyelenggaran negara. leh karena itu asas&asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. alam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas
hak&hak dasar (asasi) manusia. 1elain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara. Persatuan 8ndonesia Persatuan berati utuh dan tidak terpecah&pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam&macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. 1ila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. 8ndonesia sebagai negara plural yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang ra#an konflik. leh karenanya diperlukan semangat persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain. ibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keuthan negara dan kebaikan besama. leh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan dengan legitimasi moral. Kerakyatan yang ipimpin oleh "ikmat Kebijaksanaan dalam Permusya#aratan/ Per#akilan egara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. leh karena itu rakyat merupakan asal muasal kekuasaan negara. alam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta ke#enangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. !aka dalam pelaksanaan politik praktis, hal&hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, penga#asan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki 3legitimasi demokratis4. Keadilan 1osial bagi 1eluruh ;akyat 8ndonesia alam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip 3legalitas4. egara 8ndonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. alam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, ke#enangan serta pembagian senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran atas prinsip&prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara. Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan je rnih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. :ang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan :ang !aha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan 2eradab, Persatuan 8ndonesia, Kerakyatan yang ipimpin oleh "ikmat Kebijaksanaan dalam Permusyara#atan/Per#akilan dan dengan penuh Keadilan 1osial bagi 1eluruh ;akyat 8ndonesia tanpa pandang bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik egara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau slaah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila&sila Pancasila. Etika politik harus direalisasikan oleh setiap indi-idu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bah#a legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. ilai&nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi de#asa ini. 1eperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
alam penerapan etika politik Pancasila di 8ndonesia tentunya mempunyai beberapa kendala&kendala, yaitu % a. Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri. Ketika seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari kelemahan&kelemahan dan kekurangannya, baik secara konseptual maupun praksis. "ingga muncul sebuah keyakinan bah#a etika politik menjadi satu&satunya cara yang efektif dan efisien dalam mengkritik ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah ideologi tersendiri. b. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih lengkap disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun yang ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak mungkin berangkat dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak akan membuahkan apa&apa. amun demikian, bukan berarti etika politik Pancasila tidak mampu menjadi alat atau cara menelaah sebuah Pancasila. Kendala pertama dapat diatasi dengan cara membuka lebar&lebar pintu etika politik Pancasila terhadap kritik dan koreksi dari manapun, sehingga ia tidak terjebak pada lingkaran itu. Kendala kedua dapat diatasi dengan menunjukkan kritik kepada tingkatan praksis Pancasila terlebih dahulu, kemudian secara bertahap merunut kepada pemahaman yang lebih umum hingga ontologi Pancasila menggunakan prinsip&prinsip norma moral. Peneraan Etika Politik di Indonesia Ada dasar yang fundamental dalam memfungsikan sistem politik yang memadai. 2eberapa saran penerapan etika politik di 8ndonesia, adalah sebagai berikut. Pertama, membuat mas!arakat men"adi kritis. 0ranklyn "aiman (<=>) mensyaratkan adanya peningkatan kapasitas rasional manusia. 9paya persuasi seperti kampanye politik, komunikasi pemerintah, periklanan, dan lain&lain, adalah suatu teknik untuk memengaruhi penerima dengan menghilangkan proses berfikir sadarnya dan menanamkan sugesti atau penekanan pada kesadaran, agar menghasilkan perilaku otomatis yang tidak reflektif.
1eruan moti-asional dan emosional juga kerap digunakan dalam mempengaruhi rasional massa. Pemilihan kata, kerap tidak mempertimbangkan rasa keadilan. "abermas (@) mengatakan bah#a bahasa juga merupakan sarana dominasi dan kekuasaan. !onopoli pada pilihan kata, terutama karena akses ruang publik lebih terbuka pada politisi, menimbulkan peluang penyimpangan kepentingan. 9paya penggerakan logika instant ini tidak etis. 8ntinya, seorang politisi yang berusaha diterima pandangannya secara tidak kritis, dia juga dapat dipandang sebagai pelanggar etika politik yang ideal. adi manusia harus diajar berfikir, menganalisa dan menge-aluasi informasi dengan rasio dan mampu mengontrol emosinya.
engan demikian dapat menghasilkan suatu pemikiran terbaik dengan analisa kritis. Kedua, mengembangkan kebiasaan meneliti.
1emua pihak% masyarakat (melalui *1!), media massa, perguruan tinggi, politisi atau penguasa, sebaiknya mengembangkan kebiasaan meneliti. Peningkatan rasionalitas pada masyarakat selayaknya dibarengi dengan kemauan politisi dalam bersikap adil ketika memilih dan menampilkan fakta dan data secara terbuka. Pengetahuan tentang realitas sebaiknya mencerminkan kenyataan real yang dibutuhkan. 8nformasi yang ditampilkan adalah informasi yang paling rele-an dan selengkap mungkin memfasilitasi kemampuan rasional publik. an data yang dibutuhkan masyarakat, tidak boleh disele#engkan atau disembunyikan. Ketika banyak pihak terbiasa meneliti dan terekspos oleh data, penyele#engan data akan berkurang. Keterbukaan akses informasi ini, memfasilitasi masyarakat, mengamati politisi dalam membuat keputusan yang akurat. 2agi politisi sendiri, ada baiknya mempertimbangkan peringatan $allace untuk menanyakan hal ini pada diri sendiri, Ketiga, kepentingan umum daripada pribadi atau golongan. Politisi hendaknya mengembangkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan. Pertanyaan yang dapat diangkat adalah% 4Apakah saya melupakan amanah yang telah diberikan oleh khalayak pada saya4 Ajakan suci ini memang membutuhkan gerakan hati dari politisi. an hati adalah ranah personal dari seorang indi-idu. amun, masyarakat memiliki hak sebagai eksekutor. Ada atau tidak adanya politisi tersebut duduk di singasana politik. !eski butuh #aktu lima tahunan. Keempat, meng#ormati erbedaan Etika politik juga dapat dilaksanakan dengan menghormati perbedaan pendapat dan argumen. !eski diperlukan adanya kerjasama dan kompromi, nilai dasar hati nurani, perlu menjadi batasan pembuatan kebijakan. !enurut $allace, $%ita tidak erlu mengorbankan rinsi demi komromi. %ita #arus lebi# suka meng#adai kon&lik dariada menerima enentraman$
Karena secara budaya, 8ndonesia adalah negara kolektifis yang kerap mementingkan harmonisasi. 2agi masyarakat, keaktifan dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapat sebaiknya disambut dengan lebih aktif memanfaatkan ruang publik yang tersedia. 2agi politisi, ada baiknya memperhatikan pertanyaan $allace ini% $Bisaka# sa!a dengan bebas mengakui kekuatan dan bukti serta argumen !ang bertentangan dan masi# menga"ukan sebua# endaat !ang menamilkan ke!akinan sa!a'$
Kelima, eneraan #ukum. Penerapan etika politik sebaiknya didasari hukum. !asyarakat terdiri dari kelompok&kelompok yang mungkin sekali mempunyai kepentingan berla#anan.
Politisi, dibantu oleh penga#asan masyarakat, sebaiknya mampu memfasilitasi dan mengatur kepentingan&kepentingan kelompok dengan membangun institusi&institusi yang adil. Pengeksklusifan pada suatu kelompok dapat membuahkan keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Pengelolaan hukum dengan prosedur yang baik, dapat mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan tidak diserahkan kepada politisi, tapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang menjamin pelaksanaan keadilan. adi ketika politisi melakukan pelanggaran, prosedur hukum secara otomatis dan transparan, dapat diberlakukan pada politisi, tanpa adanya rekayasa Keenam, mengurangi ri(asi. 1alah satu upaya pelaksanaan etika politik, menurut ennis 0 +hompson (<>@), adalah dengan mengurangi pri-asi pej abat negara. !enurutnya, para pejabat sesungguhnya bukan #arga negara biasa. !ereka memiliki kekuasaan atas #arga negara, dan bagaimanapun, mereka merupakan representasi dari #arga negara.
Perbedaan&perbedaan signifikan antara pejabat negara dan #arga negara membuat berkurangnya #ilayah kehidupan pribadi ( privacy) para pejabat negara.
Karenanya, pri-acy pejabat negara tidak harus dijaga, bila perlu dikorbankan untuk menjaga keutuhan demokrasi dan menjaga kepercayaan #arga negara. Kebijakan&kebijakan politik yang diambil, sebesar dan atau seluas apa pun, sedikit banyak, berpengaruh bagi kehidupan #arga negara. adi layaklah bila masyarakat tahu secara detail, mengenai kehidupan pejabat&pejabat negara. Pengetahuan tersebut merupakan bagian dari garansi dan kontrol publik yang membuat #arga negara menaruh kepercayaan pada pejabat negara yang telah dipilihnya. $arga negara harus punya keyakinan bah#a pejabat negara yang dipilihnya benar&benar memiliki fisik yang sehat dan pribadi yang jujur. !eski orang mungkin berubah, namun perlu ada jaminan a#al bah#a politisi tersebut berpotensi untuk tidak mempergunakan kekuasaan dan ke#enangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya. Ketujuh, beriman. Penerapan etika politik dapat berjalan dengan mulus, bila semua pihak menyandarkan keyakinan pada agama. 1ila Ketuhanan :ang !aha Esa, hendaklah menjadi ji#a dalam kehidupan tiap indi-idu. Etika dan moral politisi akan rusak ketika tidak dihubungkannya agama dengan politik. Padahal, keduanya adalah satu kesatuan integral bagai ji#a dan raga. 8man, adalah percaya pada +uhan. 2ila politisi mempercayakan diri pada +uhan sebagai pemilik dirinya, tempat kembalinya, pengatur manusia, pemberi amanah, penguasa keputusan hidup dan tempat bera#al dan berakhirnya segala sesuatu, Kedelapan, terbukan!a ruang ublik.
Perlu diperbanyak ruang publik yang memberi kesempatan politisi dan masyarakat saling berkomunikasi. $adah seperti the 0at#a Benter (t0B) ini, adalah salah satu upaya real menyediakan akses bagi interaksi tadi. +erbukanya kesempatan berbagi antartokoh, politisi, me dia, akademisi, birokrat, mahasis#a dan masyarakat lainnya memberi penyegaran&penyegaran edukatif pada semua pihak. 1elain itu mengurangi prasangka atau peluang terjadinya pelanggaran etika politik. $adah seperti +he 0at#a Benter juga diharapkan% ) dapat memberi ruang terbuka pada peningkatan rasional dan daya kritis publik.
') mempersiapkan calon politisi untuk menjadi politisi beretika, 6) mengingatkan politisi untuk beretika. 1emua pihak akan diuntungkan. Politisi yang beretika, diuntungkan dengan adanya masyarakat yang terdidik. !asyarakat juga diuntungkan, dengan politisi yang beretika. Pada masyarakat yang tidak terpelajar, maka politisi yang tidak beretika masih tetap ada. ngkos sosial juga tinggi, diantaranya% banyaknya intrik, masyarakat dikorbankan, kemajuan 8ndonesia juga tidak signifikan. ANA)ISIS %EBI*A%AN %ENAI%AN BBM +%ontra kontra terhadap kenaikan 22! mulai dari anggota P;, P;, kalangan mahasis#a dari berbagai uni-ersitas, petani, nelayan, angkutan umum dan masih banyak lagi mereka semua menolak kenaikan harga 22!. iantara yang pro dan kontra terhadap kebijakan kenaikan harga 22! tersebut terdapat kelompok yang abstain. !ereka ini tidak ikut demo, pasrah, harga 22! tidak naik syukur, kalau 22! naik monggo kerso. !ereka juga sebenarnya berharap harga 22! tetap, karena dengan kenaikan 22! akan mengakibatkan tambahan pengeluaran mereka sehari& hari, tetapi tetap menerima. 1udah jelas pemerintah dengan perangkatnya beserta jajarannya akan mendukung kenaikan harga 22! bersubsidi karena gaji mereka dibayar dari AP2 dan mereka pula yang menerbitkan kebijakan kenaikan harga 22! bersubsidi untuk menyelamatkan AP2. 1elama AP2 aman, gaji mereka tetap aman. amun bukan alasan itu yang menjadi dasar kebijakan kenaikan harga 22!. Kebijakan itu dikeluarkan setelah melalui kajian dan berbagai pertimbangan yang masak serta dengan memperhitungkan dampak positif dan negatifnya yang me mang pada akhirnya kenaikan harga 22! lah yang dianggap paling tepat untuk dilakukan. +ujuannya bukan hanya untuk menyelamatkan AP2, tapi juga untuk menyelamatkan penyelenggaraan kegiatan negara lainnya seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi dan lainnya. 2ahkan Kadin ikut menganjurkan agar pemerintah menaikkan harga 22! untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha. ari kalangan masyarakat yang setuju dengan kenaikan 22! antara lain diperoleh pendapat bah#a harga 22! #ajar naik karena harga minyak mentah yang merupakan bahan pokoknya juga meningkat. Pendapat lain mengatakan harga 22! perlu naik agar masyarakat berhemat dan efisien dalam menggunakan 22!. 1ementara seorang P1 mengatakan bah#a ia setuju harga 22! naik, karena mengurangi subsidi untuk 22! yang akan terbuang percuma, lebih baik dana subsidi digunakan untuk kesehatan atau pendidikan. Pendapat yang lebih ekstreem berpendapat bah#a sebaiknya subsidi sebaiknya dihapus, dananya dialihkan untuk 2*+ dan harga 22! disesuaikan dengan harga pasar. ari kalangan yang kontra atau tidak setuju terhadap kenaikan harga 22!, diantaranya adalah sebagian anggota P;. Ada yang mengatakan bah#a kebijakan kenaikan harga 22! kurang tepat untuk saat ini, karena akan menambah beban rakyat yang sedang menghadapi berbagai tekanan ekonomi seperti kenaikan harga pangan. 2eberapa alasan yang dikemukakan dari kalangan ibu rumah tangga, petani, mahasis#a, elite politik, *1! maupun kalangan masyarakat lainnya yang tidak setuju terhadap adanya kenaikan harga 22! bersubsidi antara lain %
a.
akan mengakibatkan efek berantai terhadap harga kebutuhan pokok rakyat,
b.
pemerintah terlalu terburu&buru menerbitkan kebijakan,
c.
pemerintah malas dan hanya mencari jalan pintas,
d.
akan mengakibatkan semakin meluasnya masalah kemiskinan,
e.
dapat memicu konflik sosial dalam masyarakat,
f.
memperparah masalah pengangguran,
g.
akan memicu kenaikan harga barang lainnya, biaya transportasi dan inflasi
Kelompok masyarakat yang netral atau abstain terhadap kenaikan harga 22! punya alasan tersendiri. !ereka lebih banyak diam menunggu perkembangan dan tampaknya lebih mencari aman. Kelompok ini sebagian besar berasal dari #arga kelas menengah dan #arga keturunan serta sebagian masyarakat terpelajar baik kelas atas, menengah maupun ba#ah yang nrimo apapun kebijakan yang diambil pemerintah selama hak mereka tidak berkurang. 1eorang P1 mengatakan bah#a kalau harga 22! naik kasihan para tukang ojek harus menambah biaya, namun kalau tidak naik AP2 kita payah, jadi terserah pemerintah saja, katanya. 2eberapa alasan lain yang dapat diperoleh dari kelompok yang abstain ini antara lain %
a.
b.
c.
ibarat buah simalakama, cCtaluna
percuma ikut demo penolakan kenaikan 22!, toh akhirnya naik juga,
serahkan kepada pemerintah, pemerintah yg lebih mengetahui situasinya,
d.
lebih senang kalau harga 22! tidak naik, tapi kalau pemerintah maunya naik mau bilang apa
Etika politik berupaya membahas prinsip-rinsip moral dasar kenegaraan modern. Bukan etika kelakuan politisi yang dibicarakan. Pandangan-pandangan dasar tentang bagaimana harkat kemanusiaan dan keberadaban kehidupan masy dpt dijamin berhadapan dengan kekuasaan modern. Sebagai ilmu dan Cabang filsafat Etika politik lahir di Yunani di saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk. Melihat keambrukan itu muncul pertanyaan bagaimana seharusnya masyarakat ditata. Legitimasi kekuasaan raja dlm tatanan hirarkis kosmos tdk lagi diterima begitu sj.Legitimasi2 tradisional kehilangan daya pikaktnya. Legitimasi tatann hokum dan Negara dan hak rajautk memerintah masyarakatnya dipertanyakan.Etika politik pada prinsipnya mengarah pada prinsipprinsip moral yang harus mendasari penataan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan. Etika : refleksi kritis dan rasional terhadap moral (filsafat etika). Moral: Ajaran, Etika: Ilmu - Bertujuan utk membahas prinsip” moral dasar ketatanegaraan modern” bukan etika kelakuan para para politisi, melainkan bagimana harkat kemanuasusiaan dan keberadaban kehidupan masy dapat dijamin berhadapan dgn kekuasaan Negara moder. ( masy. Tradisonal, masy feodal, masy/Negara industri dan masy/ Negara pasca industri. - Munculnya Filsafat dan etika pol (frans magnis) menyangkut baik baik dimensi hokum maupun dimensi kekuasaan Negara. - Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jd, tdk berdasarkan emosi,prasangka, apriori, melainkan secra rasional, objektif dan argumentative. Fungsinya jg sebagai kritik ideology. - Adalah salah faham, kalo etika pol langsung mencampuri polpraktis. Tugas etika pol sebagai subsider, yakni membantu agar pembahsan masalah” ideologis dapat dijalankan secara objektif. - Etika politik menuntut segala klaim atas hak utk menata masy dipertanggung jawabkan pd prinsip2 moral dasar. Dgn demikian etika pol berfungsi sbg sarana kritik ideology. - Etika pol tdk dapat mengkhotbahi para politkus, ttp dapat memberikan Patoka” orientasi dan pegangan” normative bagi mereka yg memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan pol dgn tolok ukur martabat manusia. - Etika pol bersifat reflektif atau meta real. Etika membahas car abagaimana masalah” kehidupan dapat dihadapi, ttp tdk menawarkan suatu system normative sebagai dasar Negara. - Etika Pol adalah ilmu yg mempelajari realist, misalnya suatu system moral yg ada, ttp tdk dapat menjadi system moral sendiri. Maka etika pol tdk berada pada tingkat system legitimasi pol tertentu dan tdk dapat menyaingi suatu ideology Negara. Tp etika pol dapat membantu usaha masy untuk mengejawantahkan ideology Negara yg luhur kedalam realitas poly g nyata. Etika pol: Filsafat moral ttg dimensi politis manusia. Filsafat dibagi dua cabang utama: 1. Filsafat teoritis: Apa yg ada? 2. Filsafat Praktis: Bagaimana manusia harus bersikap terhadap apa yg ada itu. Filsafat etika yang yang
langsung mempertanyakan praksis manusia. Etika Umum: mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi manusia, Sedangkan etika khusus mmebahas prinsip-prinsip itu dlm hubungan dengan kewajiban manusia dlm berbagai lungkup kehidupannya. sahrirka.com
ETIKA Oleh:
DR.
POLITIK Haryatmoko
1. Pengertian a. Etika Etika merupakan suatu pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral terentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi etika khusus yaitu etika yang membahas prinsip dalam berbagai aspek kehidupan manusia sedangkan etika umum yaitu mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia (Suseno, 1987). Menurut Kattsoff, 1986 etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia, dan juga berkaitan dengan dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. b. Nilai Nilai atau “Value” termasuk kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiologi, theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tyentang nilai-nilai. Istilah ini di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth) atau kebaikan (Goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena, 229). Dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences Dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yan menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. (The believed copacity of any abject to statisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kwalitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri. c. Politik Pengertian politik berasal dari kosa kata ‘Politics’ yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara. Yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan daari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan atau Decisionmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala perioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies. Yang menyangkut pengaturan dan pemabgian atau distributions dari suber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuasaan (Power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat Persuasi, dan jika perlu dilakukan pemaksaan (Coercion). Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (Statement of intent) yang tidak akan pernah terwujud. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik kegiatan berbagai kelompok termasuk paratai politik, lembaga masyarakat maupu perseorangan. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (allocation). (Budiardjo, 1981: 8,9) d. Etika Politik Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek
etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.Aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia, (Lihat suseno, 1987: 15) Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti : 1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke) 2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke) 3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque) 4. Kedaulatan rakyat (Roesseau) 5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant) 6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb) 7. Keadilan sosial 2. Prinsip-prinsip Dasar Etika Politik Kontemporer a. Pluralisme Dengan pluralism dimaksud♣ kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya dan adat. Mengimplikasikan pengakuan terhadap kebabasan♣ beragama, berfikir, mencari informasi dan toleransi Memerlukan♣ kematangan kepribadian seseorang dan kelompok orang Terungkap dalam♣ Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan bahwa di Indonesia tidak ada orang yang boleh didiskriminasikan karna keyakinan religiusnya. Sikap ini adalah bukti keberadaban dan kematangan karakter klektif bangsa b. HAM Jaminan♣ hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusiaan yang adil dan beradab, karena hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakuakan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia Kontekstual♣ karena baru mempunyai fungsi dimana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi dan sebaliknya diancam oleh Negara modern Mutlak karena♣ manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, meliankan karena ia manusia, jadi dari tangan pencipta Kemanusiaan yang adil dan beradab♣ juga menolak kekerasan dan eklusivisme suku dan ras c. Solidaritas Bangsa Solidaritasd mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup untuk diri ♣ sendiri melaikan juga demi orang lain Solidaritas dilanggar kasar oleh♣ korupsi. Korupsi bak kanker yang mengerogoti kejujuran, tanggung jawab, sikap obyektif, dan kompetensi orang/kelompok orang yang korup d. Demokrasi Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tidak ada♣ manusia atau sebuah elit, untuk menentukan dan memaksakan bagaimana orang lain harus atau boleh hidup Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang ♣ dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana tujuan mereka dipimpin Demokrasi adalah kedaulatan rakyat dan keterwakilan. Jadi ♣ demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak rakyat kedalam tindakan politik Dasar-dasar demokrasi Kekuasaan dijalankan atas dasar ♣ ketaatan terhadap hukum Pengakuan dan jaminan terhadap HAM. ♣ e. Keadilan Sosial Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam♣ kehidupan masyarakat, Keadilan sosial mencegah dari perpecahan ♣ ♣ Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideolodis, sebagai pelaksana ide-ide, agamaagama tertentu. Keadilan adalah yang terlaksana
diusahakan dengan membongkar ketidak adilan dalam masyarakat 3. Dimensi Politik Manusia a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kacamata yang berbeda-beda. Paham individualismeyang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas, Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan da tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme mamandang siafat manusia sebagi manusia sosial sauja. Individu menurut paham kolekvitisme dipandang sekedar sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagi invidu dan segala aktivitas dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai masyarakat atau makhluk sosial. Kesosialanya tidak hanya merupakan tambahan dari luar terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain. Manusia didalam hidupnya mampu bereksistensi kare orang lain dan ia hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubunganya dengan orang lain. Dasar filosofi sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah monodualis yaitu sbagai makhlukindividu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalis individualistis. Secara moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan dan kkesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut. b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada normanormanya. Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga itu adalah negara. Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa negara yang memiliki kekuasaan itu adalah sebagai perwujudan sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Jadi lemabaga negara yang memiliki kekuasaan adalah lembaga negara sebagai kehendak untuk hidup bersama (lihat Suseno :1987 :21) 4. Nilai-nilai pancasila Sebagai Sumber Etika Politik Sebagi dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundangundangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) ♣
Keadilan
sosial
dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Etika politik ini harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara, PENUTUP 1. Kesimpulan Etika politik termasuk lingkup etika sosial yang berkaiatan dengan bidang kehidupan politik, politik juga memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik negara dan menyangkut proses penentuaan tujuan dari sebuah sitem yang diikuti oleh pelaksananya, yang menyangkut kepentingan masyarakat (publikols) dan bukan tujuan pribadi. Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami dalam pengertian yang lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk sesuatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara. Dalam kapasitas moral kebebasan manusia menentukan tindakan yang harus dilakukan dan yang tidak dilakukan dengan cara mengambil sikap terhadap alam dan dan masyarakat sekelilingnya untuk penyesuaian diri. Sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis sehingga segala keputusan kebijaksanaan serta arah dari tujuan harus dapat dikembalikan secara moral tertentu. 2. Saran Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara. DAFTAR PUSTAKA Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yokyakarta, Paradigma Thamiend Nico, Tata Negara, Ghalia Indonesia, Yudhistira Suseno Franz Magnis, Titik Temu Etika Politik, 04 Mei 2008 Etika Politik, Bukan Hanya Moralitas Politikus ETIKA POLITIK BANYAK pengamat politik berpandangan sinis: "Berbicara etika politik itu seperti berteriak di padang gurun." "Etika politik itu nonsens". Realitas politik adalah pertarungan kekuatan dan kepentingan. Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara. Dalam konteks ini, bagaimana etika politik bisa berbicara? Urgensi etika politik Kalau orang menuntut keadilan, berpihak pada korban, memberdayakan masyarakat melalui civil society, membangun demokrasi, bukanlah semua itu merupakan upaya mewujudkan etika politik? Dalam situasi kacau, bukankah etika politik menjadi makin relevan? Pertama, betapa kasar dan tidak santunnya suatu politik, tindakannya membutuhkan legitimasi. Legitimasi tindakan ini mau tidak mau harus merujuk pada norma-norma moral, nilai-nilai hukum atau peraturan perundangan. Di sini letak celah di mana etika politik bisa berbicara dengan otoritas. Kedua, etika politik berbicara dari sisi korban. Politik yang kasar dan tidak adil akan mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan reaksi indignation (terusik dan protes terhadap ketidakadilan). Keberpihakan pada korban tidak akan mentolerir politik yang kasar. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik. Ketiga, pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan yang berlarut-larut akan membangkitkan kesadaran akan perlunya penyelesaian yang mendesak dan adil. Penyelesaian semacam ini tidak akan terwujud bila tidak mengacu ke etika politik. Seringnya pernyataan "perubahan harus konstitusional", menunjukkan etika politik tidak bisa diabaikan begitu saja. Kekhasan etika politik Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka
memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Definisi etika politik membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Pengertian etika politik dalam perspektif Ricoeur mengandung tiga tuntutan, pertama, upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain...; kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan..., ketiga, membangun institusiinstitusi yang adil. Tiga tuntutan itu saling terkait. "Hidup baik bersama dan untuk orang lain" tidak mungkin terwujud kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup baik tidak lain adalah cita-cita kebebasan: kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan dengan menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya. Dalam definisi Ricoeur, etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual saja, tetapi terkait dengan tindakan kolektif (etika sosial). Dalam etika individual, kalau orang mempunyai pandangan tertentu bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Sedangkan dalam etika politik, yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin warganegara karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan hidup seseorang dengan tindakan kolektif tidak langsung, membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolektif. Perantara itu bisa berupa simbol-simbol maupun nilai-nilai: simbol-simbol agama, demokrasi, dan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan sebagainya. Melalui simbol-simbol dan nilai-nilai itu, politikus berusaha meyakinkan sebanyak mungkin warganegara agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Maka politik disebut seni karena membutuhkan kemampuan untuk meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi, kebohongan, dan kekerasan. Etika politik akan kritis terhadap manipulasi atau penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol itu. Ia berkaitan dengan masalah struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang mengkondisikan tindakan kolektif. Etika politik vs Machiavellisme Tuntutan pertama etika politik adalah "hidup baik bersama dan untuk orang lain". Pada tingkat ini, etika politik dipahami sebagai perwujudan sikap dan perilaku politikus atau warganegara. Politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak mementingkan golongannya. Jadi, politikus yang menjalankan etika politik adalah negarawan yang mempunyai keutamaan-keutamaan moral. Dalam sejarah filsafat politik, filsuf seperti Socrates sering dipakai sebagai model yang memiliki kejujuran dan integritas. Politik dimengerti sebagai seni yang mengandung kesantunan. Kesantunan politik diukur dari keutamaan moral. Kesantunan itu tampak bila ada pengakuan timbal balik dan hubungan fair di antara para pelaku. Pemahaman etika politik semacam ini belum mencukupi karena sudah puas bila diidentikkan dengan kualitas moral politikus. Belum mencukupi karena tidak berbeda dengan pernyataan. "Bila setiap politikus jujur, maka Indonesia akan makmur". Dari sudut koherensi, pernyataan ini sahih, tidak terbantahkan. Tetapi dari teori korespondensi, pernyataan hipotesis itu terlalu jauh dari kenyataan (hipotetis irealis). Etika politik, yang hanya puas dengan koherensi norma-normanya dan tidak memperhitungkan real politic, cenderung mandul. Namun bukankah real politic, seperti dikatakan Machiavelli, adalah hubungan kekuasaan atau pertarungan kekuatan? Masyarakat bukan terdiri dari individu-individu subyek hukum, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang saling berlawanan. Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun caranya. Filsuf Italia ini yakin tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksanya. Hanya sesudahnya, hukum dan hak akan melegitimasi kekuatan itu. Situasi Indonesia saat ini tidak jauh dari gambaran Machiavelli itu. Politik dan moral menjadi dua dunia yang berbeda. Etika politik seakan menjadi tidak relevan. Relevansi etika politik terletak pada kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi yang lebih adil. Institusi sosial dan keadilan prosedural Institusi-institusi sosial harus adil karena mempengaruhi struktur dasar masyarakat. Dalam struktur dasar masyarakat, seperti dikatakan John Rawls, sudah terkandung berbagai posisi sosial dan harapan masa depan anggota masyarakat berbeda-beda dan sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi
sosial-ekonomi. Terlebih lagi, institusi-institusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban masyarakat, yang pada gilirannya akan mempengaruhi masa depan setiap orang, cita-citanya, dan kemungkinan terwujudnya. Dengan demikian institusi-institusi sosial itu sudah merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Maka membangun institusi-institusi yang adil adalah upaya memastikan terjaminnya kesempatan sama sehingga kehidupan seseorang tidak pertama-tama ditentukan oleh keadaan, tetapi oleh pilihannya. Keutamaan moral politikus tidak cukup tanpa adanya komitmen untuk merombak institusi-institusi sosial yang tidak adil, penyebab laten kekerasan yang sering terjadi di Indonesia. Maka sering didengar pepatah "yang jujur hancur". Ungkapan ini menunjukkan urgensi membangun institusi-institusi yang adil. Ini bisa dimulai dengan menerapkan keadilan prosedural. Keadilan prosedural adalah hasil persetujuan melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama peraturanperaturan, hukum-hukum, undang-undang. Jadi prosedur ini terkait dengan legitimasi dan justifikasi. Misalnya, kue tart harus dibagi adil untuk lima orang. Maka peraturan yang menetapkan "yang membagi harus mengambil pada giliran yang terakhir" dianggap sebagai prosedur yang adil. Dengan ketentuan itu, bila pembagi ingin mendapat bagian yang tidak lebih kecil dari yang lain, dengan sendirinya, tanpa harus dikontrol, dia akan berusaha membagi kue itu sedemikian rupa sehingga sama besarnya. Dengan demikian, meski ia mengambil pada giliran terakhir, tidak akan dirugikan. Di Indonesia, para penguasa, yang dalam arti tertentu adalah pembagi kekayaan atau hasil kerja sosial, justru sebaliknya, berebut untuk mengambil yang pertama. Tentu saja akan mengambil bagian yang terbesar. Maka banyak orang atau kelompok yang mempertaruhkan semua untuk berebut kekuasaan. Keadilan prosedural menjadi tulang punggung etika politik karena sebagai prosedur sekaligus mampu mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan tidak diserahkan kepada keutamaan politikus, tetapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang baik sehingga keadilan distributif, komutatif, dan keadilan sosial bisa dijamin. Dengan demikian sistem hukum yang baik juga menghindarkan pembusukan politikus. Memang, bisa terjadi meski hukum sudah adil, seorang koruptor divonis bebas karena beberapa alasan kepiawaian pengacara, tak cukup bukti, tekanan terhadap hakim, dan sebagainya. Padahal, prosedur hukum positif yang berlaku tidak mampu memuaskan rasa keadilan, penyelesaiannya harus mengacu ke prinsip epieikeia (yang benar dan yang adil). Bagaimana menentukan kriteria kebenaran dan keadilan? Semua diperlakukan sama di depan hukum. Ketidaksamaan perlakuan hanya bisa dibenarkan bila memihak kepada yang paling tidak diuntungkan atau korban. Secara struktural, korban biasanya sudah dalam posisi lemah, misalnya, warga terhadap penguasa, minoritas terhadap mayoritas. Prinsip epieikeia ini mengandaikan integritas hakim, penguasa atau yang berkompeten menafsirkan hukum. Maka ada tuntutan timbal balik, prosedur yang adil belum mencukupi bila tidak dilaksanakan oleh pribadi yang mempunyai keutamaan moral