Kata Pengantar Puja dan puji syukur yang dihanturkan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa karena atas rahmatrahmat- Nya Nya karya tulis ini dapat diselesaikan sesuai rencana dan tepat waktu. Makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh mata kuliah Manajemen Keperawatan yang berjudul Manajemen Konflik. Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami beberapa kendala atau kesulitan, namun berkat kerja keras dan adanya bantuan dari berbagai pihak kesulitan -kesulitan dapat diatasi. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini pada masa yang yang akan datang.
i
Daftar Isi Kata Pengantar ................................................................................................................ i Daftar Isi ........................................................................................................................ ii BAB I ............................................................................................................................. 2 Pendahuluan ................................................................................................................... 2 1.1. Latar Belakang. ................................................................................................ 2 1.2. Rumusan Masalah. ........................................................................................... 3 1.3. Tujuan. ............................................................................................................. 3 BAB II ............................................................................................................................4 Pembahasan.................................................................................................................... 4 2.1. Pengertian dan Sumber Konflik. ...................................................................... 4 2.1.1. Pengertian Konflik ................................................................................. 4 2.1.2. Sumber Konflik ......................................................................................5 2.2. Kategori Konflik. ............................................................................................. 9 2.2.1. Intrapersonal. ......................................................................................... 9 2.2.2. Interpersonal. ......................................................................................... 9 2.2.3. Antar Kelomok. .................................................................................... 10 2.3. Proses Konflik. ...............................................................................................10 2.3.1. Konflik Laten. ...................................................................................... 10 2.3.2. Konflik “Affektiveness”. ..................................................................... 10 2.3.3. Konflik yang tampak / sengaja dimunculkan. ......................................10 2.3.4. Resolusi Konflik. ................................................................................. 10 2.3.5. Konflik Aftermath. ............................................................................... 11 2.4. Langkah-Langkah dalam Penyelesaian Konflik. ........................................... 11 2.4.1. Pengkajian. ........................................................................................... 11 2.4.2. Intervesi................................................................................................ 11 2.4.3. Identifikasi. .......................................................................................... 11 2.5. Strategi Penyelesaian Konflik. ....................................................................... 12 2.5.1. Negosiasi. ............................................................................................. 12 2.5.2. Kompetensi. ......................................................................................... 12 ii
2.5.3. Akomodasi. .......................................................................................... 12 2.5.4. Smoothing. ........................................................................................... 12 2.5.5. Menghindar. ......................................................................................... 13 2.5.6. Kolaborasi. ........................................................................................... 13 BAB III ........................................................................................................................ 14 Penutup ........................................................................................................................ 14 3.1. Kesimpulan .................................................................................................... 14 3.2. Saran .............................................................................................................. 14
iii
BAB I
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki sejumlah dorongan, tujuan dan kebutahan yang unik dan selalu menuntut untuk dipuaskan. Bumi ini terdiri dari orang - orang seperti ini yang bergerak dari segala penjuru, melalui massa dan ruang didalam perjalan mereka jika perjalan ini dibayangkan sebagai sebuah kapsul yang memuat satu orang yang melintasi kapsul – kapsul lain, maka setiap akan bersifat otonomi, dan manusia tidak dapat diperhitungkan secara sosilogis; dan teori system umum akan berlaku. Di satu segi, manusia adalah kapsul- kapsul tetapi kebutuhan- kebutuhanya dipenuhi
dengan
menjadi
tergantung (dependen)
dan
saling
tergantung (interdependep) dengan kapsul lain. Bila semua orang dan kapsul kapsul mereka menginkan hal- hal yang komplemen, yaitu, apa yang dinginkan oleh seseorang adalah apa yang ingin diberikan oleh orang lain, dan apa yang ingin dipertahankan oleh seseorang adalah apa yang tidak dinginkan oleh orang lain, apa system- system dapat hadir dengan itegrasi total. Tetapi, harmoni seperti ini tidak hadir didalam realita konflik hadir didalam ketidakadaan integrasi total yang harmonis. Karenanya , konflik selalu ada meskipun ditekan.manusia memmang tidak berfikir menyakini, dan meinginkan hal yang sama. Konflik adalah sebuah kemutlakan; pemimpin harus belajar untuk secara efektif menfasilitasi penyelesauian konflik diantara orang –orang agar tujuan dapat tercapai, inilah yang merupakan isi dari bab ini. Bab mulai dengan pengertian konflik, diikuti oleh bahasan tentang tipe dan penyebab konflik. Isi area ini menyusun tahap proses konflik serta strategi dan manajemen konflik. Penyelesaian serta hasil produktif dan destruktif dari konflik menjadi topic akhir. 2
1.2. Rumusan Masalah. 1.2.1.
Apa pengertian dan sumber dari Konflik?
1.2.2.
Apa saja bagian kategori Konflik?
1.2.3.
Apa saja yang termasuk proses Konflik?
1.2.4.
Bagianmana langkah-langkah penyelesaian Konflik?
1.2.5.
Bagimana strategi penyelesaian Konflik?
1.3. Tujuan. 1.3.1.
Untuk mengetahui pengertian dan sumber dari Konflik?
1.3.2.
Untuk mengetahui bagian kategori Konflik?
1.3.3.
Untuk mengetahui yang termasuk proses Konflik?
1.3.4.
Untuk mengetahui bagianmana langkah-langkah penyelesaian Konflik?
1.3.5.
Untuk mengetahui bagimana strategi penyelesaian Konflik?
3
BAB II
Pembahasan 2.1. Pengertian dan Sumber Konflik. 2.1.1. Pengertian Konflik. Pertentangan
(konflik )
merupakan
suatu
pertentangan
diantara
kesempatan-kesempatan yang mendukung atau yang menentang. Manajer perawat secara rutin terlibat dalam pertentangan melalui peranan pimpinan – koordinator – penengahnya yang berhubungan dengan para karyawan kesehatan lainnya. Berikut beberapa pengertian konflik menurut para ahli: A. Marquis dan Huston (1998), mendefinisikan konflik sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau lebih. B. Littefield (1995) mengatakan bahwa konflik dapat dikategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang atau organisasi, di mana orang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok, di mana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan dari seseorang. C. Nardjana (1994), Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu D. Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580), yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflic is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another (konflik adalah suatu situasi 4
dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya).
Bisa kita simpulkan bahwa konflik adalah suatu perbedaan pendapat antara dua orang atau lebih yang menimbulkan perselisihan dan pertengkaran karena perbedaan tersebut. Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar tentang konflik, meliputi: a) Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi b) Jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan.
Di sini peran manajer sangat penting dalam mengelola konflik, dengan menciptakan lingkungan menggunakan konflik yang konstruktif dalam pengembangan, peningkatan dan produktivitas. Jika konflik mengarah ke suatu yang menghambat dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengenali sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya produktivitas dan motivasi tidak terkena efek. Belajar menangani konflik secara konstruktif dengan menekankan pada “win-win solution” merupakan keterampilan kritis dalam suatu manajemen. 2.1.2. Sumber Konflik. Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor -faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter - perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi. 5
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu : a)
Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b) Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan. c)
Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter - perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan 6
usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata -kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6. Eksklusifisme,
adanya
pemikiran
bahwa
kelompok
tertentu
memiliki
kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar -kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompok lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan 7
fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup 8
berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan
tidak
dilibatkan
dalam
pengambilan
keputusan
untuk
menentukan besar -kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak bicara oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan. 2.2. Kategori Konflik. 2.2.1. Intrapersonal. Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk megklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin mungkin merasa mempunyai konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada pasien. 2.2.2. Interpersonal. Konflik ini terjadi antara dua orang atau lebih di mana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer, atasan dan bawahannya. 9
2.2.3. Antar Kelomok. Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen, atau organisasi. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana. 2.3. Proses Konflik. 2.3.1. Konflik Laten. Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu oragnisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, meskipun yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi. 2.3.2. Konflik “Affektiveness”. Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya dn marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik ‘affectivensess”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya. 2.3.3. Konflik yang tampak / sengaja dimunculkan. Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan
mungkin
menghindar,
kompetisi,
debat,
atau
mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi,
ketakutan,
dan
agresitivitas
dalam
menyelesaikan
konflik.
Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. 2.3.4. Resolusi Konflik. Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “ win-win solution”. 10
2.3.5. Konflik Aftermath. Merupakan koflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar jika tidak segera di atasi atau dikurangi bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama. 2.4. Langkah-Langkah dalam Penyelesaian Konflik. 2.4.1. Pengkajian. a)
Analisis situasi. Identifikasi jenis konflik untuk menetukan waktu yang diperlukan, setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang telibat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.
b)
Analsis dan mematikan isu yang berkembang. Jelaskan masalah dan prioritaskan fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian malasah dalam satu waktu.
c)
Menyusun tujuan Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai (Nursalam, 2011).
2.4.2. Identifikasi. a)
Mengelola perasaan. Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai resp-on yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan (Nursalam, 2011).
2.4.3. Intervesi. a)
Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaiakan dengan mudah atau baik. Selanjutnya identifikasi hasil yang positif yanga akan terjadi.
b)
Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik 11
memerlukan strategi yang berbeda- beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyeleksi konflik yang terjadi (Nursalam, 2011). 2.5. Strategi Penyelesaian Konflik. 2.5.1. Negosiasi. Suatu strategi penyelesaian di mana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation”. Kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Did alam manajemen keperawatan, strategi ini sreing digunakan oleh middle dan top manajer. 2.5.2. Kompetensi. Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang. 2.5.3. Akomodasi. Istilah lain yang sering digunakan “cooperative”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan dan memberi kesempatan pada orang lain untuk ini biasanya digunakan
dalam
politik
untuk
merebut
kekuasaan
dnegan
berbagai
konsekuensinya. 2.5.4. Smoothing. Teknik ini merupakan konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan intropeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi
12
untuk konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi, tidak dapat dipergunakan lagi. 2.5.5. Menghindar. Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada mengindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya. 2.5.6. Kolaborasi. Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam kolaborasi, kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan tercapainya suau tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang. (Bowditch and Buono, 1994).
13
BAB III
Penutup 3.1. Kesimpulan Konflik
adalah
perselisihan
atau
perjuangan
yang
timbul
ketika
keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan perbedaan antara pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf . Sembilan tipe konflik tercatat dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran pribadi, antar pribadi, di dalam kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban peran yang terlalu besar. Penyebab konflik adalah unik dan bermacam -macam. Tetapi, penyebab umumnya telah dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang,
stress,
kondisi
ruangan
yang
terlalu
sempit,
kewenangan
dokter - perawat yang berlebihan, perbedaan nilai dan keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber daya insani, perubahan, imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi pendahulu, kemudian bergerak ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya adalah perilaku, lalu konflik untuk diselesaikan atau ditekan. 3.2. Saran Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari hasil pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin ataupun yang telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau organisasinya dengan baik agar terbebas dari konflik yang ada
14
DAFTAR PUSTAKA
Ann, Dee Gillies,2000. Manajemen Keperawatan: Sebagai Suatu Pendekatan Sistem. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran: Bandung Marquis BL & Huston CJ (1998). Manajement Decision Making. 3rd, Jakarta: Salemba Medika Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Ed 2. Jakarta: Salemba Medika Vestal, K.W , 1994. Nursing Management: Control and Issues. 2nd Ed. Philadelphia: J.B Lippincott Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC. Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC. Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
15