MAKALAH WADUK BENANGA
TUGAS UAS SUNGAI DAN WADUK “PENGARUH BLOOMING ALGA BESERTA PENGENDALIANNYA PADA PERAIRAN WADUK BENANGA DI LEMPAKE-SAMARINDA”
Oleh : Nyoman Alink Grevixa Esa Putra
UNIVERSITAS SARASWATI 2017
KATA PENGANTAR
Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas UAS Sungai dan Waduk dengan judul “Pengaruh Blooming Alga beserta Pengendaliannya pada Perairan Waduk Benanga di Lempake-Samarinda”. Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan makalah maupun penulisannya. Oleh karena itu bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya sangat diharapkan sehingga saya dapat memperbaiki tugas UAS Sungai dan Waduk ini di masa yang akan datang. Demikian makalah ini saya buat semoga tugas UAS Sungai dan Waduk ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, 9 Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................
i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 2.1 Waduk .................................................................................................................. 2.2 Assa ...................................................................................................................... 2.3 Sss ........................................................................................................................ BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3.1 NSKXJSK ............................................................................................................ 3.2 MKSM ................................................................................................................. BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 4.2 Saran .................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ...............................................................................................................................
i
Gambar 2 ...............................................................................................................................
ii
Gambar 3 ...............................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Waduk adalah danau buatan manusia sebagai tempat menampung dan tangkapan air yang umumnya dibentuk dari sungai atau rawa dengan tujuan tertentu. Waduk dibangun dengan tujuan multi fungsi yaitu sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sumber air minum, kegiatan pertanian, pengendali banjir, sarana olahraga air, budidaya perikanan, dan untuk pariwisata. Indonesia mempunyai sekitar 800 danau serta 162 waduk buatan besar dan kecil untuk kepentingan irigasi pertanian, bahan baku air bersih, dan PLTA. Sekitar 500 danau dan waduk di Indonesia mulai terancam punah akibat pengelolaan yang tidak optimal, dimulai dari hulu hingga hilir. Waduk Benanga terletak di Kota Samarinda, selain sebagai bendungan penampung air Kota Samarinda, waduk ini juga dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk menangkap ikan baik memancing maupun menjala ada juga budidaya ikan melalui karamba di sekitar Waduk Benanga tersebut. Salah satu permasalahan yang dihadapi waduk di Indonesia saat ini adalah tingginya sedimentasi yang telah menjadi faktor utama penyebab penurunan daya dukung ekosistem waduk. Tidak terkecuali pada Waduk Benanga Samarinda. Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danaudanau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Seiring berjalannya waktu kondisi Waduk Benanga telah mengalami pendangkalan karena terjadinya blooming tumbuhan air yang kian pesat. Blooming tumbuhan yang kian tidak terkendali ini dapat mengganggu ekosistem lainnya di waduk tersebut. Dengan kondisi Waduk Benanga yang seperti ini perlu adanya tindakan dan perhatia langsung baik dari pemerintah maupun penduduk setempat. Makalah ini akan membahas bagaimana pengaruh blooming alga beserta pengendaliannya pada Perairan Waduk Benanga di Lempake-Samarinda.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah yang berjudul “Pengaruh Blooming Alga beserta Pengendaliannya pada Perairan Waduk Benanga di Lempake-Samarinda” adalah a. Bagaimana kondisi perairan Waduk Benanga akibat blooming alga dan sedimentasi? b. Bagaimana pengaruh laju pertumbuhan air di Waduk Benanga? c. Bagaimana pengelolaan Waduk Benanga akibat sedimentasi dan blooming alga?
1.3 Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah yang berjudul “Pengaruh Blooming Alga beserta Pengendaliannya pada Perairan Waduk Benanga di Lempake-Samarinda” adalah a. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang dampak dari blooming tumbuhan air b. Agar mahasiswa dapat mengambil tindakan dan turut ikut serta dalam pengendalian blooming tumbuhan air
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Waduk Suatu proyek penyediaan air irigasi, atau pembangkit listrik tenaga air yang secara langsung menyadap air dari suatu sungai mungkin tidak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan para konsumennya pada masa-masa air rendah. Sungai ini, yang mungkin hanya sedikit atau sama sekali tidak mengalirkan air pada jangka-jangka waktu tertentu dalam suatu tahun, seringkali menjadi aliran deras yang hebat setelah hujan lebat dan menjadi bahaya bagi semua kegiatan disepanjang tebingnya. Suatu waduk penampung atau waduk konservasi dapat menahan air kelebihan ada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa-masa aliran tinggi untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Disamping menampung air untuk pemanfaatan di kemudian hari, penampungan air banjir tersebut dapat pula memperkecil kerusakan banjir di hilir waduk. Berhubung dengan berubahubahnya jumlah pertumbuhan air dalam sehari, berbagai kota menganggap perlu untuk mengadakan waduk distribusi di dalam system penyediaan airnya. Waduk semacam ini memungkinkan pengoperasian sarana pengelolahan air atau pemompaannya dengan laju yang kira-kira seragam, kemudian memberikan air dari waduk bila kebutuhannya melampaui laju tersebut. Pada daerah-daerah pertanian atau pertenakan, tangki tendon atau kolam lapangan dapat menampung aliran yang terputus-putus dari sungai-sungai kecil untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat. Berapa pun ukuran suatu waduk atau apa pun tujuan akhir dari pemanfaatan airnya, fungsi utama dari suatu wadukk adalah untuk menstabilkan aliran air, baik dengan cara pengaturan persediaan air yang berubah-ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari para konsumen.
2.2 Ciri-ciri Fisik Waduk Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan (tampungan), maka cirri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan.
Permukaan genangan normal adalah elavasi maksimum yang dicapai oleh kenaikan permukaan waduk pada kondisi operasi biasa. Untuk sebagain besar waduk, genangan normal ditentukan oleh elavasi mercu pelimpah atau puncak pinti pelimpah. Permukaan genangan minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila genangan dilepaskan pada kondisi normal. Permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi bangunan pelepasan yang terendah di dalam bendungan atau pada waduk-waduk PLTA,oleh kondisi operasi turbinnya Volume simpanan yang terletak di antara permukaan genangan minimum dan normal disebut simpanan mati. Pada waduk-waduk serbaguna, kapasitas berguna dapat dibagi lagi menjadi simpanan konversi dan simpanan pengurangan banjir sesuai dengan rencana operasi yang ditetapkan. Pada waktu banjir, debit melalui pelimpahan dapat sesuai dengan rencana operasi yang ditetapkan. Pada waktu banjir, debit melalui pelimpah dapat mengakibatkan nainya permukaan air lebih tinggi daripada permukaan genangan normal. Simpanan tambahan ini pada umumnya tidak terkendali, yaitu simpanan ini ada hanya pada waktu banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya. Tebing-tebing waduk biasanya lulus air, air akan masuk ke dalam tanah bila waduk terisi dan keluar lagi bila permukaan air turun. Simpana tebing ini meningkatkan kapasitaas waduk, lebih daripada yang terlihat pada lengkung elevasi simpanannya. Besarnya simpanan tebing tergantung pada kondisi geologis dan dapat mencapai beberapa persen dari volume waduk. Air di dalam alur simpanan yang berasal dari pembangunan waduk adalah kapasitas keseluruhan dikurangi dengan simpanan lembah alamiah. Perbedaannya tidaklah penting untuk waduk koservasi, tetapi dari segi pandangan pengurangan banir, simpanan efektif dari waduk adalah simpanan berguna di tambah simpanan tambahan dikurangi simpanan lembah alamiah yang bersesuaian dengan laju aliran yang masuk ke waduk. Bila luas penampang waduk cukup besar dibandingkan terhadap laju aliran, kecepatannya akan kecil dan kemiringan garis derajat hidroliknya akan sangat datar merupakan kapasitas tambahan. Bentuk penampang permukaan air pada waktu aliran besar dapat menjauhi garis datar. Elemen yang berbentuk pasak di atas garis datar merupakan kapasitas tambahan. Bentuk penampang permukaan air dapat dihitung dengan menggunakan cara-cara aliran tidak seragam. Suatu penampang yang berbeda akan terjadi untuk setiap kombinasi antara laju aliran dan elevasi permukaan air di bendungan. Perhitungan penampang permukaan air merupakan bagian-bagian yang penting dari perancangan waduk karena memberikan keterangan tentang
permukaan air di berbagai titik sepanjang waduk yang akan menjadi dasar penetapan kebutuhan lahan bagi waduk tersebut. Simpanan waduk yang dipengaruhi oleh aliran balik (backwater) tidak dapat dikaitkan hanya kepada elevasi permukaan air. Suatu parameter kedua seperti laju aliran masuk pada suatu stasiun pengukuran di dekat ujung atas waduk haruslah digunakan pula. Volume simpanan untuk tiap-tiap penampang dapat dihitung dari penampang-penampangnya dengan metode yang digunakan untuk menghitung pekerjaan-pekerjaan tanah.
2.3 Keandalan Waduk Keandalan suatu waduk didefinisikan sebagai besarnya peluang bahwa ia kan mampu memenuhi kebutuhan yang direncakan sepanjang masa hidupnya tanpa adanya kekurangan. Dalam pengertian ini, masa hidup dinyatakan sebagai umur ekonominya, biasanya antara 50hingga 100 tahun. Kita dapat memperkirakan keandalan dengan cara membangkitkan 500 hingga 1000 buah rangkaian secara stokastik, dengan panjang rangkaian masing-masing sama dengan masa hidup proyek yang ditetapjan. Setiap rangkaian kemudian dapat dikatakan sebagai mewakili sebuah contoh kemungkinan tentang apa yang dapat terjadi selama masa hidup proyek itu, sedangkan seluruh rangkaian tersebut mempunyai kemungkinan yang sama untuk mewakili waktu yang akan datang ini. Bila besarnya simpanan yang diperlukan untuk memenuhi suatu jumlah kebutuhan yang ditetapkan diperhitunkan untuk masing-masing rangkaian, maka nilai-nilai simpanan yang diperoleh dapat disusun menurut peringkat besarnya dan digambarkan sebagai suatu lengkung frekuensi, atau suatu lengkung teoretis dapat diperhitungkan daru data yag ada. Distribusi nilai ekstrem dari Gumbel ternyata merupakan distrubusi yang tepat untuk tujuan ini. Hasilnya berupa suatu lengkung keandalan yang menunjukkan besarnya peluang bahwa kebutuhan yang ditetapkan selama masa hidup proyek dapat dipenuhi sebagai fungsi dari kapasitas waduk.
2.4 Angkutan Sediment oleh Sungai Setiap sungai membawa sejumlah sediment terapung (suspended sediment) serta menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed load). Karena berat jenis bahan-bahan tanag adalah kira-kira 2,65, maka partikel-partikel sediment terapung cendrung untuk mengendap kedasar alur, tetapi arus ke atas pada aliran turbulen
menghalangi pengendapan secara gravitasi tersebut. Bila air yang mengandung sediment mencapai suatu waduk, maka kecepatan dan turbulensinya akan sangat jauh berkurang. Partikel-partikel terapung yang agak besar serta sebagaian besar muatan dasar akan mengendap sebagai suatu delta di hulu waduk. Partikel-partikel yang lebih kecil akan tetap terapung lebih lama dana kan mengendap lebih jauh dibagaian hilir waduk, walaupun partikel-partikel yang sangat kecil dapat tetap terapung lebih lama lagi dan sebagian darinya mungkin melewati bendungan bersama dengan air yang mengalir melalui alur pembuangan, turbin, atau pelimpah banjir. Salah satu contoh sedimen yang terdapat padawaduk adalah blooming alga. Tidak ada alat yang praktis untuk pengukuran muatan dasar dilapangan yang sekarang sudah digunakan. Muatandasar dapat berkisar antara nol hingga beberapa kali lipat muatan terapung. Walaupun demikian, lebih umum didapati berkisar antara 5 hingga 25 persen. Einstein telah menyajikan suatu persamaan untuk menghitung gerakan muatan dasar dengan berdasarkan distribusi ukuran bahan-bahan dasar tersebut serta laju aliran sungainya.
2.5 Blooming Alga Blooming algae merpakan kondisi dimana perairan mengalami ledakan populasi planton yang membuat penampakan perairan menjadi hijau. Bloming Alga terjadi karena proses eutrofikasi atau penyuburan pada perairan akibat dari penumpukan sisa pakan dan bahan organik didasar perairan sehingga memberikan suplai makanan bagi planton untuk tumbuh subur dan memperbanyak dirir. Penyebab utama blooming algae pada perairan budidaya adalah penerapan sistem budidaya intensif dengan padat teber yang tinggi. Hal ini mengharuskan suplai makanan dari pakan buatan yang banyak pula.. Pemberian pakan yang banyak dengan manajemen pakan yang buruk serta kualitas pakan yang rendah membuat pakan tidak termakan oleh kultivan seluruhnya. Akibatnya pakan sisa yang tidak termakan akan larut dan tenggelam lalu mengendap di dasar perairan. Seperti yang kita ketahui bahwa didalam pakan itu mengandung banyak nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral lainya..jika unsur-unsur nutrisi ini larut maka perairran akan kaya akan nutrisi sehingga terjadilah penyuburan perairan. Dalam kondisi inilah planton tumbuh subur dan memperbanyak diri sehingga menutupi seluruh permukaan air.. Dampak dari blooming algae ini adalah akan menghalangi penetrasi cahaya kedalam perairan yang tentunya memeberi pengaruh terhadap organisme yang ada di kolom perairan tersebut. selain itu akan terjadi persaingan penggunaan oksigen antara organisme planton itu sendiri utamanya
zooplanton dengan hewan akuatik yang dipelihara seperti ikan, udang, kepiting, teripang dan yang lainya. Selain itu blooming algae juga dapat mempengaruhi kualitas air di perairan tersebut. karena suatu saat algae tadi akan mati secara massal akibatnya tejadi kembali penumpukan bahan organik di dasar perairan. Sekarang tugas mikroorganisme pengurai didasar perairan untuk mengurai bahan organik tersebut. Masalahnya adalah ketika malam hari maka proses fotosintesis akan berhenti karna tidak adanya cahaya matahari sehingga suplai oksigen di perairan pun berkurang. Dalam kondisi seperti ini maka bakteri pengurai akan bekerja secara anaerob (tanpa oksigen) sehingga zat yang dihasilkannya adalh zat-zat yang bersifat toksik yang buruk bagi organisme akuatik. Jadi intinya adalah agar tidak terjadi blooming algae maka perlu diperhatikan menejemen pemberian pakan pada kegiatan budidaya secara intensif (Almisali, 2012). Faktor yang memicu terjadinya Blooming alga a. Eutrofikasi merupakan ledakan populasi alga yang berkaitan erat dengan kandungan nutrien yang cukup di perairan. Di danau-danau Wisconsin dikatakan bahwa bloom fitoplankton terjadi jika kandungan fosfor dalam fosfat melebihi 0,01 mg/liter, dan kandungan nitrogen dalam nitrat melebihi 0,3 mg/liter (Boney 1979). Ledakan alga dapat terjadi pada perairan yang eutrop yaitu perairan yang umurnya relatif tua, airnya lebih keruh, kandungan hara (N,P) tinggi. Banyak plankton dan hewan air di dasar danau atau perairan oligotroph yaitu perairan yang umurnya relatif muda, memiliki kandungan hara sedikit dan kurang produktif air dalam dan jernih. b. Upwelling sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ledakan alga, dapat didenfinisikan sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke permukaan (dari kedalaman 150 – 250 meter) karena proses fisik perairan. Proses upwelling terjadi karena kekosongan massa air pada lapisan permukaan, akibat terbawa ke tempat lain oleh arus. Upwelling dapat terjadi di daerah pantai dan di laut lepas. Di daerah pantai, upweling dapat terjadi jika massa air lapisan permukaan mengalir meninggalkan pantai. Di laut lepas, proses upwelling dapat terjadi karena adanya pola arus permukaan yang menyebar (divergence), sehingga massa air dari lapisan bawah permukaan akan mengalir ke atas mengisi kekosongan yang terjadi karena menyebarnya arus. Adanya proses ini ditandai dengan turunya suhu permukaan laut yang cukup mencolok (sekitar 2ºC untuk daerah tropis, dan > 2°C untuk daerah sub tropis).
c. Kandungan klorofil-a juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesuburan dan kondisi blooming algae. Kandungan klorofil-a dapat memberikan informasi yang standar tentang tingkat kesuburan perairan dikarenakan klorofil-a merupakan ukuran biomassa fitoplankton. Penilaian tingkat kesuburan perairan melalui jumlah individu jenis fitoplankton mungkin memberikan hasil yang berbeda untuk setiap jenis individu fitoplankton karena adanya perbedaan ukuran volume dari masing-masing jenis fitoplankton (Sulastri, 2004) Upaya pengendalian blooming alga memungkinkan untuk dilakukan dengan memanipulasi variabel-variabel yang mengontrol suksesnya pertumbuhan alga atau fitoplankton tersebut di perairan. Kondisi lingkungan mengelompokkan masing-masing jenis alga sesuai untuk pertumbuhannya. Keseimbangan nutrien, faktor fisik seperti stabilitas dan pengadukan kolom air, merupakan variabel-variabel mengontrol suksesnya pertumbuhan alga di perairan.
2.6 Pengendapan di Waduk Tujuan akhir dari semua waduk adalah agar terisi penuh oleh sediment. Bila aliran masuk sedimen (sediment inflow) besar dibandingkan terhadap kapasitas waduknya, maka usia manfaat waduk tersebut akan pendek. Suatu waduk peyediaan air yang berukuran kecil pada sungai Solomon didekat Osborne, Kansas, terisi penuh oleh sediment selama tahun pertama setelah penyelesaian pembangunanya. Perencanaan waduk haruslah meliputi pertimbangan tentang kemungkinan laju pengendapan untuk menetapkan
apakah usia manfaat waduk yang
direncanakan cukup untuk menjamin pembangunnya. Besarnya angkutan sediment sangat berubah-ubah mulai dari nol semala musim kemarau hingga jumlah yang luar biasa besarnya pada waktu banjir-banjir besar. Dengan demikian akan sulit sekali untuk meramalkan penumpukan sediment yang diharapkan terjadi dalam waktu yang pendek. Sebaliknya, tidaklah akan bijaksana untuk menganggap bahwa tumpukkan yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang meliputi beberapa tahun kan memberi petunjuk tentang angkutan sediment tahunan rata-rata yang sebenarnya. Telah ditunjukkan bahwa sumulsi sediment dapat ditambahkan pada suatu model simulasi hidrologi yang berkesinambungan. Oleh karenanya, simulasi membuka kemungkinan untuk membangkitkan suatu data sediment yang pendek serta untuk menghitung angkutan tahunan rata-rata yang lebih dapat dipercaya. Untuk melaksanakan ini
dengan efektif, contoh-contoh sediment harian haruslah didapatkan untuk dua tau tiga tahun guna mendapatkan data yang diperlukan untuk mengkalibrasikan model simulasi tersebut.
2.7 Pengendalian Pengendapan di Waduk Prosedur yang paling umum untuk menangani masalah sediment adalah penetapan suatu bagian dari kapasitas waduk sebagai simpanan sediment. Ini dalah suatu pendekatan yang sifatnya negative yang bagaimana pun juga tidak akan mengurangi penumpukan sediment, tetapi sematamata hanya menunda saat terjadinya maslah yang seruis. Karena sediment mengendap diseluruh panjang waduk, maka penetapan simpanan sediment tidaklah secara eksklusif menyangkut simpanan mati tetapi harus pula mencakup bagian yang seharusnya merupakan bagian dari simpanan berguna. Sebenarnya pengendapan di waduk tidak dapat dicegah, tetapi dapat dihambat. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memilih suatu tempat yang aliran masuk sedimenya secara alamiah rendah. Lembah-lembah tertentu merupakan sumber penghasil sediment yang lebih banyak daripada lainnya karena jenis tanah, kemiringan lahan, tumbuhan penutup, serta karakteristik curah hujannya. Bila ada pilihan tempat lain, maka sumber pengahsil sediment yang banyak haruslah di hindari. Bila tempatnya sudah ditentukan, kapasitas waduk haruslah dibuat cukup besar untuk mendapatkan usia manfaat waduk yang besar hanya akan lebih panjang daripada untuk waduk yang kecil apabila semua factor lainnya tidak berubah. Pengurangan aliran masuk sediment kedalam suatu waduk hingga jumlah tertenu mungkin dapat diperoleh dengan metode-metode konservasi tanah di dalam DASnya. Teras-teras, penanaman berjalur, pembajakkan tanah mengikuti gars tinggi, serta teknik-teknik yang serupa akan menghambat aliran air di permukaan tanah dan mengurangi erosi.Pembuangan endapan sediment biasnaya tidak cukup layak. Pintu pembuang di dekat dasar bendungan dapat memungkinkan pembilasan sejumlah sediment ke hilir, tetapi bagian yang dibuang tidaklah akan sangat jauh di hulu bendungan. Dengan harga yang pal;ing murah pun, pembuangan dengan metode-metode pemindahan tanah yang biasa masih akan mahal, keucali bila sediment yang digali masih berharga untuk dijual.
2.8 Pembersihan Waduk
Pembuangan pohon-pohon serta puing-puing dari suatu kedudukan waduk adalah suatu pekerjaan yang mahal dan sering kali sulit dibenarkan berdasarkan pertimbangan ekonomi. Kerugian utama dari membiarkan tanaman di dalam waduk adalah kemungkinan-kemungkinan bahwa pohon-pohon akhirnya akan mengambang dan menimbulkan masalah sampah di bendungan, pembusukan bahan-bahan organik dapat menimbulkan bau atau rasa yang tidak waduk-waduk penyediaan air, dan pohon-pohon yang menyembul di atas permukaan air dapat menimbulkan pandangan yang tidak enak serta menghalangi pemanfaatan waduk untuk rekreasi.
2.9 Pemilihan Kedudukan Waduk Sebenarnya tidaklah mungkin untuk mendapatkan suatu letak waduk yang sepenuhnya memiliki ciri-ciri ideal. Aturan umum untuk pemilihan kedudukan waduk adalah: a. Harus ada tempat yang cocok untuk kedudukan bendungan. Harga bendungan sering kali merupakan factor yang menentukan dalam dalam pemilihan kedudukan. b. Harga pembebasan lahan untuk waduk (termaksuk jalan umum, jalan kereta api, kuburan, dan perumahan yang harus dipindahkan) tidak boleh terlalu mahal. c. Kedudukan waduk tersebut haruslah mempunyai kapasitas yang cukup. d. Waduk yang dalam lebih baik daripada yang dangkal, karena harga lahan persatuan kapasitasnya akan lebih rendah, lebih sedikit penguapan, dan lebih sedikit kemungkinannya ditumbuhi oleh rumput air. e. Daerah- daerah anak sungai yang luar biasa produktifnya dalam menghasilkan sediment sedapat mungkin harus dihindari. f. Mutu air yang ditampung haruslah memenuhi tujuan pemanfaatannya. g. Tebing waduk dan lereng-lereng bukut yang berdekatan haruslah stabil. Tebing yang kurang stabil akan memberikan banyak bahan tanah kepada waduk Pada tahun 1963 suatu massa tanah yang tinginya 200 m dan panjangnya 1600 m dengan volume yang melebihi 150 juta m3 longsor kedalam waduk vaiont (italic). Di samping mengisi sebagian waduk, longsoran tersebut membangkitkan suatu gelombang yang melimpas 50 m diatas bendungan busurnya yang tipis, walaupaun nyatanya permukaan air waduk berada 25 m di bawah mercu bendungan sebelum terjadinya lonsoran. Bendungan tidak jebol, tetapi beberapa ratus orang meninggal dunia dan kerugian harta di hilirnya sangat besar
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kondisi Waduk Benanga Waduk sering disebut danau buatan yang besar. Menurut Komisi DAM dunia bendungan/waduk besar adalah bila tinggi bendungan lebih dari 15 m. Sedangkan embung merupakan waduk kecil dan tinggi bendungannya kurang dari 15 m. Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami. Pada waduk komponen tata airnya pada umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow dan waktu tinggal air diketahui dengan pasti. Pengelolaan sumber daya air di dalam waduk/bendungan tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang terdiri dari 3 komponen yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Selain itu masih ada peraturan lain seperti PP No 51 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, PP No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian pencemaran Air, PP No 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, serta Keppres No 123 Tahun 2001 tentang koordinasi Pengelolaan sumber Daya Air pada tingkat propinsi, wilayah sungai, kabupaten dan kota. Berbagai produk hukum tersebut dapat dijadikan dasar hukum dalam upaya konservasi air untuk kehidupan. Namun pada kenyataannya konservasi sumberdaya air masih jauh dari harapan malah semakin rusak baik kualitas maupun kuantitasnya. Permasalahan yang dialami Waduk Benanga seperti halnya waduk-waduk lainnya yaitu pendangkalan dan penurunan luasan perairan akibat tingginya sedimentasi. Peningkatan beban sedimentasi ini diduga disebabkan oleh peningkatan laju pertumbuhan oleh tumbuhan-tumbuhan air yanga ada di wilayah Waduk Benanga serta erosi akibat aktivitas-aktivitas di daratan. Jumlah sedimen yang masuk ke waduk yang melebihi daya dukung akan mengurangi kapasitas volume daya tampung air waduk, dan merusak kualitas perairan pada akhirnya dapat memperpendek usia fungsional waduk tersebut. Turunnya volume air waduk menyebabkan waduk tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, baik untuk keperluan irigasi maupun pembangkit tenaga listrik.
Gambar 1. Kondisi Waduk Benanga
Kondisi Waduk Benanga pada saat sekarang ini sangat jauh berbeda dengan kondisi waduk sebelumnya. Banyaknya tumbuhan air di sekitar Waduk Benanga maupun di kawasan waduk ini dapat berdampak buruk apabila tidak di lakukan tindak lanjut yang cepat, karena hal ini dapat berdampak eutrofikasi dan sedimentasi. Suatu perairan dikatakan blooming fitoplankton jika kelimpahan fitoplanktonnya mencapai 5 x 106 sel/l (Goldman dan Horne, 1983). Akibatnya eutrofikasi menjadi masalah bagi perairan danau/waduk yang dikenal dengan algal bloom. Hal ini dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tidak sedap dan kekeruhannya menjadi semakin meningkat serta banyak enceng gondok yang bertebaran di danau/waduk. Banyak nya eceng gondok terlihat diWaduk Benanga, bahkan bau dari Waduk Benanga saat ini tidak sedap lagi, tentu hal ini menandakan menurunya kualitas air Waduk Benanga.
3.2 Pengaruh Laju Pertumbuhan Air di Waduk Benanga Adanya eceng gondok yang menutupi badan perairan Waduk Benanga, mengakibatkan menurunnya penetrasi cahaya untuk fotosintesis fitoplankton, apabila hal ini terjadi maka organisme di badan air akan kekurangan oksigen dan hal ini dapat mengakibatkan kematian organisme. Bakteri pembusuk akan menguraikan organisme yang mati, baik tanaman maupun hewan yang ada di dasar perairan. Proses pembusukan ini atau dekomposisi akan banyak menggunakan oksigen terlarut dalam air, sehingga terjadi hypoksia atau kadar oksigen akan menurun secara drastis dan pada akhirnya kehidupan biologis di perairan danau juga akan sangat
berkurang. Oleh karena itu peningkatan unsur hara yang sangat tinggi yang mengakibatkan terjadinya perubahan waduk menjadi eutrofik dan menimbulkan aroma tidak sedap yang akan mengakibatkan dampak negatif dimana akan terjadi perubahan keseimbangan antara kehidupan tanaman air dan hewan air yang ada di waduk tersebut.
Gambar 2. Alga pada Waduk Benanga
Kematian ikan dan sisa biomasa organisme yang mengandung unsur hara fosfor dan nitrogen dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya, dalam keadaan berlebihan akan memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme yang ada dalam badan air. Penumpukan bahan nutrien ini akan menjadi ancaman kehidupan ikan di badan danau pada saat musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya golakan air danau. Hal ini menyebabkan arus naik dari dasar danau yang mengangkat masa air yang mengendap. Masa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau hingga mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang. Rendahnya oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan secara mendadak. (Anonim, 2010). Kondisi lingkungan Bendungan Benanga terletak di pemukiman penduduk yang cukup padat. Biasanya penduduk sekitar memanfaatkan air bendungan untuk kebutuhan MCK seperti kegiatan mencuci pakaian, dimana kegiatan tersebut dilakukan dipinggiran waduk dan sisa pencucian berupa air deterjen langsung dibuang ke badan air permukaan.
Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas masyarakat modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air. Akibat eutrofikasi menyebabkan tingginya kandungan nutrient sehinga fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan air. Fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang berbeda dengan badan air lainnya. Selain merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat dominasi fito-plankton yang tidak dapat dimakan dan beracun; blooming yang menghasilkan biomasa (organik) tinggi juga merugikan fauna; karena fenomena blooming selalu diikuti dengan penurunan oksigen terlarut secara drastis akibat pe-manfaatan oksigen yang ber lebihan untuk de-komposisi biomasa (organik) yang mati. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (bluegreen algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya (Anonim, 2009). Kegiatan pembukaan lahan untuk permukiman merupakan sumber sedimen dan pencemaran perairan waduk. Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang ada di dasar. Sedimen terdiri dari bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur dan bahan anorganik yang umumnya berasal dari pelapukan batuan (Sverdrup, 1966). Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan waduk dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menjadi turun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makan (Haryani, 2001). Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran dan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Asdak (2002) menyatakan bahwa sedimen hasil erosi
terjadi sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi. Kandungan sedimen pada hampir semua perairan dapat meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu dan tempat tertentu Adanya akar-akar dari tumbuhan air yang tumbuh di kawasan waduk dapat sebagai perangkap sedimen atau bahan pencemar yang selanjutnya akan jatuh ke dasar periaran. Hal inilah yang menyebabkan sedimentasi dapat terjadi di perairan. Adapun materi material yang terbawa akan membentuk suspensi dan ada juga sedimen yang mengendap diwaduk, pengendapan (sedimentation) bahan bawaan air pada suatu waduk, kolam, bendungan maupun area lain yang mampu menahan bahan buangan sehingga membentuk suatu lapisan lunak (rawa) pada suatu area. Sedimen diwaduk banyak mempengaruhi keadaan waduk, yang bisa mempengaruhi kuwalitas air, suspensi dari material-material yang dibawa oleh runoff / akibat turunnya hujan dan sedimen yang sudah ada mengakibatkan kekseruhan yang bisa mengakibatkan dampak buruk bagi biota-biota yang memperlukan kecerahan dalam menjalankan kehidupannya, dan jika sedimen terlalu menumpuk pada waduk akan mengakibatkan kebanjiran yang parah pada daerah yang lain, hal ini disebabkan lambatnya aliran yang mengakibatkan waduk meluap pada daerah yang ada disekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara morfometrik luas waduk mengalami perubahan secara mendasar yaitu terjadinya penyempitan daerah genangan air (3,35 % dari luas total 387,10 ha), pendangkalan (1 – 2 m), dan meningkatnya tutupan gulma air (96,65 % dari luas total 387,10 ha). Karakteristik fisika-kimia air melebihi baku mutu, dimana bahan pencemar H2S, NH3-N, COD tinggi dan DO rendah. Sedangkan karateristik biologi perairan dari plankton dan benthos tergolong rendah. Golongan nekton didominasi oleh ibas testunideuskan rawa jenis labirin, seperti Betok (Anabas testunideus).
3.3 Pengelolaan Waduk Benanga Kajian Limnologi dan Pengelolaan Waduk Benanga dilakukan oleh Nuryadi, dkk di perairan Waduk Benanga, Kelurahan Lempake, Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda, dan pelaksanaannya dimulai dari bulan September s/d Nopember 2007. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan secara purposive sampling, meliputi biogeofisik, ekonomi dan sosiokultural yang selanjutnya di analisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara morfometrik luas waduk mengalami perubahan secara mendasar yaitu terjadinya penyempitan daerah genangan air (3,35 % dari luas total 387,10 ha), pendangkalan (1 – 2 m), dan meningkatnya tutupan gulma air (96,65 % dari luas total 387,10 ha). Karakteristik fisika-kimia air melebihi baku mutu, dimana bahan pencemar H2S, NH3-N, COD tinggi dan DO rendah. Sedangkan karateristik biologi perairan dari plankton dan benthos tergolong rendah. Golongan nekton didominasi oleh ibas testunideuskan rawa jenis labirin, seperti Betok (Anabas testunideus).
Gambar 3. Pengelolaan Blooming Alga di Waduk Benanga Kepadatan penduduk di kelurahan Lempake 4 jiwa/km2 yang terkonsentrasi di sekitar Waduk Benanga dan bermata pencaharian sebagai petani. Tekanan Penduduk terhadap lahan termasuk tinggi (>2), khususnya disekitar waduk. Pengelolaan waduk berlandaskan azas keterpaduan dan holistic (Samsul, R., 2008). Dalam pengelolaan waduk agar tetap lestari sebaiknya melibatkan multi stakeholder, antara lain: a. Pelaku usaha, baik yang bergerak di dalam kawasan maupun di luar kawasan waduk; b. Pemerintah, yakni dinas pekerjaan umum dan dinas perikanan; c. Perguruan tinggi;
d. Lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat umum. Faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan waduk, seperti kualitas sumberdaya manusia, organisasi, kelembagaan, regulasi, dan infrastruktur.
Pengelolaan waduk merupakan suatu kegiatan yang penting, kompleks dan dinamis. Penting karena waduk memiliki fungsi ekologi, ekonomi, sosial. dan budaya, menjadi kompleks karena melibatkan multi stakeholder dengan karakteristik yang berbeda, dan dinamis karena tingkat pencemaran dan sedimentasi selalu berubah seiring dengan perubahan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan waduk harus dilakukan secara integratif–holistik dengan pendekatan kesisteman, bukan secara parsial– sektoral. Pendekatan kesisteman ini didasarkan pada sybernetic, holistic, and effectiveness (SHE) dengan melibatkan seluruh stakeholder. Salah satu pendekatan kesisteman yang memungkinkan teridentifikasinya seluruh variabel terkait, dan memudahkan untuk mengetahui pola perkembangan ke depan seiring dengan perubahan waktu adalah dengan sistem model dinamik. Pendekatan ini akan memudahkan bagi pengambil kebijakan dalam pengelolaan waduk untuk menyiapkan langkah–langkah strategis dalam menghadapi setiap perubahan yang akan terjadi ke depan. Selanjutnya pendekatan ini juga dapat mengidentifikasi faktor pengungkit dalam pengelolaan waduk, sehingga kebijakan strategis yang akan diambil menjadi lebih efektif. Pendekatan sistem dinamik merupakan bagian dari pendekatan kesisteman yang dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam pengelolaan waduk karena pendekatan sistem dinamik ini dapat menyederhanakan struktur sistem yang kompleks dan rumit (Muhammadi et al. 2001). Secara garis besar pengembangan sistem model dinamik meliputi 3 tahap, yaitu: a. cognitive map, b. construction model, c. simulation and policy analysis. Cognitif map merupakan langkah pengenalan masalah secara mendasar, dilakukan melalui studi literatur, wawancara pakar, dan diskusi dengan stakeholder melalui diskusi kelompok terfokus (focus group discussion: FGD). FGD merupakan forum diskusi stakeholder untuk mengidentifikasi seluruh variabel, masalah, kendala, dan kebutuhannya dalam pengelolaan waduk. Hasil dari FGD kemudian dibuat kedalam system conceptualization dalam bentuk diagram sebab
akibat (causal loop diagram) yang menggambarkan hubungan sebab akibat dan feed back-nya satu variabel terhadap lainnya, sehingga memudahkan pengendalian sesuai dengan yang diinginkan. Construction model merupakan tahap pengembangan model yang didasarkan pada causal loop diagram. Pengembangan model menggunakan software tool Powersim. Sebagai langkah akhir dari pengembangan model dinamis adalah simulasi dan analisis kebijakan. Analisis kebijakan ini dilakukan terhadap hasil simulasi model berdasarkan skenario yang dikembangkan. Selanjutnya hasil analisis kebijakan akan menjadi bahan rekomendasi kebijakan dalam pengelolaan waduk secara berkelanjutan.
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil Antara lain: a. Banyaknya tumbuhan air di sekitar Waduk Benanga maupun di kawasan waduk ini dapat berdampak buruk apabila tidak di lakukan tindak lanjut yang cepat, karena hal ini dapat berdampak eutrofikasi dan sedimentasi. b. Sedimen diwaduk banyak mempengaruhi keadaan waduk, yang bisa mempengaruhi kuwalitas air, suspensi dari material-material yang dibawa oleh runoff / akibat turunnya hujan dan sedimen yang sudah ada mengakibatkan kekseruhan yang bisa mengakibatkan dampak buruk bagi biota-biota yang memperlukan kecerahan dalam menjalankan kehidupannya, dan jika sedimen terlalu menumpuk pada waduk akan mengakibatkan kebanjiran yang parah pada daerah yang lain, hal ini disebabkan lambatnya aliran yang mengakibatkan waduk meluap pada daerah yang ada disekitarnya. c. Dilakukan system model dinamik untuk memudahkan bagi pengambil kebijakan dalam pengelolaan waduk untuk menyiapkan langkah–langkah strategis dalam menghadapi setiap perubahan yang akan terjadi ke depan pada waduk.
4.2 Saran Mahasiswa diharapkan bisa memahami arti pentingnya waduk dan berusaha ikut serta dalam menjaga kelestarian waduk setelah membuat makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA