BISMILAHIRAHMANIRRAHIM
BETON PRACETAK Tugas Mata Kuliah Teknologi Bahan Magister Teknik Sipil Unissula Semarang DEWI RIMAYANI MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI 2012
DEWI RIMAYANI, MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI 2012. 0| Page
DAFTAR ISI
1. Definisi Precast Concrete (Beton Pracetak) .............................................................. 2 2. Sejarah Perkembangan Sistem Pracetak ................................................................... 2 3. Perkembangan Sistem Pracetak di Dunia .................................................................. 3 4. Perkembangan Sistem Pracetak di Indonesia........................................................... 4 5. Kelebihan dan Kekurangan Beton Pracetak............................................................... 4 6. Permasalahan Umum Pada Pengembangan Sistem Pracetak................................... 6 7. Tertib Pembangunan Sistem Beton Pracetak di Indonesia ....................................... 7 8. Pembuatan Beton Pracetak ....................................................................................... 8 9. Transportasi dan Alat Angkut .................................................................................... 11 10. Erection ...................................................................................................................... 13 11. Prinsip Konstruksional dan Sambungan Beton Pracetak ........................................... 15 12. Sistem Komponen Beton Pracetak ............................................................................ 26 13. Komponen Struktur yang Sering Digunakan di Indonesia ......................................... 27
1| Page
BAB 2 PENGERTIAN DASAR BETON 2.1 Sejarah Beton Pengetahuan tertua tentang beton adalah di temukan di Timur Tengah dan tertanggal pada 5600 SM; bangsa Mesir ( pada abad 26 SM ) telah menggunakan campuran dengan jerami untuk mengikat batu kering , gypsum, dan semen kapur dalam pertukangan batu ( berdasarkan fakta-fakta dalam konstruksi Pyramid ). Masyarakat Yunani yang tinggal di Crete dan Cyprus menggunakan semen kapur sebaik mungkin ( abad ke-8 SM ), mengingat Bangsa Babilonia dan Syria menggunakan “bitumen” untuk membangun bebatuan dan bangunan batu. Sama halnya pada Bangsa Yunani Kuno, menggunakan batu kapur calcined, ketika orang Roma membuat beton pertama; yang dicampur kapur putty dengan debu bebatuan atau abu vulkanik. Mereka menggunakannya dengan batu untuk membangun jalan, bangunan-bangunan, dan saluran air ( terowongan air ). Bangsa Roma memakai pozzolana, jenis pasir tertentu dari Pozzuoli, dekat gunung berapi Vesuvio ( Italia bagian Selatan ), untuk membangun bangunan yang penting sekali, seperti Pantheon atau Colosseo.
Pantheon J Durm, Handbuch der Architektur, Stoccarda, 1905 Pozzolana adalah jenis pasir yang luar biasa dimana reaksi kimianya dengan kapur dan air, menjadi sebuah bebatuan yang memiliki massa ; selanjutnya, kimia itu adalah silica dan alumunium dimana bereaksi dengan Kalsium Hidroksida untuk membentuk senyawa dengan sifat semen.
2.2Sifat-sifat beton
Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk mendapatkan mutu beton yang diharapkan sesuai tuntutan konstruksi dan umur bangunan yang bersangkutan. Pada saat segar atau sesaat setelah dicetak, beton bersifat plastis dan mudah dibentuk. Sedang pada saat keras, beton memiliki kekuatan yang cukup untuk menerima beban. Sifat beton segar yang baik sangat mempengaruhi kemudahan pengerjaan sehingga menghasilkan beton dengan berkualitas baik. Adapun sifat-sifat beton segar adalah : 1. Workabilitas
Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan campuran untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan pembentuk beton. Taiji saji (1984) menguraikan bahwa sifat workabilitas beton segar ditandai dengan enam karakter yaitu : konsistensi, plasticity (plastisitas), placeability (kemudahan dituang), flowability (keenceran), finishability (kemudahan dirapikan), dan pumpability (kemudahan dipompa). Sedang Newman dalam Murdock (1999) menuliskan bahwa sekurang-kurangnya tiga sifat yang terpisah dalam mendefinisikan sfat ini, yaitu:
a. Kompakbilitas, kemudahan beton dipadatkan b. Mobilitas, kemudahan beton mengalir dalam cetakan c. Stabilitas, kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang homogen, koheren dan stabil selama dikerjakan atau dipadatkan. Tingkat kompakbilitas campuran tergantung pada nilai faktor air semennya. Semakin kecil nilai faktor air semen, adukan beton semakin kental dan kaku sehingga makin sulit untuk dipadatkan. Sebaliknya semakin besar nilai faktor air semen adukan beton semakin encer dan semakin sulit untuk mengikat agregat sehingga kekuatan beton yang dihasilkan semakin rendah. Pengamatan workabilitas beton di lapangan pada umumnya dilakukan dengan slump test. Pengetesan ini merupakan petunjuk dari sifat mobilitas dan stabilitas beton. Neville (1981) menuliskan bahwa slump test bermanfaat untuk mengamati variasi keseragaman campuran. Pada beton biasa, pengujian slump dilakukan untuk mencatat konsistensi dalam satuan mm penurunan benda uji beton segar selama pengujian. Selain itu workabilitas dapat juga diamati dengan mengukur faktor kepadatan, yaitu rasio antara berat aktual beton dalam silinder dengan berat beton dalam kondisi padat pada silinder yang sama. Faktor kepadatan memberikan indikasi bahwa tingkat kemampuan beton tersebut dipadatkan. Murdock (1986) membuat suatu hubungan antara tingkat workabilitas, nilai slump dan faktor kepadatan adukan sebagai berikut :
Tabel Hubungan tingkat workabilitas, nilai slump dan tingkat kepadatan adukan Tingkat Workabilitas
Nilai Slump
Faktor Kepadatan
Sangat rendah
0 – 25
0.8 – 0.87
Rendah sampai sedang
25 – 50
0.87 – 0.93
Sedang sampai tinggi
50 – 100
0.93 – 0.95
Tinggi
100 – 175
> 0.95
Pengukuran workabilitas pada mortar beton dilakukan dengan pemeriksaan meja getar (flow tabel) sesuai dengan ASTM C124-39. Hasil test ini menunjukkan konsistensi mortar dengan mengukur tingkat penyebaran campuran ketika menerima sentakan pada flow table selama 15 kali dalam 15 detik. Nilai fluiditas didefinisikan sebagai peningkatan diameter penyebaran mortar segar (D dalam cm) dikurangi diameter sebelumnya (10 cm), secara matematis rumus fluiditas adalah sebagai berikut : Flow = D - 10 x 100/10 Untuk mortar beton normal nilainya antara 0 – 150%.
1. Bleeding
Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh pelepasan air dari pasta semen. Sesaat setelah dicetak, air yang terkandung di dalam beton segar cenderung untuk naik ke permukaan. Selanjutnya Power dalam Neville (1981) berpendapat bahwa naiknya air ke permukaan dan bersamaan dengan turunnya bahan ke dasar disebabkan oleh pengaruh gravitasi akibat berat sendiri sebagai fenomena alamiah atau proses “specific sedimentation“.
Adapun penyebab bleeding menurut Neville (1981:224) adalah ketidakmampuan bahan padat campuran untuk menangkap air pencampur. Ketika bleeding sedang berlangsung, air campuran terjebak di dalam kantongkantong yang terbentuk antara agregat dan pasta semen (matriks). Sesudah bleeding selesai dan beton mengeras, kantong-kantong menjadi kering ketika berlangsung perawatan dalam keadaan kering. Akibatnya apabila ada tekanan, kantong-kantong tersebut menjadi penyebab mudahnya retak pada beton, karena kantong-kantong hanya berisi udara dan bahan lembut semacam debu halus.
Bleeding dihitung dengan cara menghitung banyaknya air yang keluar dari sampel beton segar sesaat setelah dicetak. Prosedur pemeriksaan diatur dalam ASTM C232-58 (1966). Banyaknya bleeding adalah volume air (ml) yang keluar dari suatu luasan permukaan beton (A) atau secara matematis ditulis : Bleeding = V/A...........................(ml/cm2)............................... (2)
2. Segregasi
Segregasi adalah kecenderungan pemisahan bahan-bahan pembentuk beton. Neville (1981:223) meuliskan bahwa terdapat dua bentuk segregasi beton segar yaitu :
b. Partikel yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel yang lebih halus. c. Terpisahnya air semen dari adukan.
Segregasi sangat besar pengaruhnya terhadap sifat beton keras. Jika tingkat segregasi beton sangat tinggi, maka ketidaksempurnaan konstruksi beton juga tinggi. hal ini dapat berupa keropos, terdapat lapisan yang lemah dan berpori, permukaan nampak bersisik dan tidak merata Murdock (1986) menuliskan bahwa segregasi disebabkan oleh : - Penggunaan air pencampur yang terlalu banyak - Gradasi agregat yang jelek - Kurangnya jumlah semen
- Cara pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.
Pada saat keras, beton diharapkan mampu memikul beban sehingga sifat yang utama dimiliki oleh beton adalah kekuatannya.
1. Kekuatan
Kekuatan beton terutama dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang digunakan atau tergantung pada faktor air semen dan derajat kekompakannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton : - Perbandingan berat air dan semen - Type dan gradasi agregat - Kualitas semen - Perawatan (curing)
Kekuatan beton yang utama adalah kuat tekannya. Nilai kuat tekan beton meningkat sejalan dengan peningkatan umurnya dan pada umur 28 hari, beton mencapai kekuatan maksimal. Nilai kuat tekan beton diukur dengan membuat benda uji berbentuk silinder atau kubus. Pembacaan kuat tekan pada benda uji kubus dan silinder relatif berbeda. Perbandingan kuat tekan silinder dan kubusmenurut ISO Standard 3893 – 1977 disajikan pada tabel .... Tabel Perbandingan Kuat Tekan antara Silinder dan Kubus Kuat tekan (Mpa)
silinder
2
4
6
8
10
12
16
20
25
30
35
40
45
50
2.5
5
7.5
10
12.5
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Kuat tekan kubus (Mpa)
Pada umumnya, beton mencapai kuat tekan 70% pada umur 7 hari, dan pada umur 14 hari, kekuatannya mencapai 85 – 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari.
Pengukuran kuat tekan beton didasarkan pada SK SNI M14-1989-F (SNI 03-1974-1990). Pembebanan pada pengujian kuat tekan termasuk pembebanan statik monotorik dengan menggunakan Compressive Test. Beban yang bekerja akan terdistribusi secara kontinue melalui titik berat. f'cr = P / A.......................(3) f'cr = kuat tekan beton rata-rata P = beban A = luas penampang
Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekannya pada umur masih muda dan berkisar seperduapuluh pada umur sesudahnya. Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulangkali mencapai kekuatan 0.50 – 0.60 kali √f’c, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √f’c.
Pengamatan kuat tarik beton khususnya pada beton bertulang sangat penting pada penentuan kemungkinan pencegahan keretakan akibat susut dan perubahan panas. Sedang untuk beton tidak bertulang, hasil pengujian ini dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi jalan raya dan lapangan terbang serta untuk beton prategang.
Cara yang digunakan untuk mengukur kuat tarik beton adalah dengan pengujian kuat tarik belah sesuai SK SNI M-60-1990-03 (SNI 03-2492-1991). Spesimen yang digunakan adalah silinder dan ditekan oleh dua plat paralel pada arah diameternya. Kuat tarik belah dihitung dengan rumus : f'ct = 2P/π LD..........................(4) Dimana : fct = kuat tarik belah (Mpa) P = beban uji maksimum (N) L = Panjang benda uji (mm) D = Diameter benda uji (mm)
2. Penyusutan
Proses susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Adapun proses susut pada beton yaitu: a. Penyusutan awal, akibat kehilangan air pada proses penguapan dan perembesan melalui acuan.
b. Penyusutan akibat suhu ketika beton mulai dingin. Penyusutan ini masih dapat diatasi dengan perawatan yang baik. Terjadinya penyusutan akan berakibat retak-retak plastis pada beton. - Retak yang lebih luas dari 0,15 mm tidak akan menimbulkan masuknya air pada tulangan (dapat diabaikan) - Retak-retak sebesar (0,15 – 0,5 mm) perlu diatasi dengan menutup retakan tersebut (dengan emulsi latex dan lain-lain)
3. Keawetan
Keawetan beton merupakan lamanya waktu pada material untuk dapat melanjutkan pemakaiannya seperti yang telah direncanakan. Walaupun terjadi serangan dari luar baik fisik, mekanik dan kimia. Adapun pengaruhpengaruh luar yang dapat merusak beton adalah pengaruh cuaca (hujan sinar matahari) silih berganti dan daya perusak kimiawi, misalnya air limbah/buangan, air laut, lemak gula dan sebagainya. Untuk mengatasi hal tersebut yaitu :
- Permukaan beton harus mulus (misalnya exposed concrete) - Tidak porous (rongga) dalam artian pemadatan harus baik. - Menambah bahan tambahan tertentu untuk keperluan khusus.
4. Pengaruh Suhu Harga koefisien pemuaian suhu pada beton berubah-ubah tergantung banyaknya semen dalam campuran kadar air dan agregat. Untuk maksud praktis dapat diambil sebesar 1,0 x 10-6 tiap oC (beton normal).
BAHAN- BAHAN BETON Beton adalah campuran dari agregat halus dan agregat kasar (pasir, kerikil, batu pecah, atau jenis agregat lain) dengan
semen yang dipersatukan oleh air dengan perbandingan tertentu. Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang sifat-sifatnya dapat ditentuakan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasanyang teliti terhadap bahan-bahan yang di pilih. SEMEN Semen Portland adalah : bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker ( bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis ), dengan batu gips sebagai bahan tambahan. Untuk konstruksi beton bertulang pada umumnya dapat dipakai tipe-tipe semen yang memenuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang ditentukan dalam SNI-8.
Apabila diperlukan persyaratan-persyaratan khusus mengenai sifat betonnya, maka dapat dipakai tipe-tipe semen lain daripada yang ditentukan dalam SNI- 8 seperti semen portland-tras, semen alumina, semen tahan sulfat dan lain-lain. Dalam hal ini, pelaksana diharuskan untuk meminta pertimbangan-pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui. Untuk beton mutu Bo, selain tipe-tipe semen yang disebut di muka, dapat juga dipakai semen tras kapur
Untuk beton mutu K175 dan mutu lebih tinggi, jumlah semen yang dipakai dalam setiap campuran beton harus ditentukan denngan ukuran berat. Untuk beton mutu B1 dan K 125, jumlah semen yang dipakai dalam setiap campuran dapat ditentukan dengan ukuran isi. Pengukuran semen tidak boleh mempunyai kesalahan lebih ± 2,5% Beberapa macam tipe semen : Tipe I, untuk penggunaan umum, semen ini tidak memerlukan syarat khusus Tipe II, semen portland dengan panas hidrasi sedang Tipe III, semen portland dengan kekuatan awal tinggi Tipe IV, semen portland dengan panas hidrasi rendah Tipe V , semen portland yang tahan terhadap sulfat
PASIR Beberapa syarat mutu pasir : Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang duihasilkan oleh alat –alat pemecah batu. Sesuai dengan syrat-syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagaibagai mutu beton menurut pasal 4.2 ayat 1, maka agregat halus memenuhi satu, beberapa atau semua ayat berikut ini Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau tidak hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % (ditentukan terhadap berat kering). yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5 %, maka agregat halus harus dicuci. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal
kekuatan tekan adukan agregrat tersebut pada waktu 7 hari dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci bersih dengan air, pada umur yang sama. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat(1), harus memenuhi syarat-syarat berikut. i.
Sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2%;
ii.
Sisa diatas ayakan 1 mm harus minimum 10%;
iii.
Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk –petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang dipakai.
KERIKIL Beberapa sarat mutu kerikil yang baik :
Agreagat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasiul disintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat kasar adalah agregrat dengan besar
butiran lebih dari 5 mm. semua debgan syarat –syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagai-bagai mutu beton menurut pasal 4.2 ayat (1), maka agregat kasar harus memenuhi satu, beberapa, atau semua ayat berikut ini. Agregrat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir
agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat kasar harus dicuci. Agreagat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beaton, seperti zat-zat reaktif alkali. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff dengan bebab penguji 20t, dengan mana harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat;
Tidak terjadi pembubukan dampai fraksi 19-30 mm, lebih dari 22% berat. Atau dengan mesin Pengaus Los Angelos, dengan mana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50% Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnyadan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut : Sisa diatas ayakan 3,5 mm harus 0 % berat Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90%-98% berat Selisih antara sisa-sisa komulatif diatas dua ayakan yang berurutan adalah maksimum 60% dan minimum 10%
Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 dari jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal pelat, atau ¾ dari jarak bersih misnimum diantara batang-batang atau berkas-berkas tulangan. Penyimpangan dari
pembatasan ini diijinkan, apabila menurut penilaian pengawas ahli cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadinya sarang-darang kerikil.
AIR Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang merusak beton dan /atau baja tulangan. Dalam hal ini sebainya dipakai air bersih yang dapat diminum. Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air,dianjurkan untuk mengirimkan contoh air itu kelembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui untuk diselidiki sampai seberapa jauh air itu mengamdung zat-zat yang beracun sehingga dapat merusak beton dan/atau besi tulangan.
Apabila pemeriksaan contoh air seperti tersebut dalam ayat (2) itu tidak dapat dilakukan, maka dalam hal adanya keraguraguan mengenai air harus diadakan percobaan perbandingan antara kekutan tekan mortal semen + pasier dengan memakai
air itu dan memakai air suling tersebut. Air tersebut dianggap dapat dipakai, apabila kekuatan tekan mortal dengan memakai air itu pada umur 7 dan 28 hari paling sedikit adalah 90 % dari kekuatan tekan mortal dengan memakai iar suling pada umur yang sama. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya. Pengaruh air, semen, admix terhaap kekuatan beton
ADMIXTURE Bahan tambah atau admixture yaitu bahan tambah yang dicampurkan pada saat pengadukan beton yang dimaksudkan untuk memperoleh sifat-sifat khusus dalam pengerjaan, waktu pengikatan/pengererasan dan maksud-maksud lain.
Proses kerja dari bahan ini dari bahan tambah kimia dalam beton akan memberikan pengaruh dispersi (penyebaran, penolakan, pembubaran pada butiran pasta semen sehingga antar butiran saling tolak menolak yang disebabkan oleh
pemberian muatan negatif dalam jangka waktu tertentu yang memungkinkan air dengan bebas memobilisir material lainnya. Dengan demikian adukan beton menjadi lebih mudah dikerjakan. Bahan tambah dibedakan menjadi 2, yaitu : Admixture
: dicampurkan dalam adukan beton saat masih basa.
Additive
: ditabur pada beton keras
Untuk memperbaiki mutu beton, sifat-sifat pengerjaan, waktu pengikatan dan pengerasan ataupun untuk maksud-makasu lain, dapat dipakai bahan-bahan membantu. Tipe dan jumlah bahan pembantu yang dapat dipakai harus disetujui dahulu oleh pengawas ahli. Manfaat dari bahan-bahan pembantu harus dapat dibuktikan dengan hasil-hasil percobaan. Selama bahan-bahan pembantu ini dipakai, harus diadakan pengawasan yang cermat terhadap pemakaiannya. Beberapa macam bahan tambah/ admixture beserta fungsinya : Jenis A
bahan pembantu untuk mengurangi jumlah air yang dipakai.
Jenis B
bahan pembantu untuk memperlambat proses pengikatan dan pengerasan jalan/beton
Jenis C
bahan pembantu untuk mempercepat dan pengikatan dan pengerasan beton.
Jenis D Jenis E
bahan pembantu untuk mengurangi jumlah air dan memperlambat pengikatan awal. bahan pembantu untuk mengurangi air dan mempercepat pengikatan awal.
Jenis F
bahan pembantu untuk mengurangi kadar air yang sangat tinggi.
Jenis G
mengurangi kadar air dan memperlambat proses ikatan. (jenis F dan G disebut juga superplastiser)
BETON PRACETAK 1. DEFENISI PRECAST CONCRETE ( BETON PRACETAK ) Precast Concrete Beton pracetak adalah beton yang dibuat dengan metode percetakan komponen secara mekanisasi dalam pabrik atau workshop dan dipasang /install kelapangan /site setelah beton cukup umur. Beton pracetak dapat diberi tulangan ataupun prategang. Beda beton pracetak dengan beton konvensional antara lain : -
-
ready mix. Beton konvensional Memerlukan perancah /formwork saat pengecoran cast in situ dibuat dengan cara Memerlukan tenaga kerja lebih banyak tradisional dilapangan atau dengan Produk pracetak dibuat secara masal dan berulang (repetitive) Karena proses pengecorannya di tempat khusus (bengkel frabrikasi), maka mutunya dapat terjaga dengan baik. Tetapi agar dapat menghasilkan keuntungan, maka beton pra-cetak hanya akan diproduksi jika jumlah bentuk typical-nya mencapai angka minimum tertentu, sehingga tercapai break-event-point-nya. Bentuk typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk yang repetitif, dalam jumlah besar.
2. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relative terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, control kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka. Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era ini. Pada dasarnya system ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi).
2| Page
Keunggulan system ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi dan pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Perbandingan kualitatif antara strutur kayu, baja serta beton konvensional dan pracetak dapat dilihat pada table :
Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai.
3. PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK DI DUNIA Sistem pracetak berkembang mula-mula di negara Eropa. Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Tahun 1912 beberapa bangunan bertingkat menggunakan system pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti dinding .kolom dan lantai diperkenalkan oleh John.E.Conzelmann.
3| Page
Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll. Sstem pracetak taha gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentang system pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan PRESS ( Precast seismic Structure System).
4. PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK DI INDONESIA Indonesia telah mengenal system pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. misalnya dengan pembangunan rumah susun di Sarijadi Bandung sebagai satu contoh. Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000). Belakangan, sering diterapkan sistem beton pracetak yang diimport dari mancanagara, seperti misalnya sistem Mivan dan Utinord. Sekitar tahun 1995an, pembangunan rumah berlapis dilaksanakan dengan menggunakan sistem waffle-crete, misalnya dalam proyek Cilincing, Cengkareng dan Batam. Tahun 1999 didirikan Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia (IAPPI) sebagai asosiasi yang mewadahi perusahaan dan individual yang berkiprah dalam pekerjaan dan penelitian sistem beton pracetak. Dalam tahun-tahun pendahuluan, terdapat beberapa sistem beton pracetak sebagai paten penemuan putra-putri Indonesia yang diterapkan dalam proyek rusun. Kini, dalam hanya beberapa tahun setelah itu, telah ada sekitar 40an sistem beton pracetak yang diterapkan, terutama dalam mendukung program 1000 tower yang telah diluncurkan pemerintah.
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BETON PRACETAK Prinsip dari sistem pracetak ini adalah dicetak atau dicor terlebih dahulu sebelum di install. Berbicara tentang sistem precast maka hal pertama untuk dijadikan pertimbangan memakai sistem ini adalah bentuk yang tipikal dan jumlah yang banyak. Contoh pekerjaan yang sering dibuat menggunakan sistem precast antara lain, saluran air, balok, anak tangga dan pekerjaan - pekerjaan yang sifatnya berulang dan banyak.
4| Page
Keuntungan menggunakan sistem pracetak antara lain waktu yang lebih efisien, memang sangat efisien jika jenis pekerjaannya tipikal. Sementara pekerjaan precast disiapkan kita bisa bekerja untuk bagian yang lain. Selain memiliki kelebihan sistem ini juga memiliki kekurangan, antara lain system precast memerlukan analisa yang lebih rumit dibanding dengan cetak langsung ditempat. Kita harus memperhitungkan sistem sambungan, pertemuan tulangan apakah sudah memenuhi panjang penyaluran atau belum serta saat perencanaan sudah harus memikirkan lokasi pembuatan sistem pengangkutan dan sistem istallasi. A. Keuntungan Beton Pracetak 1. Pengendalian mutu teknis dapat dicapai, karena proses produksi dikerjakan di pabrik dan dilakukan pengujian laboratorium 2. Waktu pelaksanaan lebih singkat 3. Dapat mengurangi biaya pembangunan 4. Tidak terpengaruh cuaca 5. Penyelesaian finishing mudah. Variasi finishing permukaan struktur pracetak dilakukan saat pembuatan komponen; termasuk coating untuk attack hazard seperti korosif, kedap udara. 6. Lahan proyek tidak luas, mengurangi kebisingan, lebih bersih dan ramah lingkungan, karena komponen pracetak dibuat ditempat lain / factory. b. Kendala Precast 1. Membutuhkan investasi awal yang besar dan teknologi maju 2. Dibutuhkan kemahiran dan ketelitian yang tinggi agat=r tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, shingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di lapangan. 3. Diperlukan peralatan produksi ( transportasi dan ereksi ) 4. Panjang dan bentuk elemen yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat angkat dan alat angkut. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah antara 150 sampai 350 km,tetapi ini juga tergantung tipe produknya. Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai diatas 1000 km. 5. Hanya dapat dilaksanakan di daerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling dan erection. 6. Di Indonesia sering timbul gempa dengan kekuatan besar. Konstruksi beton pracetak cukup berbahaya terutama pada daerah sambungannya. 5| Page
7. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan sambungan pada beton pracetak 8. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard) 9. Yang menjadi perhatian utama dalan perencanaan komponen beton pracetak seperti pelat lantai, balok, kolom dan dinding adalah sambungan. Selain berfungsi menyalurkan beban yang bekerja, sambungan juga harus berfungsi menyatukan masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi satu kesatuan yang monolit sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunan.
6. PERMASALAHAN UMUM PADA PENGEMBANGAN SISTEM PRACETAK Sekalipun sistem beton pracetak bukan merupakan hal atau barang yang baru buat masyarakat perekayasa di Indonesia, masih ada beberapa hal yang menjadi kendala terhadap penerapan sistem beton pracetak, sehingga pembangunan rumah susun di Indonesia belum mencapai tingkat laju yang diharapkan untuk menutupi kekurangan unit perumahan. Pertama, adalah dalam penerimaan masyarakat perekayasa terhadap sistem beton pracetak, terutama oleh kontraktor di lapangan yang cenderung mengikuti cara pengerjaan beton yang konvensional (monolit). Mereka lebih menyukai dan cenderung bertahan dengan pola lama dengan berbagai alasan masing-masing. Perekayasa terbiasa menyambung kayu dengan kayu dan baja dengan baja, tetapi tidak dengan beton dengan beton. Alasan kedua adalah bahwa pekerjaan pracetak beton merupakan prosedur baru yang memerlukan alat-alat baru, khususnya jika sistem beton pracetak diproduksi massal dalam pabrik, seakan sistem pracetak harus menggunakan perangkat pabrik yang nota bene akan membutuhkan modal padat. Alasan berikutnya adalah reaksi negatif dari pemilik proyek, dengan alasan pengalaman sebelumnya di mana sistem bangunan beton pracetak sering mengalami kebocoran. Kebocoran bisa diakibatkan oleh desain yang kurang baik, atau akibat pelaksanaan yang kurang seksama di lapangan. Disimpulkan bahwa penerapan sistem beton pracetak memerlukan sosialisasi yang diharapkan dapat menerobos barier psikologis yang sedikit banyak masih dirasakan belakangan ini, sekalipun telah terbit peraturan menteri yang menginstruksikan penerapan sistem beton pracetak dalam pembangunan rumah susun.
6| Page
7. TERTIB PEMBANGUNAN SISTEM BETON PRACETAK DI INDONESIA Sekalipun sistem beton pracetak telah diterapkan sekian lama, Indonesia belum memiliki norma, standard, pedoman maupun manual yang dapat digunakan sebagai acuan tertib pembangunan sistem beton pracetak di Indonesia. Berbicara mengenai pembangunan sistem beton (bertulang maupun prategang), tertib pembangunan diatur oleh peraturan peninggalan Hindia Belanda. Belakangan, peraturan tersebut diadopsi sebagai dasar dari Peraturan Beton Indonesia (PBI) tahun 1955. Peraturan tersebut kemudian direvisi menjadi Peraturan Beton Indonesia (PBI) tahun 1971, yang memperkenalkan metoda perencanaan kekuatan batas di samping metoda perencanaan elastisistas (metoda beban kerja). Dibandingkan dengan PBI 1955 yang didasarkan atas peraturan Belanda (VOSB), PBI 1971 mengadopsi beberapa muatan dari peraturan Eropa (CEB). Kemudian, peraturan beton direvisi kembali tahun 2002 yang didasarkan atas ACI 318-99. Betapapun peraturan atau pedoman beton Indonesia telah mengalami beberapa kali perbaikan, hingga kini semua versi peraturan tersebut sangat minim dalam aspek system beton prategang, sistem beton komposit, terutama dalam aspek sistem desain dan pengerjaan beton pracetak. Selama ini, perekayasa melakukan desain maupun pelaksanaan konstruksi di lapangan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman system beton monolit. Kemudian, sistem beton pracetak didesain serupa dengan sistem monolit konvensional, dengan menerapkan aturan “rule of thumb”, di mana sambungan antar komponen pracetak didesain sama, kalau tidak lebih kuat dari pada sambungan monolit atau penampang tanpa sambungan. Keadaan seperti di atas terus berlaku hingga pada suatu tahap, para perekayasa merasakan pentingnya memiliki suatu pedoman atau peraturan yang dijadikan dasar bagi tertib desain dan tertib pelaksanaan di lapangan. Dalam tahun 2005 dibentuk tim pelaksana penyusunan RSNI beton pracetak dan prategang. Setelah bekerja sekian lama, tim berhasil menyusun RSNI dan telah diprakonsensuskan. RSNI akhirnya diterima dalam konsensus tanggal 16 Juni 2011. Adalah wajar mempertanyakan, kenapa SNI yang baru didasarkan atas ACI 318. Adapun alasannya antara lain sebagai berikut. Pertama, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung sebagai peraturan induk struktur beton, didasarkan atas ACI 318. Kedua, ACI 318 merupakan standard yang lebih dikenal luas secara internasional. Kemudian, peraturan ACI 318 secara konstan tetap direvisi sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan pengalaman lapangan, sehingga tidak pernah ketinggalan zaman. Dengan memilih ACI 318 sebagai dasar atau acuan bagi penyusunan SNI yang baru, perkembangan dunia beton pracetak Indonesia dapat dimasukkan ke dalam batang tubuh SNI tersebut, sehingga
7| Page
kondisi dan karakteristik dunia rekayasa struktur pada umumnya dan rekayasa beton pracetak tercermin di dalamnya. Problem yang relatif sulit diputuskan dan memakan waktu lama dalam proses pengambilan keputusan adalah, pertanyaan apakah dibutuhkan SNI yang khusus diperuntukkan bagi beton pracetak, mengingat betapapun, beton pracetak tetap saja merupakan bahan beton yang sudah diatur dalam Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002. Namun dalam kenyataan, dihadapi kondisi bahwa Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002 yang sudah efektif selama hampir satu dekade, masih dalam penggodokan revisi menjadi SNI yang terbarukan. Dalam hal ini, tata cara ini direncanakan akan didasarkan atas ACI 318 versi terbaru. Di lain fihak, kebutuhan adanya suatu SNI yang khusus mengatur beton pracetak sangat mendesak, karena dalam beberapa dekade belakangan ini, praktek perencanaan dan pelaksanaan struktur beton pracetak belum didasarkan atas suatu SNI khusus yang lengkap. Kita mengetahui bahwa Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002 didasarkan pada ACI 318-99, yang belum mengatur aspek pracetak secara lebih ekstensif. Di lain fihak, revisi Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-17262002 masih dinantikan kerampungannya, sehingga disepakati bahwa SNI beton pracetak yang baru akan segera diberlakukan. Jika pada gilirannya, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002 telah selesai disusun dan diberlakukan, SNI beton pracetak juga akan segera diperbaharui. Hal terpenting yang baru tercantum dalam SNI ini adalah dimasukkannya item portal khusus yang terbuat dari beton pracetak, dinding struktural pracetak menengah dan dinding struktural khusus yang terbuat dari beton pracetak dalam Bab 7 Struktur Penahan Gempa.
8. PEMBUATAN BETON PRACETAK Proses produksi/pabrikasi beton pracetak dapat dibagi menjadi tiga tahapan berurutan yaitu : 6.1 Tahap Design Proses perencanaan suatu produk secara umum merupakan kombinasi dari ketajaman melihat peluang, kemampuan teknis, kemampuan pemasaran. Persyaratan utama adalah struktur harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan kestabilan pada masa layannya
8| Page
6.2 Tahap Produksi a.
Moulding / membuat cetakan. Pabrik beton
pracetak biasanya telah memiliki workshop / bengkel khusus untuk membuat dan maintenance cetakan, tempat
merakit
tulangan
(Bar
catching)
dan
sambungan. b. Reinforcing.
Tulangan yang telah dirakit
ditempatkan kedalam cetakan.
c.
Concreting.
Pembuatan
beton.
Penakaran
dan
pencampuran beton, biasanya dipabrik tersedia concrete batching plant yang meiliki control kualitas secara computer.
d. Compaction / pemadatan beton, memakai external vibrator dengan high frequency.
9| Page
e. Curing beton , dengan steam curing. Pada elemen-elemen beton yang besar steam curing diberikan kedalam beton dengan cara diselubungi suhu 60 – 70o C selama 2 – 3 jam.
6.3 Tahap Pascaproduksi Terdiri dari tahap penanganan ( handling ), penyimpanan ( storage ), penumpukan (stacking ), pengiriman ( transport dan tahap pemasangan di lapangan ( site erection ).
a. Handling. Pasca umur beton memeuhi, unit beton pracetak dipindahkan ke storage / gudang disusun secara vertical dan diberi bantalaan antar unit pracetak. b. Transportasi unit pracetak ke lapangan
c. Instal / Erection. Memasang unit pracetak pada struktur,
d. Finishing, no coating 10 | P a g e
memasang
joint
(Cast
in
site)
9. Transportasi dan Alat Angkut
Transportasi adalah pengangkatan elemen pracetak dari pabrik ke lokasi pemasangan. Sistem transportasi berpengaruh terhadap waktu, efisiensi konstruksi dan biaya transport. Yang perlu diperhatikan dalam system transportasi adalah : a. Spesifikasi alat transport : lebar, tinggi, beban maks, dimensi elemen b. Route transport : jarak, lebar jalan, kepadatan lalu lintas, ruang bebas bawah jembatan, perijinan dari instansi yang berwenang. Pemilihan alat angkut dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : a. Macam komponennya : linier atau plat b. Ketinggian alat angkat : berhubungan dengan ketinggian bangunan yang akan dibangun c. Berat komponen : berdasarkan beban maksimum d. Kondisi local : pencapaian lokasi dan topografi Tahap pengiriman a. Transportasi jalan raya sangat cocok untuk skala pembangunan dengan site yang luas b. Sangat tergantung pada persyaratan legal Negara setempat khususnya dalam persyaratan : lebar, ketinggian, panjang dan beban objek yang diangkut
11 | P a g e
c. Desain yang dibuat harus mempertimbangkan keadaan ini. Apabila komponen tidak memenuhi maka ia membutuhkan biaya tambahan dalam kesulitan transportasi disamping membutuhkan pengawalan khusus petugas jalan raya d. Panjang maximum unit precast yang diisyaratkan dalam satu angkutan tidak melebihi 30 m e. Transportasi angkutan yang rendah ( biasanya untuk panel dinding dan lantai memiliki kemampuan angkut 250 ton f. Untuk objek angkut panel dinding dan lantai sangat cocok menggunakan kendaraan yanmg dilengkapi dengan kerangka khusus yang dapat mendukung dan melindungi objek angkut. g. Untuk objek yang panjang dan beban yang lebih besar dapat menggunakan dua gerobak yang dihubungkan oleh beton precast itu sendiri Menurut tempat pembuatan beton pracetak dibagi 2 yaitu : • Dicor di tempat disebut Cast In Situ • Dicor di pabrik Menurut perlakuan terhadap bajanya dibagi 2 yaitu : • Beton pracetak biasa • Beton prategang pracetak Ada 2 prinsip yang berbeda pada beton prategang ; • Pre-tensioned Prestressed Concrete • Post-tensioned Prestressed Concrete Alat angkat yaitu memindahkan elemen dari tempat penumpukan ke posisi penyambungan (perakitan). Peralatan angkat untuk memasang beton pracetak dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Keran mobile 2. Keran teleskopis
12 | P a g e
3. keran menara 4. Keran portal
10. Erection • Nilai ekonomi : Merupakan 15 – 20 % dalam struktur pembiayaan bangunan • Masih terbatasnya kemungkinan rasionalisasi secara proses produksi di pabrik • Terdiri dari 3 kegiatan pokok : a. Menghandle dari kendaraan transport atau gudang dan lay down area ke tempat pemasangan b. Penyetelan c. Pengikatan Alat Pengangkat • Diusahakan agar alat pengangkat tidak dibebani dengan waktu penyetelan dan waktu pengikatan. • Karena mahalnya sambungan sebaiknya komponen berjumlah sesedikit mungkin dengan berat sebesar mungkin sehingga jumlah sambungan menjadi sesedikit mungkin. • Harus diusahakan dalam perencanaan agar kapasitas crane dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Kriteria pemilihan alat pengangkat 1. Berat komponen precast 2. Jenis komponen : dim,ensi, linear atau slab type 3. tinggi alat berkaitan dengan ketinggian bangunan 4. Kuantitas / jumlah komponen 5. Local condition : aksessibilitas, topografi 6. Gerakan alat 7. Cara kerja 8. Frekuensi
13 | P a g e
Jenis alat pengangkat 1. Truck – mobile cranes 2. Derricks 3. Tower Cranes 4. Goliath Cranes 5. Hydraulics - Jack Blocks Metode dan jenis pelaksanaan konstruksi precast diantaranya adalah : A. Dirakit per elemen 1.
Cara pemasangan perbagian ( vertical ) a) Dilakukan trave per trave b) Cocok untuk bangunan dengan luas lantai besar c) Perlu landasan yang cukup kuat, Mobil crave bias bergerak memenuhi jarak jangkau d) Lengan momem untuk crane tidak terlalu besar sehingga berat komponen lebih leluasa e) Biasanya untuk 3-5 tingkat
2.
Cara pemasangan perlapis ( horizontal ) a) Dilakukan lantai perlantai b) Perlu alat pengangkat yang dapat mencari seluruh bagian bangunan c) Karena besarnya momen crane, berat komponen terbatas terutama palt lantai d) Crane yang biasa digunakan Tower CXrane Putar e) Diperlukan penunjang kolom selama pemasangan
B. Lift – Slab system Adalah pengikatan elemen lantai ke kolom dengan menggunakan dongkrak hidrolis. Cara pemasangan Lift Slab : a) Kolom menerus pelat lantai di cor satu diatas yang lain b) Alat pengangkat Hidraulis c) Perlu pasak untuk pengunci dalam pemasangan Prinsip konstruksinya sebagai berikut : 1. Lantai menggunakan plat-plat beton bertulang yang dicor pada lantai bawah 14 | P a g e
2. Kolom merupakan penyalur beban vertical dapat sebagai elemen pracetak atau cor di tempat. 3. Setelah lantai cukup kuat dapat diangkat satu persatu dengan dongkrak hidrolis. C. Slip – Form System Pada system ini beton dituangkan diatas cetakan baja yang dapat bergerak memanjat ke atas mengikuti penambahan ketinggian dinding yang bersangkutan. D. Push – Up / Jack – Block System Pada system ini lantai teratas atap di cor terlebih dalu kemudian diangkat ke atas dengan hidranlic – jack yang dipasang di bawah elemen pendukung vertical. . Cara Pemasangan Jack Block 1. Lantai teratas disiapkan diatas permukaan tanah Hidraulis Jack dipasang di bawah komponen pendukung vertical 2. Dengan mengatur secara berganti penggunaan hydraulic Jack dan penempatan penunjang ( dari blok beton ) seluruh komponen diangkat ke atas 3. Setelah mencapai ketinggian lantai yang diinginkan, lantai berikutnya dipersiapkan di permukaan tanah 4. Demikian seterusnya E. Box System Konstruksi menggunakan dimensional berupa modul-modul kubus beton. F.
Cara Pemasangan Kombinasi
Penggunaan cara pemasangan dengan berbagai cara,ini cara yang paling lazim .
11. PRINSIP KONSTRUKSIONAL DAN SAMBUNGAN BETON PRACETAK Berikut prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk desain struktural : 1. Struktur terdiri dari sejumlah tipe-tipe komponen yang mempunyai fungsi seperti balok, kolom, dinding, plat lantai dll 2. Tiap-tipe komponen sebaiknya mempunyai sedikit perbedaan 15 | P a g e
3. Sistem sambungan harus sederhana dan sama satu dengan yang lain, sehingga komponenkomponen tersebut dapat dibentuk oleh metode yang sama dan menggunakan alat bantu yang sejenis 4. Komponen harus mampu digunakan untuk mengerjakan beberapa fungsi 5. Komponen-komponenharus cocok untuk berbagai keadaan dan tersedia dalam berbagai macam-macam ukuran produksi 6. Komponen –komponen harus mempunyai berat yang sama sehingga mereka bisa secara hemat disusun dengan menggunakan peralatan yang sama Ada tiga macam konstruksi prefabrikasi : 1. Pembuatan didalam sebuah pabrik, dimana komponen-komponen mudah untuk dibuat dan nyaman untuk pengangkutan 2. Pembuatan pada site dengan menggunakan alat-alat mekanik 3. Rangkaian dari komponen dirakit ke dalam komponen-komponen yang lebih luas Yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan komponen beton pracetak seperti pelat lantai, balok, kolom dan dinding adalah sambungan. Selain berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan juga harus berfungsi menyatukan masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi satu kesatuan yang monolit sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunannya. Beberapa kriteria pemilihan jenis sambungan antara komponen beton pracetak diantaranya meliputi: 1. Kekuatan (strength). Sambungan harus memilki kekuatan untuk dapat menyalurkan gaya-gaya yang terjadi ke elemen struktur lainnya selama waktu layan (serviceability), termasuk adanya pengaruh dari rangkak dan susut beton. 2. Daktalitas (ductility) Kemampuan dari sambungan untuk dapat mengalami perubahan bentuk tanpa mengalami keruntuhan. Pada daerah sambungan untuk mendapatkan daktilitas yang baik dengan merencanakan besi tulangan yang meleleh terlebih dahulu dibandingkan dengan keruntuhan dari material betonnya. 3. Perubahan volume (volume change accommodation)
16 | P a g e
Sambungan dapat mengantisipasi adanya retak, susut dan perubahan temperature yang dapat menyebabkan adanya tambahan tegangan yang cukup besar. 4. Ketahanan (durability) Apabila kondisi sambungan dipengaruhi cuaca langsung atau korosi diperlukan adanya penambahan bahan-bahan pencegah seperti stainless steel epoxy atau galvanized. 5. Tahan kebakaran (fire resistance) Perencanaan sambungan harus mengantisipasi kemungkinan adanya kenaikan temperatur pada sistem sambungan pada saat kebakaran, sehingga kekuatan dari baja maupun beton dari sambungan tersebut tidak akan mengalami pengurangan. 6. Mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan bagian-bagian berikut ini pada saat merencanakan sambungan : a. Standarisasi produksi jenis sambungan dan kemudahan tersedianya material lapangan. b. Hindari keruwetan penempatan tulangan pada derah sambungan c. Hindari sedapat mungkin pelubangan pada cetakan d. Perlu diperhatikan batasan panjang dari komponen pracetak dan toleransinya e. Hindari batasan yang non-standar pada produksi dan pemasangan. f. Gunakan standar hardware seminimal mungkin jenisnya g. Rencanakan sistem pengangkatan komponen beton pracetak semudah mungkin baik di pabrik maupun dilapangan h. Pergunakan sistem sambungan yang tidak mudah rusak pada saat pengangkatan i. Diantisipasi kemungkinan adanya penyesuaian di lapangan. Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa dipergunakan dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :
17 | P a g e
1. Sambungan kering (dry connection) Sambungan kering menggunakan bantuan pelat besi sebagai penghubung antar komponen beton pracetak dan hubungan antara pelat besi dilakukan dengan baut atau dilas. Penggunaan metode sambungan ini perlu perhatian khusus dalam analisa dan pemodelan komputer karena antar elemen struktur bangunan dapat berperilaku tidak monolit.
2. Sambungan basah (wet connection) Sambungan basah terdiri dari keluarnya besi tulangan dari bagian ujung komponen beton pracetak yang mana antar tulangan tersebut dihubungkan dengan bantuan mechanical joint, mechanical coupled, splice sleeve atau panjang penyaluran. Kemudian pada bagian sambungan tersebut dilakukan pengecoran beton ditempat. Jenis sambungan ini dapat berfungsi baik untuk mengurangi penambahan tegangan yang terjadi akibat rangkak, susut dan perubahan temperatur. Sambungan basah ini sangat dianjurkan untuk bangunan di daerah rawan gempa karena dapat menjadikan masing- masing komponen beton pracetak menjadi monolit. Bentuk dan jenis sambungan merupakan bagian penting pada konstruksi beton precast. Pada sambungan basah, penyambungan dilakukan dengan cara grouting atau pengecoran di tempat. Penyambungan ini bertujuan mendapatkan kekuatan sambungan balok-balok beton pracetak dengan pembebanan statis dan kemampuan struktur yang disambung untuk meredam gaya luar yang bekerja dari pengujian dinamis. Metode penyambungan elemen beton pracetak menggunakan bahan beton polimer dengan kecepatan pengeringan 15 menit. Dengan metode ini kecepatan kostruksi struktur pracetak akan lebih cepat dibanding dengan cor di tempat. Selain itu mutu material elemen struktur menggunakan beton pracetak akan lebih baik. 18 | P a g e
Keuntungan utama yang diperoleh pada penggunaan pracetak adalah penghematan dalam acuan dan penopangnya. Manfaat yang diperoleh bergantung pada jumlah pengulangan pekerjaan, dimana sebagai patokan penggunaan 50 kali atau lebih cetakan unit beton pracetak memberikan nilai ekonomis (Murdock dan Brook,1991, h.383). Struktur beton bertulang yang dicor ditempat cenderung bersifat monolit dan menerus. Sebaliknya, struktur pracetak terdiri dari sejumlah komponen yang dibuat di pabrik, kemudian disambung di lokasi bangunan sampai akhirnya membentuk struktur utuh. Pada struktur pracetak, hubungan yang menghasilkan kontinuitas dengan memakai bantuan perangkat keras khusus, batang tulangan dan beton untuk menyalurkan semua tegangan tarik, tekan dan geser disebut sambungan keras (Winter dan Wilson, 1993, h.519). Hampir semua sambungan pracetak menggunakan plat penahan untuk memastikan terjadinya tekanan reaksi yang seragam dan sesuai dengan pehitungan. Apabila plat penahan terbuat dari baja dan plat dari kedua batang yang hendak disambung dihubungkan dengan baik memakai sambungan las atau sambungan lainnya, maka akan diperoleh sambungan keras yang dapat menyalurkan gaya vertikal dan gaya horizontal. Struktur pracetak akan mengalami perubahan dimensi akibat rangkak, susut dan kehilangan prategang, disamping akibat terjadinya perubahan temperatur. Pada awal perkembangan konstruksi pracetak ada kecenderungan untuk menggunakan sambungan lunak supaya memungkinkan terjadinya perubahan dimensi tanpa menyebabkan terjadinya tambahan gaya pada batang-batang dan sambungan-sambungannya. Tetapi pengalaman memperlihatkan kurangnya stabilitas terhadap gaya lateral seperti angin dan gempa. Oleh karena itu pembuatan struktur pracetak cenderung menggunakan sambungan keras, yaitu memakai las atau baut, yang menghasilkan kontinuitas tinggi. Sambungan yang hanya berdasarkan gaya friksi yang ditimbulkan oleh beban gravitasi tidak dapat digunakan (BSN, 2002, h.167). Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya harus mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi mulai dari saat fabrikasi awal hingga selesainya pelaksanaan struktur, termasuk pembongkaran cetakan, penyimpangan, pengangkutan dan pemasangan. Apabila elemen pracetak membentuk diafragma atap dan lantai, maka sambungan antara diafragma dengan komponen-komponen struktur yang ditopang secara lateral oleh diafragma tersebut harus mempunyai kekuatan tarik nominal yang mampu menahan sedikitnya 4,5 kN/m (BSN, 2002,h.166). Kolom pracetak harus mempunyai kekuatan nominal tarik minimum sebesar satu setengah kali luas efektif tereduksi (1,5 Ag). Panel dinding pracetak harus mempunyai sedikitnya dua tulangan pengikat per panel, dengan kuat tarik nominal tidak kurang dari 45 kN per tulangan pengikat. Apabila gaya-gaya rencana tidak menimbulkan tarik 19 | P a g e
di dasar struktur, maka tulangan pengikat yang diperlukan boleh diangkur ke dalam fondasi pelat lantai beton bertulang (BSN, 2002, h.167). Elliott (2002, h.216) menulis bahwa panjang lekatan setidaknya tiga puluh kali diameter tulangan. Kait digunakan kalau panjang penyaluran yang diperlukan terlalu panjang. Panjang pengangkuran yang didapat dari eksperimen adalah antara 8 kali diameter sampai 15 kali diameter pada sisi yang tidak mengalami retak. Guna mengatasi kondisi terburuk sebaiknya digunakan tiga puluh kali diameter tulangan (Elliott, 2002, h.218). ACI Committe 355 (1997, h.R-4 dan 5) mengusulkan beberapa macam pengangkuran pada beton. Beban yang mungkin bekerja pada angkur adalah gaya tarik, gaya geser, kombinasi gaya tarik dan geser, serta momen lentur (ACI Committe 355, 1997, h.R-10).
20 | P a g e
21 | P a g e
22 | P a g e
23 | P a g e
24 | P a g e
25 | P a g e
Hubungan antar komponen beton pracetak dapat menggunakan tulangan yang diangkurkan ke dalam beton yang kemudian baja tulangan di sambung dengan beberapa cara. Lekatan antara beton dengan angkur sangat menentukan kekuatan sambungan, sehingga panjang lekatan minimum harus dicari agar tidak terjadi keruntuhan karena lolosnya angkur.
12. SISTEM KOMPONEN BETON PRACETAK Ada beberapa jenis komponen beton pracetak untuk struktur bangunan gedung dankonstruksi lainnya yang biasa dipergunakan yaitu : 1. Tiang pancang 2. Sheet pile dan dinding diaphragma. 3. Half solid slab (precast plank), hollow core slab, single-T, double-T, triple-T, channel slabs dan lain-lain. 4. Balok beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak (PC I Girder) 5. Kolom beton pracetak satu lantai atau multi lantai 6. Panel-panel dinding yang terdiri dari komponen yang solid, bagian dari single-T atau doubleT. Pada dinding tersebut dapat berfungsi sebagai pendukung beban (shear wall) atau tidak mendukung beban. 7. Jenis komponen pracetak lainnya, seperti : tangga, balok parapet, panel-panel penutup dan unit-unit beton pracetak lainnya sesuai keinginan atau imajinasi dari insinyur sipil dan arsitek. Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai berikut (Nurjaman,2000 dalam M. Abduh 2007) : 1. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan system tidak terlalu dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya pracetak pelat, dinding di mana pemutusan dilakukan tidak pada balok dan kolom/bukan pada titik kumpul. 2. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat dipracetak dan disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang monolit.
26 | P a g e
Pada dasarnya penerapan sistem pracetak penuh akan lebih mengoptimalkan manfaat dari aspek fabrikasi pracetak dengan catatan bahwa segala aspek kekuatan (strength), kekakuan,layanan (serviceability) dan ekonomi dimasukkan dalam proses perencanaan.
13. KOMPONEN STRUKTUR YANG SERING DIGUNAKAN DI INDONESIA Ada beberapa tipe Precast Concrete yang sering digunakan saat ini,yaitu sebagai berikut : 1. Sistem Struktur Pracetak C-Plus Sistem Pracetak struktur ini memiliki konsep struktur pracetak rangka terbuka, komponen kolom plus dan balok persegi dengan stek tulangan yang berulir. Sistem sambungan mekanis balok dan kolom, plat baja berlubang dengan mur. Pertemuan sambungan pada titik kumpul (poer/kepala) ditambah tulangan sengkang horizontal dan vertikal di cor dengan beton menggunakan semen tidak susut (non shrinkage cement) sehingga berperilaku wet joint.
27 | P a g e
2. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka Bresphaka adalah suatu rekayasa konstruksi gedung dengan sistem struktur pracetak model open frame yang terdiri dari elemen pracetak kolom, balok, lantai, dinding, tangga dan elemen lainnya, dengan penggunaan bahan beton ringan atau beton normal atau kombinasi keduanya. a. Model struktur 1) Bersifat rangka terbuka, bentuk penampang elemen struktur sesuai dengan desain dimodelkan dalam perhitungan program struktur. 2) Sambungan utama di titik kumpul dan direncanakan bersifat daktail penuh 3) Perencanaan memperhatikan “stress control”, pemodelan ditumpu dengan perletakkan (restraints) pada kondisi beban pelaksanaan struktur. b. Perencanaan sambungan 1) “Shear connector” pada balok, untuk menyatukan komponen balok dan plat 2) “Shear key” pada plat, diterapkan khusus daerah gempa agar plat dapat membentuk diafragma kaku.
28 | P a g e
3) Angkur balok pracetak ke joint, agar keruntuhan/sendi plastis tidak terjadi di perbatasan balok joint. 4) Angkur kolom, untuk transfer gaya dari kolom atas ke kolom bawah
c. Kelebihan dari sistem struktur pracetak jenis ini adalah : 1) Sistem BRESPHAKA dengan bahan beton mutu tinggi, selain akan memperkecil dimensi struktur/volume beton, juga akan mengurangi berat masa bangunan sehingga dimensi pondasi lebih kecil. 29 | P a g e
2) Produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, sehingga adanya efisiensi biaya yang menjadikan proyek jadi lebih hemat. 3) Kontrol kualitas sistem pabrikasi lebih terjamin. 4) Akurasi ukuran dari elemen bresphaka, menjamin pemasangan di Lapangan lebih presisi dan hasil kerja lebih rapi. 5) Efisiensi terhadap waktu pelaksanaan.
3. Sistem Struktur Pracetak KML (Kolom Multi Lantai) Sistim KML adalah Sistim beton pracetak yang memberikan percepatan pelaksanaan, karena komponen precast kolom dapat dicetak dan dierection langsung untuk 2 - 5 lantai, sehingga dapat menghemat waktu dalam pelaksanaan erection komponen kolom.
a. Keunggulan utama dari sistim KML ini adalah: 1) Lebih terjaminnya kelurusan (ketegakan) as kolom 2) Integritas antara komponen-komponen struktur lebih baik karena: 30 | P a g e
3) Joint kolom-balok-slab yang cukup monolit karena pengecoran dilakukan pada saat topping 4) Tulangan atas maupun bawah balok yang terletak disisi-sisi kolom dapat dibuat menerus.
4. Sistem Struktur Pracetak JEDDS (Joint Elemen Dengan Dua Simpul) Konsep dari sistem ini yaitu: 1. Penamaan “DUA SIMPUL”, Simpul Pertama yaitu transfer gaya antar balok melalui besi tulangan yang diikat pada kuping strand dengan bantuan pelat baja dan baut, sedangkan Simpul Kedua yaitu lilitan strand yang menghubungkan kedua kuping strand untuk mendukung gaya gempa 2. Perkuatan tambahan pada joint melalui besi tulangan & begel arah vertical dan arah horisontal.
31 | P a g e
32 | P a g e
5. Sistem Struktur Pracetak Adhi BCS (Beam Column System) Sistem pracetak ini mengandalkan kecepatan pada saat pemasangan antar kolom. Sambungan antar kolom menggunakan strand.
Keunggulan sistem ini terletak pada perencanaan struktur elemen dan kepraktisan pemasangannya. Pemasangan ini sangat cepat yaitu dua hari perlantai bangunan.
33 | P a g e