BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan tempat hidup makhluk hidup. Kualitas lingkungan sangat mempengaruhi kondisi makhluk hidup, terutama manusia. Bila interksi antara manusia dengan lingkungan berada dalam keadaan seimbang, maka kondisinya akan berada dalam keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab yang mengganggu keseimbangan lingkungan ini, maka akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehat an(Pallar, 1994).
Zat atau senyawa hasil kegiatan industri (limbah) biasanya berbahaya dan mempunyai sifat beracun (toksik). Keberadaan zat atau senyawa tersebut di lingkungan akan sangat membahayakan dan menurukan kualitas lingkungan (Darmono, 1995).
Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan keracunan, hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lamanya dan seringnya pemaparan, juga cara masuk ma suk dalam tubuh, dan gejala keracunan antara lain disebabkan oleh adanya pencemaran atau polusi Pencemaran atau polusi adalah keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan yang berubah karena akibat masukan dari bahan- bahan pencemar . Bahan pencemar umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organism hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (wardhayani, 2006). Berbagai jenis senyawa beracun dari mulai bentuk cair, padat, gas kini keberadaanya semakin meluas seiring meningkatnya aktivitas manusia. senyawa beracun atau asing limbah adalah salah satu bentuk
hasil buangan dari aktivitas manusia yang menjadi
permasalahan di berbagai belahan dunia. Berbagai jenis limbah baik cair, padat, dan gas dapat menyebabkan masalah serius terhadap lingkungan khususnya terhadap kehidupan organisme di sekitarnya. Hampir semua limbah mengandung senyawa beracun dan berbahaya seperti logam berat, DDT (diklorodifeniltrikloroetana), Oil sludge, sludge, detergen, freon dan sebagainya. Salah satu contoh senyawa paling beracun adalah DDT. DDT merupakan racun pembunuh serangga yang sangat efektif digunakan secara luas untuk membasmi nyamuk 1
malaria. DDT sulit terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ketika DDT memasuki rantai makanan, waktu paruhnya adalah delapan tahun, artinya setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak dan dalam hati. Zat tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan. Sehingga zat tersebut akan terus berada dalam Rantai makanan dan tidak terputus. Residu DDT juga dapat menurunkan kemampuan reproduksi serta menyebabkan cacat pada janin pada organisme dan manusia (Abrar, 2010).
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian ekokinetik? 2. Bagaimana pencemaran lingkungan oleh limbah berbahaya? 3. Bagaimana cara kerja toksik?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengertian ekokinetik. 2. Mengetahui pencemaran lingkungan oleh limbah berbahaya. 3. Mengetahui cara kerja dari toksik.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekokinetik Ekokinetik merupakan gabungan dari
kata “eko” yang berarti ekosistem dan
“kinetik” yang berarti gerak. Jadi, ekokinetik adalah pergerakan suatu zat racun dalam ekosistem. Ekosistem atau sistem ekologi (Anderson,1981) merupakan kesatuan komunitas biotik dengan lingkungan abiotiknya. Pada dasarnya, ekosistem dapat meliputi seluruh biosfer dimana terdapat kehidupan, atau hanya bagian-bagian kecil saja seperti sebuah danau atau kolam. Dalam jangkauan yang lebih luas, dalam kehidupan diperlukan energi yang berasal dari matahari. Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang disebut homeostatis, yaitu adanya proses dalam ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan, atau dalam pendekatan yang holistik. Dalam mekanisme keseimbangan itu, termasuk mekanisme pengaturan, pengadaan dan penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme dan populasi serta daur bahan organik untuk kembali terurai menjadi materi atau bahan anorganik.Meskipun suatu ekosistem memiliki daya tahan yang besar terhadap perubahan, biasanya batas mekanisme homeostatis dapat dipengaruhi bahkan dikalahkan oleh kegiatan manusia. Misalnya, sebuah sungai yang tercemar oleh pembuangan limbah yang tidak terlalu banyak sehingga air sungai masih dapat jernih kembali secara alami. Tetapi jika bahan pencemar yang masuk ke badan air sungai melebihi kapasitas homeostatis-nya maka sungai akan mengalami penurunan kualitas peruntukannya bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini daya tampung atau daya serap alami sudah terlampaui sehingga air sungai mengalami pencemaran. Proses biotik maupun abiotik (fisik, kimia dan enzim) merupakan proses ekokinetik. Kemampuan zat racun untuk bergerak dalam ekosistem ada yang bergerak dengan jarak yang jauh dan ada yang bergerak dengan jarak yang dekat. Ekokinetik menyebabakan efek toksik secara lokal atau regional. (Cunningham, 2008).
3
2.2. Pergerakan senyawa toksik dalam lingkungan
Gbr. Pergerakan senyawa toksik dalam lingkungan
2.3. Solubilitas dan mobilitas dari senayawa ekokinetik, yaitu apabila senyawanyanya larut dalam air, maka akan lebih cepat tersebar luas dan lebih mudah masuk kedalam sel. Namun, apabila senyawanya larut dalm lemak/minyak, maka umumnya senyawa organik membutuhkan pembawa untuk dapat menyebar di lingkungan dan untuk bisa keluar masuk dalam tubuh.Di dalam tubuh, senyawa-senyawa toksik mudah menembus kedalam jaringan dan sel karena membran pembungkus sel tersusun oleh senyawa kimia yang serupa (larut dalam lemak).
2.4. Bioakumulasi Sel mempunyai kemampiuan untuk mengakumulasi nutrient dan mineral esensial, sel juga dapat mengabsorbsi dan menyimpan senyawa toksik. 2.5. Biomagnifikasi 4
Efek toksik yang meningkat pada rantai makanan.
Gbr. Biomagnifikasi dan Bioakumulasi (Cunningham, 2008)
2.7. Persitensi Senyawa yang mudah terurai, dimana konsentrasinya akan segera menurun pada saat masuk ke lingkungan. Contoh dari senyawa persiten, yaitu metal (Pb), plastik PVC, pestisida hidrokarbon terklorinasi dan asbes. Senyawa persiten organik yang terakumulasi dalam rantai makanan dan mencapai nilai toksik, antara lain:
PDBE (Polybrominated diphenyl ethers): penahan tekstil agar tidak mudah terbakar yang digunakan pada plastik komputer. PDBE dapat menyebabkan gangguan syaraf pada bayi yang baru lahir.
Perfluorooctane sulfonate (PFOS) &Perfluorooctane Acid (PFOA): produk anti lengket,tahan air dan noda seperti Teflon, Gortex.Kedua senyawa tersebut dapat menyebabkan kanker sistem reproduksi dan kerusakan liver pada tikus.
Phthalates: digunakan pada kosmetika, deodorant dan plastik (PVC) mainan anak. Dapat menyebabkan kerusakan liver dan ginjal bahkan kanker
5
Gbr. Pemaparan senyawa persisten ketubuh (Cunninghum, 2008)
2.8.Emisi Zat, energi atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk atau dimasukkan kedalam lingkungan yang mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.Emisi di lingkungan dapat menyebar melalui air, udara dan tanah.
Air
Buangan dari industri yang mengandung cadnium ke dalam sungai sehingga menyebabkan pencemaran terhadap sungai. Sungai tersebut digunakan untuk dialirkan ke sawah-sawah, bahkan sebagai air untuk mencunci dan mandi. Maka, secara tidak disadari cadnium masuk ke dalam tubuh.
Udara
Adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta dalam waktu tertentu yang cukup lama dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan.Dari beberapa macam komponen pencemar udara, yang paling banyak
berpengaruh
adalah
komponen-komponen
6
berikut
ini;
Karbon
Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Belerang Oksida (SOx), Hidro Karbon (HC), dan partikel lain.
Tanah Tanah merupakan sumberdaya alam yang mengandung bahan organik dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman (Sastrawijaya,1991).
Penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicernakan seperti plastik dapat menyebabkan tanah tercemar.
2.2. Cara Kerja Toksik Cara kerja dari toksik berhubungan dengan ekokinetika, yaitu pergerakan suatu racun dalam ekosistem. Karena adanya pergerakan dari suatu racun maka, kerja toksik pun terjadi dan memberikan dampak terhadap organisme sekitar. Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu: fase eksposisi, t oksokinetik dan fase toksodinamik. 1. Fase eksposisimerupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, pada umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi molekular dapatterabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalam fase ini terjadi kontak antara xenobiotikadengan organisme atau dengan lain kata, terjadi paparan xenobiotika pada organisme. Paparan ini dapat terjadi melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau penyampaian xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme (injeksi). Misalnya paparan xenobiotika melalui oral (misal sediaan dalam bentuk padat: tablet, kapsul, atauserbuk), maka terlebih dahulu kapsul/tablet akan terdistegrasi (hancur), sehingga xenobiotika akan telarut di dalam cairan saluran pencernaan. Xenobiotika yang terlarut akan siap terabsorpsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan ditranspor melalui pembuluh kapiler mesenterika menuju vena porta hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Penyerapan xenobiotika sangat tergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak antara xenobiotika dengan permukaan organisme yang berkemampuan untuk mengaborpsi xenobiotika tersebut. Dalam hal ini laju absorpsi 7
dan jumlah xenobitika yang terabsorpsi akan menentukan potensi efek biologik/toksik. Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
a) E ksposisi melalui kulit. Eksposisi (pemejanan) yang palung mudah dan paling lazim terhadap manusia atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti misalnya kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal, cemaran lingkungan, atau cemaran industri di tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidak sengaja pada kulit.
b) E ksposisi melalui jalur inhalasi. Pemejanan xenobiotika yang berada di udara dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika tersebut. Tokson yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang berbeda-beda. c) E ksposisi melalui jalur saluran cerna. Pemejanan tokson melalui saluran cerna dapat terjadi bersama makanan, minuman, atau secara sendiri baik sebagai obat maupun zat kimia murni. Pada jalur ini mungkin tokson terserap dari rongga mulut (sub lingual), dari lambung sampai usus halus, atau eksposisi tokson dengan sengaja melalui jalur rektal. Pada umumnya tokson melintasi membran saluran pencernaan menuju sistem sistemik dengan difusi pasif, yaitu transpor dengan perbedaan konsentrasi sebagai daya dorongnya. Namun disamping difusi pasif, juga dalam usus, terdapat juga transpor aktif, seperti tranpor yang terfasilitasi dengan zat pembawa (carrier), atau pinositosis. 2. Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor).
Pada
saat
yang
bersamaan
sebagian
molekul
xenobitika
akan
termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui empedu menuju saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya. Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari absorpsi, transpor, dan distribusi, sedangkkan evesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsi suatu xenobiotika adalah pengambilan xenobiotika dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman kealiran darah atau sistem pembuluh limfe.
a. Absorpsi Absorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak (paparan) 8
menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah xenobiotika yang mencapai sistem sirkululasi sistemik dalam bentuk tidak berubah. Jalur utama absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
b. Distribusi Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah akan diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan jaringan tubuh. Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat pandang sebagai suatu proses transpor reversibel suatu xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di dalam tubuh. Distribusi xenobiotika di dalam tubuh umumnya melalui proses transpor, yang pada mana dapat di kelompokkan ke dalam dua proses utama, yaitu konveksi (transpor xenobiotika bersama aliran darah) dan transmembran (transpor xenobiotikamelewati membran biologis). Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh: tercampurnya xenobiotika di dalam darah, laju aliran darah, dan laju transpor transmembran.
c. E liminasi Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi. Yang dimaksud proses eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh organisme. Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui reaksi biotransformasi (metabolisme) atau ekskresi xenobiotika melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamai, kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi melalui hati (reaksi metabolisme) dan eksresi melalui ginjal. 3. Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan
juga
proses-proses
yang
terkait
dimana
pada
akhirnya
muncul
efek
toksik/farmakologik. Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula interaksi tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersifat irreversibel. Efek irrevesibel diantaranya dapat mengakibatkan kerusakan sistem biologi, seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan sel hati (serosis hati), atau juga pertumbuhan sel yang tidak normal, seperti karsinoma, mutasi gen. Jika konsetrasi 9
suatu obat pada jaringan tertentu tinggi, maka berarti dengan sendirinya berlaku sebagai tempat sasaran yang sebenarnya, tempat zat tersebut bekerja. Jadi konsentrasi suatu tokson/obat pada tempat kerja ”tempat sasaran” umumnya menentukan kekuatan efek biologi yang dihasilkan.
i.
Reseptor
Sejak lama telah diamati bahwa sejumlah racun menimbulkan efek biologik yang khas.Pada tahun 1970-an penilitian tentang reseptor semakin banyak dilakukan pada tingkat molekul untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai interaksi biokimiawi antara zat-zat endogen dan sel-sel tubuh. Ternyata reaksi demikian hampir selalu berlangsung di tempat spesifik, yaitu reseptor atau enzim. Kelompok protein lainnya yang telah dikenal jelas sebagai reseptor obat juga termasuk enzim.
ii .
I nteraksi tokson dengan reseptor
Interaksi obat-reseptor umumnya dapat disamakan dengan prisip kunci-anak kunci. Letak reseptor (hormon) umumnya di membrane sel dan terdiri dari suatu protein yang dapat merupakan komplemen ”kunci” daripada struktur ruan g dan muatanionnya dari hormon bersangkutan ”anak -kunci”. Setelah hormonditangkap dan terikat oleh reseptor, terjadilah interaksi yang mengubah rumus dan pembagian muatannya. Akibatnya adalah suatu reaksi dengan perubahan aktivitas sel yang sudah ditentukan ( prefixed) dan suatu efek fisiologik. Konsep interaksi kunci-anak kunci telah lama digunakan untuk menjelaskan interaksi enzim dengan subtratnya. Beberapa efek toksik suatu tokson muncul melalui mekanisme interaksi tokson dengan enzim, baik dia menghambat atau memfasilitasi interaksi tersebut, yang pada akhirnya akan menimbulkan efek yang merugikan bagi organisme (Wirasuta, 2006).
iii.
Mekanisme kerj a efek toksik
Bila memperhatikan kerumitan sistem biologi, baik kerumitan kimia maupun fisika, maka jumlah mekanisme kerja yang mungkin, praktis tidak terbatas, terutama sejauh ditimbulkan efek toksik. Pada kenyataanya kebayakan proses biokimiawi di dalam tubuh organisme berlangsung melalui perantara enzim atau kebanyakan kerja biologi disebabkan oleh interaksi dengan enzim. Seperti pada reaksi biotransformasi umumnya tidak akan berlangsung tanpa pertolongan sistem enzim, disamping itu beberapa transpor sinyal difasillitasi oleh sistem enzim. Interaksi xenobiotika terhadap enzim yang mungkin dapat mengakibatkan menghambat atau justru mengaktifkan kerja enzim. Tidak jarang interaksi xenobiotika dengan sistem enzim 10
dapat menimbulkan efek toksik. Inhibisi (hambatan) enzim dapat menimbulkan blokade fungsi saraf (Wirasuta, 2006).
Gbr. diagram proses kerja toksik (Wirasuta, 2006)
11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Pengertian ekokinetik Ekokinetik merupakan gabungan dari kata “eko” yang berarti ekosistem dan “kinetik” yang berarti gerak. Jadi, ekokinetik adalah pergerakan suatu zat racun dalam ekosistem. Proses
biotik
maupun
ekokinetik.Ekokinetik
abiotik
(fisik,
menyebabakan
kimia
efek
dan
toksik
enzim) secara
merupakan
lokal
atau
proses regional.
(Cunningham, 2008). Pencemaran lingkungan oleh limbah berbahaya Pencemaran lingkungan dapat mengakibatkan menurunnya fungsi dan peruntukan sumberdaya alam, seperti air, udara, bahan pangan, dan tanah. Bahan pencemar yang terbanyak adalah limbah, terutama dari kawasan industri.Beberapa cara penggolongan pencemaran lingkungan hidup, seperti;
Menurut jenis lingkungan, yaitu; pencemaran air, pencemaran laut, pencemaran udara, pencemaran tanah dan pencemaran kebisingan (bunyi).
Menurut sifat bahan pencemar, yaitu; pencemaran biologis, pencemaran kimia, dan pencemaran fisik.
Menurut lamanya bahan pencemar bertahan dalam lingkungan, yaitu; bahan pencemar yang lambat atau sukar diuraikan seperti bahan kaleng, plastik, deterjen, serta bahan pencemar yang mudah diuraikan (degradable) seperti bahan-bahan organik.
Cara Kerja Toksik Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu: fase eksposisi, toksokinetik dan fase toksodinamik. o
Fase eksposisimerupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, pada
umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. o
Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah xenobiotika
berada dalam ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut
12
akan bersama aliran darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor). o
Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja
toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik/farmakologik. 3.2 Saran Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bias lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
13
DAFTAR PUSTAKA
Cunninghum. 2008. Ekokinetika. Jakarta : UI-Press Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan Toksikologi Seyawa Logam. Jakarta: UI-Press http://www.artikellingkunganhidup.com/pembuangan-dan-pengelolaan-sampah. Sasrtawijaya. 1991. TokLing Pencemaran Tanah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Wirasuta, Made A.G. Niruri, Rasmaya. 2006. Toksikologi Umum Buku Ajar. Bali: FMIPA Universitas Udayana
14