KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Tiada yang pantas terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena limpahan rahm rahmat at dan dan hiday hidayah ah-N -Nya ya penyu penyusu sun n dapa dapatt meny menyel eles esai aikan kan maka makala lah h yang yang berj berjud udul ul “SYIRKAH”d “SYIRKAH”dengan engan lancar dan tanpa kendala yang berarti. berarti. Shalawat Shalawat berangkai salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Revolusioner Islam yang telah telah membuka jalan ilmu ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikan orang yang beradab,berbudaya,dan berpengetahuan.Selesainya makalah ini tentunya tidak terlep terlepas as dari dari dukungan dukungan dar berbag berbagai ai pihak, pihak, baik baik secara secara moril moril maupun maupun materi materil. l. Oleh Oleh karena itu, penyusu mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada: 1.Orang tua yang telah memberikan berbagai dukungan.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran Fiqih, Fiqih, juga juga dihara diharapka pkan n dapat dapat berman bermanfaa faatt bagi bagi ummat ummat islam islam khusus khususny ny penyusu penyusun n dan pembaca dalam praktek Sirkah yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Tentunya makalah ini tidakterlepa dari ketidak sempurnaan dan kekurangan. Untukitu, kritik dan saran yang bersifa membangun selalu kami harapkan, sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki diri demi peningkatan kualitas makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikumWr.Wb
Bagonk Kusudaryanto
DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………… ……………………………………………………….... ….... 1 Daftar isi ………………………… …………………………………………………… ……………………………………. …………. .2
BAB I Pendahuluan …………………………………………………… ……………………………………………………………. ………. 3 A. Latar belakang masalah ……………………………………….…….. ……………………………………….…….. 3 B. Tujuan penyusunan …………………………………………..……… …………………………………………..……… 4 C. Kegunaan penyusunan pen yusunan ……………………………………….……… ……………………………………….……… 4
BAB II Pembahasan …………………………… ……………………………………………………… ……………………………….. …….. 5 A. Pengertian Syirkah …………………………………………...……… …………………………………………...……… 5 B. Dasar Hukum Syirkah ………………………………………………... ………………………………………………... 6 C. Macam-macam Syirkah ………………………………...........……..... 7 D. Syarat dan Hukum Syirkah …………………..…………………….... …………………..…………………….... 12 E. Mengakhiri syirkah ……………………………..…………………… ……………………………..…………………… 13 F. Hikmah Syirkah ………………………………………...……………. ………………………………………...……………. 14 G. Pratktek ………………………… …………………………………………………… ……………………………………. …………. 14
BAB III Penutup ………………………… ……………………………………….…………… …………….…………………………. ……………. 15 A. Kesimpulan …….. …………………………………………………… …………………………………………………… 15 B. Daftar pustaka ………………………………………………………… ………………………………………………………… 15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari hubungan terhadap sesama manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai kebutuhan hidup dapat terpenuhi.
Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah danagn pihak lain. Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyraku (fi’il mudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib alArba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian bagian atau atau lebih lebih sedemi sedemikia kian n rupa rupa sehing sehingga ga tidak tidak dapat dapat lagi lagi dibeda dibedakan kan satu satu bagian bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).
Menur Menurut ut isti istila lah h para para fuqa fuqaha ha’, ’, syir syirka kah h adala adalah h kerj kerjaa sama sama untu untuk k mend menday ayagu aguna naka kan n (tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya , yakni saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendaya gunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertassaruf. (M. Rizal Qosim, 2009 : 112) Syirka Syirkah h hukumny hukumnyaa ja’iz ja’iz (mubah (mubah), ), berdas berdasark arkan an dalil dalil Hadis Hadis Nabi Nabi Shalal Shalallah lahu u alaihi alaihi wasala wasalam m berupa berupa taqrîr taqrîr (pengak (pengakuan uan)) beliau beliau terhad terhadap ap syirka syirkah. h. Pada Pada saat saat beliau beliau diutus diutus
sebagai nabi, orang-orang orang-orang pada saat itu telah telah bermuamalah bermuamalah dengan cara ber-syirka ber-syirkah h dan Nabi Nabi Shalal Shalallahu lahu alaihi alaihi wasala wasalam m memben membenark arkanny annya. a. Nabi Shalal Shalallah lahu u alaihi alaihi wasala wasalam m bers bersab abda da,, seba sebagai gaima mana na ditu ditutu turk rkan an Abu Abu Hura Hurair irah ah ra : Alla Allah h ‘Azz ‘Azzaa wa Jall Jallaa tela telah h berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak tidak mengkhi mengkhianat anatii yang yang lainny lainnya. a. Kalau Kalau salah salah satuny satunyaa berkhi berkhianat anat,, Aku keluar keluar dari dari keduanya. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni].
Berdasarkan uraian diatas dan melihat pentingnya pembelajaran tentang Syirkah, maka penyusun menyusun sebuah makalah yang berjudul “Syirkah”.
B. Tujuan penyusunan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah : 1. Ingin mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah. 2. Ingin mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah 3. Untuk memenuhi tugas mata kuliyah Fiqih.
C. Kegunaan Penyusunan
Berikut merupakan kegunaan penyusunan makalah ini : 1. Untuk mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah. 2. Untuk mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah. 3. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan penyusun dan pembaca dalam mempraktikan syirkah di dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri‘), mudhâri‘), syarikan/ syarikan/syir syirkatan/ katan/syar syarikatan ikatan (mashdar/k (mashdar/kata ata dasar); dasar); artinya artinya menjadi menjadi sekutu sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib alArba‘a Arba‘ah, h, 3/58, 3/58, dibaca dibaca syirka syirkah h lebih lebih fasih fasih (afsha (afshah). h). Secara Secara Etimol Etimologi ogi Syirk Syirkah ah dapat dapat diartikan percampuran. Yakni, mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146).
Sedangkan menurut istilah (terminologi) para Fuqaha’, Syirkah adalah kerja sama untuk mendaya gunakan (tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh kedu keduan anya ya,,
yakn yaknii
kedu keduan anya ya
sali saling ng
meng mengiz izin inka kan n
kepa kepada da
sala salah h
satu satuny nyaa
untu untuk k
menday mendayagu agunaka nakan n harta harta milik milik keduany keduanya, a, namun namun masing masing-ma -masi sing ng memili memilik k hak untuk untuk bertasarruf . Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).
Ada beberapa definisi Syirkah yang di kemukakan oleh para ulama’ fiqh . Menurut Mazhab Maliki, “ suatuu izin untuk bertindak secara hokum bagi dua orang yang berkerja sama terhadap harta mereka”. Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali “Hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati”. Menuru Mazhab Hanafi, akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dalam modal dan keuntunngan.”.
B. Dasar Hukum
Syirka Syirkah h hukumny hukumnyaa jâ’iz jâ’iz (mubah) (mubah),, berdas berdasark arkan an dalil dalil Hadis Hadis Nabi saw. saw. berupa berupa taqrîr taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pad padaa
saat saat
itu
telah elah
berm bermua uama mala lah h
deng dengan an
cara cara
ber ber-sy -syirkah rkah
dan dan
Nabi Nabi
saw. aw.
memben membenark arkann annya. ya. Nabi Nabi saw. saw. bersab bersabda, da, sebagai sebagaiman manaa ditutu dituturka rkan n Abu Hurair Hurairah ah ra.: ra.: Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang bersyirka syirkah h selama selama salah salah satuny satunyaa tidak tidak mengkhi mengkhiana anati ti yang yang lainny lainnya. a. Kalau Kalau salah salah satuny satunyaa berkhianat, Aku keluar dari keduanya. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni). Ulama’ Fiqih menyatakan bahwa dibolehkannya akad Syirkah didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ (4 ) ayat 12:
Artinya : ... Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian sepertiga itu ... (Q.S. An-Nisa’ /4 : 12)
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Allah taala berfirman, “Aku pihak ke tiga dari dua orang yang berserikat selagi masingmasing dari keduanya tidak menghianati yang lain. Jika salah seorang dari keduanya menghianati menghianati yang lain, aku keluar dari keduanya.” keduanya.” (H.R. Abu Daud dari Abu Hurairah Hurairah : 2936)
C. Macam –macam Syirkah
Kerja sama terbagi atas dua macam, yaitu Syirkah milk dan Syirkah uqud : a. Syirkah Milk Syirkah Milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa
adanya akad syirkah . kerja sama ini meliputi dua macam, yaitu syirkah milk ikhtiyar dan syirkah milk al-jabr.
1) Syirkah milk ikhtiyar Syirkah milk ikhtiyar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak antara dua orang yang bersekutu . 2) Syirkah milk al-jabr Syirkah milk al-jabr adalah kerja sama yang di tetapkan kepada dua oranng atau lebih yang bukan didsarkan atas perbuatan kedunya (secara paksa).
b. Syirkah ‘Uqud Syirkah Uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah Uqud mempunyai lima bentuk, yaitu :
(1) syirkah inan; (2) syirkah abdan; (3) Syirkah Mudharabah (4) syirkah wujûh; dan (5) syirkah mufâwadhah )
c. Syirkah Inan Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 199 0: 148). Contoh syirkah inan: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (urudh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urudh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masingmasing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerug “Kerugian ian didasa didasarka rkan n atas atas besarn besarnya ya modal, modal, sedangk sedangkan an keuntun keuntungan gan didasa didasarka rkan n atas atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).
d. Syirkah ‘Abdan Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; AlKhayyath, 1982: 35).
Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan berdasarkan kesepakatan; kesepakatan; nisbahnya nisbahnya boleh sama dan boleh
juga
tidak
sama
di
antara
mitra-mitra
usaha
(syarîk).
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151). Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad Sa’ad bin Abi Waqash Waqash mengen mengenai ai harta harta rampas rampasan an perang perang pada Perang Perang Badar. Badar. Sa’ad Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.”
[HR. Abu Dawud dan al-Atsram]. Hal itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam d an beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau (An-Nabhani, 1990: 151).
e.Syirkah Mudharabah Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl) (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836).
Contoh: A sebagai sebagai pemodal pemodal (shâhib (shâhib al-mâl/ra al-mâl/rabb bb al-mâl) al-mâl) memberikan memberikan modalnya sebesar sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).
Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangk sedangkan an pihak pihak kedua kedua (misal (misalnya nya B) hanya hanya member memberika ikan n konstr konstribu ibusi si modal, modal, tanpa tanpa konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah (An Nabhani, 1990: 152).
Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Shalallahu alaihi wasalam) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika Jika ada keuntun keuntungan, gan, ia dibagi dibagi sesuai sesuai kesepak kesepakata atan n di antara antara pemoda pemodall dan pengel pengelola ola modal, sedangkan kerugian ditanggung ditanggung hanya oleh pemodal. pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlak berlaku u hukum hukum wakala wakalah h (perwa (perwakil kilan) an),, sement sementara ara seoran seorang g wakil wakil tidak tidak menang menanggung gung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena karena keseng kesengaja ajaann annya ya atau atau karena karena melangg melanggar ar syara syarat-s t-syar yarat at yang yang diteta ditetapkan pkan oleh oleh pemodal (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).
f. Syirkah Wujuh Syirkah wujuh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asySyarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termas termasuk uk dalam dalam syirka syirkah h mudhâr mudhâraba abah h sehing sehingga ga berlak berlaku u ketent ketentuanuan-ket ketent entuan uan syirka syirkah h mudhârabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154).
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154).
Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersep bersepakat akat,, masing masing-ma -masin sing g memili memiliki ki 50% dari dari barang barang yang yang dibeli dibeli.. Lalu Lalu keduany keduanyaa menjua menjuall barang barang terseb tersebut ut dan keuntu keuntungan ngannya nya dibagi dibagi dua, dua, sedang sedangkan kan harga harga pokokny pokoknyaa dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam Dalam syirk syirkah ah wujûh wujûh kedua kedua ini, ini, keuntu keuntungan ngan dibagi dibagi berdas berdasark arkan an kesepa kesepakat katan, an, bukan bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990: 154).
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termas termasuk uk syirka syirkah h mudhâr mudhâraba abah, h, sedang sedangkan kan bentuk bentuk kedua kedua termas termasuk uk syirk syirkah ah ‘abdan. ‘abdan. Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam (An-Nabhani, 1990: 154).
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam dalam syirka syirkah h wujûh wujûh adalah adalah keperca kepercayaa yaan n finans finansial ial (tsiqa (tsiqah h mâliya mâliyah), h), bukan bukan semata semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyal menyalahi ahi janji janji dalam dalam urusan urusan keuanga keuangan. n. Sebali Sebalikny knya, a, sah syirka syirkah h wujûh wujûh yang yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).
g. Syirkah Mufawadhah Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri,
maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990: 156).
Keuntun Keuntungan gan yang yang dipero diperoleh leh dibagi dibagi sesuai sesuai dengan dengan kesepak kesepakata atan, n, sedangk sedangkan an kerugi kerugian an ditanggung ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhâ mudhâra rabah bah), ), atau atau dita ditang nggun gung g mitr mitra-m a-mit itra ra usaha usaha berdas berdasar arka kan n perse persent ntas asee bara barang ng dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).
Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing masing-masing ber-syirk ber-syirkah ah dengan memberikan konstribus konstribusii kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. pengelola. Ketika Ketika B dan C sepaka sepakatt bahwa bahwa masing masing-ma -masin sing g member memberika ikan n konstri konstribusi busi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini ini tela telah h meng mengga gabu bung ngka kan n semu semuaa jeni jeniss syirk yirkah ah yang yang ada, ada, yang yang dise disebu butt syir syirka kah h mufawadhah.
D. Syarat dan Rukun Syirkah
Syarat – syarat yang berhubunagn dengan Syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian sebagi berikut. a. sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun dengan yang lain. Dalam hal h al ini, terdapat dua syarat, yaitu : 1). yang berkenaan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwalian; 2. yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah dan sepertiga. b. sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) terdapat duaperkarayang harus dipenuhi, yaitu : 1). modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah uang (alat pembayaran); 2). yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda. c. sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah, disyaratkan : 1) modal (pokok harta) harus sama; 2) bagi yang ber-syirkah ahli untuk kafalah (jaminan) 3) bagi yang dijadikan objek akad di syariatkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beliatau perdagangan. d. syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
Rukun syirkah menurut jumhur ulama’yang pokok ada 3 (tiga) yaitu: • Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat; • Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta); • Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl) (Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989: 13). Sedangkan menurut ulama’ Mazhab Hanafi rukun syirkah hanya ada dua, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan orang yang berakad dan objeknya bukan termasuk rukun, tetapi
syarat.
E. Mengakhiri Syirkah
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain. 2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta. 3. Salah satu pihak meninggal dunia. 4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
F. Hikmah Syirkah
Hikmah yang diperoleh dari praktik syirkah adalah. a. menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang bersyirkah; b. membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.
G. praktik Syirkah
A datang ke B dan menyera kan modal uang sebesar Rp.1000.000,00 untuk dijadikan modal kerja kepada seseorang (untuk berdagang). Seandainya pengelola uang tersebut memperoleh keuntungan dari usaha tadi maka keuntungan itu dibagi sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, misalnya 40% keuntungan untuk pemodal dan 60% untuk pengelola atau dibagi secara sama, yang penting ada kesepakatan antara kedua belah pihak dengan tidak saling merugikan, melainkan saling menguntungkan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan, bahwa syirkah adalah persekutuan dalam urusan harta oleh dua orang atau lebih yang melakukan akad untuk urusan harta, yang modalnya bisa dibagi dua atau berdasarkan keputusan bersama. Biasanya syirkah dilakukan di perusahaan, yang mana dari mereka ada yang mempunyai saham dan ada yang menjalankan saham. Syirkah akan berlaku jika masing-masing pihak berakad untuk melakukan syikrah itu. Syarat-syarat syirkah syirkah pun harus terpenuhi dengan denga n jelas, agar syirkah tersebut sah.
B. Daftar Pustaka
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/syirkah-makalah.html http://images.google.co.id/imglanding? q=syirkah&imgurl=http://i42.tinypic.com/33c1xcn_th.gif&imgrefurl=http://www.seruanglobal.com/iqtishadiyah/hukum-hukumsyirkah.html&usg=__bf3omWCLbNGAnmTpWco9gj6Ngz0=&h=136&w=160&sz=19& hl=id&um=1&itbs=1&tbnid=j4MZpRT3VRDWwM:&tbnh=83&tbnw=98& prev=/images%3Fq%3Dsyirkah%26um%3D1%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a %26sa%3DN%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26channel%3Ds%26tbs %3Disch:1&um=1&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:enUS:official&channel=s&tbs=isch:1&start=3#tbnid=j4MZpRT3VRDWwM&start=7 http://jacksite.wordpress.com/2007/06/19/hukum-syirkah/ direktorat pembinaan pendidikan agama islam pada sekolah umum departemen agama. 1994. Pendidikan agama islam untuk SMU atau SMK kelas 3. bandung. Lubuk agung bandung
Pengamalan Fiqih. Qosim M. Rizal. 2009. Solo. Tiga Serangkai.