KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stomatitis” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik 3B yang telah diberikan oleh dosen pembimbing dan penanggung jawab mata kuliah. Penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Majalengka , 26 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………….. HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 1 1.2 Tujuan…………………………………………………………………. 2 1.3 Manfaat………………………………………………………………… 2 1.4 Implikasi Keperawatan………………………………………………… 3 BAB 2 TINJAUAN TEORI……………………………………………………. 4 2.1 Pengertian Stomatitis………………………………………………….. 4 2.2 Epidemiologi………………………………………………………….. 5 2.3 Etiologi………………………..………………………………………. 5 2.4 Tanda dan Gejala……………………………………………………… 6 2.5 Patofisiologi…..………………………………………………………. 9 2.6 Komplikasi dan Prognosis…………………………………………….. 10 2.7 Pengobatan……………………………………………………………. 12 2.8 Pencegahan…………………………………………………………… 13 BAB 5. PENUTUP…………………………………………………………….. 38 5.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 38
5.2 Saran…………………………………………………………………… 38 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 39
BAB 1 PENDAHULUAN
ANATOMI FISIOLOGI Jaringan lunak mulut terdiri dari mukosa pipi, bibir, ginggiva, lidah, palatum, dan dasar mulut. Struktur jarringan lunak mulut terdiri dari lapisan tipis jarringan mukosa yang licin, melindungi jaringan keras dibawahnya; tempat organ, pembuluh darah, saraf, alat pengecap dan alat pengunyah. Secara histology lapisan mukosa trdiri dari 3 lapisan, yaitu : 1.
Lapisan Epitalium, yang melapisi bagian permukaan luar, terdiri dari berlais-lapis sel
mati yang berbentuk pipih (Datar) dimana lapisan sel-sel yang mati ini selalu diganti terus menerus dari bawah dan sel-sel ini disebut dengan stratified Squamous Epithelium 2.
Membrane bassalis yang merupakan lapisan pemisah antara lapisan ephithelium dengan
lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastic. 3.
Lamina propria, pada lamina propria ini terdapat ujung-ujung saraf , rasa sakit, raba,
suhu, dan cita rasa Selain ujung-ujung sara tersebut terdapat juga pleksus kapiler, jaringan iimfe dan elemenelemen enghasil secret dari klenjar-kelenjar ludah yang kecil. Kelenjar ludah yang haluss terdapat di seluruh jaringan mukosa mulut, tetapi tidak terdapat di jaringan mukosa gusi kecuali mukosa guzi daerah retromolar. Disamping itu lamina proria ini sebagian besar terdiri dari serabut kolagen, serabut elastin dan serabut sel-sel daerah yang penting untuk pertahanan melawan infeksi. Jadi mukosa ini menghasilkan secret yang bersifat protektif dan sensitive. Mulut merupakan pintu masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter. Padda keaddaan normal didalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang merupakan bagian dari pada “Flora Mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi pathogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai infeksi atau penyakit. Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (Trauma/Cedera). Gangguan kimiawi atau termik, defesiensi vitamin, kekurangan darah atau anemia, dsb.
Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu juga dengan factor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada gangguan mulut yang disebut “Stomatitis”
A. Latar Belakang Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter. Pada keadaan normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (trauma, cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, kekurangan darah (anemi). Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Orang tua dan anak-anak akan sadar pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika terkena penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan seseorang. Jika rongga mulut kotor, maka sistem pencernaan juga akan terganggu. Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu juga dengan faktor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan mulut yang disebut stomatitis. Stomatitis atau sariawan dapat menyerang segala usia termasuk pada anak. Kesadaran anak dalam menjaga kesehatan rongga mulutnya tentu masih sangat rendah, dimana faktor peran orangtua merupakan hal yang dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu, orangtua mempunyai peran yang cukup besar dalam mencegah terjadinya berbagai penyakit gigi dan mulut pada anak. Maka perlu diketahui gejala klinik secara dini dari stomatitis, maupun komplikasi neurologisnya dengan harapan angka kejadian stomatitis pada anak-anak dapat ditekan dan mengurangi angka kejadian penyakit tersebut. Dari uraian di atas, penulis menuliskan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stmatitis” dengan harapan dapat memberikan informasi dan pemahaman terhadap tenaga kesehatan serta para pembaca agar dapat waspada dan lebih mengenali sejak dini tenatang penyakit stomatitis.
B. Rumusan Masalah 1.
Apa pengertian dari stomatitis ?
2.
Apa saja macam-macam penyakit stomatitis ?
3.
Apa saja etiologi penyakit stomatitis ?
4.
Apa saja tanda & gejala stomatitis ?
5.
Bagaimana patofisiologi stomatitis ?
6.
Apa saja komplikasi stomatitis ?
7.
Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan penyakit stomatitis ?
8.
Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien dengan penyakit stomatitis?
9.
Bagaimana pencegahan pada penyakit stomatitis ?
C. Tujuan 1.
Untuk mengetahui apa itu pengertian dari stomatitis ?
2.
Untuk mengetahui apa saja Macam-macam dari penyakit stomatitis ?
3.
Untuk mengetahui apa saja etiologi penyakit stomatitis ?
4.
Untuk mengeahui apa saja tanda&gejala stomatitis ?
5.
Untuk mengetahui patofisiologi stomatitis ?
6.
Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari stomatitis ?
7.
Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien stomatitis ?
8.
Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien stomatitis
9.
Untuk mengetahui bagaimana pencegahan pada penyakit stomatitis ?
D. Manfaat 1.
Manfaat Bagi Pembaca Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit sistema pencernaan yaitu
stomatitis 2. Manfaat Bagi Mahasiswa Menambah wawasan dan keterampilan mahasiswa calon perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien stomatitis. 3. Manfaat Bagi Perawat
Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan menambah keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien stomatitis. 4. Manfaat Bagi Institusi Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam perpustakaan.
BAB 2 PEMBAHASAN
a. Pengertian Stomatitis Stomatitis berasal dari bahasa yunani , Stoma yang berarti mulut dan itis yang berarti radang/inflamasi. Peradangan atau pembengkakan, kemerahan yang umum terjadi pada bagian mulut. Penyakit ini meliputi bagian membran lendir halus yang melapisi mulut (mucosa), bibir, lidah, dan indera perasa . jika diakibatkan oleh herpes maka disebut dengan Stomatitis herpes. Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Menurut Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angitlangit dan dasar mulut. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, dan palatum lunak dan mukosa orofaring. SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Apalagi jika SAR dialami oleh bayi dan atau anak-anak dengan frekuensi yang tinggi akan akan membuat bayi dan atau anak tersebut akan mengalami komplikasi yang berbahaya. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. b. Klasifikasi Stomatitis: 1.
Stomatitis apthous Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan dengan sikat
gigi, stomatitis ini terdiri atas: a.
Rekuren apthous stomatitis minor
b.
Rekuren Apthous Stomatitis Major
c.
Herpetiformis apthous stomatitis
2.
Oral thrush disebabkan jamur candida albicans, banyak dijumpai di lidah;
3.
Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes simpleks dan berlokasi di bagian belakang
tenggorokan. C.
Epidemiologi Penyakit infeksi pencernaan pada anak yaitu stomatitis dialami 15-20 % pada masyarakat dan 80% pada usia > 30 tahun, bila di atas usia
tersebut kemungkinan besar
penyebabnya merupakan suatu yang lebih kompleks. Di Amerika terdapat 29,6 % dari perokok mengalami stomatitis. Sedangkan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren ) lebih banyak terjadi pada wanita. Prevalensi stomatitis bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi stomatitis berkisar 15-25% dari populasi. Di Amerika, prevalensi tertinggi ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi 56% dan mahasiswa profesi 55%. Resiko terkena stomatitis cenderung meningkat pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan dengan meningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-jabatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan individu yang stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian. D. Etiologi Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat disebabkan oleh: 1. daya tahan tubuh anak yang rendah; 2. kondisi mulut anak seperti kebersihan mulut yang buruk; 3. luka pada mulut karena tergigit atau makanan dan minuman yang terlalu panas; 4. kondisi tubuh seperti adanya alergi atau infeksi; 5. luka akibat menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah mengembang; 6. kekurangan vitamin c dan vitamin b; 7. faktor psikologis (stress);
8.
pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari sariawan.
pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok; 9.
disebabkan karena jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan
sistem pertahanan tubuh (imuno). berasal dari kadar imunoglobin abnormal; gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita. 1.
Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :
a.
Kebersihan mulut yang kurang
Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang. b.
Makanan atau minuman yang panas dan pedas
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. c.
Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
Bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa. d.
Infeksi jamur
Namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal. e.
Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman ukuran gelembung frekuensinya
lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa. f.
Letak susunan gigi atau kawat gigi
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi. 2.
Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti :
a.
Rokok
Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit. b. Obat
Pada penggunaan obat kumur kumur
yang
mengandung
bahan-bahan
pengering
(misalnya
alkohol,
lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh. c.
Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d.
Alergi
bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut e.
Faktor psikologis (stress)
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat). f.
Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi)
Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita. g.
Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan
penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan. h.
Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..
i.
Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa. E. Tanda dan Gejala Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu: a.
Stomatitis hipertik akut
1) Nyeri sperti terbakar di mulut 2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih 3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik. 4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan b.
Stomatitis aftosis
1)
Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2)
Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan
berbatas merah 3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu. 1.
Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser major, dan ulser herpetiform a.
Rekuren apthous stomatitis minor Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada kelenjar saliva minor. Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih sering pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan lesi individual dapat terjadi dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini didahului dengan rasa terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan makula eritematus. Ulserasi berdiameter 3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7-14 hari.
b.
Rekuren Apthous Stomatitis Major Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari penderita SAR dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara sederhana, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm dan berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Dasar ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.
Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa nekrosis yang rekuren atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun banyak bukti yang berhubungan dengan defek imun. Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada penderita bentuk mayor. Jaringan parut terbentuk karena keparahan dan lamanya lesi terjadi. Awal dari ulser mayor terjadi setelah masa puberti dan akan terus menerus tumbuh hingga 20 tahun atau lebih. c.
Herpetiformis apthous stomatitis Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peranan dalam etiologi ulserasi herpertiformis atau dalam setiap bentuk ulserasi aptosa. Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan berdiameter rata-rata 1-3 mm. Gambaran dari ulser ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus tersebut berdiameter 1-2 mm dan timbul berkelompok terdiri atas 10-100. Mukosa disekitar ulkus tampak eritematous dan diperkirakan ada gejala sakit. 2.
Oral thrush
Sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya banyak dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di dalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat antibioka yang berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida Albican akan tumbuh lebih banyak lagi. 3.
Stomatitis Herpetik
Sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di bagian belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya langsung terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah sehingga sistem imun tidak dapat menetralisir atau mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah ulser. F.
Patofisiologi Stomatitis yang disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya bakteri, jamur dan faktor traumatic seperti tergigit atau tergores sikat gigi. Penyebab oleh Candida Albicans (monilia: thrush) banyak dijumpai pada bayi. Stomatitis terlihat sebagai titik-titik putih kecil di bagian dalam pipi,lidah, dan atap mulut. Agak mirip dadih susu namun memiliki
ukuran yang lebih besar dan dapat dengan mudah dilepaskan menggunakan spatula. Candida albicans dapat di kultur dalam jumlah besar dari apusan namun sering dapat di kultur dari mulut atau tenggorokan anak sehat. Stomatitis berupa reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring. Gingigostomatitis herpetica (HGS) disebabkan oleh herpes virus simpleks dapat menyebabkan infeksi primer atau kekambuhan yang tidak terlalu berat. Infeksi primer di mulai dengan faring menjadi edema dan eritema, vesikula muncul pada mukosa menyebabkan nyeri berat dan bau napas khas. Penyakit ini dapat berlangsung 5 sampai 14 hari dengan berbagai keparahan. Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan bakteri. Pertahanan ini disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-system). Sistem ini terdapat pada saliva atau ludah. LP system dapat berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri patogen jika tersedia ketiga komponennya. Yaitu enzim laktoperoksidase, dosianat, dan hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tak terkendali karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia, seperti perasa, pewarna, pengawet, bahkan yang memakai zat pembasmi hama. Pemakaian deterjen (sodium laurit sulfat) yang berlebihan dalam pasta gigi juga dapat sebagai peneyebab dari rusaknya ludah. Bila dalam pemakaian yang berlebihan atau melebihi toleransi dapat dengan mudah merusak ludah dan menghancurkan sistem pertahanan alami. Tidak hanya itu, pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan lingkungan mukosa mulut menjadi rusak. Seperti telah diterangkan bahwa mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat berlangsung wajar, artinya tanggapantanggapan tersebut secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Sebenarnya reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan
untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justeru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri. Dalam keadaan yang tidak wajar, (Trauma, Stres dll ) terjadi ketidak seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun yang telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. Misalnya pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin. G. Komplikasi dan Prognosis 1 Komplikasi Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia: a.
Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
teratur b.
Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
c.
Pola Hygine : kurang menjaga kebersihan mulut
d.
Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya: 1. Komplikasi akibat kemoterapi Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi. 2.
Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler. 3.
Komplikasi Akibat Pembedahan Pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
2. Prognosis Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan. H.
Pengobatan Stomatitis akan sembuh sendiri dalam rentang waktu 10-14 hari. Stomatitis umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan pederita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan demam. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Saat ini sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi terjadinya stomatitis. Jika stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat menggunakan antibiotic dan obat penurun panas (bila
disertai demam). Stomatitis umumnya akan sembuh dalam waktu 4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung sembuh, segera periksaan ke dokter karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya kanker mulut. Penatalaksanaan medis pasien dengan stomatitis adalah sebagai berikut. 1.
Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
2.
Diet lunak atau halus
3.
Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya. Selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2–3 ulcersi minor, pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Tetrasiklin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada respon atau perbaikan keadaan terhadap pemberian kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson atau talidomid. 4. Terapi Pengobatan stomatitis yang disebabkan oleh herpes bersifat konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus untuk menghilangkan faktor penyebab. Gejala lokal yang terjadi dapat diatasi dengan berkumur air hangat dicampur dengan air garam dan penghilang rasa sakit topikal. Penderita harus menghindari penggunaan antiseptik karena dapat mengiritasi. Pada intinya, pengobatan stomatitis ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit topikal. Namun, apabila ingin mendapatkan hasil pengobatan jengka panjang yang efektif maka penderita harus menghindari faktor pencetus stomatitis. Terapi yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut. a.
Injeksi vitamin B12 IM. Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk bulan
pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan untuk pasien dengan level serum vitamin B12 di bawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropati peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien yang berasal dari golongan sosial ekonomi kurang mampu. b. Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. I. Pencegahan Pencegahan pada stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. 2.
hindari faktor etiologi; pelihara kesehatan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama
makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi; 3. hindari stress yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala; 4.
usahakan untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;
5.
hati-hati saat menggosok gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada mulut;
6.
hindari memberikan makanan yang terlalu panas pada anak, berikan makanan yang
lembut dan mudah ditelan; 7. 8.
hindari memberikan anak dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet yang keras; perbanyak makan yang mengandung B3 seperti serelia, hati, ayam, daging, kacang-
kacangan, apukat dan lain sebagainya; 9.
anjurkan anak makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan kususnya bervitamin c;
aturlah makanan agar tetap seimbang sehingga tidak kekurangan gizi. J.Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pengolesan lesi dengan Toluidin biru 1% topical dengan swab atau kuumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsy
Pemeriksaan laboratorium a.
WBC menurun pada stomatitis sekunder
b.
Pemeriksaan kultur virus : cairan vesikel dan herpes simplek stomatitis
c.
Pemeriksaan kultur baktteri : eksudat untuk membentuk vincent’s stomatit.
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan
dasar
mulut.
Ada
4
klasifikasi
stomatitis,
yaitu
Mycotic
stomatitis,
Gingivostomatitis, Denture stomatitis, dan Aphthous stomatitis. Keluhan utama yang sering muncul pada pasien stomatitis adalah nyeri atau pedih pada bagian yang terkena stomatitis. Penatalaksanaannya dengan cara medis dan proses keperawatan, yang paling penting cara penanganannya adalah dengan cara menjaga kebersihan oral klien. Salah satu factor penyebab stomatitis yaitu perhatian yang kurang terhadap rongga mulut. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Penyakit stomatitis dapat dihindari dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. B. Saran Dengan dibuatnya Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan penyakit stomatitis diharapkan materi ini untuk lebih bisa kami pahami, mengetahui dan mengerti tentang cara pembuatan makalah ini yang mengalami gangguan tersebut . Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC. Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC