Tugas Individu
Dosen Pembimbing
Filsafat
Nurhasanah, Hj. M.Sy.
Sejarah Filsafat Ilmu
Disusun Oleh: Nur Apdika Utomo 11643101054
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH & ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2017
Sejarah Filsafat Ilmu | 0
PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Filsafat Ilmu” ini dengan lancar tanpa halangan suatu apapun. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah S.W.T. 2. Ibu Nurhasanah, selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu. Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dan kebaikan makalah ini.
Pekanbaru, 2017
Nur Apdika Utomo
Sejarah Filsafat Ilmu | 1
DAFTAR ISI PRAKATA ................................................................................................................................................. 0 DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 2 BAB I ........................................................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 3 1.1
Latar Belakang......................................................................................................................... 3
1.2
Rumusan Masalah ................................................................................................................... 4
1.3
Tujuan ..................................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5 PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5 2.1
Apa itu Filsafat?....................................................................................................................... 5
2.2
Sejarah Filsafat Ilmu ................................................................................................................ 8
2.2.1
Dari Mitos ke Logos ......................................................................................................... 8
2.2.2
Periodisasi Filsafat Barat ................................................................................................. 9
2.2.2.1
Periode Yunani ............................................................................................................ 9
2.2.2.2
Periode Abad Pertengahan ....................................................................................... 12
2.2.2.3
Periode Modern ........................................................................................................ 15
2.2.2.4
Periode Postmodern atau Kontemporer .................................................................. 17
BAB III .................................................................................................................................................... 20 PENUTUP ............................................................................................................................................... 20 3.1
Kesimpulan............................................................................................................................ 20
3.2
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 21
Sejarah Filsafat Ilmu | 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek khusus
yaitu ilmu
pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hamper sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagiproses keilmuan dan merupakan krangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.[1] Artinya filsafat itu mecakup makna yang mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu. Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik. Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Dewasa ini kajian filsafat sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap universitas, berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk apa kehidupan ini?, manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus memberikan arti, itu adalah pengetahuan yang disebut filsafat. Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok.Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Sejarah Filsafat Ilmu | 3
Mengetahui
perkembangan
filsafat
sangatlah
penting
peranannya
terhadap
perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang berkembang di muka bumi ini.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana sejarah Perkembangan filsafat ilmu?
1.3 Tujuan Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan filsafat ilmu.
Sejarah Filsafat Ilmu | 4
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Apa itu Filsafat? Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni philosophia dan philosophos yang berarti "orang yang cinta pada kebijaksanaan" atau "cinta pada pengetahuan”. Adalah Pytagoras yang diduga menggunakan istilah filsafat pertama kali pada abad ke-6 SM. Istilah itu muncul ketika masyarakat Yunani mengagumi kecerdasannya dan menganggap dirinya sebagai ilmuwan yang tahu segala hal. Karena itu, lantas orang-orang menanyakan padanya, “Apakah anda pemilik keebijaksanaan/pengetahuan?” Terhadap pertanyaan tersebut,
Pythagoras
hanya
menjawab,
"Saya
bukanlah
pemilik
kebijaksanaan/pengetahuan. Saya hanyalah pencinta dan pencari kebijaksanaan". Selanjutnya ia menyatakan, "Tuhanlah pemilik kebijaksanaan atau pengetahuan itu”. Dalam filsafat, kegiatan mencintai pengetahuan/kebijaksanaan itu dilakukan mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat dipahami, dengan demikian, sebagai upaya terus-menerus mencari pengetahuan dan kebenaran. Karena itu, filsafat dengan sendirinya identik dengan cara metode berpikir yang selalu mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan mendasar. Adapun pertanyaan itu muncul dari rasa ingin tahu manusia (homo curiosus) terhadap dunia dan dirinya. Pertanyaan itu bisa pula berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana atau juga pertanyaan pertanyaan serius yang membutuhkan keseriusan untuk menjawabnya. Pertanyaan: apa yang akan kita makan hari ini atau apa yang dilakukan untuk mengisi waktu luang adalah contoh pertanyaan sederhana sementara pertanyaan: apa artinya hidup, apakah manusia sama dengan alam atau tidak, bagaimana asal mula alam, atau apakah ada kehidupan setelah kematian adalah contoh pertanyaan-pertanyaan serius dan teknis yang membutuhkan informasi (pengetahuan) serta pemikiran mendalam untuk menjawabnya (Peursen, 1983; Beerling, 1986.) Adapun bentuk pertanyaan sehari-hari (pertanyaan sederhana) dengan pertanyaan teknis dan mendalam (pertanyaan serius) tersebut memberikan jawaban yang berbeda. Pertanyaan sehari-hari memberikan jawaban yang dikenal dengan pengetahuan
Sejarah Filsafat Ilmu | 5
eksistensial sementara pertanyaan teknis dan mendalam menghasilkan jawaban yang disebut filsafat. Dalam filsafat, pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dilakukan secara terus-menerus (hingga akhirnya membuahkan jawaban yang semakin lama semakin mendekati kebenaran), Karena itu, sering pula disebut bahwa filsafat adalah sebuah "tanda tanya", dan bukan "tanda seru'. Artinya filsafat adalah sebagai upaya pencarian akan kebijaksanaan atau pencarian pengetahuan yang tidak pernah selesai. Dengan cara ini, pemahaman kita tentang segala sesuatu sebetulnya semakin diperluas dan diperdalam.
Ada beberapa pengertian yang dapat digunakan untuk memahami apa itu filsafat. Di antaranya adalah sebagai berikut: Filsafat sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Herbert Spencer, misalnya, menyatakan filsafat sebagai "acompletely unified knowledge" (yang ia bedakan dengan science (ilmu) sebagai "partially unified knowledge”). Berbeda dengan ilmu-ilmu, filsafat berupaya untuk mempersatukan ilmu khusus menjadi satu sistem yang utuh. Filsafat mencoba memberikan gambaran (pemetaan) tentang pemikiran manusia yang bercerai-berai menjadi suatu keseluruhan (bukan tentang realitas akan tetapi konseptual). Filsafat sebagai upaya untuk melukiskan hakikat realitas paling akhir serta paling dasar yang diakui sebagai satu hal yang nyata. Filsafat mencoba mencari sifat hakiki dari realitas, juga ciri hakiki dari eksistensi manusia (berbeda dengan ilmu pengetahuan yang hanya
meneliti
aspek-aspek
tertentu
(khusus)
dari
realitas).
Karena
filsafat
mempertanyakan hakikat memasuki dimensi realitas (esensialis), maka pencarian filsafat ini sering memasuki dimensi kepercayaan, misalnya, pada kepercayaan Tuhan sebagai zat yang menciptakan semua realitas di alam semesta ini. (Filsafat yang membahas realitas yang paling dasar atau realitas yang paling akhir (ultimatereality) disebut metafisika). Filsafat sebagai upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumber pengetahuan, hakikat pengetahuan, keabsahan serta nilai-nilainya. (Bidang filsafat yang membahas masalah pengetahuan ini disebut sebagai epistemologi). Filsafat sebagai hasil suatu penelitian kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Misalnya, filsafat sosial, hukum, filsafat psikologi, filsafat budaya, dan lain-lain. Konsep-konsep Sejarah Filsafat Ilmu | 6
fundamental dalam ilmu pengetahuan dan gambaran umum tentang pengalaman manusia dan tentang realitas, tetap berada di wilayah filsafat, karena masalah tersebut tidak dapat dideterminasi oleh metode-metode ilmiah mana pun. Filsafat sebagai disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda (kita) untuk menyatakan apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat (Bagus, 1992; 242). (Bidang filsafat seperti ini disebut filsafat analitik (filsafat bahasa model positivisme logis yang berupaya untuk menciptakan bahasa yang lugas dan bebas dari kekaburan ambiguitas makna). Sementara itu, beberapa pemikir atau filsuf juga ada yang mengarikan apa itu filsafat, Bertrand Russell misalnya, melihat filsafat sebagai wilayah tak bertuan, yang berada di antara sains (ilmu pengetahuan) dan teologi, yang terbuka terhadap serangan keduanya. Adapun Jacques Maritain menganggap filsafat sebagai upaya memahami ide-ide, konsepkonsep atau sistem pemikiran yang berkembang dari proses bertanya. Karena itu, dari pengertian Jacques Maritain ini, filsafat dapat pula dilihat sebagai "pemikiran tentang pemikiran" (thinking about thinking). Dengan istilah lain, filsafat disebut sebagai "secondary reflexion" atau refleksi tingkat kedua. Maksudnya, filsafat tidak membahas atau meneliti fenomena secara langsung akan tetapi lebih terfokus pada pembahasan tentang teori dan pemikiran yang ada dalam berbagai ilmu pengetahuan. Misalnya, jika sosiologi membahas/meneliti berbagai fenomena sosial (yang menghasilkan teori-teori sosial) atau ahli politik membahas dan melakukan penelitian tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan kekuasaan, maka filsafat bergerak pada tataran teoretis dengan mempertanyakan berbagai asumsi asumsi dasar dan konsekuensi dari teori-teori dalam sosiologi dan politik itu (atau dalam ilmu pengetahuan lain) secara kritis dan mendasar. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam wilayah filsafat kita kenal adanya filsafat sosial, filsafat politik, filsafat ekonomi, filsafat hukum, filsafat teknologi, filsafat lingkungan, filsafat ilmu pengetahuan dan lain-lain. Di sini filsafat membahas asumsi asumsi dasar yang berkaitan dengan masalah ontologi, epistemologi dan aksiologi bidang bidang ilmu khusus itu.
Sejarah Filsafat Ilmu | 7
2.2 Sejarah Filsafat Ilmu
2.2.1 Dari Mitos ke Logos Bertanya dan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan telah dilakukan oleh para filsuf sepanjang sejarah pemikiran selama ribuan tahun. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti dari manakah asal-mula alam; apakah alam ini (termasuk manusia) terjadi dari materi belaka atau justru diciptakan oleh Tuhan sebagai Perancang Agung alam semesta; apakah manusia itu secara prinsip sama dengan binatang (sekadar hasil evolusi) ataukah ia justru makhluk rasional yang diciptakan Tuhan dan bertanggungjawab atas tindakan dan pilihan hidupnya dan pertanyaan-pertanyaan lain. Adapun pertanyaan-pertanyaan filosofis itu muncul saat manusia sudah mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan alam. Pada alam pikiranmistis (pra-logis), manusia, alam, tumbuhan, dan binatang digolongkan dalam satu kelas. Maksudnya, tidak ada perbedaan antara manusia dengan objek lain, Alam dianggap memiliki kekuatan (jiwa) yang disebut anima. Pandangan pra-logis (mistis) ini disebut dengan hylozoisme. Pandangan ini lantas berganti dengan pandangan dunia logis yang melihat adanya perbedaan antara manusia dengan alam (ontologis). Pada tahap ini manusia mulai mencoba untuk mempertanyakan alam dan dirinya. Demikianlah para filsuf lonia (PraSocrates) seperti Thales, Anaximenes, Heracleitos dan Pythagoras misalnya mulai mempertanyakan asal mula alam. Di sinilah filsafat muncul musabab ketidakpuasan para filsuf atas penjelasan mitos ihwal berbagai hal yang tidak dapat dijustifikasi baik oleh rasio maupun pengalaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa filsafat di Yunani diawali dengan munculnya pemikiran yang mempertanyakan asal mula alam (kosmologi). Ini muncul sebagai akibat ketidakpuasan atas penjelasan mitologis dalam menjelaskan asal mula alam. Misalnya, anggapan masyarakat pra ilmiah bahwa matahari adalah seorang dewa yang sedang menunggangi kereta kudanya yang melintas di langit (Gregory, 2002: 2) atau dalam kajian kosmologi primitif bumi dianggap seperti meja dan di atasnya ada sebuah mangkok setengah lingkaran. Penjelasan ini (mitologi dirasakan tidak memenuhi tuntutan rasio atau logos. Sebab itu, para filsuf mencari jawaban yang lebih rasional sehingga lebih dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sejarah Filsafat Ilmu | 8
Karena penjelasan mitologi tidak dapat dijelaskan atau “dikontrol" oleh rasio, maka tokoh filsafat Yunani abad ke-6 SM mulai memberikan penjelasan mengenai berbagai masalah yang didasarkan atas penjelasan atau argumen yang rasional. Lantaran itu, sering disebut bahwa filsafat lahir ketika logos (akal budi atau rasio) menggantikan mitos.
2.2.2 Periodisasi Filsafat Barat Secara historis, filsafat Barat dapat dibagi atas beberapa periode. Periode tersebut adalah pertama, Filsafat Yunani, kedua, Filsafat Abad Pertengahan, ketiga, Filsafat Modern dan keempat, Filsafat Kontemporer atau postmodern. Berikut akan dijelaskan masing-masing periode Filsafat Barat tersebut.
2.2.2.1 Periode Yunani Pada periode ini (600 SM = 400 M), filsafat umumnya dibagi dua. Pertama, masa pra-Socrates dan kedua, masa Yunani Klasik atau juga selepas masa pra-Socrates. Pada masa pra-Socrates filsafat bercirikan (berorientas) kosmosentris. Pemikiran para filsuf Yunani di masa itu berkaitan dengan peranyaan tentang alam dan terbuat dari apa alam itu. Berdasarkan rasio, para filsuf masa ini sampa pada kesimpulan bahwa alam itu merupakan satu susunan yang teratur dan harmonis. Karena itu, filsafat pada masa pra-Socrates ini disebut kosmosentris. Contoh filsuf pra-Socrates adalah Thales, Pythagoras dan Heraclitos. Thales adalah filsuf alam, yang berusaha untuk memberikan jawaban terkait asalmula alam dengan mengabaikan penjelasan mitos dan dewa-dewa Yunani. Ia berpendapat bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan manusia berkembang dari ikan. Menurut Thales, ada satu substansi (zat) tunggal (monisme) pertama serta hukum alam yang berlaku di dunia yang berfungsi mempertahankan keseimbangan antara berbagai unsur alam yang berbeda (Osborne, 2001: 6). Pythagoras adalah filsuf pra-Socrates yang berpendapat bahwa adanya harmoni pada alam karena alam atau benda-benda dibuat atas dasar prinsip bilangan (matematika). Tentang masalah jiwa, ia berpendapat bahwa jiwa tidak dapat mati. Bila seseorang mati, roh/jiwanya akan tetap abadi dan akan berubah menjadi makhluk hidup lain. Adapun segala yang ada dilahirkan kembali dalam suatu siklus tertentu. Sejarah Filsafat Ilmu | 9
Pythagoras mengandalkan jalan penglihatan mistik dan bukan hanya rasio saja dalam memperoleh pengetahuan. Menurutnya, matematika dan meditasi sama pentingnya dalam pengembangan pribadi dan pemahaman estetika. Ia meyakini bahwa kunci pemahaman alam semesta adalah angka-angka. Dalam pemikiran Pythagoras, segala sesuatu pada akhirnya dapat direduksi ke dalam perhitungan angka-angka (bandingkan dengan pendekatan kuantitatif dalam pemikiran ilmiah modern), Logos adalah bilangan dan alam semesta bersumber dari satu yang disebut dengan monade. Monade adalah nama untuk bilangan pertama (bahasa Yunani manad berarti satu, sendiri), Monad adalah bilangan pertama yang menghasilkan seri bilangan yang begitu banyak. Bagi Pythagoras, matematika, musik, dan mistisisme adalah satu, dalam arti tidak saling meniadakan melainkan memiliki hubungan erat. Heraclitos adalah filsuf yang disebut dengan orang yang tidak jelas, dan ketidakjelasannya terlihat dalam gaya tulisannya. Pernyataannya yang terkenal adalah “panta rhei kai uden menei" (segala sesuatu berada dalam perubahan). Artinya, segala sesuatu mengalir dan dalam proses menjadi. Seseorang tidaklah bergerak dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan itulah yang mengalir melalui kita. Kita bukanlah berada dalam dunia, namun kita adalah bagian dari dunia. Batas-batas antara diri" (self dan "dunia" tidaklah absolut, akan tetapi mengalir dalam proses yang saling berhubungan (Howard, 2005: 1323). Selepas filsuf pra-Socrates, Socrates, Plato dan Aristoteles adalah tiga filsuf besar Yunani klasik yang paling banyak memengaruhi pemikiran filsafat untuk masa selanjutnya (Abad Pertengahan dan Modern). Socrates adalah filsuf yang tinggal dikota Athena, ketika kota itu mencapai puncak kejayaannya di bawah kekuasaan raja Pericles. Disebutkan oleh oracle Delphi, Socrates adalah orang yang paling bijaksana (berpengetahuan luas) di dunia pada zamannya (walaupun dengan rendah hati Socrates menyatakan bahwa ia tidak mengetahui apa-apa). Socrates adalah seorang kritis yang selalu mempertanyakan segala hal. Ia mempertanyakan bukanlah untuk menyerang dan meruntuhkan, tetapi untuk mempertanyakan dasar argumentasi dan konsistensi berpikir para tokoh di zamannya. Sebagai seorang guru, Socrates mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencari dan mengajarkan kebenaran. Salah satu ucapannya yang terkenal sampai saat ini Sejarah Filsafat Ilmu | 10
adalah "Kenalilah dirimu sendiri!) (Pengenalan diri menjadi permasalahan penting dalam filsafat manusia dan psikologi modern. Konsep pengenalan diri ini kemudian berkembang dalam bentuk introspeksi muncul dalam teologi Augustinus sebagai upaya untuk membedakan antara dimensi kejahatan dan kebaikan pada diri manusia. Pada psikoanalisa Freud, konsep ini muncul sebagai salah satu metode (selain hipnotis dan tafsir mimpi) yang digunakannya untuk memahami dimensi dalam manusia). Dalam diskusi dan mengajar, Socrates menggunakan metode/teknik maieutikos (teknik kebidanan). Teknik ini didasarkan atas asumsi bahwa manusia pada dasarnya sebelum lahir telah membawa memiliki pengetahuan bawaan. Karena itu, tugasnya, bagi Socrates, adalah bagaimana menarik/mengeluarkan pengetahuan yang ada dalam kesadaran itu. Dengan kata lain bagi Socrates, dia bertugas seperti seorang bidan yang membantu seorang ibu mengeluarkan bayi dari rahim sewaktu persalinan. Teknik kebidanan ini menggunakan metode diskusi (dialog) dengan melontarkan pertanyaan guna menggali pemahaman dan pengetahuan para muridnya. (Carl Rogers (19021987), seorang ahli psikologi humanistik, pada tahun 1943 terinspirasi oleh metode ini. Bertolak dari dialog Socrates, ia mengembangkan metode psikoterapi yang disebutnya dengan "Non Directive Technique", yaitu terapi yang berpusat pada klien yang ia kembangkan selama beberapa tahun di Universitas Chicago. Terapi ini didasarkan atas prinsip memberikan kesempatan individu, memotivasi individu yang tidak mau berbicara agar terbuka pada konselornya. Pasien diharapkan bisa berbicara bebas dan terbuka pada ahli/konselornya sebagaimana ia berdialog dengan temannya sendiri). Selain seorang pemikir besar, Socrates dikenal pula sebagai seorang yang teguh pendirian dan seorang yang memiliki moralitas yang tinggi. Ia percaya bahwa ia dibimbing oleh suara Ilahi, dan jiwanya akan tetap hidup setelah mati. Karena sikapsikapnya, Socrates dituduh meracuni generasi muda yang membuat mereka tidak percaya pada dewa-dewa yang diagungkan masyarakat Yunani, dan pengadilan Yunani lantas menjatuhkan hukuman mati kepada Socrates. Socrates yang sangat terkenal itu tidak meninggalkan tulisan. Pemikirannya justru diketahui melalui muridnya yang sangat mengaguminya, yaitu plato. Pemikiran filsafat sejak Socrates tidak lagi berorientasi pada pembahasan kosmos (kosmosentris) sebagaimana dilakukan oleh para filsufsebelumnya, Pemikiran dan pembahasan para filsuf sejak Socrates mulai meluas membicarakan tentang manusia, Sejarah Filsafat Ilmu | 11
tentang baik dan buruknya tindakan (etika), tentang politik dan negara, tentang demokrasi, dan juga tentang masalah keadilan. Filsafat yang memfokuskan perhatiannya pada manusia dan permasalahannya disebut ‘antroposentris'. Plato dan Aristoteles adalah dua filsuf besar setelah Socrates yang memiliki wawasan yang sangat luas dan pemikiran mereka banyak memengaruhi filsafat Barat sampai sekarang ini.
2.2.2.2 Periode Abad Pertengahan Periode ini (400 1500 M) umumnya dibagi menjadi dua yakni zaman Patristik dan zaman Skolastik. Setelah berkembangnya agama Kristen di Barat, fokus pemikiran filsafat berpusat pada ajaran-ajaran agama Kristen (tentang Tuhan) sehingga disebut teosentris. Pada masa ini, kebebasan berpikir yang telah berkembang melalui tradisi Yunani mengalami kemerosotan. Orang hanya boleh berpikir sejauh mengikuti rambu-rambu yang ditentukan pemimpin-pemimpin gereja. Pada masa ini, Bapakbapak gereja (patres) atau ahli-ahli agama Kristen menguasai pemikiran filsafat sehingga filsafat masa ini disebut juga dengan zaman Patristik. Filsafat dan pengetahuan pada era ini hanya ditujukan sebagai alat untuk mengabdi
pada
teologi
Kristen.
Filsafat
dijadikan
sebagai
alat
untuk
membenarkan/mengabdi pada teologi (uncila theologiae). Para filsuf zaman ini umumnya percaya bahwa kebenaran sejati hanya ada pada kitab suci (Injil). Para filsuf yang terkenal pada masa ini antara lain: Justinus de Martyr (abad ke-2 M), Tertulianus (160-220 M), Origenes (154 M), dan Augustinus 354-430 M). Tertulianus terkenal dengan pernyataannya: Credo qua absurdum (saya percaya karena tidak masuk akal sebagai upayapembelaannya terhadap dogma Trinitas. Sedangkan Augustinus (354430M) adalah filsuf terbesar pada era ini yang mencoba menyatukan antara pemikiran filsafat dengan agama. Pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi pengaruh filsafat Yunani (khususnya NeoPlatonisme) mulai benar-benar masuk ke kalangan gereja. Sekolah-sekolah teologi sebagaimana sekolah umum juga mempelajari Seven Liberal Arts, yaitu: Grammar, Dialectic, Arithmetic, Geometry, Music, dan Astronomy. Akan tetapi, sekolah yang berkembang dilingkungan gereja ini memunculkan pula dampak “negatif", di mana
Sejarah Filsafat Ilmu | 12
pemimpin gereja semakin mendominasi seluruh pemikiran manusia di zaman itu. Ilmu pengetahuan/filsafat di Katedral justru untuk mendukung doktrin teologi. Perkembangan baru dengan mulai lahirnya sekolah-sekolah di katedral, antara abad ke 10 dan ke-15 M disebut masa skolastisisme. Skolastisisme mulai setelah 400 tahun sebelumnya terjadi kekacauan. Muncul ordo dan mazhab mazhab baru di kalangan para pendeta sebagai reaksi atas kemewahan duniawi dari monastisisme yang mapan. Pada masa ini pengaruh filsafat Aristoteles paling dominan. Kalau dari Plato, (tokoh-tokoh) gereja mempelajari peran rasio manusia yang dapat memahami segala kebenaran maka dari Aristoteles gereja mendapat ajaran filsafat yang mengemukakan kesatuan antara alam (nature) dengan akal (reason). Pemikir terkenal pada masa skolastisisme ini antara lain: Abelardus (1079-1142), Anselmus (1093-1109), Duns Scotus (1270-1308), William Ockham (1290-1349), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Anselmus terkenal dengan pembuktian ontologisnya tentang Tuhan (dalam tulisannya Porslogion). Menurutnya, Tuhan adalah suatu yang paling besar untuk dipikirkan, dan sesuatu yang terbesar untuk dipikirkan itu, pastilah ada. Ia menyatakan bahwa untuk mengerti Tuhan pertamatama orang harus percaya. Ia mengemukakan istilah "credo ut intelligam" (saya percaya supaya saya mengerti). William Ockham, seorang rohaniawan dan filsuf Inggris, dikeluarkan dari keanggotaan gereja karena pemikirannya dianggap bid'ah (ia menghabiskan masa tuanya di bawah perlindungan Raja Louis dari Bavaria german yang bersemangat untuk memisahkan gereja dari negara). Salah satu pemikiran ockham yang terkenal adalah "Occam’s razor" (pisau cukur ockham) yang disebut juga dengan prinsip kehematan. Maksudnya, keharusan untuk bersahaja dalam menguji teori. Prinsip kebersahajaan itu adalah "apa pun jangan dilipat gandakan tanpa alasan". Jika ada hipotesis yang sederhana, maka hipotesis yang rumit menjadi irasional. Abelardus
terkenal
dengan
pemikirannya
yang
berusaha
menyatukan
pertentangan antara universalia dengan individualia (particular) yang terjadi antara pendukung nominalisme dengan realisme yang sangat menguasai filsafat Abad Pertengahan. Kaum realis(me) menyatakan bahwa pengertian umum (universal) itu ada pada bendanya (universale ante rest) sementara nominalis menyatakan konsep itu ada sesudah bendanya (universale post est). Untuk mengatasi ini, Abelardus Sejarah Filsafat Ilmu | 13
mengemukakan istilah universale post rest, universale in bus" (pengertian universal itu ada pada bendanya). Yang sungguh-sungguh ada, adalah konkret (Bagus, 1996: 76-77). Ia disebut seorang konseptualis, karena ia berpendapat bahwa pikiranlah yang membentuk konsep-konsep umum itu (Lucas, 1993: 193). Filsafat Skolastik (skolastisisme) mencapai puncaknya melalui Thomas Aquinas. Dalam karyanya yang paling terkenal. Summa Theologia (1266), ia membedakan tugas antara ilmu pengetahuan dengan agama (kepercayaan) akan tetapi di antara keduanya tidak ada pertentangan. Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman (empir), kemudian pengalaman itu diolah oleh rasio kita (bandingkan dengan Immanuel Kant). Ia berpendapat bahwa masalah agama harus diselesaikan melalui kepercayaan, namun rasio/akal tetap dibutuhkan, sebagaimana ia mengemukakan bukti tentang adanya Tuhan melalui argumentasi rasionalnya yang dikenal dengan "Lima Jalan" (ini dipelajari pada filsafat Ketuhanan). Sementara itu, Dun Scotus (Scotisisme) tidak setuju dengan kesesuaian antara agama dengan flsafat' seperti dikemukakan Aquinas, sebab menurutnya keduanya adalah dua bidang yang berbeda. Pusat-pusat pendidikan yang terdapat di katedral-katedral pada era ini lamakelamaan berkembang menjadi Studium Generale dan kemudian menjadi universitas. Perkembangan ini justru semakin memperkuat kekuasaan Paus (pimpinan-pimpinan gereja), di mana akhirnya ilmu pengetahuan didominasi kaum agamawan dan ilmu pengetahuan kemudian hanya dimungkinkan sejauh sesuai dan dapat mengabdi pada gereja, di mana pimpinan gereja menguasai dan menentukan semua bidang kehidupan manusia. Pemikiran manusia dalam semua bidang harus tunduk pada doktrin kristiani (teosentris). Meskipun ada tokoh gereja seperti Agustinus, Panteaus, Clemen, origen, yang mengenal filsafat Plato melalui pusat-pusat pendidikan Catchetical di Aleksandria, Yerussalem, Konstantinopel, akan tetapi pada era ini pola pikir takhayul tetap merajalela. Adapun Konsili di Kartago pada tahun 401 menetapkan larangan untuk mempelajari bahasa dan filsafat Yunani (Susabda, 1990: 11). Pengaruh Plato dan Aristoteles terlihat pada pemikiran tokoh-tokoh di atas, seperti pada St. Anselmus atau pada pemikira St. Augustinus dan Boethius. Salah satu argumen ontologis yang paling terkenat misalnya argumen Augustinus yang berbunyi: kita mengatakan bahwa Tuhan adalah being (ada), dan kita berpikir bahwa tidak ada being yang lebih besar dari keberadaan Tuhan. Kita tahu bahwa di dalam benak kita. Sejarah Filsafat Ilmu | 14
Kita melihat adanya ide tentang being yang demikian itu. Being itu pasti ada di luar pikiran. Jika tidak, being itu pasti tidak lebih besar daripada yang kita pikirkan. Logika argumen ini jika diperhatikan merupakan refleksi dari pemikiran spekulatif Plato tentang dunia idea. (Banyak ahli/teolog yang tertarik dengan argumen itu, akan tetapi Thomas Aquinas menolak argumen tersebut. Menurutnya, kita tidak mungkin menarik kesimpulan akan adanya eksistensi Tuhan berdasarkan ide kita tentang Tuhan). Seperti disebutkan tadi, pusat pendidikan katedral lama-kelamaan berkembang ke Studium Generale lalu menjadi universitas. Antara tahun 1000-1150 berdiri lah Universitas Rheims, Paris, Bologna. Oxford dan Cambridge (Santoso, 1977). Roger Bacon sebagai seorang dosen mulai mengembangkan metode penelitian induktif yang sebelumnya telah dikembangkan di lingkungan sarjana Islam. Metode ini memadukan pengalaman
(a posteriori) dengan analisis matematika (a priori). Adapun
perkembangan ilmu pengetahuan mulai kelihatan dengan munculnya karya dan penemuan-penemuan baru dari Copernicus, Galileo, dan Kepler yang dikenal sebagai anak zaman Renaisans. Antara abad ke-15 dan ke-17 dikenallah sebuah babak baru yang dikenal dengan sebutan "zaman Renaisans” di mana pengaruh pemikiran Plato, Aristoteles dan humanisme telah melahirkan kebangkitan dan kebebasan individu pada masa itu. Manusia sebagai individu dijadikan sebagai pusat segala-galanya (antroposentris). Renaisans telah mentransformasikan kehidupan intelektual dan kehidupan intelektual ini menghidupkan kembali pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan ilmu kedokteran, astronomi dan ilmu klasik. Karena itu, zaman ini disebut sebagai zaman penemuan kembali manusia (rediscovery of man) atau masa Renaisans.
2.2.2.3 Periode Modern Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renaisans dan masa Pencerahan. Masa Renaisans (abad ke-14 hingga ke-17) dan Pencerahan (abad ke-18) adalah periode yang menjembatani Abad Pertengahan ke Abad Modern. Banyak ilmuwan dan filsuf memasukkan zaman ini ke dalam zaman Modern. Zaman Pencerahan (Age of Reason. Enlightenment, Aufllarung) adalah zaman yang menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kebudayaan Sejarah Filsafat Ilmu | 15
modern. Pada masa Renaisans muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan berpikir seperti pada masa Yunani. Kombinasi filsafat Yunani dan humanisme telah melahirkan kebebasan individu pada zaman itu. Manusia sebagai individu, menjadi pusat dari segala-galanya. Karya-karya agung dalam seni lukis dan pahat dalam era ini misalnya menonjolkan keagungan manusia. Adapun otoritas gereja mulai memudar dan mulai tumbuh ketidakpercayaan pada kebenaran mutlak agama (Kristen). Mulai pula berkembang bibit reformasi yang berbuah pada abad ke-16/17 dengan pemisahan Protestan dari Katolik. Pemikiran zaman Renaisans dan pasca Renaisans yang disebut Pencerahan (sepanjang abad ke-17dan ke-18) adalah pemikiran yang menjadi dasar spiritual (pandangan dunia) bagi zaman Modern. Melalui para pemikir zaman ini terjadi perubahan minat yang besar dari permasalahan metafisika Abad Pertengahan kepada fisika, peralihan dari metode berpikir spekulatif ke eksperimental matematis. Terjadi pula peralihan dari pemikiran sosial politik yang didasarkan atas teologi ke pemikiran yang antroposentris (humanis). Renaisans dan Pencerahan adalah pintu masuk ke zaman Modern yang ditandai oleh: (1) penduniawian ajaran/pemikiran (sekulerisme), (2) keyakinan akan kemampuan akal (rasio), (3) berkembangnya paham utilitarianisme, dan (4) optimisme dan percaya diri (Suseno, 1992). Pemikir zaman Renaisans dan Pencerahan berjasa besar dalam memajukan penalaran ilmiah (metode ilmiah) pada abad ke-16 dan ke-17 dan mengawali apa yang disebut dengan "Filsafat Modern" atau "Dunia Modern”. Pemikir-pemikir besar yang melahirkan zaman Renaisans antara lain Roger Bacon (1214-1294), Machiavelli (1469-1527), Copernicus (1473-1543), Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), Rene Descartes, (1596-1650), John Locke (1632-17o4), George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776) dan lain sebagainya. Pemikirpemikir ini berjasa dalam mengubah paradigma berpikir Barat dari paradigma teologis ke paradigma ilmiah. Pada awal zaman Renaisans telah lahir satu keyakinan akan munculnya kebudayaan baru dan kepercayaan bahwa manusia dapat melakukan apa pun kalau ia mau. Kebudayaan baru itu didasarkan pada prinsip: kapitalisme dalam ekonomi, klasik dalam seni dan sastra; metode ilmiah dalam pendekatan atau pemecahan terhadap berbagai fenomena alam dan kehidupan (Suseno, 1992). Bersama dengan berkembangnya Renaisans, maka mulai redup pemikiran (teosentris) Abad Pertengahan dan skolastik. Model berpikir ilmiah yang mekanis Sejarah Filsafat Ilmu | 16
menggusur pandangan teosentris yang melihat adanya hubungan antara alam dengan Tuhan, antara manusia dengan Tuhan. Pad aAbad Pertengahan manusia dilihat sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki sifat-sifat mistis, emosi dan kerohanian (yang memiliki misi sebagai pelaksanaan kehendak Tuhan). Pada abad ke-16 dan ke-17 muncul apa yang disebut dengan era Revolusi ilmiah (Age of the Scientific Revolution) di Eropa. Semangat ilmiah yang dipengaruhi ilmu pengetahuan alam (pengaruh Newton) ini merembes ke bidang ilmu lain seperti Carles Darwin (di bidang biologi) melalui teori evolusinya yang mencoba merumuskan biologi sebagaimana hukum fisika Newton. Melalui teori seleksi alam, manusia dilihat oleh teori Darwin sebagai hasil seleksi alam, dan evolusi berjalan tanpa adanya campur tangan Pencipta (Tuhan). Newton dan Darwin dianggap sebagai dua pemikir yang sukses dalam mengembangkan tatanan dunia yang mekanis (sekularisme) yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern. Berbagai pemikiran yang berkembang pada zaman Renaisans dan Pencerahan pada akhirnya terpadu dalam cara berpikir dan menyelesaikan masalah dengan menekankan pada pengamatan, pola argumen yang rasional (rasionalitas), dan metode presentasi dan kalkulasi (empiris-eksperimental dan kuantitatif). Perkembangan paradigma berpikir ilmiah itu melahirkan tiga gerakan baru yang memacu perkembangan dinamis masyarakat modern, yaitu: (1) berkembangnya kapitalisme, (2) penemuan subjektivitas manusia modern, dan (3) rasionalisme (Suseno, 1992).
2.2.2.4 Periode Postmodern atau Kontemporer Istilah “postmodern”mengandung berbagai pengertian. Secara kebahasaan, post (atau beyond) berarti sesudah, lepas (sedangkan beyond berarti di luar atau mengatasi modern). Dengan demikian, postmodern berarti filsafat atau pemikiran yang berkembang sesudah atau mengatasi era Modern. Tetapi, ada yang mengartikan postmodern (seperti Jürgen Habermas) bukan sebagai kebudayaan atau pemikiran yang berbeda atau terputus dari budaya dan pemikiran modern, akan tetapi kebudayaan dan pemikiran lanjutan dari modern dengan mencoba mengatasi berbagai kekurangan yang timbul dalam budaya dan pemikiran modern itu. Sementara pemikir yang lain menganggap bahwa postmodern itu sebagai pemikiran dan budaya yang mencoba mengambil dari kebudayaan klasik dan modern (berbagai hal yang dianggap Sejarah Filsafat Ilmu | 17
baik) sebagai dasar untuk pemikiran dan budaya postmodern itu. Dalam pandangan ini, postmodern dapat disebut sebagai sintesa atau perpaduan pemikiran dan kebudayaan klasik, modern, dan postmodern ke dalam cara berpikir atau kebudayaan baru (lihat Lubis, 2003). Dalam wilayah epistemologi (termasuk filsafat ilmu pengetahuan) pemikiran filsuf ilmu pengetahuan baru yang berkembang sekitar tahun 1960-an 1970-an dapat dianggap sebagai jembatan (pintu) untuk memasuki gagasan tokoh postmodernis, khususnya di bidang epistemologi dan ilmu pengetahuan. Francois Lyotard misalnya adalah seorang filsuf yang mengemukakan pembahasan tentang postmodern secara filosofis dan ilmiah, dan ia mengemukakan bahwa telah terjadi pergesaran dalam ilmu pengetahuan dan budaya dari era Modern ke era Postmodern. lyotard menolak metanarasi modernis tentang sains yang menekankan "kesatuan spekulatif dari semua ilmu pengetahuan” Francois Lyotard bersama Jacques Derrida, Michel Foucault, Gillez Deleuze dan Fèlix Guattari, dan Jean Baudrillard adalah pemikir postmodern radikal (dekonstruksionis) yang berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar antara pemikiran (filsafat dan ilmu pengetahuan) pada era Modern dengan Postmodern. Baudrillard misalnya menyatakan, jika pada era Klasik dan Modern ilmuwan dan filsuf masih berdebat dan berbicara soal realitas, maka pada era Postmodern justru soal "kematian realitas" (hyperreality). Melalui media informasi kita dihadapkan pada realitas citraan, realitas sebagai konstruksi. Adapun perubahan mendasar itu dikemukakan para ilmuwan dengan istilah yang beragam: matinya ilmu pengetahuan, matinya ilmu sosial, berakhirnya ideologi dan lain-lain. Lyotard menyatakan bahwa perubahan besar dalam dunia ilmiah terjadi dengan perkembangan teknologi tinggi (teknologi informasi) yang mau tidak mau mengubah cara berpikir kita. Ia mengemukakan tentang tidak memadainya model “pengkotakkotakan otak" (cara berpikir) dan spesialisasi intelektual, untuk menghadapi watak baru ilmu pengetahuan seperti pemrosesan informasi cyberspace mengukur ilmu pengetahuan berdasarkan logika komputer yang berkembang akhir-akhir ini. Dalam era Postmodern ilmu pengetahuan tidak memiliki tujuan untuk dirinya sendiri, misalnya untuk menemukan kebenaran teori. Kini ilmu pengetahuan lebih bersifat dalam
ilmu
pengetahuan
diproduksi
untuk
dijual
atau
dengan
lebih
Sejarah Filsafat Ilmu | 18
mempertimbangkan nilai guna atau manfaatnya. Perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan ini ditandai dengan majunya teknologi informasi dengan sasaran cyberspace global, berkembangnya kosmologi baru dengan teori tentang segala sesuatu (theory of everything) serta kemajuan dalam rekayasa genetika dengan proyek genome manusia (Appignanesi & Chri Garrat, 1998: 106-107). Gillez Deleuze dan Felix Guattari menyatakan bahwa dalam era Informasi sekarang ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang satu sama lain saling berkaitan dan demikian pula otak (mind) dan cara berpikir kita memiliki jaringan yang hampir tak ada batas. Deleuze dan Guattari (983, 1987) menyebut istilah ini dengan "rhizomatic" atau “rizhome”. Istilah rhizomatic berasal dari dunia tumbuh-tumbuhan (tumbuhan menjalar) di mana batang dan akarnya menjalar ke semua arah, dan masing-masing memiliki fungsi yang sama. Dari umbi dan akar dapat tumbuh cabang-cabang baru yang berkembang ke seluruh arah. Penggunaan istilah rhizomatic ini juga berkaitan dengan penolakan pemikir postmodern pada cara berpikir ilmiah lama (modern) yang dikemukakan melalui metafor "pohon ilmu". Pohon ilmu adalah cara pandang yang melihat ilmu pengetahuan bersumber dan ditunjang oleh akar tunggang tempat akar akar lain tumbuh untuk menunjang batang yang berdiri kokoh. Pada batang itu tumbuh cabang (kelompok ilmu) dan dari cabang tumbuh ranting-ranting (berbagai bidang ilmu pengetahuan). Metafor pohon ilmu ini adalah metafor yang kini kurang tepat digunakan untuk ilmu pengetahuan dan memahami masalah sosial budaya (globalisasi) sekarang ini. Pada era Informasi dunia justru dilihat sebagai jaringan. Dalam dunia rhizomatik ilmuwan memerlukan pula keterbukaan dan model berpikir kritis, ilmu pengetahuan juga menuntut pendekatan baru yaitu pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
Sejarah Filsafat Ilmu | 19
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-orang terdahulu ialah alam semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat edar. Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarah tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada masa itu ialah tentang keTuhanan. Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa eropa, lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri manusia itu sendiri. Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau sekarang, dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa, sedangkan di Amerika lebih pragmatis yakni mereka akan mengambilnya jika menguntungkan diri mereka dan membuangnya jika tidak berguna bagi mereka walaupun berguna bagi orang lain.
Sejarah Filsafat Ilmu | 20
3.2 Daftar Pustaka Dr. Akhyar Yusuf Lubis. 2015. Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sejarah Filsafat Ilmu | 21