BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah air di bumi sangat besar, kira-kira 1,36 milyar km 3. Dari jumlah tersebut sekitar 97,2% merupakan air yang berada di laut, 2,15% berupa es dan salju, sedang sisanya yang 0,65% merupakan air yang terdapat di danau, sungai, atmosfer dan air tanah. Meskipun persentase dari bagian yang yang terakhir ini sangat sangat kecil, tetapi tetapi jumlahnya sangat sangat besar. Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan di muka bumi. Dengan meningkatnya kebutuhan akan air, para ilmiawan memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kelangsungan perubahan air di atmosfer, laut dan daratan. Sirkulasi suplai air di bumi yang tidak putusnya disebut siklus hidrologi. Siklus ini merupakan pancaran sistem energi matahari atmosfer merupakan rantai yang menghubungkan menghubungkan lautan dan daratan. Air dari laut, secara tetap mengalami evaporasi menjadi uap air yang berada di atmosfer. Angin akan mengangkut uap air ini. Kadang pada jarak yang sangat jauh. Uap air ini akan berkumpul membentuk membentuk awan. Apabila awan sudah jenuh, maka akan berubah menjadi hujan. Hujan yang jatuh di laut mengakhiri siklus ini dan akan mulai dengan siklus yang baru. Hujan yang jatuh di daratan akan melalui jalan yang lebih panjang untuk mencapai laut. Apa yang terjadi apabila hujan jatuh j atuh di daratan ? Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan ke darah yang lebih rendah, dan kemudian akan berkumpul di danau atau sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Bila curah hujan lebih besar daripada kemampuan tanah untuk menyerap air, maka kelebihan air tersebut akan mengalir dipermukaan menuju ke danau atau sungai. Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang mengalir di permukaan ( Run off ) akan menemukan jalannya untuk kembali kembali ke atmosfer, atmosfer, karena karena adanya evaporasi dari tanah, danau dan sungai. sungai. Air yang meresap ke dalam tanah juga akan diserap oleh tumbuhan dan akan kembali menguap melalui daunnya kembali ke atmosfer. Proses ini disebut transpirasi. Apabila hujan jatuh di daerah beriklim dingin, airnya tidak langsung meresap ke dalam tanah atau mengalir sebagai Run off , atau menguap. Air tersebut akan menjadi salju atau es, yang merupakan cadangan air yang cukup besar di daratan. Apabila salju atau es ini mencair, dapat menyebabkan naiknya muka air laut dan menggenangi daerah pantai. Meskipun jumlah uap air di bumi waktu tertentu sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah total suplai air di bumi, tetapi jumlah absolut dalam siklus yang melalui atmosfer
1
setiap tahunnya sangat besar, kira-kira 380.000 km3, jumlah yang cukup untuk menutupi permukaan permukaan bumi sampai sampai kedalaman sekitar sekitar satu meter. Karena Karena jumlah jumlah total dari uap air di atmosfer kira-kira tetap sama, maka curah hujan tahunan rata-rata di permukaan bumi harus sama dengan jumlah air yang menguap. Tetapi untuk semua daratan, jumlah curah hujan lebih banyak daripada penguapan, sebaliknya di laut, jumlah penguapan lebih banyak daripada curah hujannya. Karena muka air laut tidak mengalami penurunan, maka curah hujan di daratan sebanding dengan penguapan di laut. 1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Run dari Run off dan Streamflow yaitu: Streamflow yaitu: 1.2.1 Run Off
1. Apa itu aliran permukaan permukaan atau run off ? 2. Bagaimana proses terjadinya run off? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi run off? 4. Komponen-Komponen run off?
Antara Run off , Erosi dan Konservasi? 5. Bagaimana hubungan Antara Run 6. Apa saja keadaan terkait runoff ? 1.2.2 Streamflow
1. Apa itu streamflow itu streamflow?? 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan streamflow kecepatan streamflow?? 3. Proses yang terjadi akibat streamflow akibat streamflow?? 4. Faktor yang mempengaruhi aktivitas streamflow? 5. Jenis-jenis sungai 1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makah ini adalah : 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hidrologi Lingkungan; 2. Agar mahasiswa mengetahui arti dari run off dan streamflow dan streamflow;; 3. Agar mahasiswa mengetahui mengetahui proses terjadinya run off ; 3. Agar dapat memahami bagaimana proses aliran air permukaan; 4. Agar mahasiswa mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi run off.
2
1.4 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Membahas kajian teori tentang Limpasan atau run off dan streamflow atau aliran air sungai; 2. Membahas studi kasus yang berhubungan dengan run off dan streamflow, kemudian dianalisis penyebab terjadinya studi kasus, serta mencarikan solusi terbaik untuk menanggulangi studi kasus tersebut. 1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah Limpasan (run off ) dan streamflow ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN
Berisi tentang umum, latar belakang, tujuan, ruang lingkup serta sistematika penulisan makalah ini; BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori yang mebahas tentang pengertian dari limpasan, klasifikasi Limpasan Permukaan, Faktor-Faktor yang mempengaruhi volume limpasan
permukaan serta metode atau cara pengukuran
limpasan; BAB III
STUDI KASUS
Berisi tentang contoh kasus terkait limpasan; BAB IV
PEMBAHASAN
Berisi penjelasan dan pembahasan tentang studi kasus pada BAB III; BAB V
PENUTUP
Berisi kesimpulan tentang Limpasan ( Run Off ) dan streamflow, studi kasus serta saran-saran untuk pembuatan makalah. DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aliran Air Permukaaan ( Run off )
Hujan yang jatuh di laut mengakhiri siklus ini dan akan mulai dengan siklus yang baru. Hujan yang jatuh di daratan akan melalui jalan yang lebih panjang untuk mencapai laut. Setiap tetes air hujan yang jatuh ke tanah merupakan pukulan pukulan kecil ke tanah. Pukulan air ini memecahkan tanah yang lunak sampai batu yang keras. Partikel pecahan ini kemudian mengalir menjadi lumpur, dan lumpur ini menutupi pori-pori tanah sehingga menghalangi air hujan yang akan meresap ke dalam tanah. Dengan demikian maka semakin banyak air yang mengalir di permukaan tanah. Aliran permukaan ini kemudian membawa serta batu-batu dan bongkahan lainnya, yang akan semakin memperkuat gerusan pada tanah. Goresan akibat gerusan air dan partikel lainnya ke tanah akan semakin membesar. Goresan ini kemudian menjadi alur-alur kecil, kemudian membentuk parit kecil, dan akhirnya berkumpul menjadi anak sungai. Anak-anak sungai ini kemudian berkumpul menjadi satu membentuk sungai. Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan ke darah yang lebih rendah, dan kemudian akan berkumpul di danau atau sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Bila curah hujan lebih besar daripada kemampuan tanah untuk menyerap air, maka kelebihan air tersebut akan mengalir dipermukaan menuju ke danau atau sungai. Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang mengalir di permukaan ( Run off ) akan menemukan jalannya untuk kembali ke atmosfer, karena adanya evaporasi dari tanah, danau dan sungai. Run off adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan maupun dari subpermukaan (sub surface). Run off dapat dinyatakan sebagai tebal run off, debit aliran (river discharge) dan volume run off . Pada permukaan aliran air/sungai terjadi karena air mengalir mengikuti retakanretakan/patahan-patahan (joint) yang ada di permukaan bumi. Sehingga pada 4
awalnya daerah tersebut bukan merupakan daerah aliran sungai, tetapi merupakan akumulasi air, kemudian terjadi proses lanjutannya seperti prose pelapukan, erosi, pelarutan dan sebagainya. Proses tersebut berjalan terus, sehingga berkembang menjadi sebuah parit-parit kecil yang makin lama makin tertoreh/terkikis baik secara lateral maupun vertikal. Akhirnya terbentuk sungai-sungai kecil sebagai sistem sungai. Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti muatan sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai mempunyai ciri yang tersendiri dan berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut, dan sebagainya. Adapun ciri tersebut adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan Akub (1977: 38) antara lain adalah sebagai berikut : 1. Pengalirannya tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya lambat, menghilang ke bawah permukaan dan sebagainya. 2. Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirann ya. 3. Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing yang bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada lembah-lembah yang dalam. Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa an ak sungai yang tergabung ke dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui system sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran hulu, daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi proses geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi vertical, bagian daerah tengah terjadi erosi vertical dan lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah aliran hilir terjadi proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya
adalah
mengambil
(mengerosi/
mengikir),
mengangkut,
dan
mengendapkan, sehingga suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu
5
mengalami perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya lembah. 2.1.1 Proses Terjadinya Run off (Limpasan Permukaan)
Pada saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan tajuk vegetasi. Ini biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi.
Kalau hujan
berlangsung terus, air hujan yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi run off. Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula oleh kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya tinggi, tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai nilai keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir. Proses run off akan berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi aktual, tetapi run off segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga kurang dari laju infiltrasi aktual.
Gambar 2.1 Mekanisme Limpasan 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Run off
Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensit as hujan, lama hujan dan distribusi hujan, ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan langsung dengan kejadian dan volume run off .
6
1. Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan kapasitas simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke lapisan tanah yang lebih dalam. Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas infiltrasi di tertinggi dijumpai pada tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat dan berliat biasanya mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah. Kapasitas infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas tanah pada akhir periode hujan sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu (asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai s uatu nilai konstan pada saat profil tanah telah jenuh air. Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak mengalami gangguan. Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat dengan meningkatnya intensitas hujan. Suatu intensitas hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan ai r hujan sangat besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan terbentuklah lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas infiltrasi. Fenomena seperti ini lazim disebut sebagai “capping , crusting atau sealing ”. Hal ini dapat menjelaskan mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai pola hujan dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi, volume run off sangat besar meskipun hujannya sebentar dan kedalaman hujan relatif kecil. Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan kandungan liat 20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-permukaan ini relatif kecil. 2. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya tanaman serealia, mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil dibandingkan dengan rumput penutup tanah yang rapat. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi terhapad kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi yang rapat
7
menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan. Selain itu, perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air permukaan terutama pada le reng yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meresap d alam tanah atau menguap. 3. Kemiringan Dan Ukuran Daerah Tangkapan
Pengamatan pada petak-petak ukur run off menunjukkan bahwa petak-petak pada lereng yang curam menghasilkan run off lebih banyak dibanding dengan petak petak pada lereng yang landai. Selain itu, jumlah run off menurun dengan meningkatnya panjang lereng. Efisiensi run off (volume run off per luasan area) meningkat dengan menurunnya ukuran daerah-tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti semakin besar (lama) waktu konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi Run off . Akan tetapi harus diingat bahwa diagram pada gambar di atas dibuat dari kasus khusus di daerah “ Negev desert ” dan tidak berlaku umum di daerah-daerah lainnya. Diagram ini menyajikan pola kecenderungan umum hubungan run off dan ukuran daerah tangkapan. 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agihan Waktu Limpasan
a. Faktor meteorologi yang terdiri dari tipe intensitas, lama dan agihan presipitasi, suhu, kelembaban, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tekanan udara. b. Faktor DAS yang berupa bentuk DAS, kemiringan DAS, geologi, tipe tanah, vegetasi dan jaringan drainase. c. Faktor manusia (Seyhan, 1977). Faktor-faktor tersebut langsung atau tidak langsung akan berhubungan dengan aliran air di sungai yang berada dalam DAS tersebut. 2.1.4
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Volume Total Limpasan
a. Faktor iklim – Banyaknya presipitasi – Banyaknya evapotranspirasi; b. Faktor DAS – Ukuran DAS – Tinggi tempat rata-rata DAS (orografis).
8
2.1.5 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi Limpasan a.
Faktor meteorologis – Presipitasi(intensitas, lama, agihan kawasan, agihan waktu, arah hujan, frekuensi) – Meteorologis (radiasi matahari, suhu, kelembaban, v, tekanan atmosfer) yang mempengaruhi evapotranspirasi
b.
Faktor DAS : topografi (bentuk, kemiringan), geologi (permeabilitas dan kapasitas akifer), tipe tanah, vegetasi, penutupan vegetasi di atas permukaan lahan, penutupan tanaman pada saluran dan jaringan drainase (dd, urutan/tatanan sungai)
c.
Faktor manusiawi – Struktur hidrolika (bangunan air) – Teknik – teknik pertanian – Urbanisasi, pembangunan.
2.1.6 Komponen-Komponen Run Off
Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber : 1. Aliran permukaan. Aliran Permukaan ( surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran langsung (direct run off ). Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat,sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya banjir. 2. Aliran antara Aliran antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah permukaan tanah.Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara lateral menuju elevasi yang lebih rendah. 3. Aliran air tanah Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi yang lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut. Dalam
analisis
hidrologi
aliran
permukaan
dan
aliran
antara
dapat
dikelompokkan menjadi satu yang disebut aliran langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.
9
2.1.7 Hubungan Antara Run off , Erosi Dan Konservasi
Kerusakan tanah pertanian di daerah tropis sebagian besar disebabkan oleh pemilihan dan penerapan teknologi yang salah tanpa memeperhatikan nilai-nilai ekologi. Salah satu dampak pemilihan dan penerapan teknologi yang tidak benar adalah erosi. Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa yang menyebabkan terlepasnya partikel-partikel tanah sebagai akibat tenaga air, angin atau salju dan pengalirannya ke daerah yang lebih rendah. Erosi mengakibatkan merosotnya produktivitas tanah, menurunnya daya dukung tanah untuk memproduksi hasil pertanian dan terganggunya nilai keseimbangan lingkungan hidup. Di daerah tropis basah seperti Indonesia, erosi terutama disebabakan oleh daya rusak air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian merembes ke dalam tanah, sebagian kecil menguap dan sebagian lagi mengalir di permukaan tanah menuju tempat yang rendah. Aliran permukaan ( Run off ) inilah yang menjadi penyebab erosi. Erosi yang di sebabkan oleh aliran air di permukaan dapat dic egah dengan adanya konservasi, atau penanaman tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan ini ditanam bertujuan untuk menambah kapasitas penampungan air agar tidak terlalu cepat terjadinya peluapan air di dalam permukaan. 2.1.8 Keadaan Terkait Run off
Beberapa Keadaan terkait tentang Run off , meliputi: 1. Periode Tidak Hujan (Kemarau) a. Input dari hujan = nol b. Air tanah mengalir masuk alur sebagai aliran dasar, maka freatik turun terus c. Evapotranspirasi menambah defisiensi lengas tanah d. Hidrograf aliran berupa kurva deplesi. 2. Periode Hujan Awal
a. Awal musim hujan, mulai ada hujan b. Sebagian hujan menjadi intersepsi c. Sebagian menjadi simpanan depresi d. Surface Run off hampir tidak ada, air hujan digunakan untuk membasahi tanah (Lengas tanah meningkat). 10
e. Hidrograf aliran agak bergeser ke atas karena ada sebagian hujan yang jatuh langsung di alur sungai f. Muka freatik masih turun terus karena aliran dasar masih berlangsung dan air infiltrasi belum mencapai muka freatik. 3. Periode Hujan
a. Intersepsi mencapai kapasitas maksimum, stemflow dan througfall terjadi b. Simpanan depresi maksimum c. Surface run off mulai terjadi, sehingga aliran sungai naik. d. Soil Moisture Deficiency berkurang e. Air Infiltrasi dan perkolasi belum mencapai muka freatik (air tanah belum naik). 4. Saat Hujan Berhenti
a. Di permukaan tanah masih ada air dan mengalir; b. Infiltrasi terus berlangsung; c. Stream run off berasal dari channel storage; d. Channel storage berkurang dan habis; e. Stream run off dari groundwater 5. Saat tak ada Hujan
a. Lengas tanah pada kapasitas lapang b. Input air tak ada, lengas tanah berkurang c. Air perlokasi mencapai muka freatik air tanah mendapat recharge d. Kurva deplesi terus berlangsung, stream run off menyusut. e. Air tanah naik Besar kecilnya volume air yang mengalir (debit air sungai) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut : a.
Iklim Unsur iklim sangat berpengaruh terhadap debit air sungai. Banyaknya curah hujan (Presipitasi) dan besarnya penguapan (evaporasi) sangat menentukan volume air yang ada dalam sungai. Pada saat musim penghujan presipitasi lebih besar dibandingkan besarnya evaporasi yang mengakibatkan debit air menjadi besar bahkan terjadi luapan
11
air atau banjir. Tetapi sebaliknya, pada musim kemarau jumlah presipitasi menurun tetapi tingkat penguapan meningkat sehingga debit air semakin kecil. b.
Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Luas dan ketinggian daerah aliran sungai berpengaruh besar terhadap debit air sungai. Daerah aliran sungai adalah bagian permukaan bumi yang berfungsi untuk menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di ata snya melalui sungai. Contoh : hujan yang jatuh pada bagian permukaan bumi mengalirkan airnya ke sungai, misalnya sungai Kapuas. Bagian permukaan bumi yang menerima air hujan dan mengalirkan airnya ke sungai Kapuas disebut DAS Kapuas. DAS biasanya dibatasi oleh punggung perbukitan atau pegunungan. DAS yang luas berarti memiliki daerah tangkapan hujan yang luas pula, sehingga debit air sungai yang mengalir pada DAS itu akan lebih besar.
Gambar 2.2 Penampang air bawah tanah
2.1.9 a.
Pengukuran Limpasan
Metode/ Cara Rasional
Banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil. DAS disebut kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan waktu, biasanya durasi hujan melebihi waktu kosentrasi, jika luas DAS kurang dari 2,5 km 2 dianggap sebagai DAS kecil. Waktu kosentrasi (tc/ time of concentration) adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk mengalir dari titik terjauh dalam daerah tangkapan sampai titik
12
yang ditinjau. Waktu kosentrasi tergantung pada karakteristik daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh sampai stasiun yang ditinjau. b.
Metode Perhitungan Debit Limpasan
Besarnya debit air limpasan (Q limpasan) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Q limpasan = 0,278 x C x I x ACA Keterangan : Q C I ACA
= = = =
Debit aliran air limpasan (m3/detik) Koefisen run off (berdasarkan standar baku) Intensitas hujan (mm/jam) Luas daerah pengaliran (ha)
Menurut Asdak (1995), debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Rumus umum yang biasa digunakan adalah: Q=vxA Keterangan: Q = Debit aliran sungai (m 3/detik) A = Luas bagian penampang basah (m 2) v = Kecepatan aliran (m/detik) c.
Metode Manning
Metode penentuan waktu konsentrasi dengan Manning dapat dilakukan karena pada metode ini, diketahui kecepatan aliran dan jarak pengaliran. Dengan berdarkan pada karakteristik DAS berupa kemiringan aliran dan pr ofil atau penampang pengaliran, maka waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan persamaan kinematik Manning. Metode Manning dengan prosedur dapat pula dilakukan dengan urutan sebagai berikut: The Manning equation in U.S. units: Q = (1.49/n)A(R2/3)(S1/2) The Manning equation in S.I. units : Q = (1.0/n)A(R2/3)(S1/2) Dimana: R = A/P V = Q/A tc = L/(60V)
13
Keterangan: Q = Debit aliran (m 3/s) V = kecepatan aliran (m/s) R = Jari jari hidraulik (= A/P) (m) A = Luas penampang prngaliran (m 2) P = wetted perimeter saluran (m) S = kemiringan dasar saluran (m/m) n = koefisien Manning (dimensioness) L = panjang pengaliran (m) tc = waktu konsentrasi (menit) 2.2 Streamflow (Aliran Air Sungai)
Streamflow berarti aliran air hujan dari sungai menuju laut. Air yang mengalir menuju ke laut sangat dipengaruhi oleh gravitasi. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laut tergantung pada kecepatan aliran, yang merupakan jarak yang ditempuh oleh aliran air dalam satuan waktu tertentu. Ada sungai yang mempunyai kecepatan aliran hanya 0,8 km/jam dan adapula yang sangat cepat sampai 30 km/jam. Kecepatan biasanya diukur pada beberapa lokasi memotong saluran sungai yang kemudian dirata-ratakan. Pada saluran yang tegak lurus, kecepatan terbesar terdapat di tengah saluran sedikit dibawah permukaan, dimana terdapat tahanan yang terkecil. Tetapi pada sungai yang berkelok, kecepatan maksimum terdapat pada bagian luar kelokan. Kemampuan sungai untuk mengerosi dan mentransport material berhubungan langsung dengan kecepatan aliran, jadi kecepatan merupakan ciri yang paling penting. Variasi kecepatan aliran akan berhubungan langsung dengan perubahan material sedimen yang ditransport oleh air. 2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Streamflow
1. Kemiringan Sungai Faktor yang terutama mengontrol kecepatan aliran sungai adalah gradient atau kemiringan lereng sungai. Gradien sungai dinyatakan dengan perbandingan beda tinggi dengan jarak atau panjang mendatar dari sungai. Gradien sungai sangat bervariasi antara satu sungai dengan yang lainnya. Semakin besar gradien antar satu 14
sungai semakin besar kecepatan alirannya. Jika kedua sungai yang mempunyai karakteristik sama kecuali gradiennya, maka sungai yang mempunyai gradien lebih besar akan mempunyai kecepatan aliran yang lebih besar pula. 2. Bentuk, ukuran dan kekasaran dari dasar saluran Bentuk penampang melintang saluran menentukan jumlah air yang bersentuhan dengan saluran dan ini akan mempengaruhi tahanan gesernya. Saluran yang paling efisien adalah yang mempunyai perimeter yang paling kecil. Meskipun luas penampang dari ketiga saluran tersebut sama, tetapi bentuk saluran yang setengah lingkaran mempunyai persentuhan air dengan saluran paling kecil, sehingga mempunyai tahanan geser yang paling kecil. Jadi apabila faktor lain dari ketiga saluran tersebut sama, maka air akan mengalir lebih cepat dalam saluran setengah lingkaran. Ukuran dan kekasaran dasar saluran berpengaruh juga terhadap besarnya tahanan saluran. Bila ukuran saluarn bertambah, maka perbandingan perimeter dengan penampang melintang saluran akan berkurang, sehingga efisiensi aliran bertambah besar. Efek dari kekasaran dasar saluran berpengaruh terhadap macam aliran dalam saluran. Bila salurannya halus akan menghasilkan aliran seragam (uniform flows), sedang bila dasar saluran kasar, seperti misaln ya banyak bolder, akan menghasilkan aliran turbulen. 3. Debit sungai Debit (discharge) sungai adalah jumlah air yang mengalir pada jarak tertentu pada satuan waktu tertentu, biasanya diukur dengan meter kubik per detik. Debit sungai biasanya diperoleh dari perkalian antara luas penampang melintang saluran dengan kecepatan alirannya. Debit sungai selalu berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh curah hujan dan pencairan salju yang tidak selalu tetap. Jika debit sungai berubah, maka faktorfaktor yang berpengaruhpun akan mengalami perubahan. Bila debit bertambah, maka lebar dan kedalaman dari saluran akan bertambah besar atau air mengalir lebih cepat. Dari penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah air yang mengalir, maka lebar, kedalaman dan kecepatan
15
akan meningkat pula. Jadi untuk mengimbangi peningkatan debitnya, sungai akan mengalami proses pelebaran dan pendalaman saluran sungai. 2.2.3 Proses Yang Terjadi Akibat Streamflow
Proses yang dilakukan oleh sungai adalah: a. Erosi b. Transportasi c. Pengendapan Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis, mengambil bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan. Suatu lembah penampangnya tidak tetap dan sifatnya dinamik (mengalami perubahan perubahan). Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi tersebut bias berupa erosi mudik(menyebabkan lembah panjang kearah ulu), erosi lateral (menyebabkan pelebaran lembah), dan erosi vertical (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada stadium tua. Terbentuknya meander menyebabkan bertambah panjangnya lembah. Meander merupakan aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral, sehingg dengn berliku-likunya aliran sungai lembah sungaipun bertambah panjang. Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air la ut ini dapat disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunana dasar laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai bertambah lebar. 2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Streamflow
Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor adalah seba gai berikut : 1. Curah hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan aliran yang kuat, tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang permanen. Sebagai contoh, sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih banyak jika dibandingkan dengan di bagian barat.
16
2. Tanah-tanah ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh cenderung menyerap air hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) . Seperti pada daerah-daerah tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan Missisipi, walaupun curah hujan tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya. 3. Daerah yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah tanah) tidak menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah Karst Dalmatia tidak mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya paling lebat didaerah Eropa. 4. Daerah arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik volume, jumlah air , maupun keadan permanen aliran yang minimum. 5. Tanah-tanah liat yang kedap air sungai glacial, m enambah aliran air permukaan yang mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan erosi. 2.2.5
Jenis-Jenis Sungai
1. Berdasarkan kontinyuitas dan fluktuasi alirannya, sungai dibedakan menjadi:
a. Sungai parenial (sungai sepanjang tahun mengeluarkan air), pada waktu hujan atau musim hujan alirannya terdiri dari 3 komponen aliran di atas, sedangkan pada musim kemarau alirannya banyak disokong oleh aliran dasar.
b. Sungai intermetten (sungai yang mengeluarkan air hanya pada waktu musim hujan), sungai kering pada waktu musim kemarau.
c. Sungai ephimerent (sungai mengeluarkan air hanya setelah ada hujan), aliran banyak disokong oleh limpasan dan aliran antara. 2. Berdasarkan kedudukan muka air sungai dan muka air tanah a. Sungai influent yaitu sungai yang sebagian airnya masuk ke akifer, air sungai tersebut menambah cadangan air tanah. b. Sungai effluent yaitu sungai yang mendapat tambahan air dari akiferdi
sekitarnya, arah aliran airtanah menuju ke sungai.
17
BAB III STUDI KASUS 3.1 Run Off (BANJIR KABUPATEN GARUT) 3.1.1
Kondisi Eksisting
Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : Pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 35004000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24ºC - 27ºC. Besaran angka penguap keringatan (evapotranspirasi) menurut Iwaco-Waseco (1991) adalah 1572 mm/tahun. 3.1.2
Studi Kasus
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan banjir dan
longsor yang terjadi di Garut pada Rabu dinihari adalah yang terbesar yang pernah terjadi. Bencana ini menyebabkan puluhan orang meninggal dan belasan lainnya hilang. "Dilaporkan ini adalah yang terbesar. Beberapa kali memang pernah terjadi banjir bandang, longsor, tapi intensitas atau magitudenya tidak sebesar kali ini," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta, Rabu, 21 September 2016.
Gambar 3.1 Banjir di Garut Sumber: Tempo.co , jakarta
18
Sutopo mengatakan, selain korban jiwa, bencana ini juga menimbulkan kerugian ekonomi. Meski saat ini kerugian masih dalam pendataan, namun diperkirakan ribuan mengalami kerusakan kerusakan. Ada yang hanyut, rusak berat, sedang, ringan. Kerusakan juga terjadi pada infrastruktur. Beberapa jembatan putus, bangunan umum seperti sekolah dan kantor pemerintah juga mengalami kerusakan. Menurut Sutopo, Bupati Garut telah menetapkan masa tanggap darurat bencana dalam 7 hari. Tapi pihaknya memperkirakan masa tanggap darurat akan diperpanjang melihat skala kerusakan yang luas. Selama 7 hari tanggap darurat, kata Sutopo, pihaknya akan fokus pada pencarian dan penyalamatan korban. Saat ini tim SAR gabungan yang terdiri dari BNPB Daerah, Basarnas, TNI, Polri, PMI, Tagana, relawan dan masyarakat menyusuri Sungai Cimanuk untuk mencari korban hilang. "Selain itu, fokus lainnya adalah membantu dan memenuhi kebutuhan para korban selamat," kata Sutopo. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di hulu Sungai Cimanuk dianggap menjadi penyebab bencana banjir bandang di Kabupaten Garut. Sutopo mengatakan, sejak 1980, DAS Sungai Cimanuk sudah dinyatakan sebagai DAS kritis. Sehingga setiap terjadi hujan, sering terjadi banjir dan longsor. Sebagai contoh kritisnya DAS Sungai Cimanuk ini bisa dilihat dari koefisien rasio sungai. Ini adalah angka yang menunjukan perbandingan debit maksimum sungai saat terjadi hujan dibandingkan debit minimun saat kemarau. Suatu DAS dinyatakan buruk, kata Sutopo, jika koefisien rasio sungainya lebih besar dari 80. Tapi yang terjadi di DAS Cimanuk adalah koefisien rasio sungai adalah 713. "Ini menunjukan terjadi kerusakan yang masif di DAS tersebut, sehingga jika terjadi hujan lebat selalu dikonversi dengan limpasan permukaan atau debit sungai sehingga menjadi banjir. Ini yang terjadi tadi malam," kata Sutopo. 3.2 Streamflow
19
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Run Off
Studi kasus yang diambil adalah Banjir di Garut, dari studi kasus banjir yang terjadi di kabupaten Garut, maka dapat dianalisa: 4.1.1 Penyebab Terjadinya Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana yang terjadi akibat limpasan air permukaan. Penyebab dari banjir itu sendiri bermacam-macam. Di daerah Garut sendiri banjir terjadi karena kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di hulu Sungai Cimanuk. Sehingga daerah tangkapan air menjadi tidak ada lagi, sehingga terjadi li mpasan air yang merusak tatanan kota bahkan merugikan kepada makhluk hidup baik dari s egi materiil maupun non materiil. Selain itu, salah satu penyebab terjadinya banjir di daerah Garut adalah cukup tingginya curah hujan dan karena sudah beralih fungsinya wilayah persawahan menjadi daerah perumahan mengakibatkan kurangnya daya infiltrasi tanah. Intensitas hujan yang tinggi
di Kota Garut menyebabkan energi kinetik tetesan air hujan sangat besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan terbentuklah lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas infiltrasi.
Gambar 4.1 Distribusi Curah Hujan di Kota Garu Sumber: http://stmkg.ac.id/wp-content/uploads/2016/09/data-1024x744.png
20
Sub DAS Cimanuk Hulu merupakan salah satu dari 42 DAS di Indonesia yang tergolong dalam DAS kritis dan perlu mendapatkan prioritas penanganan, dengan luas lahan kritis diperkirakan sekitar 109.444 ha (sumber: Dinas Kehutanan Jawa Barat tahun 2005). Pembukaan lahan atau penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu DAS Cimanuk dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan terbuka akibat meningkatnya aktivitas pertanian, maupun meningkatnya lahan terbuka terbangun untuk permukiman dan kawasan wisata mengakibatkan pada musim hujan debit air sungai meningkat bahkan sampai menimbulkan banjir. Hal ini sebagai akibat meningkatnya aliran permukaan karena tidak mampunya lahan menyerap air hujan. Sebaliknya pada musim kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan mengering. Disamping itu kualitas air sungai Cimanukpun menurun, karena tingginya sedimen yang terangkut akibat meningkatnya erosi dari lahan yang terbuka. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan agroteknologi yang tidak cocok pun dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir ke bagian hilir karena adanya kesatuan antara daerah hulu dan hilir. Berkurangnya infiltrasi air hujan ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali (recharge) air di bawah tanah ( ground water ) juga berkurang yang mengakibatkan keringnya sumber-sumber air di musim kemarau. Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya aliran permukaan (run off ) dan menurunnya pengisian air bawah tanah ( groundwateri) mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada musim hujan secara drastis dan menurunnya debit aliran pada musim kemarau. Pada keadaan kerusakan yang ekstrim akan terjadi banjir besar di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kehilanghan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu mengalirnya air ke laut dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya permukaan air bawah tanah. Dengan perkataan lai n, pengelolaan DAS yang tidak memadai khususnya di bagian hulu akan mengakibatkan rusaknya
21
sumberdaya air. Dengan demikian terlihat bahwa peristiwa banjir dan kekeringan merupakan fenomena ikutan yang tidak terpisahkan dari me ningkatnya peristiwa eropsi di daerah hulu sungai akibat meningkatnya lahan terbuka. Bersama dengan sedimen, unsur-unsur hara tanah terutama N dan P serta bahan organikpun banyak yang ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau sungai (Sinukaban 1981). Hal ini mengakibatkan terjadinya eutrofikasi berlebihan dalam danau atau waduk sehingga memungkinkan perkembangan tananam air menjadi lebih cepat dan pada akhirnya mempercepat pendangkalan dan kerusakan waduk atau danau tersebut. Hal ini masih ditambah lagi dengan meningkatnya aktivitas pertambangan dan pembanguan pabrik yang tidak diikuti dengan teknik konservasi dan penanganan limbah yang memadai. Hingga pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran yang luar biasa di bagian hilir. Jika kondisi ini dibiarkan bukan tidak mungkin kelangsungan keberadaan Sungai Cimanuk sebagai salah satu sumberdaya air utama di Jawa Barat menjadi terancam. Padahal air merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. 4.1.2
Upaya penanggulangan Run off
Upaya penanggulangan run off ini sendiri dapat ditanggulangi dengan cara: 1. Memperbaiki daerah aliran sungai Cimanguk yang sudah kritis, sehingga dengan adanya perubahan DAS Cimanguk tersebut akan mampu menampung air permukaan maupun air hujan sehingga runoff dapat diperkecil. 2. Dilakukan
secara
vegetativf
melalui
penanaman
pepohonan
yang
memungkinkan air limpasan tersebut dapat terserap ke dalam tanah, sehingga infiltasri tanah menjadi lancer. Untuk menjaga keberadaan Sungai Cimanuk sebagai salah satu penyuplai kebutuhan sumberdaya air utama bagi penduduk Jawa Barat diperlukan upaya serius untuk mengatasi meluasnya lahan kritis di daerah hulu DAS Cimanuk. Perlunya pengaturan penggunaan lahan di daerah hulu DAS Cimanuk yang dihubungkan dengan kelestarian sumber daya air didasari dengan pertimbangan sebagai berikut a. Kuantitatif: perlunya memperbesar suplai ke dalam tanah sehingga menambah tampungan airtanah dan meningkatkan suplai air tanah ke alur sungai yang berdampak mengurangi fluktuasidebit limpasan;
22
b. Kualitatif: mengurangi kandungan material tersuspensi pada aliran sungai ( suspended load ) sebagai akibat bertambah besarnya air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga pengikisan permukaan berkurang; Dampak lain dari pengelolaan DAS yang baik adalah peningkatan produktivitas lahan karena peningkatan resapan air hujan ke dalam tanah akan menambah kadar lengas tanah ( soil moisture) yang selain akan memperbesar ketersediaan air juga meningkatkan proses disintegrasi dan dekomposisi regolith dan batuan induk yang berakibat meningkatnya unsur mineral dan unsur hara tanah yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman. 4.2 Streamflow
23
BAB V PENUTUP 2.3
Kesimpulan
Aliran permukaan (run off ) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Banyak penyebab terjadinya run off sehingga diperlukannya penanggulangan terhadap suatu kawasan sehingga run off mampu dihindari. Streamflow adalah aliran air hujan dari sungai hingga menuju ke laut. Kecepatan streamflow menuju laut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kemiringan, bentuk, ukuran penampang dan debit. Perjalanan streamflow menuju laut, aktivitas yang dilakukan oleh streamflow antara lain berupa pengikisan, transportasi dan pengendapan. 2.4 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik yang sangat membangun dari setiap pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Linsley, Ray K., Joseph B. Franzini. 1985. Teknik Sumber Daya Air . Jakarta: Eralanga. Sudarja Adiwikarta dan Akub Tisnasomantri, (1977), Geomorfologi jilid 1, Bandung Jurusan Pend. Geografi IKIP Bandung Sari, Santi. 2010. Studi limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan (Menggunakan Model Kinneros). Magister Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.
25