MAKALAH ILMU QASHASHUL QUR’AN Disusun Guna Memenuhi Tugas : Mata Kuliah : Dosen Pengampu :
Disusun Oleh : Taimah
: 2021210180
JURUSAN USHULUDDIN ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2014
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2 A. Pengertian Qashashul Qur’an ....................................................................... 2 B. Macam-Macam Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an .......................................... 3 3.
Karakteristik Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an............................................... 5
4.
Tujuan Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an ........................................................ 6
5.
Relevansi Kisah Dengan Sejarah ................................................................. 7
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11
ii
BAB I PENDAHULUAN
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan factor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati . Terdapat banyak kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan beragam peristiwa. Baik itu peristiwa yang berkaitan dengan masa lalu maupun masa yang akan datang. Terdapat juga kisah yang menceritakan tentang binatang yang dijadikan lambing/kiasan untuk pembelajaran kepada manusia. Demikian banyaknya kisah tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk senantiasa mengkaji dan meneliti agar kisah-kisah yang terdapat di dalam AlQur’an tersebut benar -benar bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Tentunya dengan segala keterbatasan yang kita miliki, kita kadang hanya memfokuskan kisah-kisah tersebut yang sesuai dengan keinginan dan keadaan kita.
1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qashashul Qur’an
Secara bahasa, kata qashash berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar yang bermakna urusan, berita, kabar maupun keadaan. Dalam Alquran sendiri kata qashash bisa memiliki arti mencari jejak atau bekas 1 dan berita berita yang berurutan2. Namun secara terminologi, pengertian qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi3. Manna al-Khalil al-Qaththan mendefinisikan qishashul quran sebagai pemberitaan Alquran tentang ha ihwal umat-umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Alquran banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum dengan cara shuratan nathiqah (artinya seolah-olah pembaca kisah tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan peristiwa itu)4. Adapun tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar 5.
1
Q.S. Al-Kahfi: 64 dan Q.S. Al-Qashash: 11 Q.S. Al-Imran: 62 dan Q.S. Yusuf: 111 3 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Alquran. (Jakarta: Bulan Bintang, 1972). hlm. 176 4 Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm. 306 5 Fajrul Munawir dkk. Al-Quran. (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005). Hlm. 107 2
2
B.
Macam-Macam Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an itu bermacam-macam, ada yang menceritakan para Nabi dan umat-umat dahulu, dan ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan keadaan, dari masa lampau, masa kini, ataupun masa yang akan datang. 1.
Ditinjau dari Segi Waktu Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an, maka qashshashil Qur’an itu ada tiga macam, sebagai berikut: a.
Kisah-kisah ghaib pada masa lalu (al-qashshashul ghuyub almadhiyah) Yaitu, kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indera, yang terjadinya di masa lampau. Contohnya seperti kisah-kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, dan kisah Maryam, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat 44 surat Ali Imran:
“Itulah sebagian dari berita -berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar.” 6 b.
Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al-qashashul ghuyub al-hadhirah) Yaitu, kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih aka nada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia orang- orang munafik.
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 55
3
Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surga, dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih tetap ada. Misalnya, kisah dari ayat 1 – 6 surat Al-Qari’ah:
.
.
.
.
.
“Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang berterbangan. Dan gunung-gunung seperti bulu-bulu yang dihambur- hamburkan.” 7 c.
Kisah-kisah ghaib pada masa yang akan datang Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa akan datang dan belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang dikisahkan itu telah ter jadi. Contohnya seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk Masjidil Haram bersama para sahabat, dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, Nabi gagal masuk Mekkah, sehingga diejek orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum munafik, bahwa mimpi Nabi itu tidak terlaksana. Maka turunlah ayat 27 surat Al-Fath:
. “Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul -Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak m erasa takut.” 8
7
Ibid, 600 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 514
8
4
2.
Ditinjau dari Segi Materi9 Kisah para nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada
a.
kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangan-nya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad, dan lain-lain. b.
Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain, Karun, orang-orang yang menangkap ikan pada hari Sabtu, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fiil, dan lain-lai n.
c.
Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah, seperti Perang Badar dan Perang Uhud dalam surah Ali Imran, Perang Hunain dan Tabuk dalam surah at-Taubah, Perang Ahzab dalam surah al-Ahzab, hijrah, isra’, dan lain-lain.
3.
Karakteristik Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
tidak
menceritakan
kejadian
dan
peristiwa
secara
berurutan (kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar.
Tetapi
terkadang
berbagai
kisah
disebutkan
berulang-ulang
dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah disebutkan al-Qur;an dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang di dahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal tersebut menimbulkan perdebatan diantara 9
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu- Ilmu Qur’an / Manna’ Khalil al -Qattan (Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2002), 436
5
kalangan orang yang meyakini dan orang-orang yang meragukan al- Qur’an. Mereka yang ragu terhadap al-Qur’an sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam al-Qur’an tidak disusun secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal itu tersebut menurut mereka dipandang tidak efektif dan efisien 10. 4.
Tujuan Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an
Cerita dalam al qur’an bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai s astera saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkannya peristiwa peristiwanya. Memang biasanya demikianlah wujudnya, cerita yang merupakan hasil kesusastraan murni. Bentuknya hanya semata-mata menggambarkan seni bahasa saja. Tetapi cerita dalam al qur’an merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuannya yang asli. Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu dan kerasulan. Dalam al qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya dalam QS.12 : 2-3 dan QS 28 : 3. Sebelum mengutarakan cerita nabi musa, lebih dahulu al qur’an menegaskan, “kami membacakan kepadamu sebagian dari cerita Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya unt uk kamu yang beriman”. Dalam QS 3 : 44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan, “itulah berita yang ghaib, yang kami wahyukan kepadamu”. Kedua, menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa Nabi Nuh sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu umat. Bahwa Allah yang maha esa adalah tuhan bagi semuanya (QS 21 : 51-92).
10
Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1989), hlm. 11.
6
Ketiga, menerangkan bahwa agama itu semuanya dasarnya satu dan itu semuanya dari tuhan yang Maha Esa (QS 7 : 59). Keempat, menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa (QS Hud) Kelima, menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dengan agama Nabi Ibrahim As., secara khusus, dengan agama-agama bangsa israil pada umumnya dan menerangkan
bahwa
hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa dan Isa As 11. 5.
Relevansi Kisah Dengan Sejarah Kisah-kisah Al-Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng
umumnya, karena karakteristik yang terdapat dalam masing-masing kisah. Fenomena kisah-kisah dalam al-Qur’an yang diyakini kebenarannya sangat erat kaitannya dengan sejarah. Menurut asSuyuthi kisah dalam al Qur’an sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengingkari sejarah lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan al qur’an. Kisah-kisah dalam al Qur’an merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran kepada umat manusia. Hal ini dapata dilihat bagaimana al Qur’an secara eksplisit berbicara tentang pentingnya sejarah, sebagaimana tertera dal al Qur’an surat Ali Imron ayat 140 yang berbunyi :
Dan masa kejayaan dan kehancurang itu, kami pergilirkan di antara manusia
11
Ibid. hlm. 120
7
Manna’ al Qaththan, menyatakan bahwa kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas yang dipatuhi oleh seni, tanpa harus menguranginya sebagai kebenaran sejarah. Ia sejalan dengan kisah seorang sastrawan yang mengkisahkan suatu peristiwa secara artistik. Bahwa al Qur’an telah menciptakan beberapa kisah dan ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah dengan menganggap kisah Qur’ani sebagai sejarah yang dapat dipegangi12. Kisah-kisah yang ada dalam al Qur’an tentu saja tidak dapat dianggap semata-mata sebagai dongeng. Apalagi al Qur’an adalah kitab suci yang berbeda dengan bacaan lainnya. Memang sering timbul perbdebatam, apakah kisah-kisah tersebut benar-benar memiliki landasan historis atau sebaliknya, sebagai kisah yang ahistoris, sejauh manakah posisi al Qur’an dalam memandang sejarah sebagai suatu realitas. Sebagai kitab suci, al Qur’an bukanlah kitab sejarah, sehingga tidaklah adil jika al Qur’an dianggap mandul hanya karena kisah-kisah yang ada didalamnyatidak dipaparkan secara gamblang. Akan tetapi berbeda dengan cerita fiksi, kisah-kisah tersebut tidak didasarkan pada khayalan yang jauh dari realitas. Melalui studi yang ,mendalam, di antara kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-stus sejarah bangsa Iran yang diidemtifikasikan sebagai bangsa Ad dalam kisah al-Qur’an. Di samping itu memang terdapat kisah-kisah yag sulit untuk dideteksi sisi historisnya seperti peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba’. Karena ini sering disinyalir bahwa kisah-kisah dalam al Qur’an itu ada yang historis dan ada pula yang ahistoris. Meskipun
demikian
dan penemuan-penemuan
pengetahuan arkeologi
sejarah untuk
adalah
sangat
dijadikan
kabur bahan
pnyelidikan menurut kaca mata pengetahuan modern, misalnya mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam al Qur’an. Karena itu sejarah
12
Manna’ al-Qattan, Mabahist fi Ulum al-qur’an, t.tp, t.tp, hlm.
8
serta pengetahuan
lainnya
tidaklah
lebih
merupakan
sarana
untuk
mempermudah usaha memahami al Qur’an. Kisah itu adalah bagian dari ayat-ayat yang dituturkan dari sisi yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Namun untuk mengetahui sejarah dan kisah yang ada dalam al-Qur’an itu tidak mudah. Perlu ditelusuri kapan terjadinya dan di mana. Siapa saja yang teerlibat dalam peristiwa tersebut. Hal itu untuk memberikan informasi atau keterangan yang jelas yang tidak menyimpang, sehingga sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu, baik pada masa pra Islam atau sesudah Islam. Kondisi sejarah pra Islam masih banyak diliputi kekaburan informasi, terselimuti kegelapan, sehingga tidak ada satu riwayat pun yang bisa dipercaya untuk mengetahyui secara utuh biografi tokoh-tokoh sanad (jalur informasi) nya dan tidak ada yang mutawatir, sehingga dinilai lebih utama. Namun kondisi dunia telah berubah setelah duturnkannya al Qur’an secara bertahap, sehingga mulailah permulaan sejarah manusia. Hal inilah yang tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam al Qur’an itu tidak hanya menceritakan kisah/sejarah pada masa Islam tersebar tetapi sebelum Islam datang. Kisah tidak bermaksud mengajarkan peristiwa-peristiwa sejarah seperti halnya buku-buku sejarah. Yang sangat dipentingkan oleh kisah al-Qur’an adalah memberi nasehat, bukan mensejarahkan perorangan atau golongan bangsa-bangsa. Namun, jika dalam memahami kisah-kisah al Qur’an harus dipakai metode sejarah
selengkap-lengkapnya,
dokumen sejarah,
maka
akan
sperti banyak
kalau
memahami
dihadapi
dokumen
kesulitan-kesulitan,
maka banyak ulama dan mufassir yang menganggap kisah-kisah al Qur’an sebagai ayat-ayat mutasyabihat13.
13
A. Hanafi, Segi-segi Kesusasteraan Pada kisah-kisah Al Qur’an, (Pustaka al Husna,Jakarta, 1983), hlm. 26
9
BAB III PENUTUP
Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang. 2. Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam). 3. Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. 4. Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar. 5. Kisah dalam Alquran dibedakan tiga macam, yaitu: kisah dakwah para nabi, kejadian umat terdahulu dan kejadian di zaman Rasulullah Muhammad saw. 6. Unsur kisah Alquran juga ada tiga, yakni: adanya Pelaku, kejadian atau peristiwa dan percakapan. 7. Inti dari fungsi kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy. T.M. Hasbi. 1972. Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Bulan Bintang. al-Qaththan, Manna’ Khalil. Mabahits fi Ulumul Quran. tt Masyurah al-Asyr, 1073. Munawir, Fajrul dkk. 2005. Al-Quran. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Al- Qaththan, Manna Khalil. 2002. Studi Ilmu- Ilmu Qur’an / Manna’ Khalil al -Qattan. Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesia. Chirjin,Muhammad. 1989. al Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa. Hanafi, A. 1983. Segi-segi Kesusasteraan Pada kisah-kisah Al Qur’an. Jakarta : Pustaka al Husna.
11