MAKALAH BIOLOGI MOLEKULER
PROTEIN
Oleh: HG – 6 Aulia Rahmi (1206247631) Fhani Meliana (1206212413) Haqqyana (1206262090) Ranee Devina Rusli Putri (1206212483) Sri Dwi Aryani (1206212395)
TEKNOLOGI BIOPROSES DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA MARET, 2014
STRUKTUR PROTEIN Sri Dwi Aryani (1206212395) – Teknologi Bioproses
Abstrak
Protein memiliki empat tingkatan struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Dalam suatu protein, didalamnya terdapat konformasi ikatan-ikatan yang mempengaruhi strukturnya. Konformasi tersebut adalah ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, dan interaksi van der walls. Protein merupakan polimer atau gabungan dari monomer-monomer asam amino. Struktur, gugus fungsi, dan sifat fisika dari asam amino juga akan berpengaruh berpengaruh pada struktur protein yang akan dibentuk. dibentuk. Asam amino ini juga terklasifikasi menjadi beberapa golongan, yaitu esensial dan nonesensial menurut pembentukannya, dan polar, nonpolar, aromatic, asam dan basa menurut gugus fungsi dari asam amino tersebut. Struktur protein juga dipengaruhi oleh proses denaturasi dan renaturasi yang terjadi. Struktur protein dapat berubah juga tergantung pada molekul apa dia berikatan.
Kata Kunci: Amfote Kunci: Amfoter, r, Zwitterion, Struktur Primer, Struktur Sekunder, Struktur Tersier, Struktur Kuartener, Ikatan Hidrogen, Interaksi Ionik, Gaya Dispersi Van Der Walls, Jembatan Sulfida, Denaturasi, Renaturasi, Asam Amino, Asam Amino Esensial, Asam Amino Nonesensial, Glikoprotein, Lipoprotein.
1.
Asam Amino
Monomer yang membentuk protein disebut asam amino. Asam amino merupakan senyawa yang mempunyai gugus amino amino –NH2 dan gugus asam karboksilat –COOH. Ketika banyak asam amino menghubungkan bersama-sama, mereka membuat dengan polimer disebut polipeptida, yang akan membangun protein. Polipeptida bukanlah hal yang persis sama sebagai protein, namun. Hal ini karena beberapa protein yang dibangun dari lebih dari satu polipeptida. 1.1 Sifat Kimia dan Fisik Asam Amino 1.2.1 Amfoter Asam amino mempunyai mempunyai gugus fungsional fungsional karboksil dan amina. Baik Karboksil Karboksil maupun amina, keduanya memengaruhi sifat keasaman asam amino. Asam amino bersifat amfoter atau amfiprotik karena dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Sifat amfoter ini tampak pada asam amino yang hanya mengikat satu gugus -COOH dan satu gugus -NH2. Adapun asam amino yang mengikat lebih dari satu gugus -COOH dan hanya satu gugus -NH2, akan lebih bersifat asam. 1.2.2 Ion Zwitter Pada asam amino, ada gugus yang dapat melepaskan ion H+ dan ada gugus yang dapat menerima ion H+. Akibatnya, terbentuk molekul yang memiliki dua jenis muatan, yaitu �
STRUKTUR PROTEIN Sri Dwi Aryani (1206212395) – Teknologi Bioproses
Abstrak
Protein memiliki empat tingkatan struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Dalam suatu protein, didalamnya terdapat konformasi ikatan-ikatan yang mempengaruhi strukturnya. Konformasi tersebut adalah ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, dan interaksi van der walls. Protein merupakan polimer atau gabungan dari monomer-monomer asam amino. Struktur, gugus fungsi, dan sifat fisika dari asam amino juga akan berpengaruh berpengaruh pada struktur protein yang akan dibentuk. dibentuk. Asam amino ini juga terklasifikasi menjadi beberapa golongan, yaitu esensial dan nonesensial menurut pembentukannya, dan polar, nonpolar, aromatic, asam dan basa menurut gugus fungsi dari asam amino tersebut. Struktur protein juga dipengaruhi oleh proses denaturasi dan renaturasi yang terjadi. Struktur protein dapat berubah juga tergantung pada molekul apa dia berikatan.
Kata Kunci: Amfote Kunci: Amfoter, r, Zwitterion, Struktur Primer, Struktur Sekunder, Struktur Tersier, Struktur Kuartener, Ikatan Hidrogen, Interaksi Ionik, Gaya Dispersi Van Der Walls, Jembatan Sulfida, Denaturasi, Renaturasi, Asam Amino, Asam Amino Esensial, Asam Amino Nonesensial, Glikoprotein, Lipoprotein.
1.
Asam Amino
Monomer yang membentuk protein disebut asam amino. Asam amino merupakan senyawa yang mempunyai gugus amino amino –NH2 dan gugus asam karboksilat –COOH. Ketika banyak asam amino menghubungkan bersama-sama, mereka membuat dengan polimer disebut polipeptida, yang akan membangun protein. Polipeptida bukanlah hal yang persis sama sebagai protein, namun. Hal ini karena beberapa protein yang dibangun dari lebih dari satu polipeptida. 1.1 Sifat Kimia dan Fisik Asam Amino 1.2.1 Amfoter Asam amino mempunyai mempunyai gugus fungsional fungsional karboksil dan amina. Baik Karboksil Karboksil maupun amina, keduanya memengaruhi sifat keasaman asam amino. Asam amino bersifat amfoter atau amfiprotik karena dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Sifat amfoter ini tampak pada asam amino yang hanya mengikat satu gugus -COOH dan satu gugus -NH2. Adapun asam amino yang mengikat lebih dari satu gugus -COOH dan hanya satu gugus -NH2, akan lebih bersifat asam. 1.2.2 Ion Zwitter Pada asam amino, ada gugus yang dapat melepaskan ion H+ dan ada gugus yang dapat menerima ion H+. Akibatnya, terbentuk molekul yang memiliki dua jenis muatan, yaitu �
muatan positif dan muatan negatif. Molekul seperti ini, dikenal sebagai ion zwitter atau kadang-kadang disebut juga sebagai ion dipolar.
Gambar Dua Dua bentuk asam amino, (1) tidak terionisasi; (2) ion zwitter.
1.2.3 Optis Aktif Semua asam amino kecuali glisin, memiliki atom C asimetris atau atom C kiral, yaitu atom C yang mengikat empat gugus yang berbeda (gugus -H, -COOH, -NH2, dan -R). Oleh karena itu, semua asam amino (kecuali glisin) bersifat optis aktif. Artinya, senyawa tersebut dapat memutar memutar bidang polarisasi cahaya.
1.2.4
Gambar Pasangan Pasangan isomer optis dari alanin; D-alanin & Lalanin.
Sifat Fisik
Asam amino berbentuk berbentuk kristal padat dengan titik leleh yang tinggi. Dekomposisi Dekomposisi dan O suhu yang dibutuhkan oleh asam amino untuk mencair adalah 200-300 C. Transfer ion dari gugus –COOH ke gugus –NH2 yang terjadi disebut zwitterion. Zwitter-ion adalah senyawa dengan tidak bermuatan listrik secara keseluruhan, tetapi yang mengandung bagian-bagian terpisah yang positif dan negative.
1.2.5
Kelarutan
Asam amino umumnya larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut non-polar organik seperti hidrokarbon. Hal ini mencerminkan adanya zwitter. Dalam air, interaksi ionik antara ionion itu dalam asam amino padat digantikan oleh interaksi yang kuat antara molekul air polar dan zwitterion. 1.3
Klasifikasi Asam Amino
Klasifikasi berdasarkan pada jenis golongan (R group) hadir asam amino diklasifikasikan sebagai alifatik, aromatik, asam, basa, asam Amida, sulfur dan asam amino siklik. Berdasarkan karakteristik kelompok fungsional asam amino diklasifikasikan sebagai asam amino polar dan non-polar. Mereka juga diklasifikasikan sebagai Alfa, beta, gamma dan delta asam amino berdasarkan situs lampiran dari kelompok fungsional. 1.3.1
Berdasarkan Gugus Fungsi
Asam amino biasanya diklasifikasikan diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar. �
1.3.1.1 Asam Amino Polar Asam amino yang memiliki rantai samping R tidak bermuatan akan cenderung cenderung bersifat polar. Selain bersifat polar, asam amino ini bersifat hidrofilik, yaitu tidak mudah larut dalam air dan terdapat di bagian luar protein. Asam amino yang termasuk kedalam jenis ini adalah serin, threonine, sistein, metionin, asparagine, dan glutamin. Sistein berbeda dengan yang lain, karena rantai samping R terionisasi pada pH tinggi (pH = 8.3) sehingga dapat mengalami oksidasi dengan sistein membentuk ikatan disulfide. Ikatan antara sitein dengan sistein tidak termasuk dalam asam amino standar, karena selalu terjadi dari 2 buah molekul sistein dan tidak dikode oleh DNA. Asam amino rantai samping yang mempunyai mempunyai gugus amida atau gugus hidroksil dapat diklasifikasikan kedalam jenis alifatik, polar, dan asam amino yang tidak bermuatan. Asparagine dan glutamine merupakan amida dari asam amino aspartate dan glutamate. Gugus hidroksil dan amida pada rantai samping memungkinkan asam amino ini untuk membentuk ikatan hydrogen dengan air. 1.3.1.2 Asam Amino Non Polar Asam amino yang termasuk termasuk kedalam kedalam asam amino amino non polar biasanya merupakan merupakan asam amino yang mempunyai rantai samping R alifatik. Berkebalikan dengan asam amino polar, asam amino non polar bersifat hidrofobik dan berada di bagian dalam protein. Umumnya banyak terdapat pada protein yang berinteraksi dengan lipid. Contoh dari asam amino golongan ini adalah glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin.
1.3.1.3 Asam Amino Gugus Aromatik Asam amino yang mempunyai mempunyai gugus aromatic akan bersifat relative non polar dan hidrofobik. Asam amino aromatik mampu menyerap sinar UV λ 280 nm, sehingga sering digunakan utk menentukan kadar protein. Contoh asam amino yang mempunyai gugus aromatic adalah fenilalanin, tirosin dan triptofan. Fenilalanin merupakan asam amino yang paling hidrofobik. Tirosin mempunyai gugus hidroksil, dan triptofan mempunyai cincin indol, sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen --> penting untuk menentukan struktur enzim. Asam amino aromatic aromatic dikelompokkan dikelompokkan karena mempunyai mempunyai struktur melingkar melingkar namun berbeda polaritas. Cincin aromatic mempunyai 6 atom karbon dengan 3 buah rantai ganda. Substituen dari rantai tersebut menentukan apakah asam amino rantai samping tersebut polar atau hidrofobik. Pada phenylalanine, cincinnya tidak mengandung substituent apapun dan elektronnya hanya dipakai bersama oleh antar atom karbon, sehingga menghasilkan struktur yang sangat non-polar hidrofobik. Pada tyrosine, gugus hidroksil pada cincin fenil membentuk ikatan hydrogen, dan rantai sampingnya menjadi lebih polar dan hidrifilik. Pada tryptophan, terdapat atom nitrogen, sehingga dapat membentuk ikatan hydrogen dan menjadi lebih polar daripada phenylalanine. 1.3.1.4 Asam Amino Bermuatan Positif (+) Asam amino yang bermuatan positif biasanya mempunyai mempunyai gugus yang bersifat basa pada rantai sampingnya. Asam amino ini bersifat polar dan dapat mengikat air sehingga terletak di permukaan. Contoh asam amino yang termasuk kedalam golongan ini adalah lisin, arginin,
�
dan histidin. Histidin sering berperan dalam reaksi enzimatis yang melibatkan pertukaran proton, karena dapat terionisasi pada pH mendekati pH fisioligis. 1.3.1.5 Asam Amino Bermuatan Negatif (-) Asam amino bermuatan negative karena mempunyai gugus karboksil pada rantai sampingnya. Contoh nya adalah aspartat dan glutamate. 1.3.2
Berdasarkan Pembentukkan
Berdasarkan pembentukkannya oleh tubuh, asam amino diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu asam amino esensial, asam amino non esensial, dan asam amino esensial bersyarat. 1.3.2.1 Asam Amino Esensial Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga harus didapat dari konsumsi makanan (dietary essential amino acid atau indespensible amino acid). Asam amino yang termasuk dalam kelompok ini adalah metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, leusin, lisin, valin dan fenilalanin. 1.3.2.2 Asam Amino Non Esensial Asam amino non-esensial adalah asam amino yang bisa diprosuksi sendiri oleh tubuh, sehingga memiliki prioritas konsumsi yang lebih rendah dibandingkan dengan asam amino esensial, tetapi apabila esensial untuk metabolisme maka disebut pula sebagai asam amino esensial metabolik (metabolic essential amino acid atau dispensible amino acid). Asam amino yang termasuk kelompok ini adalah alanin, asam aspartat, asam glutamat, glutamin, hidroksiprolin, glisin, prolin dan serin. 1.3.2.3 Asam Amino Esensial Bersyarat Asam amino esensial bersyarat adalah kelompok asam amino non-esensial, namun pada saat tertentu, seperti setelah latihan beban yang keras, produksi dalam tubuh tidak secepat dan tidak sebanyak yang diperlukan sehingga harus didapat dari makanan maupun suplemen protein. 2. PROTEIN 2.1 Tingkatan Struktur Protein 2.1.1 Struktur Primer Secara sederhana, struktur primer protein adalah istilah yang digunakan untuk mengurutkan asam amino penyusun protein yang bergabung bersama-sama. Asam amino ini disebutkan dari kiri (Nterminal) ke kanan (C-terminal). Struktur dasar dari protein biasanya ditulis dengan menggunakan singkatan yang terdiri dari 3 huruf. Jadi untuk gambar di atas bisa ditulis seperti ini: Gly-Pro-Thr-Gly-Thr-Gly-Glu-Ser-Lys-Cys-Pro-Leu-Met-Val-Lys-ValLeu-Asp-Ala-Val-Arg-Gly-Ser-Pro-Ala
Struktur Primer Protein (Image from w3.hwdsb.on.ca
�
Struktur primer terbentuk karena ikatan peptida selama proses biosintesis protein atau translasi. Urutan asam amino dapat ditentukan dengan metode Degradasi Edman atau Tandem Mass Spectrophotometry. Atau bisa juga dari hasil translasi in silico gen pengkode protein tersebut. Pada struktur primer protein, semua ikatan antar peptidenya merupakan ikatan kovalen. 2.1.2 Struktur Sekunder Dalam suatu rantai panjang protein terdapat region dimana rantai-rantai tersebut disusun menjadi struktur regular yang dilengkapi dengan sudut-sudut geometri tertentu. Dua susunan struktur sekunder utama tersebut adalah alfa-helix dan beta-pleated sheet. Dua jenis struktur sekunder tersebut terbentuk karena adanya ikatan Hidrogen.
�������� �������� ������� (����� ���� �������)
Pada gambar sebelah kiri, terlihat bahwa struktur alfa-helix terbentuk oleh ‘backbone‘ ikatan peptida yang membentuk spiral dimana jika dilihat tegak lurus dari atas, arah putarannya adalah searah jarum jam menjauhi pengamat (dinamakan alfa). Satu putaran terdiri atas 3.6 residu asam amino dan struktur ini terbentuk karena adanya ikatan hidrogen antara atom O pada gugus CO dengan atom H pada gugus NH (ditandai dengan garis warna oranye).
Seperti halnya alfa-helix, struktur beta-pleated sheet juga terbentuk karena adanya ikatan hidrogen, namun seperti terlihat pada gambar sebelah kanan, ikatan hidrogen terjadi antara dua bagian rantai yang pararel sehingga membentuk lembaran yang berlipat-lipat. Tidak semua bagian protein membentuk struktur alfa-helix dan beta-sheet, pada bagian tertentu mereke tidak membentuk struktur yang reguler. 2.1.3
Struktur Tersier
Struktur tersier menjelaskan bagaimana seluruh rantai polipeptida melipat dengan sendirinya sehingga membentuk struktur 3 dimensi. Pelipatan ini sering disederhanakan menjadi model seperti yang terlihat pada gambar diatas. Pelipatan ini dipengaruhi oleh interaksi antar gugus samping (R) satu sama lain.
2.1.4
Struktur Quartener
Struktur Quartener Protein Hemoglobin (Image from sciencecases.org)
Struktur Tersier Protein Dihydrofolatreductase (Image from uic.edu)
Protein atau polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling berinteraksi dan bergabung menjadi suatu multimer. Protein pembentuk multimer dinamakan subunit. Jika suatu multimer dinamakan dimer jika terdiri atas 2 subunit, trimer jika 3 subunit dan tetramer untuk 4 subunit. Multimer yang terbentuk dari subunit-subunit identik disebut dengan awalan homo–, sedangkan jika subunitnya berbeda-beda dinamakan hetero–. Misalnya hemoglobin yang terdiri atas 2 subunit �
alfa dan 2 subunit beta dinamakan heterotetramer. Perlu diketahui bahwa beberapa protein dapat berfungsi sebagai monomer sehingga ia tidak memiliki struktur quartener. 2.2
KONFORMASI PROTEIN
2.2.1 Interiaksi ionik Beberapa asam amino mempunyai gugus –COOH tambahan. Beberapa asam amino lainnya, seperti lysine mempunyai gugus –NH2 tambahan. Transfer ion hydrogen dari gugus –COOH ke gugus –NH2 mungkin terjadi untuk membentuk zwitterions seperti pada asam amino sederhana. Jika protein melipat, akan terlihat ikatan ionic tersebut.
Ikatan Ionik (Image from uic.edu)
2.2.2 Ikatan hidrogen Jika pada struktur sekunder ikatan hidrogen terjadi pada ‘backbone‘, maka ikatan hidrogen yang terjadi antar gugus samping akan membentuk struktur tersier. Karena pada gugus samping bisa banyak terdapat gugus seperti –OH, –COOH, –CONH2 atau –NH2 yang bisa membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen (Image from uic.edu)
2.2.3 Gaya Dispersi Van Der Waals Beberapa asam amino memiliki rantai karbon yang cukup panjang pada gugus sampingnya (R). Nilai dipol yang berfluktuatif dari satu gugus samping dapat membentuk ikatan dengan dipol berlawanan pada gugus samping lain.
Ikatan Van Der Waals (Image from uic.edu)
2.2.4 Jembatan Sulfida Cysteine memiliki gugus samping –SH dimana dapat membentuk ikatan sulfida dengan –SH pada cystein lainnya, ikatan ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat dibanding ikatan-ikatan lain yang sudah disebutkan di atas.
Jembatan Disulfida (Image from altabioscience.bham.ac.uk)
�
2.3 Denaturasi dan Renaturasi Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan pada struktur tersier maupun kuartener dari protein. Pada struktur tersier protein, terdapat empat jenis interaksi pada rantai yaitu, ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, dan interaksi non polar pada bagian non hidrofobik. Penyebab dari denaturasi protein antara lain, panas, alkohol, asam-basa, dan logam berat. Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi adalah, protein mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu. Selain itu, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Selain itu, masing-masing penyebab denaturasi protein juga mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik. Misalnya panas, panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik molekul bertambah. Dengan naiknya suhu, akan membuat perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya koagulasi. Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat protein terdenaturasi. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Selain itu, alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70% dan 95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Logam-logam berat akan membentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut. Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah. Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag +, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+. Dan contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom hidrogen. Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan denaturasi protein adalah ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan hidrogen antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein. Kehadiran logam-logam berat, asam-basa tertentu, alkohol dan bahan-bahan lain yang dapat memicu terjadinya denaturasi (atau dapat disebut sebagai bahan denaturan) dapat mengganggu kestabilan protein yang pada umumnya berada pada keadaan folded . Keberadaan denaturan yang mengikat pada protein folded tersebut dapat menaikkan entropi dari rantai protein sehingga terjadi reaksi dari bentuk folded menjadi unfolded . Namun sebenarnya perubahan dari keadaan folded menjadi unfolded tidak sepenuhnya diakibatkan keberadaan denaturan. Pada keadaan protein terlipat atau folded , bagian yang hidrofilik akan berada di luar sedangkan bagian yang hidrofobik akan berada di bagian dalam. Hal ini memungkinkan protein dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Namun saat protein terdenaturasi, terjadi pembalikan posisi menjadi bagian hidrofobik yang berada di luar. Pada saat inilah protein tidak bisa larut �
dalam air dan berada pada kondisi energi yang tinggi karena air akan berusaha melarutkan bagian yang hidrofobik tersebut padahal karena perbedaan kepolaran air dan bagian hidrofobik itu tidak akan larut. Oleh karena itu protein terdenaturasi akan berusaha segera kembali ke keadaan stabil atau energi rendah kembali. Apabila struktur protein tersebut terlalu kompleks, salah satu jalan untuk membuat kondisi energinya menjadi rendah kembali adalah dengan menggumpalkan dirinya. Dengan konformasi tergumpal, maka seluruh bagian hidrofobik dari protein tidak akan berinteraksi lagi dengan air yang terus berusaha melarutkannya, sehingga dapat dikatakan konformasi seperti ini lebih stabil. Kemudian seperti telah dibahas sebelumnya bahwa proses perubahan dari folded ke unfolded berjalan reversibel namun sangat lambat berarti memungkinkan terjadi proses renaturasi. Proses renaturasi atau pengembalian struktur dari struktur protein terdenaturasi menjadi struktur protein awal bisa saja terjadi. Namun, perlu diingat apabila struktur protein awal terlalu kompleks, maka proses renaturasi atau refolding tersebut akan berlangsung sangat lambat dan sulit. Contohnya seperti pada protein yang terdapat pada telur. Apabila protein tersebut telah terdenaturasi, maka akan sulit untuk mengembalikan ke kondisi naturalnya. 2.4 Interaksi Protein dengan Molekul Lain 2.4.1 Glikoprotein Glikoprotein terdiri dari polipeptida kovalen dengan karbohidrat. Glikoprotein yang berbeda memiliki rasio karbohidrat dan protein yang berbeda. Satu kelompok adalah glycans O-linked, dimana karbohidrat yang menempel asam amino serin treonin atau pada protein. Yang lainnya adalah glycans N-linked, di mana karbohidrat melekat asam amino asparagin.
�������� �������� ��� �������� ������������ (������� ��������������������)
2.4.2
LIPOPROTEIN
Ukuran partikel lipoprotein berkisar antara 10 sampai dengan 1000 nm. Densitas lipoprotein meningkat seinring dengan rasio protein/lipid. Umumnya ketika densitas lipoprotein meningkat, ukuran partikelnya menurun. Lapisan luar lipoprotein terdiri atas lapisan hidrofilik dari apolipoprotein, fosfolipid dan kolesterol. Bagian pusat dalam lipoprotein terdiri dari kolesteril ester, trigliserida, asam lemak, dan vitamin larut lemak seperti vitamin E.
�������� ����������� (������� ������ ��� ���� �
Tabel 1. Keterangan Gambar Struktur Lipoprotein Apolipoprotein Sebuah protein yang terikat pada lipid Cholesteryl Ester Sebuah senyawa dari kolesterol dan asam lemak Triglyceride
Sebuah senyawa dari gliserol dan tiga asam lemak, merupakan sebuah molekul lemak yang umum
Phospholipid
Sebuah senyawa dari gliserol, dua asam lemak, dan kolin fosfat, merupakan sebuah emulgator seperti lesitin
Kesimpulan Struktur dan sifat kimia maupun fisis dari suatu protein ditentukan oleh asam-asam amino yang menyusunnya. Struktur dari asam amino juga ditentukan oleh ikatan-ikatan peptide yang terdapat didalamnya. Berdasarkan tingkatan strukturnya, protein mempunyai struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Protein dapat mengalami denaturasi apabila terkena panas, asam dan basa, alcohol dan logam berat. Namun protein juga dapat melakukan folding ulang melalui proses renaturasi. Protein dapat berikatan kovalen dengan molekul lain seperti lipid dan glukosa. Daftar Pustaka Jim Clark, 2012. Introducing Amino Acids. [online] Available at:
[Accessed 17 March 2014] Jim Clark, 2007. The Structure of Proteins. [online] Available at: [Accessed 17 March 2014] Gottschalk, Alfred. Glycoproteins. Their Composition, Structure, and function. Elsevier Publishing Company: New York, 1972. Lieberman, M. 2007. Mark’s Basic Medical Biochemistry 4th edition. [e-book] USA: Wolter Kluwer. Available at: [Accessed 17 March 2014]
�
FUNGSI PROTEIN Haqqyana, 1206262090 Prodi S-1 Teknologi Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Kampus UI-Depok
Abstrak Protein merupakan suatu makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih suatu rantai polipetida yang membentuk konformasi tiga dimensi secara spesifik. Setiap jenis rantai polipeptida memiliki urutan asam amino yang juga spesifik. Setidaknya terdapat 20 macam asam amino dalam satu rantai polipeptida penyusun protein. Perbedaan urutan asam amino ini menentukan perbedaan jenis dan fungsional dari masing-masing protein. Protein memiliki peranan penting bagi organisme hidup. Hampir semua fungsi protein menjadi basis suatu sistem biologis dari sel hidup. Fungsi utama protein antara lain sebagai elemen struktural, transpor substansi dan penyimpanan cadangan asam amino, regulasi dan mekanisme pertahanan tubuh, persinyalan, kontraktil, hormonal, dan fungsi enzimatik. Berdasarkan pembagian fungsi tersebut, dapat diklasifikasikan tiap jenis protein. Kata Kunci: Protein, Asam Amino, Polipetida, Fungsi Spesifik Pendahuluan
Protein Struktural
Protein merupakan suatu zat yang terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida yang berlipat membentuk suatu konformasi tiga dimensi yang spesifik. Protein merupakan molekul yang dikenal memiliki struktur paling rumit dibandingkan makromolekul yang lain. Struktur protein berbeda menyebabkan fungsi berbeda yang spesifik. Meskipun protein beragam, molekul protein merupakan polimer yang dibangun dari kumpulan 20 asam amino yang disebut dengan polipeptida. Setiap jenis rantai polipeptida memiliki urutan asam amino yang spesifik. Meskipun polipeptida harus memiliki urutan asam amino yang sesuai untuk dapat melakukan fungsinya, urutan asam amino tidak menjadi jaminan suatu polipeptida dapat aktif secara biologis. Polipeptida haruslah membentuk suatu konformasi tiga dimensi secara spesifik terlebih dahulu sebelum dapat menjalankan fungsinya. Ketika polipeptida telah terlipat menjadi bentuk aktifnya, barulah suatu polipetida dapat disebut sebagai protein.
Protein struktural biasanya berbentuk serat dan benang untuk memberikan dukungan terhadap bentuk dari suatu sel. Protein ini akan membentuk sel , jaringan, dan organ hingga penampakan fisik suatu individu. Fungsi protein struktural adalah sebagai penyangga dan pembangun struktur biologi makhluk hidup. Beberapa contoh protein struktural akan dijelaskan sebagai berikut,
Bentuk dan ukuran protein bermacam-macam. Konformasi spesifik suatu protein akan menentukan bagaimana protein tersebut bekerja. Banyak terdapat protein berbentuk globuler, agak bulat, berfungsi sebagai enzim, transpor proein, atau antibodi, sedangkan protein yang berbentuk seperti serat biasanya memiliki fungsi struktural dan mekanis. Protein berserat cenderung tidak dapat larut dalam air, lain halnya dengan bentuk globuler yang dapat larut dalam air. Protein dapat digunakan untuk dukungan struktural, transpor substansi dan penyimpanan, persinyalan, pergerakan, regulasi dan pertahanan, hormon, serta katalisis.
•
•
Keratin adalah protein yang berfungsi untuk melindungi jaringan epitel dari kerusakan dan tegangan yang mengganggu lapisan sel tersebut. Protein jenis ini tidak reaktif secara kimiawi dan dapat tahan lama secara mekanik. Keratin terdapat dalam semua vertebrata tingkat tinggi. Selain itu, karakteristik keratin juga tidak dapat larut pada larutan asam, alkali, air, dan pelarut organik, melainkan dapat larut pada urea. Serat keratin terdiri dari berkas fibril. Setiap fibril terdiri atas 3 rantai polipeptida. Dalam suatu jaringan mungkin terdapat 7 macam rantai polipeptida yang membentuk fibril. Polipeptida keratin terdiri dari tiga domain: kepala aminoterminal, domain batang pusat, dan karboksilterminal ekor. Bentuk keseluruhan dari protein keratin memanjang, yang merupakan ciri khas dari protein berserat. Domain batang pusat terdiri dari heliks yang terdiri dari unit berulang tujuh residu, lebih dari 300 residu panjang. Kolagen adalah protein yang berfungsi sebagai pembentuk jaringan ikat, penyusun tulang, gigi, kulit, dan pembuluh darah. Kolagen merupakan material yang mempunyai kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata berada sebagai
10
kolagen (Katili, A. Sidik, 2009). Kolagen mengandung sedikitnya 35% glisin dan kurang lebih sekitar 11% alanin. Yang paling menonjol dalam kolagen adalah kandungan prolin dan 4hidroksiprolin yang tinggi. Jenis asam amino tersebut merupakan jenis yang jarang ditemui di protein lain selain pada kolagen dan elastin.
•
merupakan material umum yang sering digunakan pada bio-industry . Sklerotin adalah suatu jenis protein penyusun eksoskeleton Arthropoda. Fungsi dari protein ini adalah untuk membuat struktur menjadi keras, kuat, dan kaku. Selain dapat menyusun rangka luar, protein ini juga biasa ditemukan sebagai penyusun dari sayap-sayap serangga.
Protein Transpor Substansi dan Penyimpanan
Gambar
1. Stuktur 3-D Protein Kolagen (sumber: David Goodsell, 2000)
•
•
•
Elastin adalah protein yang berfungsi sebagai penyusun jaringan tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Selain itu, elastin dapat berguna sebagai penyusun jaringan kulit, sehingga kencang dan elastis. Elastin merupakan komponen jaringan ikat. Rantai elastin tidak membentuk helix tripel. Struktur keseluruhan elastin mirip struktur amorf karet yg mudah berubah bentuk. Pada elastin, banyak terkandung asam amino glisin, alanin, valin, serta beberapa lisin dan prolin. Tubulin merupakan suatu protein yang membentuk polimer sehingga menyusun filamen-filamen (13 filamen) penyusun mikrotubulus. Mikrotobuli merupakan komponen penting dari susunan intrasel, seperti pada gelendong mitosis dan kerangka sel. Tubulin terdapat pada hampir seluruh sel eukariota. Fibroin adalah protein dengan struktur dominannya berupa konformasi-β yang saling antiparalel dan bertumpuk. Sifat fibroin adalah sulit merenggang, tetapi masih tetap fleksibel. Fibroin banyak mengandung alanin dan glisin yang salin berulang. Kestabilan yang terjadi pada struktur fibroin disebabkan adanya ikatanH antar polipeptida pada tiap lembaran-β, serta terdapat suatu ikatan Van der Waals antar tiap lembar atau lapisan. Fungsi dari protein ini adalah sebagai komponen penyusun sutra dan
Suatu membran sel bersifat permeabel terhadap ion dan molekul polar spesifik. Adanya bilayer lipid menyebabkan substansi hidrofilik menghindari kontak dengan cara melewati membran melalui protein transpor yang melintangi membran. Sejumlah protein transpor dapat berfungsi dikarenakan mempunyai saluran hidrofilik yang dapat digunakan oleh molekul-molekul tertentu sebagai saluran untuk melewati membran. Beberapa protein transpor lainnya mengikat senyawa yang dibawa dan secara fisik menggerakkannya melintasi membran. Setiap protein transpor bersifat spesifik untuk substansi yang digerakkannya (translokasi). Dengan demikian permeabilitas selektif membran dapat bergantung pada rintangan pembeda yang terdapat pada bilayer lipid maupun protein transpor spesifik yang ada dalam membran. Salah satu contoh protein transpor adalah hemoglobin yang merupakan protein dengan kandungan besi dalam darah. Hemoglobin mengangkut oksigen dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya. Protein dapat juga berfungsi sebagai penyimpanan. Fungsi umum dari protein ini adalah sebagai cadangan asam amino. Beberapa karakteristik yang mencirikan protein simpanan adalah sebagai berikut 1) Pada protein tidak terjadi reaksi enzimatik, 2) berperan sebagai sumber nitrogen pada biji berkecambah, 3) dapat ditemukan secara alami pada keadaan agregat dalam membran yang dikelilingi vesikel (badan protein, aleuron biji-bijian), dan 4) disusun dari sejumlah rantai polipeptida yang berbeda (Anonim, 2004). Contoh protein yang termasuk dalam protein simpanan adalah ovalbumin, kasein, biji tumbuhan, feritin, dan myoglobin. •
•
Ovalbumin adalah protein utama dalam telur yang digunakan sebagai sumber asam amino bagi embrio yang sedang berkembang. Protein ini termasuk ke dalam kelompok serpin. Kasein adalah protein susu yang menjadi sumber asam amino, utamanya pada bayi mamalia. Protein ini termasuk golongan fosfoprotein yang merupakan kumpulan ikatan hidrogen yang mengandung asam fosfat.
11
•
•
•
protein Biji tumbuhan adalah penyimpan nutrient yang berfungsi untuk menyediakan cadangan makanan pada masa pertumbuhan dan perkembangan embrio tumbuhan. Feritin adalah suatu protein yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan melepaskan ion besi serta membantu tubuh untuk melakukan regulasi akibat kelebihan ion besi. Protein ini terletak di limpa dan memiliki bentuk spherical , dengan zat besi tersimpan di dalamnya sebagai mineral. Apabila pada suatu kondisi, tubuh membutuhkan adanya zat besi, ferritin berubah dari Fe(III) menjadi Fe(II) sehingga zat besi dapat lepas melalui struktur spheric ferritin. Myoglobin adalah protein globuler yang memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan dan transportasi oksigen. Setiap myoglobin mengandung suatu polipeptida dengan gugus prostetic dan heme.
Protein Regulasi dan Pertahanan Pengendalian siklus sel diperlukan untuk beberapa alasan. Pertama, jika siklus sel tidak diatur, sel-sel dapat secara terus-menerus mengalami pembelahan sel. Meskipun hal ini mungkin bermanfaat bagi sel-sel tertentu, pada reproduksi secara keseluruhan kejadian ini justru akan merugikan. Kedua, regulasi internal siklus sel diperlukan sebagai jalur sinyal dari satu tahap ke tahap berikutnya pada waktu yang tepat. Regulasi ini tidak dapat dicapai melalui kendala waktu yang ketat, melainkan dengan umpan balik dari sel. Terdapat dua protein utama yang berperan dalam regulasi sel, yakni cyclin-dependent protein kinases (Cdks) dan cyclin. •
Gambar 2.
Fungsi Cyclin E (sumber: Caldon and Musgrove,
2010) •
Cyclins adalah suatu protein regulasi yang telah melalui siklus sintesis dan degradasi yang konstan, selama pembelahan sel. Ketika disintesis, cyclin berfungsi sebagai protein pengaktivasi dan berikatan dengan Cdks membentuk kompleks cyclin-Cdks . Kompleks ini kemudian bertindak sebagai sinyal terhadap sel untuk dapat melewati tahap siklus sel selanjutnya. Akhirnya, cyclin terdegradasi, menonaktifkan Cdk, dengan demikian memberi sinyal untuk keluar dari fase tertentu. Terdapat dua jenis cyclin, yaitu mitotic cyclins dan G1
cyclin.
Cyclin-dependent protein kinases (Cdks) adalah suatu enzim yang menambahkan fosfat bermuatan negatif kepada molekul lain dalam proses fosforilasi. Melalui proses ini, Cdks meberikan sinyal pada sel bahwasannya telah siap utnuk melewati tahap berikutnya dalam siklus sel. Sesuai dengan namanya, cyclindependent protein kinases tergantung pada cyclin, yang merupakan protein regulasi lainnya. Cyclin terikat pada Cdks, mengatifkan Cdks untuk memfosforilasi molekul-molekul lain. Gambar 3.
Siklus Regulasi Sel (sumber: Hardin, Bertoni & Kleinsmith, 2012)
Protein membentuk antibodi yang dapat membantu mencegah terjadinya infeksi dan penyakit. Pada mekanisme pertahanan tubuh, protein biasanya bekerja sama dengan sistem imun sel lainnya. Antibodi adalah suatu protein berbentuk Y yang
12
diproduksi oleh limfosit-B. Antibodi digunakan oleh sistem imun tubuh kita untuk mengidentifikasi dan menetralisir antigen yang merupakan objek-p\objek asing seperti bakteri dan virus. Antigen ini tidak hanya berbentuk virus atau bakteri patogen, tetapi juga dapat berbentuk jaringan cangkokan yang tidak cocok ataupun sel-sel darah yang ditransfusikan. Antigen juga dapat berbentuk protein asing seperti racun lebah atau serbuk sari yang dapat menyebabkan alergi atau hipersensitivitas. Stuktur antibodi terdiri dari 4 polipeptida- 2 rantai berat dan 2 rantai ringan. Kedua rantai tersebut diikat oleh ikatan disulfida dan membentuk bentuk yang simetris. Dua rantai berat yang identik berbentuk batang dan sebagiannya lagi merupakan bagian dari lengan Y. Pada kedua bagian yang berbentuk Y, terdapat daerah variabel (V) rantai berat dan rantai ringan. Daerah ini memiliki urutan asam amino yang bervariasi dari satu antibodi dengan antibodi yang lain. Antibodi atau sering juga disebut sebagai immunoglobulin terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Terdapat 5 kelas immunoglobulin yakni IgG, IgD, IgE, IgA, dan IgM. •
•
•
•
•
IgG adalah jenis immunoglobulin yang paling versatil disebabkan kemampuannya untuk melakukan semua fungsi molekul-molekul immunoglobulin. Antibodi ini merupakan 75% penyusun dari keseluruhan immunoglobulin. IgG juga merupakan satu-satunya immunoglobulin yang dapat melewati plasenta. IgM secara alami berbentuk pentamer (19S immunoglobulin) tapi dapat juga berbentuk monomer. Pada bentuk pentamer, masingmasing rantai berat dan rantai ringan yang dimiliki saling identik. IgM merupakan Ig pertama yang dibuat fetus dan virgin B cells ketika terstimulasi antigen. IgA adalah Ig yang paling banyak ditemukan pada sekresi. Serum IgA berbentuk monomer namun IgA hasil sekresi ditemukan dalam bentuk dimer. Saat igA keluar dalam bentuk dimer, rantai J ikut terikat padanya. IgD hanya terdapat dalam bentuk monomer. Biasanya ditemukan pada permukaan sel B dan berfungsi sebagai reseptor antigen. IgD pada permukaan sel B memiliki asam amino berlebih pada ujung C-terminal untuk menempel pada membran. IgE terdapat dalam bentuk monomer dan memiliki domain tambahan pada daerah konstan. IgE terlibat dalam reaksi alergi dan berperan dalam penyakit helminth
parasit.
Gambar 4. Lima Kelas Immunoglobulin (sumber: Anonim, 2014)
Terdapat empat tahap yang dapat dilakukan antibodi untuk menonaktifkan antigen. Keempat tahapan tersebut adalah 1) netralisasi, 2) penggumpalan, 3) pengendapan, dan 4) aktifase komplemen. Tahap 1, 2, dan 3 menyebabkan antigen terlarut dan mengalami fagositosis, sedangkan tahapan keempat menyebabkan lisis sel. Protein Pergerakan (Kontraktil) Beberapa protein dapat berkontraksi dan memanjang sehingga dapat menimbulkan adanya suatu gerakan. Contoh dari protein ini adalah aktin dan myosin yang dapat ditemukan pada otot serta dienin yang membentuk struktur dari silia dan flagella. Berikut akan dijelaskan mengenai beberapa contoh protein kontrakttil. •
•
Aktin berfungsi sebagai pembentuk filamen tipis pada sarkomer, merupakan protein globuler dengan jumlah sekitar 20% dari protein myofibril. Myosin merupakan salah satu protein penggerak molekuler yang mengubah hasil energi hidrolisis ATP menjadi suatu gerakan komponen sel. Myosin merupakan protein penting dalam pembelahan sel serta terlibat dalam pergerakan sitoplasma.
Gambar 5.
Kontraksi Sarkomer (sumber: Franziska Schöni Affolter, 2005)
13
•
Dienin adalah kompleks protein multi-subunit yang memiliki gugus yang berperan sebagai ATPase sehingga bertanggung jawab terhadap terjadinya hidrolisis ATP agar dapat menginisiasi suatu gerakan. Tersusun atas dua atau tiga rantai tebal serta berhubungan dengan beberapa macam rantai tipis. Terdapat dua macam dienin, yakni aksonemal dan sitoplasmik.
•
•
Protein Hormonal dan Enzimatik Protein terlibat dalam pembentukan beberapa hormon. Bahkan, hormon tertentu merupakan protein secara alamiah. Substansi ini membantu dalam melakukan kontrol fungsi tubuh yang melibatkan interkasi beberapa organ. Insulin, suatu protein kecil, merupakan salah satu contoh protein hormonal yang dapat meregulasi gula darah. Proses regulasi tersebut melibatkan interaksi antar organ seperti pankreas dan hati. Sekretin, yang juga merupakan contoh lain suatu protein hormonal membantu proses pencernaan dengan mentimulasi pankreas dan usus halus untuk menghasilkan sari pencernaan yang penting. Hormon oksitosin mampu menstimulasi terjadinya kontraksi pada wanita saat melahirkan, sedangkan somatrotopin dapat menstimulasi produksi protein pada sel otot. Salah satu fungsi protein adalah sebagai zat katalitik. Protein yang memiliki fungsi katalitik disebut enzim. Sebagai katalis, enzim berfungsi untuk mempercepat laju suatu reaksi kimiawi secara selektif. Bahkan, sebagian besar reaksi kimia yang diperlukan dalam tubuh tidak akan efisien berjalan tanpa enzim. Sebagai contoh, satu jenis enzim berfungsi untuk membantu dalam mencerna molekul protein besar, karbohidrat dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, sementara yang lain membantu penciptaan DNA. Terdapat enam klasifikasi enzim, yakni •
Oksidoreduktase adalah suatu enzim yang berperan sebagai katalis dalam reaksi oksidasi dan reduksi. Reaksi tersebut merupakan suatu reaksi pemindahan elektron, hidrogen, maupun oksigen. Enzim ini merupakan enzim yang memiliki peranan penting dalam banyak proses metabolisme, khususnya pada suatu reaksi anaerobik dan aerobik. Oksidoreduktase dibagi lagi dalam beberapa klasifikasi enzim, yakni 1) hidrolase (menambah gugus hidroksil pada substrat), 2) oksidase (oksigen intramolekuler yang merupakan penerima hidrogen atau elektron, 3) dehidrogenase (mengoksidasi substrat dengan mentransfer satu atu lebih ion hidrida H-), 4) peroksidase (reduksi peroksida hidrogen), 5) oksigenase (menggabungkan oksigen intarmolekuler dengan substrat organik), dan 6) reduktase (mengkatalis reduksi).
•
•
•
Transferase adalah suatu enzim yang berfungsi untuk memindahkan gugus fungsional antara pendonor dan penerima. Terdapat tiga macam enzim transferase yakni 1) transaminase (transferase gugus amina), 2) transfosforilase (transferase gugu fosfat), dan 3) transasilase (transferase gugus asil). Hidrolase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis. Beberapa contohnya adalah karboksilesterase, lipase, dan peptidase. Liase adalah enzim yang berfungsi menambahkan atau meindahkan unsur-unsur air, amonia, atau karbon dioksida. Contohnya adalah dehidratase dan L malat hidroliase. Ligase berperan dalam proses sintesis dengan 2 molekul digabungkan dengan energi dari ikatan fosfat berenergi tinggi dari ATP. Enzim ini antara lain meliputi polimerase. Isomerase berperan dalam katalisis reaksi isomerisasi. Beberapa contohnya adalah cistrans isomerase, rasemase, dan epimerase.
Protein Persinyalan Persinyalan sel merupakan mekanisme komunikasi sel yang melibatkan berbagai molekul dan protein. Secara umum, persinyalan sel dibagi dalam tiga tahapan yakni 1) penerimaan, 2) transduksi, dan 3) respons. Dalam persinyalan sel, protein berperan sebagai reseptor untuk mengikat molekul sinyal dari luar sel kemudian mengubahnya menjadi urutan sehingga dapat dilakukan internal signaling pathways. Membran reseptor dibagi dalam tiga jenis berdaasarkan mekanisme perubahan sinyal eksternal menjadi internal. Reseptor-reseptor tersebut adalah 1) G-protein-coupled receptors,2) ion channel receptors, dan 3) enzyme-linked receptors. Selain reseptor, terdapat beberpa macam protein yang memiliki fungsi beragam dalam persinyalan intraseluler di antaranya adalah •
•
•
•
• •
•
Protein adaptor menghubungkan komponen pada jalur persinyalan dengan bertindak sebagai tambahan protein utama pada transduksi sinyal. Protein amplifier meningkatkan penerimaan sinyal dengan memproduksi second messenger dalam jumlah besar. Protein anchoring membatasi luas kerja molekul untuk mengarahkan enzim pada substrat. Protein bifurikasi menyebarkan sinyal dari satu jalur ke jalur yang lain. Protein efektor meregulasi aktivitas protein. Protein integrator berfungsi mengubungkan beberapa jalur dan melanjutkan sinyal pada suatu jalur. Protein messenger membawa sinyal dari suatu bagian sel ke bagian yang lain.
1�
•
•
•
•
•
Latent gene regulatory proteins menstimulasi transkripsi gen. Protein modulatorcmeregulasi aktivitas protein lainnya. Protein relay mengirimkan pesan pada komponen persinyalan selanjutnya. Protein scaffold merupakan tempat melekatnya protein kinase dan mengatur alur aktivasi kinase Protein transducer mengubah bentuk sinyal ke bentuk lain.
Kesimpulan Protein merupakan suatu makromolekul yang berbahan dasar asam amino. Asam amino penyusun protein memiliki rantai samping yang berbeda-beda sehingga mencirikan sifat kimia dari masing-masing asam amino. Perbedaan jenis asam amino yang menyusun suatu protein serta jenis gugus alkilnya lah yang menyebabkan protein memiliki berbagai jenis dan fungsi berbeda. Hal ini disebabkan struktur konformasi spesifik suatu protein akan menentukan bagaimana protein tersebut bekerja. Protein dapat berfungsi sebagai elemen struktural, transpor suatu substansi dan penyimpanan/cadangan, persinyalan, pergerakan, regulasi dan pertahanan, hormon, serta fungsi katalisis (enzimatik). Daftar Pustaka Anonim, [n.d.]. Protein III: Struktur dan Fungsi [pdf]. Terdapat pada: < http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia /bab%207.pdf> [diakses pada 17 Maret 2014] Anonim, [n.d.]. Cell Cycle Regulation. [online] Terdapat pada: [diakses pada 18 Maret 2014] Anonim, [n.d.]. Control of Protein Function [pdf]. Terdapat pada: < http://www2.uah.es/farmamol/New_Science_Press/ nsp-protein-3.pdf> [diakses pada 17 Maret 2014]
pada: < http://papers.xtremepapers.com/Edexcel/Advanced %20Level/Biology/Resources/80_FUNCTION_OF_ PROTEINS.PDF> [diakses pada 17 Maret 2014] Campbell N.A, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell, 2000. Biologi . Edisi 5, jilid I. Jakarta: Erlangga. Essential Biochemistry,[n.d.].Keratin.[online] Terdapat pada: < http://www.wiley.com/college/pratt/0471393878/stud ent/structure/keratin_collagen/tutorial_keratin.html> [diakses pada 18 Maret 2014] Katili, A. Sidik, 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen [pdf] Jurnal Pelangi Ilmu. Terdapat pada: < http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JPI/article/view/58 7> [diakses pada 18 Maret 2014] Mayer, Gene, 2009. Immunology - Chapter Four: Immunoglobulins - Structure and Function. [online] Terdapat pada: [diakses pada 18 Maret 2014] Rose, William C., 1933. The Role of Proteins in Metabolism [pdf] Ohio Journal of Science. Terdapat pada: < https://kb.osu.edu/dspace/bitstream/handle/1811/26 50/V33N05_372.pdf;jsessionid=CFDEBB07500ECA 71140150F95ADB64C9?sequence=1> [diakses pada 17 Maret 2014] Tropp, Burton E., 2012. Molecular Biology Genes to Proteins, Fourth Edition [pdf] Jones&Bartlett Learning. Terdapat pada: < http://samples.jbpub.com/9781449600914/86632_C H02_027_074.pdf> [diakses pada 17 Maret 2014] van den Heuvel, Sander, 2005. Cell-cycle Regulation. [online] Terdapat pada: < http://www.wormbook.org/chapters/www_cellcyclere guln/cellcyclereguln.html> [diakses pada 18 Maret 2014]
Anonim, [2004]. Storage Protein. [online] Terdapat pada: < http://www.biologie.uni-hamburg.de/bonline/e17/17i.htm> [diakses pada 17 Maret 2014] Bailey, Regina, [n.d.]. Protein Function. [online] Terdapat pada: [diakses pada 17 Maret 2014] Bio Factsheet, 2001. Structure and Biological Functions of Protein [pdf] Bio Factsheet. Terdapat
1�
SINTESIS PROTEIN
Transkripsi Proses transkripsi adalah proses dimana urutan nukleotida yang terdapat pada molekul DNA disalin menjadi urutan nukleotida pada RNA. a) Prokariot Pada makhluk prokariot, tahap transkripsi dibagi menjadi tiga macam, yakni inisiasi, elongasi, dan terminasi. Inisiasi • RNA polimerase holoenzim menempel di bagian promotor suatu gen yang keadaanya masih tertutup. • RNA polimerase holoenzim lama-kelamaan akan terikat kuat dan ikatan hidrogen DNA akan terbuka sehingga menyebabkan bagian promotor terbuka. • Bagian DNA yang terbuka, setelah penempelan enzim polimerase, biasanya akan membentuk untai tunggal dan membentuk suatu gelembung transkripsi. • RNA polimerase akan menggabungkan nukleotida RNA menjadi bentuk transkrip RNA dengan menggunakan urutan DNA sebagai cetakkannya. akan terlepas dari enzim inti dan digunakan lagi oleh • Setelah proses ini selesai, subunit RNA polimerase selanjutnya • Proses inisiasi dapat dihambat dengan keberadaan antibiotik rifampisin. Elongasi • Pada bagian gelembung transkrip, basa RNA membentuk hibrid dengan DNA. • Ketika RNA polimerase bergerak, hibrid tersebut akan terlepas dan DNA akan tertutup kembali. • RNA polimerase bergerak untuk membaca DNA cetakan sehingga terjadi proses pemanjangan untaian RNA dimana RNA polimerase membuka untaian DNA, sehingga bagian depan DNA cetakan bergerak lurus dan di bagian belakang terpuntir kembali. • Dalam pemanjangan transkrip, ujung 3’ molekul RNA terbentuk, karena penambahan nukleotida yang bersifat komplementer dengan nukleotida cetakan DNA. • Proses elongasi dapat terhambat oleh keberadaan antibiotik streptolidigin. Terminasi RNA polimerase pada akhirnya akan mencapai ujung gen. • Terminator ada dua macam, yakni terminator yang tidak tergantung protein rho (berakhir karena adanya suatu urutan nukleotida) dan terminator yang bergantung pada protein rho (berakhir karena adanya protein rho). • Terminator yang tidak tergantung protein rho terjadi apabila terdapat daerah yang mengandung urutan GC yang bisa membuat struktur batang dan lengkung, sehingga menyebabkan RNA polimerase berhenti dan merusak 5’ dari hibrid RNA-DNA. • Terminator yang bergantung pada protein rho terjadi apabila protein rho ikut terikat mengikuti pergerakan RNA polimerase yang berhenti pada daerah sesaat mensintesis lengkungan RNA. Hal ini menyebabkan destabilitas RNA-DNA sehingga transkrip terlepas dari DNA cetakan. •
b) Eukariot Transkripsi pada makhluk eukariot, mekanismenya nyaris sama dengan prokariot yang • membedakannya adalah pada eukariot RNA polimerase tidak langsung menempel pada 1�
•
• • •
daerah promotor di DNA, tetapi menggunakan protein-protein lain sebagai faktor transkripsi (TF) sebagai perantaranya. Pada eukariot, transkripsi gen dibagi menjadi tiga kelas, yakni transkripsi gen kelas I, transkripsi gen kelas II, dan transkripsi gen kelas III. Ketiga kelas tersebut memiliki faktor transkripsi (TF) yang berbeda-beda. Pada transkripsi gen kelas I , faktor transkripsinya adalah SL1 dan UBF Pada transkripsi gen kelas II, faktor transkripsinya adalah TFIIA, TFIIB,TFIID,TFIIE,TFIIH, dan TFIIJ. Pada transkripsi gen kelas III, faktor transkripsinya adalah TFIIIA, TFIIIB, TFIIIC dan protein TBP.
Translasi Translasi adalah proses ketika urutan nukleotida pada molekul mRNA diterjemahkan menjadi rangkaian asam-asam amino selaku penyusun polipeptida atau protein. Molekul mRNA berfungsi sebagai salinan urutan DNA penyusun suatu gen yang berbentuk ORF ( open reading frame / kerangka baca terbuka). Open Reading frame adalah suatu wilayah sekuen dari nukleotida yang dimulai dengan start codon (ATG) dan berakhir dengan stop codons (TAA, TAG, TGA). Suatu ORF dicirikan,yakni : • • •
Kodon inisiasi translasi (urutan ATG pada DNA atau AUG pada mRNA) Serangkaian urutan nukleotida yang menyusun banyak kodon Kodon terminasi translasi (TAA,TAG, TGA pada DNA / UAA,UAG,UGA pada mRNA)
1. Tahapan Proses Translasi Translasi terbagi menjadi tiga proses, yakni: Initiation: Ketika subunit kecil ribosom bekerja dengan tRNA dan asam amino metionin menjumpai mRNA, ia memasukan dan memulai untuk mengaktifkan sinyal awal (start signal ).
gambar 1.1 inisiasi Elongation: tRNA dan asam amino masuk ke ribosom, pada kodon berikutnya dari kodon AUG.
gambar 1.2 elongasi Terminasi : Ketika ribosom mencapai satu dari tiga kodon stop, sehingga tidak ada tanggapan lagi dari tRNAs untuk sekuen tersebut.
gambar 1.3 terminasi 1�
2. Faktor Translasi Faktor translasi adalah faktor pembantu dalam pelaksanaan proses translasi. Makhluk prokariot memiliki faktor translasi yang berbeda dengan makhluk eukariot seperti table dibawah ini.
Tabel 2.1 faktor translasi 3. Proses Translasi pada Prokariot dan Eukariot Tahapan pada proses translasi terbagi menjadi tiga tahapan, yakni inisiasi, elongasi, dan terminasi. Ketiga tahapan tersebut terdapat pada proses translasi makhluk eukariot dan pada proses translasi makhluk prokariot. Namun, terdapat perbedaan di keduanya pada tahapan inisiasi, yang akan dijabarkan di bawah ini. a) Inisiasi Prokariot • Dengan faktor IF-1, terjadilah proses disosiasi yakni pengubahan ribosom 70 S menjadi subunit 50S dan 30S. Faktor IF-3 melakukan proses pengikatan • dengan subunit 30S Proses pengikatan IF-1, IF-2, dan GTP • dilakukan bersama-sama dengan IF-3 Selanjutnya terjadi pengikatan mRNA dan • fmet-tRNAf untuk membentuk kompleks inisiasi 30S. • Lalu, terjadi proses pengikatan subunit 50S, IF-1 dan IF-3 1�
Kemudian IF-2 terlepas dari kompleks bersamaan dengan hidrolisis GTP membentuk kompleks inisiasi 70S. Eukariot • Ribosom berikatan dengan tRNAi pada ujung 5’ kemudian melakukan scanning ke arah hilir hingga menemukan kodon awal. Mengubah subunit kecil ribosom 40S menjadi • bentuk yang siap menerima aminoasil-tRNA pertama dengan elF-3 Membentuk kompleks 43S setelah aminoasil • tRNA pertama melekat dengan elF-2 Pelekatan mRNA ke kompleks 43S untuk • membentuk kompleks 48S dengan elF-4 • Subunit besar melekat membentuk kompleks 80S dengan elF-5 faktor anti-asosiasi mencegah subunit 60S • berasosiasi dengan subunit 40S dengan elF-6 Proses stimulasi inisiasi translasi dengan elF• 4F •
b) Elongasi Melakukan pengikatan aminoasil –tRNA • pada sisi A yang ada di ribosom Terjadi pemindahan rantai polipeptida yang • terdapat pada tRNA yang ada pada sisi P ke arah sisi A dengan membentuk ikatan peptide • Mentranslokasi ribosom sepanjang mRNA ke posisi kodon selanjutnya yang ada di sisi A c) Terminasi Proses translasi berakhir ketika salah satu • dari ketiga kodon terminasi (UAA,UGA,UAG) yang ada pada mRNA mencapai posisi A pada ribosom. Pada prokariot terdapat dua releasing • faktor untuk mengenali kodon stop, yakni RF1 yang mengenali kodon UAA atau UAG dan RF2 akan mengenali kodon UAA atau UGA. Pada eukariot hanya terdapat satu eRF • yang mengenali ketiga kondon terminasi.
Gambar 3.2 Elongasi (kiri) dan Terminasi (kanan)
1�
Sumber : Yuwono, Triwibowo. 2008. Biologi Molekular . Jakarta: Erlangga. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK9849/ (Translation of mRNA) http://www.pearsonhighered.com/mathews/ch28/c28et.htm (Eukaryotic vs Prokaryotic Translation) https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb2/part1/translate.htm (Translation: Protein Synthesis)
20
Metode Deteksi Protein Ranee Devina Rusli Putri (1206212483- Teknologi Bioproses)
ABSTRAK
Protein merupakan makromolekul biokimia yang penting untuk kehidupan sel. Protein meliputi lebih dari 50% bobot kering sebagian besar sel, dan molekul ini sangat berguna sebagai alat bantu dalam hampir setiap hal yang dilakukan oleh organisme. Protein merupakan suatu molekul yang dikenal mempunyai struktur paling rumit. Sesuai dengan fungsinya yang beragam, molekul protein sangat beragam strukturnya. Pada makalah ini, dijelaskan berbagai metode untuk mendeteksi keberadaan protein, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Makalah disusun berdasarkan penelusuran jurnal- jurnal, buku, dan juga situs- situs yang membahas tentang metode deteksi protein. Dalam makalah ini, juga dijelaskan metode deteksi asam amino.
Kata Kunci Protein, FTIR (Fourier Transform Infrared), Metode Biuret, Spektroskopi NMR, Kjeldahl, Lowry, Bradford, Kristalisasi X-ray, Xanthoproteic, Ninhidrin, CD Spektroskopi, Western Blotting.
1. KUANTITATIF Metode kuantitatif berkaitan dengan penetapan banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Metode kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dalam suatu sampel antara lain: metode spektroskopi, FTIR, metode Biuret, Lowry, Kjeldahl. i.
FTIR (Fourier Transform Infrared) Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan salah satu metode baku untuk mendeteksi struktur molekul senyawa melalui identifikasi gugus fungsi penyusun senyawa. Identifikasi protein dilakukan dengan menganalisis serapan gugus fungsi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR). Dalam spektroskopi inframerah, sinar inframerah dilewatkan pada sampel lalu diukur fraksi radiasi yang terabsorbsi pada rentang panjang gelombang menghasilkan spektrum yang menunjukkan informasi kualitatif dari protein. Struktur kimia dan bentuk ikatan molekul serta gugus fungsional tertentu sampel yang diuji menjadi dasar bentuk spektrum yang akan diperoleh dari hasil analisis. Daerah panjang gelombang yang digunakan spektroskopi inframerah adalah panjang gelombang 2,5-50 �m atau pada bilang gelombang 4000-200 cm-1. Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang 2000-400 cm -1. Karena di daerah antara 4000-2000 cm -1 merupakan daerah yang khusus yang berguna untuk identifikasi gugus fungsional. Oleh karena itu daerah 2000-400 cm -1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang 21
unik, sehingga daerah tersebut sering disebut sebagai daerah sidik jari ( fingerprint region).Gugus karbonil yang teroksidasi teridentifikasi pada bilangan gelombang 17201710 cm-1 yang termasuk dari wilayah daerah infra merah pertengahan. Cara kerja spektroskopi inframerah adalah sampel di scan, yang berarti sinar inframerah akan dilakukan ke sampel. Gelombang yang diteruskan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor yang terhubung ke komputer, yang akan memberikan gambaran spektrum sampel yang di uji. Struktur kimia dan bentuk ikatan molekul serta gugus fungsional tertentu sampel yang di uji menjadi dasar bentuk spektrum yang akan diperoleh dari hasil analisis. Analisis menggunakan spektrofotometer ini memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu:
Tabel 1. Gugus fungsi spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Sumber: (Sari, Mayang. 2011. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR)) •
•
ii.
Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau pemindaian. Sensitifitas dari metoda spektroskopi FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah.
Metode Biuret
Gambar 1. Kompleks tembaga dan ikatan peptida pada protein. Sumber: (Ninfa, Alexander.J; Ballou, David.P; Benore, Marilee. 2009. Fundamental Laboratory Approaches for Biochemistry and
Pada kondisi alkali, tembaga (II) akan berikatan dengan peptida nitrogen dari protein, dan bentuk ini akan menyerap cahaya maksimal pada 550 nm (Gornall et al, 1949). Berdasarkan pernyataan ini, pada reaksi Biuret beberapa Cu2+ tereduksi menjadi Cu1+ pada reaksi kedua dengan protein: hal ini digunakan pada deteksi protein bicinchonicnic acid (BCA). Karena tembaga bereaksi dengan ikatan peptida, 22
terdapat sedikit gangguan dari asam amino bebas. Beberapa buffer, seperti tris, dan amonia, bereaksi dengan tembaga (II), sehingga mereka juga mengganggu uji Biuret ini. Gangguan dari ammonia membuat metode ini tidak praktis untuk sampel protein yang mengandung ammonia dalam konsentrasi tinggi. Metode ini membutuhkan jumlah protein yang cukup banyak (1- 20 mg protein/mL) untuk deteksi. iii.
Metode Lowry Metode Lowry telah banyak digunakan sebagi metode untuk mengetahui jumlah protein dalam sampel. Metode Lowry (uji Lowry) adalah uji kolorimetrik kuantitatif yang paling sensitif untuk deteksi protein. Uji ini hanya memerlukan 0,005 hingga 0,3 mg protein/ mL untuk deteksi. Metode ini merupakan modifikasi dari metode Biuret. Dasar dari metode Lowry ialah menentukan konsentrasi protein berdasarkan reaktivitas peptida nitrogen dengan ion tembaga II dalam keadaan alkali, dan reduksi FolinCiocalteay phosphomolybdic phosphotungstic acid menjadi heteropolymolybdenum blue dari oksidasi copper-catalyzed. Jumlah protein pada sampel dapat diketahui dengan membaca absorbansi (pada 750 nm) pada produk akhir reaksi Folin terhadap kurva standar dari larutan protein standar. Metode Lowry sensitif terhadap perubahan pH, karena itu pH harus dipertahankan pada 10- 10,5. Berbagai senyawa dapat mengganggu metode Lowry, antara lain turunan asam amino, lipid, gula, garam, dan reaktan sulphydryl (Dunn, 1992). Ion ammonium, dan komponen thiol juga dapat mengganggu metode Lowry. Substansi tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum melakukan uji Lowry.
Gambar 2. Langkah metode Lowry. Sumber:(http://web.itu.edu.tr/~dulekgur gen/Proteins.pdf)
23
iv.
Metode Bradford (Dye-Binding)
Ikatan Coomasie Blue G250 dengan protein menyebabkan perubahan absobsi maksimum reagen dari 465 nm (merah) menjadi 595 nm (biru) pada larutan asam (Bradford, 1976; Sedmark dan Grossberg, 1977). Reagen ini membentuk kompleks yang kuat, dan nonkovalen dengan protein dengan interaksi elektrostatik dengan grup amino dan grup karboksil dan karena gaya Van der Waals. Metode ini adalah prosedur 1 langkah yang mudah, dimana reagen ditambahkan kepada sampel, dan absorbansi dapat diukur pada 595 nm. Gambar 3. Coomassie Brilliant Blue G-250. Semakin banyak konsentrasi protein, Sumber: (Ninfa, Alexander.J; Ballou, David.P; semakin intens warna biru yang terjadi. Metode ini Benore, Marilee. 2009. Fundamental Laboratory lebih cepat, dan kurang rentan terhadap zat- zat Approaches for Biochemistry and Biotechnology ) mengganggu dibandingkan metode Biuret dan Lowry. Warna akan terjadi sekitar 2-5 menit, dan stabil hingga 24 jam. Karena alasan inilah, metode Bradford menjadi metode yang paling popular untuk identifikasi protein. v.
Metode Kjeldahl Metode ini ditemukan oleh Johan Kjeldahl pada tahun 1880-an. Terdapat tiga langkah metode ini: Protein + H2SO4 CO 2 + (NH 4)2SO4 + SO 2 (NH4)2SO4 + 2NaOH Na 2SO4 +NH 3 + 2H20 NH3 +H 3BO3↔ NH4 + + H 2BO3H2BO3- + H + ↔ H3BO3
Tabel 2. Prosedur Metode Kjeldahl untuk deteksi protein. Sumber: (Ninfa, Alexander.J; Ballou, David.P; Benore, Marilee. 2009. Fundamental Laboratory Approaches for Biochemistry and Biotechnology )
Destruksi(1) Destilasi(2) (3) Titrasi(4)
Asam amino merupakan materi pembentuk protein, dan mengandung karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen (Tabel 2). Metode Kjeldahl akan mendeteksi keberadaan nitrogen. Nitrogen yang ditemukan, dikalikan dengan 5,7 (untuk gandum), dan 6,25 untuk biji- bijian lainnya (contoh: padi). Prosedur metode Kjeldahl menggunakan asam sulfat dengan konsentrasi tinggi, dan caustic kuat.
2�
Prosedur metode Kjeldahl antara lain: Tumbuk, dan timbang 1 gram (~ 1/28 oz) biji- bijian. Campurkan pada asam sulfat konsentrasi tinggi, untuk mengubah protein nitrogen menjadi amoni (NH 3). Tambahkan 50 % caustic untuk membuat amonia volatil. Panaskan ammonia hingga mendidih, dan kumpulkan dengan distilasi. Ukur jumlah ammonia yang diperoleh dengan titrasi. 2. KUALITATIF Beberapa metode telah digunakan untuk mengetahui struktur protein, termasuk kristalisasi x-ray, spektroskopi NMR, dan mikroskopi elektron. Tiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing- masing. Pada setiap metode, ilmuwan menggunakan banyak informasi untuk membuat model protein yang utuh. Pertama- tama, ilmuwan melakukan eksperimen tentang struktur molekul. Untuk kristalisasi x-ray ialah pola difraksi, untuk spektroskopi NMR ialah informasi penyesuaian lokal, dan jarak antara atom- atom yang berdekatan satu sama lain. Pada mikroskopi elektron yaitu gambaran keseluruhan bentuk molekul. Pada banyak kasus, informasi yang diperoleh dari eksperimen tidaklah cukup untuk membuat model atom dari sebuah goresan. Pengetahuan tambahan tentang stuktur molekular sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, kita sudah mengetahui tentang sequence asam amino pada protein, dan kita dapat mengetahui bentuk geometri atom masing- masing protein seperti panjang ikatan, sudut ikatan). Informasi ini membantu ilmuwan untuk membentuk model yang konsisten, baik dengan data eksperimen, komposisi yang diharapkan, dan geometri dari molekul. i.
Kristalisasi X-ray Sebagian besar struktur yang terdapat pada PDB (Protein Databank ) diperoleh dengan metode kristalisasi X-ray. Pada metode ini, protein dibersihkan, dan dikristalisasi, kemudian dipaparkan sinar X-ray. Protein pada kristal mendifraksi sinar X-ray kepada karakteristik pola satu sama lain, yang kemudian dianalisis untuk menentukan distribusi elektron pada protein. Hasil pemetaan elektron kemudian diinterpretasikan untuk menentukan lokasi masingmasing atom.
Gambar 4. Eksperimen densitas elektron pada struktur DNA. Sumber: (www.rscb.org/pdb/101/static101.do?p=educ tion_discussion/Looking-atStructures/methods.html)
Kristalisasi X-ray dapat menyediakan informasi atomik yang sangat detil, memperlihatkan setiap atom yang terdapat pada protein atau asam nukleat, bersama dengan detil atom seperti ligand, inhibitor, ion, dan molekul lainnya yang bersatu menjadi sebuah kristal. Namun, proses kristalisasi cukup sulit, dan dapat menurunkan limit jenis protein yang dipelajari 2�
melalui metode ini. Protein fleksibel lebih sulit dipelajari melalui metode ini karena kristalisasi mengandalkan banyak molekul berada pada satu garis pada orientasi yang sama, seperti pola ulangan sebagai latar belakang. Bagian fleksibel dari protein akan tak terlihat pada pemetaan densitas elektron kristalisasi, karena densitas elektronnya tersebar pada tempat yang luas. ii.
Spektroskopi NMR Spektroskopi NMR dapat digunakan untuk menentukan struktur protein. Protein dibersihkan, dan ditempatkan pada suatu tempat dengan energi magnetik yang kuat, dan diselidiki dengan gelombang radio. Resonansi khusus yang terobservasi dapat dianalisis untuk memberikan list atom nukleus yang berdekatan satu sama lain, dan untuk mengkarakterisasi penyesuan lokal dari atom- atom yang terikat bersama. List ini kemudian digunakan ntuk membuat model protein yang memperlihatkan lokasi dari setiap atom. Teknik ini terbatas hanya untuk protein kecil, dan sedang, karena protein besar
Gambar 5. Beberapa restrain digunakan untuk memecahkan struktur untuk monomeric hemoglobin kecil. (Sumber:(www.rscb.org/pdb/101/sta tic101.do?p= eduction_discussion/Looking-at-
mengalami permasalahan dengan overlapping peaks pada spektrum NMR.
Keuntungan utama dari metode spektroskopi NMR ini ialah metode ini menyediakan informasi protein, dan spektroskopi NMR merupakan metode utama untuk mempelajari stuktur atom protein fleksibel. Struktur NMR yang khusus dapat meliputi struktur protein yang konsisten dengan list observasi. iii.
Gambar 7. The tail of the T4 bacteriophage has been examined by combining electron microscopy and atomic structures. Sumber : ( www.rscb.org/pdb/101/static101.do?p=e
duction_discussion/Looking-at Structures/ methods.html)
Mikroskopi Elektron
Sinar elektron digunakan untuk menggambarkan molekul secara langsung. Beberapa trik dapat digunakan untuk membuat gambar 3D. Apabila protein dapat diubah menjadi bentuk kristal kecil, atau apabila mereka terbungkus secara simetris pada memban, difraksi elektron dapat digunakan untuk memetakan densitas 3D, dengan menggunakan metode yang mirip dengan difraksi X-ray. Apabila molekulnya sangat simetris, seperti kapsid virus, banyak gambar- gambar terpisah yang dapat diperoleh, dengan berbagai sudut pandang. Gambargambar tersebut kemudian diluruskan dan dirataratakan untuk membentuk informasi 3D. Tomografi elektron mendapatkan banyak gambar dengan memutar spesimen dan mengambil beberapa electron 2�
micrograph. Kemudian gambar- gambar ini diproses untuk memberikan informasi 3D. Metode mikrografi elektron seringkali digabungkan dengan informasi dari kristalisasi X-ray atau spektroskopi NMR untuk menghasilkan detail atom. Struktur atom dikaitkan dengan pemetaan densitas elektron untuk membentuk model dari kompleks. Metode ini telah terbukti berguna untuk struktur multimolekular seperti ribosom, tRNA, dan struktur actomyosin otot. iv.
Circular Dichroism (CD) Spektroskopi CD spektroskopi merupakan metode analisis yang sensitif untuk struktur protein. Metode ini dapat mendeteksi struktur sekunder dan tersier dari protein. UV jauh: λ= 190-250 nm (untuk mengetahui struktur sekunder dari protein). UV jauh membutuhkan 20-200 �L larutan yang mengandung 1 mg/mL hingga 50 �g/mL, pada buffer yang tidak memiliki absorbansi tinggi pada region spektrum ini (seperti histidine, dithiothreitol, atau imidazole dengan konsentrasi tinggi.
Gambar 8. Circular Dichroism (CD) spectroscopy . Sumber: (brown.edu)
UV dekat: λ= 250-320 nm (untuk mengetahui struktur tersier dari protein). UV dekat sensitif terhadap perubahan struktur tersier berdasarkan interaksi antar protein, dan atau perubahan kondisi pelarut. Kekuatan sinyal pada UV dekat sangat lemah dibandingkan sinyal pada UV jauh. UV dekat membutuhkan sekitar 1 mL larutan protein ( 0,5 hingga 1 mg/mL protein).
3. ANALISIS ASAM AMINO
i.
Uji Ninhidrin
Gambar 8. Reaksi uji ninhidrin. (Sumber: http://amrita. vlab.co.in/)
2�
Reaksi antara α-amino acid dan ninhidrin membentuk perubahan warna yang dapat dijelaskan dengan 5 langkah: α-amino acid + ninhidrin ninhidrin tereduksi + α-amino acid + H 2O α-amino acid + H 2O α-keto acid + NH 3 α-keto acid + NH3
ALDEHID
+ CO 2
Langkah pertama adalah reaksi oksidasi deamination yang melepaskan dua hidrogen dari α-amino acid untuk menghasilkan α-imino acid. Secara serempak, ninhidrin tereduksi dan kehilangan atom oksigen dengan pembentukan molekul air. Pada tahap kedua, kelompok NH pada α-imino acid dengan cepat terhidrolisis untuk membentuk α-keto acid, dan karbondioksida terbentuk pada tahap ini. Ketiga langkah pertama ini menghasilkan ninhidrin tereduksi, dan ammonia yang dibutuhkan untuk memproduksi kedua langkah terakhir. Reaksi keseluruhannya ialah: α- amino acid + 2 ninhydrin ---> CO 2 + aldehyde + final complex(BlUE) + 3H2O Sebagai ringkasan, ninhidrin yang semula berwarna kuning, akan bereaksi dengan asam amino dan berubah menjadi warna ungu. Warna ungu inilah yang terdeteksi pada metode ini. ii.
Uji Xantoproteic
Gambar 9. Reaksi pada http://amrita. vlab.co.in/)
iii.
uji
Xantoproteic.
(Sumber:
Asam amino aromatik, seperti Fenilalanin, tirosin, dan triptophan dapat dianalisis menggunakan uji ini. Dengan adanya konsentrasi asam nitrat, cincin aromatik fenil ternitrasi untuk menghasilkan warna kuning. Pada pH alkali, warnanya berubah menjadi jingga karena ionisasi dari kelompok fenol.
Uji Pauly’s diazo Uji ini spesifik untuk deteksi tritophan atau histidin. Reaktan yang digunakan untuk uji ini mengandung sulphanilic acid yang dihancurkan di dalam hydrochloric acid. Terjadi proses diazotization karena adanya sodium nitrite dan hydrochloric acid, dan menghasilkan garam diazonium. Garam diazonium membentuk pasangan dengan tirosin atau histidin pada medium alkali untuk menghasilkan warna merah.
2�
iv.
Western Blotting Pada teknik ini, campuran protein dipisahkan berdasarkan berat molekulnya, dan melalui gel elektroforesis. Teknik ini meliputi 3 hal, yaitu: (1) pemisahan berdasarkan berat molekul, (2) perpindahan ke membran, (3) Menandakan protein target dengan menggunakan antibodi primer, dan sekunder. Langkah- langkah Western Blotting: Preparasi sampel. Sel dilisiskan, dan akan diperoleh protein murni dari sampel. Kemudian campurkan dengan Leammli buffer, yang mengandung Sodium dodecyl Sulphate (SDS), dan betamercaptoethanol (BME) kedalam protein murni. Kemudian sampel di sentrifugasi, dan dipanaskan dalam air panas, yang akan mendenaturasi protein, dan menjadikan SDS berikatan dengan protein dan memiliki positif negatif. Elektroforesis gel (PAGE) Protein dipisahkan berdasarkan ukurannya pada gel ini, protein dengan ukuran lebih kecil akan berpindah dengan lebih mudah dibandingkan protein ukuran besar. Gel kemudian dihubungkan ke power supply, dan dihidupkan. Voltase yang digunakan harus disesuaikan, karena tegangan tinggi dapat membuatnya terlalu panas dan merusak ikatan protein. Transfer membran. Protein berpindah ke membran. Membran yang digunakan adalah nitroselulosa dan PVDF. Terdapat dua jenis transfer basah, dan semi basah. Immunoblotting Menggunakan antibodi primer dan sekunder yang telah dilabeli enzim. Antibodi berikatan dengan sequence tertentu pada asam amino, yang disebut epitope. Karena sequence asam amino pada setiap protein berbeda- beda, maka antibodi dapat membedakan protein tertentu diantara lainnya. Deteksi Proses ini tergantung pada enzim yang berikatan dengan antibodi sekunder. Umumnya, enzim yang digunakan adalah HRP, dan substrat yang digunakan adalah chemiliminescent. Ketika substrat telah ditambahkan, warnanya dapat dideteksi oleh film. ������ 10. ������� ������� ��������. ������� (�����//������.����.��.��/� ����3&�����1��&����1331&����1)
2�
KESIMPULAN Keberadaan protein dapat dideteksi dengan berbagai cara, baik kualitatif maupun kuantitatif. Metode deteksi kuantitatif protein antara lain metode Fourier Transform Infrared ( FTIR), uji biuret, metode Kjedahl, metode Lowry, metode Bradford. Sementara metode deteksi protein kualitatif antara lain kristalisasi X-ray, spektroskopi NMR, mikroskopi elektron, dan CD Spektroskopi.Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing- masing. Masingmasing metode memiliki kriteria protein yang berbeda- beda untuk dideteksi. Dengan berbagai metode deteksi tersebut, kita dapat mengetahui struktur, dan model 3D dari protein . Sementara untuk deteksi asam amino, terdapat uji Ninhidrin, uji Xanthoproteic, uji Pauly’s diazo, dan metode Western Blotting. Berbagai uji tersebut mendeteksi asam nukleat tertentu. Dengan metode deteksi asam amino, kita dapat mengetahui kandungan asam amino tertentu dalam suatu zat tertentu. REFERENSI Ninfa, Alexander.J; Ballou, David.P; Benore, Marilee. 2009. Fundamental Laboratory Approaches for Biochemistry and Biotechnology.[e-book].Available at : [Accesed: 15 Mar 2014] Wang, Nam Sun. Amino Acid Assay By Ninhydrin Colorimetric Method. [online] Maryland. Available at: < http://www.eng.umd.edu/~nsw/ench485/lab3a.htm>[Accesed 15 Mar 2014]. Sari, Mayang. 2011. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR). [online]. Available at: < http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20306347-S42221Identifikasi%20protein.pdf> [Acessed 14 Mar 2014] Anonymous. Looking at Structures: Methods for Determining Atomic Structures. [online]. Available at: [Accesed 17 Mar 2014] Campbell, Neil. A., Reece, Jane. B., and Mitchell, Lawrence.G., 2002. BIOLOGY, Fifth Edition.Jakarta: Erlangga. Ranjbar, Bijan; Gill, Pooria. 2009. Circular Dichroism Techniques: Biomolecular and Nanostructural Analyses- A Review. [online]. Iran. Available at : < http://shaker.umh.es/ Docencia/aesma/review.CD.2009.pdf>. [Accesed: 20/03/14] Mahmood, Tahrin; Yang, Ping-Chang. 2012. Western Blot: Technique, Theory, and Trouble Shooting. [online].Canada. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3456489/>. [Accesed: 21/03/13]
30
Aplikasi Protein Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Fhani Meliana 1206212413, Universitas Indonesia Abstrak Melalui pengetahuan terhadap dasar molekuler berbagai penyakit dan mengingat teknologi yang telah berkembang saat ini, maka akan semakin mungkin dan mudah dalam merekayasa biomolekul, khususnya protein. Penggunaan protein rekombinan meningkat pesat dalam bidang kimia dan kesehatan. Protein rekombinan diaplikasikan secara luas seperti terapi, vaksin, diagnosa dan enzim. Dalam bidang kecantikan, protein juga banyak diaplikasikan dalam bentuk kolagen, elastin, keratin, dan kasein. Selain itu, aplikasi protein yang banyak diterapkan dalam bidang peternakan adalah protein sel tunggal (PST) atau single cell protein (SCP) dan protein in vitro. Keyword: fenilalanin, glycomacropeptia, vitiligo, HSP70i, vaksin, hemaglutinin, kolagen, protein sel tunggal I. Aplikasi Protein di Bidang Kesehatan dan Farmasi Terapi Fenilketonuria (PKU) Feniketonuria adalah gangguan genetik yang disebabkan mutasi gen pengatur katabolisme fenilalanin sehingga kelebihan fenilalanin akan tertimbun dalam darah sebagai derivat yang meracuni sistem syaraf pusat. Oleh karena itu, pengidap fenilketonuria harus melakukan diet ketat fenilalanin. Fenilalanin biasanya terdapat pada permen karet, kacang kemasan, dan pemanis buatan aspartam merupakan turunan fenilalanin. Penelitian mengenai diet untuk pengidap fenilketonuria telah dilakukan oleh Universitas Wisconsin – Madison, dan telah ditemukan produk potensial yang dapat digunakan untuk terapi pasien fenilketonuria yang disebut Glycomacropeptia (GMP). GMP adalah protein yang merupakan produk dari proses produksi keju. Protein GMP diekstraksi dari cairan air dadih (whey) sebagai sisa produksi keju. Protein GMP memiliki kandungan fenilalanin dan menggunakan proses yang dikembangkan oleh Dr. Etzel, dapat dimurnikan lebih lanjut hingga mengandung 0,2mg fenilalanin per 100 mg bubur GMP. Dengan kandungan fenilalanin yang rendah, GMP adalah produk potensial yang dapat digunakan sebagai sumber protein untuk diet pasien fenilketonuria. GMP sudah diteliti lebih jauh sebagai peluang untuk menggantikan makanan kesehatan berbasis asam amino yang biasanya digunakan pada pengidap fenilketonuria untuk membuat makanan berprotein rendah, memiliki kandungan protein tinggi tanpa penambahan fenilalanin. Penelitian GMP untuk tikus telah dilakukan sebelum perencanaan GMP untuk manusia. Hasil penelitian menunjukkan tikus diberi jumlah kalori dan protein yang sama, ketika diberi GMP sebagai sumber protein utama tumbuh dan berkembang sama seperti tikus yang diberi diet tipe fenilalanin. GMP diketahui satu–satunya teknik natural diet protein fenilalanin. Selain kandungan fenilalanin yang rendah, GMP juga memiliki kandungan tirosin dan empat asam amino lainnya. Maka, penelitian terhadap tikus memerlukan tambahan tirosin dan empat asam amino lainnya. Di sisi lain GMP memilki kandungan tinggi dalam isoleusin dan treonin. Pada faktanya treonin pada GMP tiga kali lebih banyak pada campuran asam amino dari formula standar untuk fenilketonuria. Kandungan treonin yang tinggi akan berdampak positif bagi level fenilalanin pada darah. Dalam penelitian plasma tikus yang diberi GMP memiliki kandungan fenialanin 10% lebih rendah dibandingkan tikus yang diberi formula asam amino.
31
Protein Rekombinan Untuk Terapi Gangguan Kulit Vitiligo Telah ditemukan rekayasa protein yang dapat mengobati vitiligo, gangguan kulit pada tikus dan memiliki efek yang sama pada respon kekebalan pada sampel jaringan kulit manusia. Vitiligo adalah gangguan kulit berupa bercak putih pada wajah, tangan dan bagian lain dari tubuh yang diakibatkan menurunnya pigmentasi kulit. Sekitar 1 juta orang Amerika memiliki vitiligo, namun vitiligo lebih terlihat pada individu dengan kulit berwarna. Pada gangguan vitiligo diikuti gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh masuk ke overdrive dan membunuh sel-sel pigmen yang memberikan warna kulit nya. Studi sebelumnya telah menemukan bahwa protein yang disebut HSP70i memainkan peran penting dalam respon autoimun yang menyebabkan vitiligo. (HSP70i memiliki singkatan Heat Shock Protein 70i .)
������ 1. �������� �������� ������� �����//���.��������.���/����� ��������/���������1.���
HSP70i terdiri dari 641 yang disebut asam amino. Le Poole dan rekan dimodifikasi secara genetik salah satu asam amino untuk membuat HSP70i mutan. Protein mutan ini bernama supplants SP70I normal, sehingga membalikkan respon autoimun vitiligo itu.
������ 2. �������� ����0� ������� �����//���.��������.���/�� �����������/���������1.���
Resarchers Jeffrey A. Mosenson dan Andrew Zloza memberikan mutan HSP70i pada tikus yang mengidap vitiligo. Tikus tersebut memiliki warna bulu putih keabu – abuan, tetapi ketika tikus divaksinasi dengan mutan HSP70i, bulu menjadi hitam. Beberapa efek terlihat pada tikus juga terlihat pada spesimen kulit manusia. Tidak ada jangka panjang pengobatan yang efektif untuk vitiligo. Krim steroid dapat membantu menyembuhkan vitiligo namun hanya bersifat sementara namun pengobatan ini juga dapat membuat kulit semakin tipis, dan dapat menyebabkan garis-garis pada kulit.
GFP GFP atau Green Fluorescent Protein adalah protein yang dapat berpendar yang secara alami dihasilkan oleh ubur-ubur. GFP kini digunakan secara luas dalam studi-studi ekspresi gen maupun mikroskopik karena aplikasinya yang relatif mudah. Hanya dengan adanya pendaran cahaya dapat menunjukkan bahwa gen yang kita teliti terekspresi. GFP menjadi istimewa karena ia bersifat auto-katalitik, tidak membutuhkan kofaktor atau enzim lain agar ia bekerja. Selain itu GFP dapat digabung (fusi) dengan protein lain tanpa saling mengganggu fungsi masing-masing. Sehingga GFP dapat digunakan secara luas di berbagai organisme.Pendaran GFP dapat diamati secara visual dengan bantuan mikroskop. Berikut ini beberapa teknik dalam aplikasi GFP.
������ 3. �������� ��� ������� ���.���
32
Fusi Translasi Teknik pertama dikenal dengan fusi translasi, dimana ORF (Open Reading Frame) GFP diklon di belakang ORF gen yang akan kita amati, sehingga nanti akan ditranslasi menjadi sebuah protein gabungan yang panjang. Jadi jika kita melihat pendaran GFP maka berarti protein yang kita amati pun terekspresi di situ. Cahaya fluorescent GFP dapat diamati dalam bentuk gambar diam maupun bergerak sehingga kita dapat mengetahui lokasi dan pergerakan protein di dalam sel. Fusi Transkripsi Teknik kedua disebut fusi transkripsi dimana ekspresi gen yang kita amati dan GFP digerakkan melalui promoter yang sama tetapi antara kedua gen tersebut diselingi oleh stop kodon, jadi ekspresinya berbarengan namun tetap menghasilkan dua protein terpisah. Dalam hal ini sel yang mengekspresikan gen pertama akan dipenuhi oleh GFP yang larut sehingga berpendar, dan bisa mendeteksi sel mana yang mengekspresikannya. FLIP dan FRAP Kita tahu bahwa suatu molekul mengemisikan cahaya fluorescent ketika ia tereksitasi, namun kondisi ini tidak berlangsung selamanya, dalam jangka waktu tertentu cahayanya akan redup dan padam. Nah, FLIP dan FRAP ini digunakan untuk mempelajari dinamika protein yang terlabel GFP. Caranya dengan bleach-out (memadamkan) daerah tertentu pada sel, kemudian dilihat berapa lama waktu yang diperlukan oleh protein terlabel protein untuk “merembes” kembali ke area gelap tadi, teknik ini yang disebut FRAP (Fluorescent Recovery After Photobleaching). Kita juga dapat mengamati seberapa besar Gambar 4. Sel yang mengekspresikan GFP Sumber: bumc.bu.edu
penurunan intensitas fluorescent secara keseluruhan di bagian sel yang lain ketika protein yang sudah diphotobleach tadi terdifusi, atau disebut FLIP (Fluorescent Loss in Photobleaching).
FRET FRET atau fluorescence resonance energy transfer sudah banyak diaplikasikan dalam beberapa teknik seperti Real Time PCR. Prinsipnya yaitu dengan memanfaatkan dua buah fluophore (zat yang dapat berfluorescent) yang mana fluorophore pertama memiliki spektrum emisi yang tumpang tindih dengan spektrum eksitasi fluorophore kedua. Jadi ketika fluorophore pertama memancarkan cahaya fluorescent, otomatis yang kedua pun akan tereksitasi dan memancarkan fluorescent. Dalam aplikasinya, dua buah protein dilabel dengan dua macam GFP yang memenuhi kriteria FRET tadi. Kemudian sel ditembak dengan laser yang dapat mengeksitasi hanya fluorophore pertama. Dengan demikian jika protein kedua ada dekat dengan protein pertama, otomatis akan terdeteksi juga karena memancarkan cahaya yang berbeda. Insulin Terapi insulin bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah penderita penyakit Diabetes Mellitus. Penerapan terapi insulin tergantung pada tipe Diabetes Mellitus yang dialami penderita. Pada Diabetes Mellitus tipe I (faktor genetik), insulin merupakan satu satunya obat hipoglikemi yang efektif. Sementara untuk Diabetes Mellitus tipe II (faktor gaya hidup), selain insulin juga terdapat obat hipoglikemi oral. Terapi ini juga dibedakan dengan tingkat usia, jenis kelamin dan modifikasi gaya hidup serta perubahan berat badan.
Gambar 5. Struktur Insulin Sumber : http://www.pdb.org/pdb/explore /explore.do?structureId=4FG3
33
Gambar berikut adalah rekayasa genetika pada bakteri untuk menghasilkan hormon insulin untuk pengendalian gula darah pada penderita diabetes. Tahapannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama dalam membuat bakteri yang bisa menghasilkan insulin adalah mengisolasi plasmid pada bakteri yang akan direkayasa. Plasmid adalah materi genetik berupa DNA yang terdapat pada bakteria namun tidak tergantung pada kromosom karena tidak berada di dalam kromosom. 2. Lalu plasmid dipotong dengan menggunakan enzim di tempat tertentu sebagai calon tempat gen baru yang nantinya dapat membuat insulin. 3. Gen yang dapat mengatur sekresi (pembuatan) insulin diambil dari kromosom yang berasal dari sel manusia. 4. Gen yang telah dipotong dari kromosom sel manusia itu kemudian ‘direkatkan’ di plasmid tadi tepatnya di tempat bolong yang tersedia setelah dipotong tadi. 5. Plasmid yang sudah disisipi gen manusia kemudian Gambar 6. Proses Produksi Insulin dimasukkan kembali ke dalam bakteri. Sumber: bumc.bu.edu 6. Bakteri yang telah mengandung gen manusia selanjutnya berkembang biak dan menghasilkan insulin yang dibutuhkan. Dengan begitu diharapkan insulin dapat diproduksi dalam jumlah yang tidak terbatas di pabrik-pabrik. Insulin berbeda dari satu organisme dengan organisme lainnya, meski berbeda hal ini tidak membedakan aktivitasnya. Pada awalnya, sumber insulin untuk penggunaan klinis pada manusia diperoleh melalui pankreas sapi atau babi. Insulin yang diperoleh dari sumber tersebut efektif bagi manusia karena indentik dengan insulin manusia. Insulin pada manusia, babi, dan sapi mempunyai perbedaan dalam susunan asam aminonya, tapi aktivitasnya tetap sama. Tabel 1. Perbedaan Susunan Asam Amino Pada Insulin Manusia, Babi (Pork), Dan Sapi (Beef) Spesies A8 A10 B28 B29 B30 Manusia
Thr
Ile
Pro
Lys
Thr
Babi
Thr
Ile
Pro
Lys
Ala
Sapi
Ala
Val
Pro
Lys
Ala
Insulin manusia dan insulin babi hanya beda 1 asam amino yaitu pada B30, sedangkan insulin manusia dan insulin sapi beda 3 asam amino yaitu pada A8, A10, dan B30 sehingga pemakaian insulin babi kurang imunogenik dibandingkan insulin sapi. Tapi masalahnya, 1 babi yang diekstraksi insulinnya hanya cukup untuk 1 orang selama 3 hari padahal saat ini ada ± 60 juta orang di dunia yang menderita diabetes tergantung insulin dan diduga meningkat 5-6 % per tahunnya. Maka dari itu sekarang banyak dikembangkan teknologi rekombinan untuk mendapatkan insulin. Babi sebagai sumber insulin sudah tidak asing lagi digunakan di dunia kedokteran. Untuk menghasilkan 1 pon insulin didapatkan dari 60.000 ekor babi dan diperkirakan mampu mengobati pasien diabetes sebanyak 750-1.000/tahun. Bila produksi babi per tahun sebanyak 85 juta maka insulin yang mampu dihasilkan selama setahun adalah 1.400 pon. Jumlah tersebut dapat 3�
mengobati pasien sebanyak 1,050 juta sampai 1,4 juta per tahun. Saat ini ada alternatif lain pengganti insulin seperti Humulin. Humulin merupakan produk insulin manusia pertama yang dipasarkan perusahaan farmasi Amerika serikat bernama Eli Lily pada tahun 1982. Meskipun lebih mahal, humulin cukup diminati oleh pasien untuk mengganti hormon insulin babi. Namun, teknologi rekayasa genetika juga telah banyak berperan dalam produksi insulin, dimana bakteri di rekayasa sedemikian rupa sehingga mampu memproduksi insulin. Dengan demikian insulin yang beredar pada dunia pengobatan merupakan gabungan dari insulin babi dan insulin dari bakteri. Vaksin Protein Virus Influenza H5N1 adalah anggota famili Orthomyxoviridae yang berasal dari kata orthos berarti lurus dan myxa berarti lendir. Terdapat tiga jenis inang yang sering diserang oleh virus ini, yaitu tipe A, B, dan C. Bila diklasifikasikan berdasarkan antigenitas protein permukaan virus, Hemaglutinin dan Neuraminidase, Hemaglutinin dibagi menjadi 16 subtipe dan Neuramianidase dibagi menjadi 9 subtipe. Fenomena H5N1 atau flu burung telah terjadi sejak tahun 1947 sedangkan di Indonesia kasus meninggal yang disebakan oleh virus ini sudah sejak tahun 2003 dan terus menurun hingga sekarang. Jumlah kasus pada manusia lebih terbatas dibandingkan pada ternak, hal ini kemungkinan dikarenakan sifat virus yang belum mampu menular pada manusia secara efisien. Meskipun begitu, virus memiliki kemampuan untuk melakukan antigenic drift , sehingga virus H5N1 memiliki kemungkinan untuk berubah sifat. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pandemi H5N1 adalah melalui vaksinasi. Vaksinasi bertujuan mempersiapkan respon kekebalan tubuh individu terhadap infeksi. Pada infeksi influenza sistem kekebalan tubuh humoral yang berperan sebagai pelindung adalah IgG dan IgA. Antibodi terhadap Hemaglutinin merupakan antibodi paling penting yang mampu menetralisasi virus dan mencegah proses infeksi oleh virus. Antibodi yang akan menetralisasi bertugas mencegah penempelan virus pada sel hospes, kemudian mencegah masuknya virus ke dalam sel dan mencegah proses pelepasan selubung virus (uncoating ), lalu selanjutnya akan mengikat sel virus sehingga tidak dapat menginfeksi sel target. Vaksin influenza yang dikembangkan peneliti adalah vaksin protein subunit Hemaglutinin yang diproduksi pada sistem prokariotik. Vaksin ini telah dibuktikan dapat menginduksi kekebalan tubuh hewan dari infeksi virus. Protein subunit Hemaglutinin dapat diproduksi skala besar dan dalam jangka waktu pendek. Teknik pembuatan vaksin protein adalah sebagai berikut: 1. Plasmid pengekspresi HA utuh dan subunit HA1. Konstruksi plasmid rekombinan telah dilakukan dan diperoleh menggunakan pQE80L dan sisipan gen Hemaglutinin. Plasmid pengekspresi HA utuh merupakan plasmid pQE80L mengandung sisipan gen Hemaglutinin virus H5N1 isolat berasal dari ayam tahun 2007. Plasmid pengekspresi subunit HA1 mengandung sisipan HA1 virus H5N1 isolat ayam tahun 2007. 2. Ekspresi Protein. Bakteri E.Coli BL21 plys dan E.Coli BL21 codon plus (Novagen) digunakan untuk mengekspresikan protein HA utuh dan subunit HA1. Transformasi dilakukan pada BL21 plys dan BL21 codon plus, kemudian koloni ditanam pada media LB mengandung 100 µg/ml ampisilin dan 50 µg/ml Kloramfenikol. Kultur semalam selanjutnya ditanam pada media cair Terific mengandung 0,17 M KH 2PO4 dengan perb1andingan bakteri dan media 1:10. Dalam penelitian dilakukan optimasi suhu inkubasi bakteri dan lama inkubasi kultur bakteri sebelum diinduksi, serta lama induksi. Konsentrasi IPTG yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1mM. Analisis protein rekombinan dilakukan dengan pewarnaan biru komasi. 3. Purifikasi protein rekombinan dilakukan dengan NiNTA. Bakteri mengandung protein rekombinan dilarutkan dalam buffer lisis dan disonikasi dengan siklus 6x20 detik dengan tenggang waktu antar burst 10 detik. Lalu bakteri disentrifugasi 8000 rpm selama 30 menit pada suhu 40C. 4. Uji Western Blot. Verifikasi protein dilakukan dengan uji western blot. Transfer protein rekombinan dari SDS page ke membrane nitroselulose dilakukan dengan metode semi-dry (BioRad). Blocking dilakukan menggunakan BSA 1%. Antibodi poliklonal mencit terhadap 3�
protein Hemaglutinin dan terhadap subunit HA1 digunakan sebagai antibodi pertama dan diinkubasi selama satu malam pada suhu 4 0C. Antibodi kedua berupa anti terhadap anti mencit berlabel biotin ditambahkan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam. Setelah penambahan streptavidin-HRP, pita protein rekombinan divisualisasi dengan menambahkan substrat kromogenik Novek (Sigma). II. Aplikasi Protein Dalam Bidang Pangan Kolagen Kulit manusia terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan teratas dinamakan epidermis. Tepat di bawah lapisan epidermis terdapat lapisan dermis dimana terdapat kolagen. Kolagen merupakan protein struktural dari tubuh organisme vertebrata. Kolagen yang aman digunakan manusia banyak diaplikasikan dalam bidang biomedis. Protein ini pada umumnya digunakan pada sabun, sampo, krim facial, lotion dan makanan berbasis gelatin. Pada bidang biomedis, kolagen telah digunakan pada operasi kardiovaskuler, operasi plastik, ortopedi, neurologi dan ophthalmologi. Penggunaan kolagen pada operasi besar seperti jahitan catgut,yaitu kolagen usus yang digunakan untuk penyembuhan luka. Selain untuk menjahit luka, sebagai agen hemostatik digunakan untuk membuat gelatin dan kulit dalam bidang industri. Dalam bidang kecantikan, kolagen merupakan salah satu komposisi pada kosmetik, komposit gigi, template untuk regenerasi kulit, matriks biodegradable, dan sebagai penyokong dalam produksi enzim. Gelatin merupakan salah satu bentuk dari kolagen yang terkandung pada tulang yang banyak digunakan sebagai ������ �. �������� ������� komponen utama dalam bioreaktor. Gelatin adalah derivat ������� protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan �����//������������������.�� tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan �/�����/�����������.��� kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptida membentuk gelatin. Pada Gambar 7 dapat dilihat susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin. Tidak terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein lengkap (Grobben, et al. 2004). Berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara 15.000 – 250.000. Menurut Chaplin (2005), berat molekul gelatin sekitar 90.000 sedangkan rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000 – 70.000 Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997). Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi. Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikatagorikan sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam proses 3�
asam relatif lebih singkat dibandingkan proses basa. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut: 1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai 2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai 3. Perubahan konfigurasi rantai Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Menurut Utama (1997), sifat-sifat seperti itulah yang membuat gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan misalnya dengannya seperti gum xantan, keragenan dan pektin. Proses pembuatan gelatin dibagi menjadi dua macam, yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan proses ini terletak pada proses perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jeis bahan yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda (Gilsenan, et.al, 2000). Menurut Hinterwaldner (1977), proses produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap : 1. Tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku, 2. Tahap konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3. Tahap pemurnian gelatin demean penyaringan dan pengeringan. Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang. Kulit atau tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung deposit-deposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1 – 2 menit (Pelu, et al .,1998). Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing, dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara 32–80oC sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Wars dan Courts,1977). Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan proses demineralisasi yang bertujuan menghilangkan garam kalsium dan garam lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein (Utama,1997). Asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi adalah asam klorida dengan konsentrasi 4–7% (Wiyono,1992). Menurut Hinterwaldner (1977), proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam wadah tahan asam selama beberpa hari sampai dua minggu. Lalu pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan (swelling) yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin (Surono,et al.,1994). Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potassium hidroksida (Choi and Regestein, 2000). Asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda (Menurut Ward & Court,1977). Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen. Tahapan ini harus dilakukan dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan (Utama, 1997). Pada penelitian Surono et al.,(1994), pembuatan gelatin dari kulit ikan cucut menunjukkan bahwa pada tahap pengembungan kulit lama perendaman yang terbaik adalah 24 jam dengan konsentrasi 3�
asam asetat 4%. Sedangkan Ariyanti (1998), dalam pembuatan gelatin dari tulang domba menggunakan larutan HCl 5% dengan waktu perndaman 1–2 hari. Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan. Ekstraksi bertujuan mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum pada ekstraksi adalah 40 – 50 oC (Choi and Regenstein, 2000) hingga suhu 100oC (Viro, 1992). Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4–5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen – komponen protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan (Hinterwaldner,1997) Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan (Utama, 1997). Larutan gelatin hasil ekstraksi lalu dipekatkan sebelum dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40–50 oC (Choi and Regenstein, 2000) atau 60-70 oC (Pelu et al.,1994). Pengecilan ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan maka proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna (Utama,1997). III. Aplikasi Protein di Bidang Peternakan Protein Sel Tunggal Protein sel tunggal merupakan istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni berasal dari mikroorganisme bersel satu atau banyak yang sederhana, seperti bakteri, khamir (yeast), jamur, ganggang dan protozoa (Tannenbaum, 1971). Protein sel tunggal kerap digunakan untuk tambahan protein pada pangan, serta pelengkap protein untuk ternak dan ramuan pangan yang berfungsi sebagai pembentuk cita rasa. Produk dari protein sel tunggal memiliki prospek yang cukup baik karena dalam proses produksinya tidak membutuhkan area yang luas, tidak menimbulkan limbah, proses produksinya cepat, serta reproduksi mikroorganisme seperti bakteri dan khamir dapat memberikan hasil yang lebih besar setiap jam, sedangkan ganggang memerlukan waktu kurang dari satu hari. Persamaan reaksi pembuatan Protein Sel Tunggal (PST) pada proses fermentasi adalah sebagai berikut: C6H12O 6 + Sumber N+ ¾ O2 + Mikroorganisme + Minerat + Nutrien Massa sel baru (PST) + C5H9NO4 + CO2 + H 2O (Cooney, 1981). Setiap mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan selulosa sebagai sumber karbon, dapat digunakan untuk pembuatan protein sel tunggal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah bahan yang mengandung gula, dan mikroorganisme yang digunakan adalah yeast. Pemilihan yeast yang dapat digunakan untuk pembuatan Protein Sel Tunggal dilakukan berdasarkan laju pertumbuhan, kemudahan pemeliharaan kultur, kesederhanaan medis, dan kandungan protein serta kualitas gizinya, hal ini dimaksudkan karena Protein Sel Tunggal digunakan sebagai sumber protein disamping berperan sebagai sumber vitamin B dan mineral (Muljono, 1992). Protein kasar yang terkandung dalam yeast berkisar 55–60% dan asam nukleat berkisar 15% pada obyek kering, apabila dibandingkan dengan fungi dimana kandungan protein kasarnya 50%-55% dan alga mengandung protein kasar 60% (Kristinah dkk, 2005). Jenis yeast yang dapat digunakan untuk pembuatan protein sel tunggal antara lain : a. Saccharomyces cereviceae b. Kluyveromyces lactis. c. Candida utilis. d. Kluyveromyces marxianus.
3�
Ada dua faktor pendukug pengembangbiakan mikroorganisme untuk protein sel tunggal, yaitu: A. laju pertumbuhan sangat cepat jika dibandingkan dengan sel tanaman atau sel hewan dan waktu yang diperlukan untuk penggandaan relatif singkat; B. berbagai macam substrat yang digunakan bergantung pada jenis mikroorganisme yang digunakan. Langkah-langkah produk protein sel tunggal sebagai berikut. A. Pemilihan dan penyiapan sumber karbon, beberapa perlakuan fisik dan kimiawi terhadap bahan dasar yang diperlukan B. Penyiapan media yang cocok dan mengandung sumber karbon, sumber nitrogen, fosfor, dan unsur-unsur lain yang penting C. Pencegahan kontaminasi media D. Pembiakan mikroorganisme yang diperlukan E. Pemisahan biomassa microbial dari cairan fermentasi F. Penanganan lanjut biomassa Kelebihan protein sel tunggal adalah sebagai berikut: A. laju pertumbuhan sangat cepat yaitu dalam ukuran jam dan masih bisa ditingkatkan lagi B. dapat menggunakan bermacam-macam media atau substrat C. produksi protein sel tunggal tidak bergantung pada iklim dan musim D. memiliki kandungan protein lebih tinggi daripada hewan dan tumbuhan. Pada penelitian ini digunakan yeast Saccharomyces cereviceae, keuntungan yeast ini adalah toleran terhadap lingkungan yang lebih asam dengan pH antara 3,5 sampai 5,5 mempunyai suhu pertumbuhan 25OC – 30OC. Keuntungan lain yeast mempunyai diameter sel sekitar 0,0005 cm, dengan diameter sebesar ini yeast mudah dipisahkan dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan (Jean L. Mark, 1991). Fermentasi adalah perubahan substrat menjadi bahan lain karena aktivitas mikroba, faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah kadar gula, kebutuhan nutrisi, pH, temperature, aerasi, dan waktu fermentasi. Didalam proses fermentasi dapat dipelajari Kinetika pertumbuhan sel dapat dinyatakan sebagai berikut: kinerika pertumbuhan sel menggunakan system batch, dalam suatu interval waktu yang singkat (dt) akan terjadi kenaikan jumlah biomassa (dX) sehingga diperoleh persamaan berikut:
Seperti contoh pembuatan protein sel tunggal dari limbah buah nanas, limbah buah nanas dipilih tentu dengan alasan memiliki kandungan sukrosa dan glukosa yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai substrat dalam protein sel tunggal. Tabel 2. Kandungan Gizi Buah Nanas Pada 100 Gram Bahan
Bahan pembuatan protein sel tunggal adalah limbah nanas dengan analisis kadar glukosa 4,94% dan kadar protein 0,9075% serta Saccharomyches cerevisiae. Bahan lain yang dibutuhkan adalah 3�
NaOH, gula pasir, akuades, asam asetat, kalium fosfat dan ammonium sulfat. Sedangkan alat yang dibutuhkan adalah Shaking Incubator, autoklaf, erlenmeyer 500 ml, alumunium foil, spektrofotometer, conway, panci stainless steel, water bath, blender. Tahap pertama ialah tahap persiapan, yaitu kulit nanas dicuci dan dicacah dengan blender kemudian cairan hasil pemblenderan disaring dan dipanaskan untuk sterilisasi. Selanjutnya cairan nanas didinginkan, larutan ini akan dijadikan media fermentasi. Selanjutnya adalah tahap pembuatan starter, yaitu sukrosa sebanyak 22,4 gram dilarutkan 100 ml akuades kemudian pH diatur hingga 5 dan ditambahkan nutrisi yaitu (NH 4)2SO4 dan KH 2PO4. Larutan tersebut dipanaskan untuk sterilisasi hingga 1 jam lalu didinginkan. Setelah diberi Saccharomyches cerevisiae, larutan difermentasi dengan dishaking selama 2 hari. Tahap terakhir ialah fermentasi, media fermentasi dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah nutrisi (NH4)2SO4 dan KH2PO4, dan ditambahkan starter dan difermentasikan selama 2 hari. Setelah 2 hari kadar protein dapat dianalisis. Semakin besar pH sampai pH 4,5 maka terjadi kenaikan kadar protein hal ini karena semakin besar pH maka semakin sesuai dengan kondisi pH yang dibutuhkan yeast dan setelah pH 4,5 kadar protein semakin menurun hal ini karena tekanan osmosis larutan lebih besar maka dinding yeast akan pecah dan mati KESIMPULAN Protein telah diaplikasikan secara luas, mulai dari bidang kesehatan dan farmasi, pangan, kosmetik, peternakan, dan masih banyak lagi. Dalam bidang kesehatan dan farmasi, terdapat bentuk aplikasi protein yaitu GMP yang bertujuan sebagai sumber protein rendah fenilalanin pengganti makanan diet fenilalanin. Selain itu terdapat protein HSP70i untuk mencegah ganggan vitiligo pada kulit. Untuk mencegah infeksi virus, aplikasi protein juga dapat diterapkan seperti pada virus Influenza H5N1. Protein subunit Hemaglutinin dapat digunakan untuk menahan aktivitas virus sehingga virus tidak dalam melakukan penetrasi ke dalam sel. Untuk penyakit seperti diabetes mellitus, sudah lama ditemukan teknik suntik insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Insulin tersebut dapat diperoleh dari pankreas sapi ataupun babi. Namun sudah ada perusahaan farmasi yang mampu membuat insulin pengganti insulin yang bersumber dari babi, protein ini bernama humulin. Pada bidang kesehatan protein yang diterapkan biasanya adalah protein rekombinan, artinya protein tersebut telah direkayasa terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada organisme target. Sebelum merekayasa protein dan mengaplikasikannya, tentu diperlukan pemahaman mengenai struktur, fungsi, sintesis dan deteksi protein. Dalam bidang pangan, seperti dalam pembuatan permen atau agar – agar dibutuhkan gelatin yang merupakan derivat dari kolagen. Sedangkan dalam bidang peternakan untuk meningkatkan kualitas hewan ternak, maka protein sel tunggal (PST) baik digunakan dalam pemberian pakan supaya ternak memperoleh sumber protein dengan kualitas tinggi. stilah protein sel tunggal (PST) digunakan untuk membedakan bahwa protein sel tunggal berasal dari mikroorganisme bersel tunggal atau banyak, contohnya seperti bakteri atau alga. Pemanfaatan mikroorganisme tersebut dilakukan untuk menghasilkan kualitas produk makanan berprotein tinggi. DAFTAR PUSTAKA By Sandy van Calcar, MS, RD, Sally Gleason, MS, RD, Angela Hall, Kathy Nelson, and Denise Ney. 2007. Using Glycomacropeptide (GMP) for PKU Diet Treatment. PhD, Biochemical Genetics Program, Waisman Center. Department of Nutritional Sciences and Center for Dairy Research. University of Wisconsin-Madison. Jeffrey A. Mosenson, Andrew Zloza, John D. Nieland, Elizabeth Garrett-Mayer, Jonathan M. Eby, Erica J. Huelsmann, Previn Kumar, Cecele Denman, Andrew T. Lacek, Frederick J. Kohlhapp, Ahmad Alamiri, Tasha Hughes, Steven D. bines, Howard L. Kaufman, Andreas Overbeck, Shikhar Mehrotra, �0