MAKALAH POTENSI LIMBAH DAN ALTERNATIFNYA INDUSTRI GULA Untuk Memenuhi Tugas Teknologi Pengolahan Limbah Dosen Pengampu: Maya Lukita,ST.MT
Disusun Oleh: Kelompok 2 : Bunga Valent Kurniani
2015090115
Hendri Setiyanto
2015090136
Holita Dewana Cahyani
2015090077
Mahruz Zaman
2015090076
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PAMULANG PAMULANG 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan Makalah Potensi Limbah dan Alternatifnya Industri Gula dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalm penyusunan makalah ini. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan membahas tentang Makalah Potensi Limbah dan Alternatifnya Industri Gula. Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai Makalah Potensi Limbah dan Alternatifnya Industri Gula. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan kami sendiri khususnya.
Tangerang, Maret 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii BAB 1 ................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3 1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 3 1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 3 BAB 2 ................................................................................................................................. 4 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 4 2.1 Gula ........................................................................................................................... 4 2.2 Limbah ...................................................................................................................... 4 2.3. Bahan Baku Gula ..................................................................................................... 4 2.3.1. Komposisi atau Kandungan Tebu ..................................................................... 4 2.3.2. Varietas Tebu yang Baik untuk Bahan Baku Gula ........................................... 5 2.4 Proses Pembuatan Gula ............................................................................................. 7 2.4.1 Proses Penggilingan Tebu .................................................................................. 7 2.4.2 Pemurnian Nira Mentah ..................................................................................... 8 2.4.3 Penguapan Nira Encer ...................................................................................... 11 2.4.4 Kristalisasi Nira Kental .................................................................................... 12 2.4.5 Pemisahan Kristal ............................................................................................ 14 2.4.6 Pengeringan Kristal Gula ................................................................................ 14 2.5 Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Tebu ....................................... 15 2.5.1 Limbah Bagasse (Ampas) ................................................................................ 16 2.5.2 Limbah Blotong (Padat) ................................................................................... 17 2.5.3 Limbah Tetes (Cair) ......................................................................................... 19 2.6 Penanganan & Pencegahan Limbah Pabrik Gula.................................................... 20 2.6.1 Penanganan Limbah ......................................................................................... 21 2.6.2 Pencegahan Limbah ......................................................................................... 22 BAB 3 ............................................................................................................................... 25 PENUTUP ........................................................................................................................ 25
ii
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 25 3.2 Saran ....................................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Gula ........................................................................ 7 Gambar 2.2 Diagram ALir Proses Produksi Gula dan Keluaran Limbah ......................... 15
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komposisi Tebu .................................................................................................. 5
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan senyawa anorganik. Indonesia adalah negara agraris dengan iklim subtropis. Di sinilah tumbuh dengan subur tanaman tebu dan bahkan Indonesia dikenal dengan cikal bakal tebu dunia. Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula (gula kristal putih, white sugar plantation) di pabrik gula. Dalam operasionalnya setiap musim giling (setahun), pabrik gula selalu mengeluarkan limbah yang berbentuk cairan, padatan dan gas. Limbah cair meliputi cairan bekas analisa di laboratorium dan luberan bahan olah yang tidak disengaja. Limbah padat meliputi ampas tebu, abu dan debu hasil pembakaran ampas di ketel, padatan
1
bekas analisa laboratorium, blotong dan tetes. Limbah gas meliputi gas cerobong ketel dan gas SO2 dari cerobong reaktor pemurnian cara sulfitasi. Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, diproduksi dalam jumlah 32 % tebu, atau sekitar 10,5 juta ton per tahun atau per musim giling se Indonesia. Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel untuk memproduksi energi keperluan proses, yaitu sekitar 10,2 juta ton per tahun (97,4 % produksi ampas). Sisanya (sekitar 0,3 juta ton per tahun) terhampar di lahan pabrik sehingga dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar pabrik gula. Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94oC akan terjadi kebakaran spontan. Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, diproduksi sekitar 3,8 % tebu atau sekitar 1,3 juta ton. Limbah ini sebagian besar diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain dibuang di lahan tebuka, dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut. Sedangkan belerang dioksida (SO2) merupakan limbah gas yang keluar dari cerobong reaktor sulfitir pada proses pemurnian nira tebu yang kurang sempurna menyebabkan polusi udara di atas pabrik dan pemakaian belerang menjadi lebih tinggi dari normal. Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 % tebu atau sekitar 1,5 juta ton. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian besar dipakai sebagai bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi.
2
Dalam analisa kontrol kualitas bahan alur proses di laboratorium dihasilkan limbah bekas analisa yang berbentuk cairan dan padatan yang mengandung logam berat (Pb). Logam tersebut berasal dari bahan penjernih Pb-asetat basa yang digunakan untuk analisa gula dalam pengawasan pabrikasi. Bahan penjernih tersebut telah digunakan sudah cukup lama, sejak satu abad yang lalu. Diperkirakan untuk pabrik gula yang berkapasitas 4000 ton tebu per hari diperlukan tidak kurang dari 100 kg Pb per musim giling. Dapat dibayangkan untuk pabrik gula seluruh Indonesia, khususnya di Jawa, diperkirakan sekitar 5 ton Pb per tahun dibuang sebagai limbah analisa gula, atau sekitar 500 ton Pb tersebar di perut bumi Pulau Jawa selama seabad.
1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana cara pembuatan gula tebu? b. Bagaimana cara pengolahan limbah pada pabrik gula agar bermanfaat? c. Bagaimana proses pengolahan air limbah pabrik gula tebu? d. Bagaimana cara mencegah pencemaran limbah industri pabrik gula tebu? 1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui proses pembuatan gula tebu b. Untuk mengetahui pengolahan limbah pada pabrik gula sehingga menghasilkan produk lain c. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan limbah gula tebu d. Untuk mengetahui cara pencegahan tercemarnya lingkungan 1.4 Manfaat Manfaat dari peyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui proses produksi gula tebu dari penerimaan bahan baku sampai dengan teknologi alternative pengolahan limbah hasil sisa produksi industri pabrik gula tebu.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gula Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. 2.2 Limbah Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. 2.3. Bahan Baku Gula Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di bagian timur. Tebu sebagai bahan baku utama industri gula di Indonesia merupakan tanaman yang efisien. Nama tebu hanya terkenal di Indonesia, di lingkungan Internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum L. Jenis ini termasuk dalam famili Gramineae atau kelompok rumput-rumputan. 2.3.1. Komposisi atau Kandungan Tebu Umumnya tebu di Jawa memiliki komposisi sebagai berikut:
4
Tabel 2.1 Komposisi Tebu Komposisi
Kadar
Sukrosa
11-19%
Gula reduksi
0,5-1,5%
Senyawa anorganik
0,5-1,5%
Asam anorganik
0,15%
Sabut
16-19%
Zat warna
8-9%
Air
65-75%
2.3.2. Varietas Tebu yang Baik untuk Bahan Baku Gula Varietas tebu sangat banyak jumlahnya, tetapi tidak semua unggul. Yang dimaksud varietas unggul adalah varietas yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Tingkat produktivitas gula yang tinggi. Produktivitas dapat diukur dari bobot atau rendaman yang tinggi; b. Tingkat produktivitas (daya produk) yang stabil; c. Kemampuan yang tinggi untuk di kepras; dan d. Teloransi yang tinggi terhadap hama dan penyakit. Tanaman tebu yang termasuk genus Saccharim, mempunyai berbagai spesies antara lain S.Officinarum, S.Spontaneum, S.Sinense, S. Barberi dan S. Robustum. Dalam perkembangannya untuk keperluan industry ditemukan bermacam-macam varietas baru yang terkenal dengan inisial POJ (Proefstation Oost Java), B (Barbados), H (Hawaii) dan sebagainya.
Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Syarat Tumbuh Tebu (Saccarum officinarum)Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Tebu tumbuh di daerah dataran 5
rendah yang kering. Iklim panas yang lembab dengan suhu antara 25ºC28ºC. Curah hujan kurang dari 100 mm/tahun. Tanah tidak terlalu masam, pH diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dplUmur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Batang tebu mengkonversi sinar matahari dengan proses fotosintesa sehingga menjadi gula (sukrosa) selama pertumbuhan. Reaksi utama pada proses fotosintesa tebu : Reaksi: 6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2 Monosakarida hasil reaksi di atas berupa D-glukosa dan fruktosa. Bertentangan dengan sintesa secara kimia, kedua monosakarida di atas, secara biokimia membentuk disakarida, yaitu sukrosa (sakarosa). Bila tebu ditebang, kehidupan sel tebu makin lama makin lemah dan akhirnya fotosintesa berhenti. Ada beberapa metode pemanenan tebu, diantaranya adalah dengan cara dibakar terlebih dahulu. Metode pembakaran tebu sebelum dipanen lazim digunakan pada lahan tebu yang luas dengan motode tebangan mekanisasi. Keuntungan dari membakar tebu sebelum ditebang adalah berkurangnya jumlah kotoran seperti trash, daun dan klaras. Tetapi apabila setelah ditebang tebu tidak langsung digiling dibawah 24 jam kadar dekstran nira perahan meningkat dan menimbulkan kerugian dalam proses. Dengan semakin lama waktu tunda giling pada tebu yang dibakar dekstran akan lebih cepat terbentuk. Dengan kehilangan sebanyak itu tentu hasil gula yang diperoleh akan menurun sedangkan tetes yang dihasilkan oleh pabrik gula meningkat. Dekstran berakibat negatif pada proses pembuatan gula. Kadar dekstran tinggi menyebabkan nira sukar dioleh dan viskositas pada proses kristalisasi tinggi sehingga sukar untuk di kristalkan.
6
2.4 Proses Pembuatan Gula Proses pembuatan gula dari bahan baku tebu secara umum dilakukan dengan tahap yaitu penggilingan tebu, pemurnian nira mentah, penguapan nira encer, kristalisasi nira kental, pemisahan kristal dan pengeringan kristal.
Penggilingan Tebu
Pemurnian Nira Mentah
Penguapan Nira Encer
Kristalisasi Nira Kental
Pemisahan Kristal
Pengeringan Kristal
Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Gula 2.4.1 Proses Penggilingan Tebu Setelah tebu dipanen, langkah selanjutnya dalam proses pembuatan gula adalah pemerahan tebu di gilingan. Tebu diperah menghasilkan “nira” dan “ampas”. Untuk menggiling tebu diperlukan 4-6 set gilingan yang terdiri dari rol baja. Setiap set terdiri dari 3 buah rol, satu berada di atas dua lainnya. Masing-masing set gilingan berada dalam ukuran alur(groove) dan jarak antar rol, dan semakin kebelakang jarak antar rol semakin sempit hingga pemerasan menjadi lebih baik. Untuk melarutkan nira yang melekat dalam serabut dilakukan penyemprotan dengan air (air imbibisi). Penambahan air imbibisi harus diperhitungkan agar tidar mengganggu proses penguapan atau pemborosan energi. Penambahan air imbibisi sekitar 15-16% berat tebu yang digiling. Ampas yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk berbagai macam keperluan. Diantaranya digunakan sebagai bahan bakar ketel uap, atau sebagai bahan baku untuk pulp dan apabila berlebih bisa digunakan sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol dan produk lain.
7
Nira yang dihasilkan dari penggilingan dapat mencapai 80-90% berat tebu. Nira inilah yang mengandung gula dan akan di proses lebih lanjut di pemurnian. 2.4.2 Pemurnian Nira Mentah Setelah tebu diperah dan diperoleh “nira mentah” (raw juice), lalu dimurnikan. Dalam nira mentah mengandung
sukrosa, gula invert
(glukosa+fruktosa) ; zat bukan gula, terdiri dari atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan anorganik, zat warna, lilin, dan sebagainya. Pada proses pemurnian zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat yang mengandung gula. Pemurnian dimaksudkan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terbawa nira, hingga diperoleh gula yang jernih. Kotoran-kotoran yang terkandung dalam nira antara lain: a. Suspensi kasar yang terdiri dari tanah, ampas, dan lain-lain b. Suspensi koloid diantaranya protein, lemak, lilin, tepung, gum dan phosphatida. c. Zat-zat yang menimbulkan warna dan kekeruhan misalnya klorofil, besi oksida dan sebagainya Proses pemurnian ini dapat dilakukan baik secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, dan pemberian bahan pengendap. Berdasarkan cara penjernihan nira dikenal 3 macam cara penjernihan: 1. Defekasi Dalam cara ini nira mentah ditambah Ca(OH)2 dalam keadaan dingin sampai suasana larutan nira menjadi alkalis, kemudian dididihkan dan dibiarkan agar kotoran mengendap.
Kelebihan cara defekasi adalah prosesnya pemurniannya dengan biaya lebih murah dan produk yang dihasilkan bebas residu belerang.
8
Kelemahan cara defekasi adalah pengendapan kurang baik dibandingkan proses sulfitasi dan karbonatasi, sehingga produksi gula yang dihasilkan kurang seragam. 2. Sulfitasi Bahan additive dalam proses ini adalah Ca(OH)2 dan gas SO2. Ke dalam nira, mula-mula ditambahkan Ca(OH)2 berlebih yaitu sekitar 1% lebih banyak dari berat kapur yang diperlukan (diperhitungkan). Maksud penambahan Ca(OH)2 yang berlebih adalah untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira, dan membantu pengendapan. Sisa Ca(OH)2 yang masih ada dinetralkan dengan jalan memasukkan gas SO2, proses netralisai ini dilakukan pada suhu 70-800 C. Reaksi yang terjadi pada proses ini: Ca(OH)2(aq) + H2SO3(aq)
CaSO3(s) + 2H2O(l)
Reaksi antara nira dan gas SO2 akan membentuk endapan CaSO3, yang berfungsi untuk memperkuat endapan yang telah terjadi sehingga tidak mudah terpecah. Gas SO2 selain berlaku sebagai zat penetral, juga bersifat sebagai zat penghilang warna (bleaching agent). Dengan cara SO2 memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. Cara sulfitasi ini menghasilkan gula SHS (Superior Head Sugar) yang berwarna putih. Sulfitasi dapat dilakukan dengan cara dingin atau panas. a. Sulfitasi dingin Nira mentah ditambah dengan Ca(OH)2 tanpa pemanasan terlebih dahulu. Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan. b. Sulfitasi panas Pada proses sulfitasi terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut dalam keadaan dingin, sehingga waktu dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa pemanas. Untuk mencegah hal ini pelaksanaan proses sulfitasi dimodifikasi sebagai berikut : Dimulai dengan nira mentah yang dipanaskan sampai 70-80 0C, ditambah Ca(OH)2, disulfitasi kemudian dipanaskan sampai mendidih dan
9
akhirnya diendapkan. Pada suhu kira-kira 750C kelarutan CaSO3 paling kecil. Dibandingkan dengan cara defekasi proses sulfit memberikan keuntungan antara lain: a. Kotoran lebih mudah&cepat mengendap, sehingga menaikkkan kapasitas alat pengendap. b. Massecuite (bubur kristal gula) lebih encer dan lebih mudah mengendapkannya. c. Kristalisasi lebih baik dan warna gula lebih putih. d. Penghematan waktu dalam pengendapan dan pemasakan. e. Kapasitas sentrifuge lebih besar. Cara sulfitasi ini mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain: a. Deposit nira kental dalam alat pemanas dan penguapan (evaporator) lebih banyak b. Biaya perawatan dan investasi yang lebih besar diperlukan, karena masalah korosi yang lebih besar.
3. Karbonatasi Pada pemurnian secara karbonatasi, bahan aditif yang ditambahkan adalah Ca(OH)2 dan gas CO2. Kapur yang diberikan banyaknya sekitar 10 x berat yang digunakan dalam proses sulfitasi. Sisa kapur dalam nira dinetralkan dengan gas CO2 dari pembakaran batu kapur(CaCO3).
Reaksi yang terjadi pada proses ini yaitu: Ca(OH)2(aq) + CO2(g)
CaCO3(S)
Endapan CaCO3 dapat menyerap zat-zat berwarna dan gum (pentosan). Proses karbonatasi dapat dilakukan pada suhu rendah maupun suhu tinggi. Jika suhu sangat tinggi, di atas 900 C, maka gula pereduksi akan mengalami dekomposisi dan warna nira menjadi gelap. Bila suhu proses dipertahankan 550 C, akan dihasilkan gula yang sangat putih, lebih putih daripada gula hasil proses sulfitasi.
10
Proses penjernihan secara karbonatasi menghasilkan gula SHS berwarna putih. Kotoran-kotoran yang telah menggumpal dari prosesproses di atas selanjutnya diendapkan di dalam pesawat pengendap, (clarifier). Kemudian endapan dipisahkan dari nira jernih encer. Terhadap endapan yang masih mengandung nira, dilakukan filtrasi untuk mendapatkan niranya dengan menggunakan alat filter-frame press atau filter vakum yang berputar. Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga diperoleh nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor. Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya (Penguapan), sedangkan nira kotor diolah dengan rotary vacuum filter menghasilkan nira tapis dan blotong. Nira tapis selanjutnya dikembalikan pada awal proses pemurnian nira sedangkan kotoran (blotong) akan terkumpul sebagai limbah. 2.4.3 Penguapan Nira Encer Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam vakum multiple effect evaporator. Tujuan dari penguapan ini adalah untuk memisahkan air yang terkandung dalam nira encer sehingga didapatkan larutan nira pekat. Penggunaan multiple effect evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan uap. Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3 buah evaporator atau lebih yang dipasang secara seri. Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5 (quintuple) buah evaporator. Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan pada evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I. Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu ( > 1250 C) akan mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan terjadi pada suhu 700 C. Produk yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah ”nira kental” . Nira dari bejana nomor 1 diuapkan dengan menggunakan penambahan uap. Uap bekas ini terdapat dalam sisi ruang uap dan nira yang diuapkan 11
terdapat dalam pipa-pipa nira dari tombol uap. Kemudian uap bekas dialirkan ke dalam bejana nomor 2. Selanjutnya nira kental yang berasal dari bejana nomor 1 ke bejana nomor 2. Dalam bejana nomor 2 nira kental diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 1. Kemudian nira kental dai bejana nomor 2 dialirkan ke bejana nomor 3 dan diuapkan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian dan seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap dengan kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO2 sebagai belancing dan siap dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan perantara pompa vakum. 2.4.4 Kristalisasi Nira Kental Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi dalam pan masak ( crystallizer ) yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula. Sedangkan campuran nira kental dan kristal gula disebut massecuite. Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus, koefisien kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu pola kristal sukrosa. Titik kristalisasi gula tebu terjadi pada 78-800 Brix. Karena itu hasil akhir penguapan di dalam evaporator tidak boleh melebihi 780 Brix, agar tidak menimbulakn kesukaran-kesukaran karena adanya kristal-kristal. Langkah selanjutnya yaitu memasukkan bibit gula yang berupa kristalkristal gula halus kedalam pan masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pemasukan bibit gula bertujuan agar pembentukan kristal gula bisa berlangsung serempak dan homogen. Pada proses masak ini kondisi kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan. Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung pendingin (receiver) untuk proses kristalisasi. Tujuan dari palung pendingin ialah melanjutkan proses kristalisasi yang telah
12
terbentuk dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Untuk lebih menyempurnakan dalam proses kristalisasi maka palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi. Tingkat masakan (kristalisasi) tergantung pada kemurnian nira kental. Apabila HK nira kental > 85 % maka dapat dilakukan empat tingkat masakan (ABCD). Dan apabila HK nira kental < 85 % dilakukan tiga tingkat masakan (ACD). Pada saat ini dengan kondisi bahan baku yang rendah pabrik gula menggunakan sistem masakan ACD, dengan masakan A sebagai produk utama. Proses masak pada pabrik-pabrik di Jawa Timur umumnya dilakukan secara bertingkat, yaitu: A, C dan D. a. Masakan A Proses masak tahap pertama dengan menggunakan bahan baku nira mentah dinamakan masakan A. Bibit gula dalam proses masak A adalah gula hasil proses masakan C, dengan ukuran kristal sekitar 0,4 mm. Kristal yang dihasilkan dari proses masak ini disebut gula A dan sirupnya disebut sirup A. Gula A dicampur dengan air atau klare dipisahkan dengan mesin sentrifugal menghasilkan gula putih dan larutan klare. Gula putih selanjutnya dikeringkan dan dikemas sebagai gula produk. b. Masakan C Didalam sirup A masih terkandung banyak sukrosa yang belum jadi kristal. Sukrosa tersebut kemudian diambil kembali melalui proses masak berbahan baku sirup A atau biasa disebuit masakan C. Pada proses masakan C, bibit yang digunakan adalah gula D dengan ukuran kristal sekitar 0,2 mm. Proses masak berlangsung sebagaimana pada masakan A, namun karena kandungan sukrosa pada sirup A sudah menurun, maka kristalisasi pada masak C butuh waktu lebih lama. Gula C diambil dengn
13
cara sentrifugasi, sedangkan sirupnya digunakan untuk bahan baku pada masak D. c. Masakan D Masakan D bisanya menggunakan bahan baku campuran sirop C dan sirup A. Proses masak D berlangsung jauh lebih lama dibanding masak A, karena tingkat kemurnian sukrosa bahan yang digunakan rendah. Khusus untuk masakan D, setelah turun dari bejana masak dilanjutkan dengan kristalisasi lanjut dengan pendinginan di palung pendingin sampai lebih dari 24 jam. Setelah dipisahkan di mesin sentrifugal, gula D dilebur kembali dan dicampur dengan nira kental dan sirup D atau lebih dikenal dengan tetes. 2.4.5 Pemisahan Kristal Setelah masakan didinginkan proses selanjutnya adalah pemisahan. Proses
ini
bertujuan
Untuk
memisahkan
kristal
gula
dari
cairannya(molasse), dalam proses ini dapat dilakukan dengan cara pemutaran menggunakan puteran(centrifuge). Dalam pemisahan ini, terlebih dahulu viskositas molasse dikurangi dengan memberikan air. Kemudian dilakukan pemutaran dan kristal gula yang diperoleh dikeringkan. Pada alat centrifuge ini terdapat saringan. Sistem kerja lat ini yaitu dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop(Campuran larutan dan kristal gula) akan tersaring dan kristal gula tertinggal dalam puteran. Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringakan untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki tetes untuk di jual. 2.4.6 Pengeringan Kristal Gula Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira 20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering, untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu.
14
pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai udara panas kira-kira 800C. Pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat kering dan dingin. Proses pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan cara pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula menggunakan cara pemanasan. Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas. 2.5 Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Tebu Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.
Gambar 2.2 Diagram ALir Proses Produksi Gula dan Keluaran Limbah
15
2.5.1 Limbah Bagasse (Ampas) Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagasse (limbah padat industri gula). Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, particle board, bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) sehingga mengurangi konsumsi bahan-bakar minyak oleh pabrik. Selain itu semua, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural. Furfural (C5H4O2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid, furaldehid, furanaldehid, 2Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari golongan furan. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas terutama untuk mensintesis senyawa-senyawa turunannya. Di dunia hanya 13% saja yang langsung menggunakan Furfural sebagai aplikasi, selebihnya disintesis menjadi produk turunannya. Furfural dihasilkan dari biomassa (ampas tebu) lewat 2 tahap reaksi, yaitu hidrolisis dan dehidrasi. Untuk itu digunakan bantuan katalis asam, misalnya: asam sulfat, dan lain-lain. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan furfural dan turunannya di dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat . Hingga saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor. Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural dunia.
16
2.5.2 Limbah Blotong (Padat) Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi < panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan asal tebu. Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong sebagai kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur mereka. Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini kemudian dijemur di terik matahari selama 2 – 3 minggu dengan intensitas matahari penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori dan membuang sisa kandungan air, kemudian 17
dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak di kompor tanah mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit blothong tersebut, setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun depan. Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk pellet Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar alternative dalam bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong adalah harganya yang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu juga tergantung dari kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti MITAN dan kayu bakar. Kedepannya perlu ada kajian apakah briket blotong ini juga bisa digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak PG. Blotong
18
dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (kabak). Pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT), blotong dan komposdari ampas tebu, blotong dan abu ketel(KABAK). 2.5.3 Limbah Tetes (Cair) Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung kotorankotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll. Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan bagi pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes. Komposisi Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral yaqng cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes juga mengandung vitamin B komplek yang sangat berguna untuk sapi yang masih pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang sangat tinggi sehingga pemakaiannya
19
pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari. Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya. Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum terbiasa maka menyebabkan kotoran menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan terjadi kematian karena keracunan tetes. Pembuatan bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Kemudian dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK kemudian dilakukan proses fermentasi. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembunggelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %. Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi hingga kadar etanolnya 95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%. 2.6 Penanganan & Pencegahan Limbah Pabrik Gula Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang dihasilkan oleh sebuah proses dan dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah tidak terpakai. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industry maupun domestic (rumah tangga atau yang lebih dikenal sabagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Jenis sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair. Pabrik gula dari
20
bahan tebu yang mempunyai limbah organik berupa blotong (filter cake), dan abu boiler. Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil dari proses produksi pembuatan gula, dimana dalam suatu proses produksi gula akan dihasilkan blotong dalam jumlah yang sangat besar. Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan 1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah ( vinasse ) sebanyak 13 liter (1 : 13). Dari angka perbandingan di atas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak tertangani dengan baik maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi lingkungan. 2.6.1 Penanganan Limbah a. Sisa Ampas atau ampas lebih. Sebelum dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku energi listrik, media kompos dan lain-lain, penanganan awal yang ampas
bijak untuk sisa
(produksi ampas – ampas yang telah digunakan sebagai
pembangkit energi untuk proses) adalah dikempa terlebih dahulu menjadi bal (kubus). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan berat jenis ampas, kemudian diikat agar ampas tidak mudah lepas berterbangan (mawur). Selanjutnya ampas bal siap untuk digudangkan. b. Debu dan abu hasil pembakaran ampas. Penanganan debu hasil pembakaran ampas
dilakukan dengan cara
menangkap debu tersebut dengan menggunakan dust collector yaitu wet atau dry scrubber sebelum keluar melalui cerobong ketel. Debu dan abu hasil pembakaran ampas ditanam bersama dalam tempat pembuangan akhir kemudian disiram air. Hal ini dilakukan agar debu dan abu tersebut aman terhadap lingkungan, menghindari kebakaran karena dikhawatirkan abu masih mengandung bara api yang latent. c. Blotong Penanganan awal untuk sisa blotong (produksi blotong – blotong yang telah dimanfaatkan petani) perlu ditangani dengan cara menanam ke dalam lubang pembuangan awal sebelum dimanfaatkan kembali sebagai pupuk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pandangan dan bau yang tidak sedap.
21
d. Limbah cair dan padat bekas analisa gula di laboratorium. Limbah cair bekas
analisa gula di laboratorium ditangani dengan
cara mengumpulkan cairan (filtrat) tersebut untuk di-elektrolisis agar logam berat menempel pada elektroda. Logam berat diambil dari elektroda sebagai limbah padat. Bersama-sama dengan limbah padat bekas analisa gula di laboratorium dan limbah padat lainnya ditanam bersama ke dalam tempat pembuangan akhir. Selanjutnya limbah cair yang telah ditritmen dinetralkan, kemudian bersama-sama dengan cairan lainnya (pendingin alat mesin pabrik, luberan bahan olah yang tidak disengaja, air kebutuhan karyawan pabrik) dikeluarkan dari pabrik dan dikirim ke tempat pengolahan limbah dengan teknologi sistem Biotray. Sistem ini dapat mengolah air limbah untuk dipakai kembali sehingga dapat mengurangi suplesi air segar sampai 0,6 – 1 M3 per ton tebu dan beban polutan dapat diturunkan sampai nihil. e. Tetes tebu. Penyimpanan tetes tebu dalam tangki dapat ditangani dengan cara mengantisipasi suhu tetes, yaitu sebelum dikirim ke tangki tetes suhu tetes harus berkisar antara 35 – 40oC. Misalnya dengan cara melewatkan tetes tersebut melalui pendingin sehingga tetes yang keluar dari pendingin tersebut berkisar 35 – 40oC. 2.6.2 Pencegahan Limbah Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Tanaman ini merupakan sumber bahan baku perusahaan gula. Dalam suatu produksi barang, pastilah didapat hasil samping (limbah). Begitu pula halnya dengan produksi pada pabrik gula. Berikut adalah limbah yang dihasilkan dari produksi gula yang berasal dari tanaman tebu: a. Pucuk Tebu Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh sekitar 14 ton pucuk tebu segar. Pucuk tebu segar maupun 22
dalam bentuk awetan, sebagai silase atau jerami dapat menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah umum digunakan di Indonesia. b. Ampas Tebu Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut yang disebut ampas. Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi ampas rata-rata terdiri dari kadar air : 46 – 52 %; Sabut 43 – 52 %; padatan terlarut 2 – 6 %. Umumnya ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk pemenuhan kebutuhan energi pabrik. Pabrik gula yang efisien dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar boilernya dari ampas, bahkan berlebih. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket, partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia seperti furfural, xylitol, methanol, metana, dll. c. Blotong Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan menghasilkan nira kotor yang kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini akan dihasilkan nira tapis dan endapan yang biasanya disebut “blotong” (filter cake). Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air 67 %, kadar pol 3 %, sedangkan dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2 %. Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik wax. Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu. d. Tetes Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Penggunaan tetes antara lain sebagai pupuk dan pakan ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG, asam laktat dll. e. Asap Telah disebutkan di atas hasil sampingan (limbah) pabrik gula cukup beragam. Agar limbah ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan sekitar,
23
maka diperlukan suatu pengelolaan terhadap limbah tersebut. Cara- cara yang bisa digunakan dalm pengolahan limbah yaitu menetralkan limbah sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan , dan dengan merubah limbah menjadi barang lain yang lebih bernilai tinggi.
24
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Proses pembuatan gula dari bahan baku tebu secara umum dilakukan dengan tahap yaitu penggilingan tebu, pemurnian nira mentah, penguapan nira encer, kristalisasi nira kental, pemisahan kristal dan pengeringan kristal. Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal. Pemanfaatan
Limbah
gula
dari
tebu
dintaranya
bisa
dijadikan
bioethanol,kompos dan produk yang bernilai ekonomi lainnya.
25
3.2 Saran Dari setiap premosesan pasti akan menghasilkan hasil samping, limbah, atau ampas yang masih bisa dimanfaatkan sehingga limbah tidak menyebabkan lingkungan tercemar, jadi berpandai-pandailah memanfaatkan hasil samping, limbah, atau ampas agar dapat memperhemat bahan mentah.
26
DAFTAR PUSTAKA Martoyo, T., B. E. Santoso dan M. Mochtar. 1994. Bahan penjernih alternatif untuk analisis pol nira dan bahan alur proses di pabrik gula. Majalah Penelitian Gula Vol 30 (3 – 4). P3GI. Pasuruan. pp: 1– 5. Santoso.B.E., 2008., Limbah Pabrik Gula: Penanganan, Pencegahan Dan Pemanfaatannya Dalam Upaya Program Langit Biru Dan Bumi Hijau. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan, Indonesia. p: 1-6. Widodo. Yusuf., 2007, Pemanfaatan Limbah Industri Gula Melalui Pengolahan Biologis Dan Kimiawi Dalam Upaya Meningkatkan Upaya Kecernaannya Secara Invitro, Lampung University Library, Lampung. http://ekcsta4ever.blogspot.co.id/2014/06/makalah-proses-pembuatan-guladan.html. Diakses Maret 2018 https://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-pabrik-gula/. Diakses Maret 2018 http://www.penelitian_gula.asp.atm Diakses Maret 2018 https://id.wikipedia.org/wiki/Gula. Diakses Maret 2018 https://id.wikipedia.org/wiki/Tebu Diakses Maret 2018
27