MAKALAH
" PANDANGAN IMAN KRISTEN PROTESTAN TERHADAP ETIKA LINGKUNGAN "
Oleh
Herepa Hesegem
Magister Lingkungan Dan Perkotaan, Universitas Katholik Soegijapranata,
(UNIKA) Semarang
(Email:
[email protected])
A. Pendahuluan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi dibumi ini, jika dicermati dengan
seksama, sebenarnya berakar dari cara pandang manusia tentang kehidupan dan
alam lingkungannya. Cara pandang ini kemudian melahirkan perilaku manusia
yang merusak keseimbangan di alam, yang pada gilirannya akan mengakibatkan
terjadinya kerusakan lingkungan. Cara pandang dikotomis yang dipengaruhi
oleh paham antroposentrisme yang menganggap bahwa alam merupakan bagian
terpisah dari manusia dan bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam,
mempunyai peran besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan (Naess,
1993; Nasir, 1990).
Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif,
destruktif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam
dan lingkungannya. Disamping itu paham materialisme, kapitalisme dan
pragmatisme dengan kendaraan sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat
dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun
lokal, termasuk di negara kita. Para penganut deep ecology yang dipelopori
oleh Naess (1993) menyatakan bahwa kerusakan atau krisis lingkungan yang
terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan merubah secara fundamental
cara pandang dan mind set manusia terhadap alam lingkungannya. Tindakan
praktis dan teknis penyelamatan lingkungan dengan bantuan sains dan
teknologi ternyata bukan merupakan solusi yang tepat. Yang dibutuhkan
adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang bukan hanya orang perorang,
akan tetapi harus menjadi semacam kesadaran dan budaya masyarakat secara
luas.
Sadar lingkungan dan upaya penyelamatan lingkungan harus menjadi
kesadaran bersama dan menjadi gerakan bersama antara kaum perempuan dan
laki-laki, anak-anak dan orang dewasa, dalam semua level. Jika tidak, bumi
yang kita tempati yang hanya satu ini benar-benar akan terancam, yang hal
ini juga berarti akan mengancam pula kehidupan seluruh makhluk termasuk
manusia. Pada makalah ini terlebih dahulu akan membahas landasan teologis
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang diakhiri dengan konsep
dan asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalam perspektif agama
(Kristen Protestan). Kedua hal ini yakni landasan teologis dan asas
perlindungan lingkungan ini menjadi sangat penting dalam rangka membangun
moral masyarakat melalui pelurusan kembali cara pandang masyarakat tentang
alam lingkungannya.
B. Dasar Teologis Etika Lingkungan
Didalam kisah penciptaan alam semesta ini, dikatakan didalam (Kejadian
1:31) "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat
baik.……". Ayat ini adalah kesimpulan dari semua ciptaan_Nya bahwa alam
semesta maupun manusia diciptakan Allah dengan sempurna. Pada ayat 26 dari
Kejadian 1 dikatakan "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi." Pernyataan "berkuasa" ini
bukan berarti antroposentrisme dimana manusia adalah pusat dari segala-
galanya dan memandang alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan yang dengan
sesukanya diambil dan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup manusia namun
mengacu pada ayat sebelumnya (Kejadian 1:31) "Maka Allah melihat segala
yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.……" harus berjalan dengan baik
dan berkesinambungan (manusia berkuasa atas alam semesta, memelihara dan
mengusahakannya untuk kelangsungan hidup dari mahluk hidup yang ada di
bumi). Kejadian 2: 8-9 dikatakan " (8) Selanjutnya TUHAN Allah membuat
taman di Eden, di sebelah timur; di situlah ditempatkan-Nya manusia yang
dibentuk-Nya itu. (9) Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon
dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon
kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat". Kejadian 2:15 "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan
menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman
itu". Dari awal manusia diciptakan Allah, manusia ditempatkan ditengah
taman buatan TUHAN yang sungguh amat baik itu. Allah berkehendak agar
manusia dapat mengusahakan dan memelihara taman itu dengan sebaiknya untuk
memenuhi kebutuhan jasmani dari manusia ciptaan_Nya itu. Mengusahakannya
berarti ada daya dari manusia (ciptaan) untuk mengelola, melestarikan,
membudidayakan, ciptaan-Nya serta memeliharanya. Sebenarnya cukup jelas
jika kita melihat ayat Alkitab ini yang mana Allah menciptakan alam semesta
ini supaya manusia (ciptaan) itu "mengusahakan dan memelihara".
C. Kegagalan Manusia Dalam Memelihara Dan Mengusahakan Alam?
Alkitab mencatat adanya "keinginan" dalam diri manusia untuk menjadi
sama seperti Allah dan karena keinginan itu ia "melanggar" perintah Allah
(Kejadian 3:5-6) "tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya
matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang
baik dan yang jahat. Manusia (perempuan) itu melihat, bahwa buah pohon itu
baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati
karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya
dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan
suaminyapun memakannya".
Tindakan melanggar amanat Allah membawa dampak bukan hanya rusaknya
hubungan manusia dengan Allah tetapi juga dengan sesamanya dan dengan alam.
Manusia menghadapi alam tidak lagi dalam konteks "sesama ciptaan" tetapi
mengarah pada hubungan "tuan dengan miliknya". Manusia memperlakukan alam
sebagai objek yang semata-mata berguna untuk dimiliki dan dikonsumsi. Alam
diperhatikan hanya dalam konteks kegunaan (utilistik materialistik).
Manusia hanya memperhatikan tugas menguasai tetapi tidak memperhatikan
tugas memelihara. Dengan demikian manusia gagal melaksanakan tugas
kepemimpinannya atas alam. Akibat dari perlakuan buruk manusia terhadap
alam terungkap dalam istilah seperti: "tanah yang terkutuk", "susah payah
kerja" dan "semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkan bumi" (Kej 3:17-
19). Manusia selalu dibayangi oleh rasa "kuatir" akan hari esok yang
mendorongnya cenderung rakus dan materialistik (Mat 6:19-25). Secara
teologis dapat dikatakan bahwa akar kerusakan lingkungan alam dewasa ini
terletak dalam sikap rakus manusia yang dirumuskan oleh John Stott sebagai
"economic gain by environmental loss". Manusia berdosa menghadapi alam
tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhannya tetapi sekaligus untuk
memenuhi keserakahannya. Dengan kata lain, manusia berdosa adalah manusia
yang hakekatnya berubah dari "a needy being" menjadi "a greedy baing".
Kegagalan dalam melaksanakan tugas kepemimpinan atas alam merupakan
pula kegagalan manusia dalam mengendalikan dirinya, khususnya keinginan-
keinginannya. Pada padasrnya manusia suka berdalih dan suka mencari kambing
hitam. Bahkan alamsendir yang disalahkan dengan mengatakan "itu terjadi
karena fenomena alam".
Awal dari semua kehancuran dan kerusakan alam di muka bumi adalah
"karena ketidak taatan manusia kepada perintah TUHAN" dimana Adam dan Hawa
memakan buah yang dilarang Tuhan (Kejadian 2:15-17) "15, TUHAN Allah
mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk
mengusahakan dan memelihara taman itu. 16, Lalu TUHAN Allah memberi
perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan
buahnya dengan bebas, 17, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati". Disinilah letak awal kejahatan dan
kehancuran bumi ini dimulai. Kejadian 6:5 "Ketika dilihat TUHAN, bahwa
kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan semata-mata". "….segala kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan semata-mata" inilah sebenarnya manusia.
Bertolak dari kecenderungan hati manusia yang selalu membuahkan kejahatan,
maka manusia tidak lagi saling menghargai dan menghormati sesamanya,
mementingkan diri sendiri sehingga terjadi hal-hal yang tidak di inginkan
(korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, perang antar agama demi
mempertahankan agama siapa yang paling benar, kerusuhan, perang), bahkan
manusia sudah tidak peduli lagi untuk "… mengusahakan dan memelihara" alam
semesta ini.
D. Hubungan Antara Manusia Dengan Alam
Alkitab, khususnya di dalam Perjanjian Baru mencatat bahwa Allah yang
Maha kasih mengasihi dunia ciptaan-Nya sehingga Ia mengutus anakNya yang
tunggal ke dalam dunia yaitu Tuhan Yesus Kristus (Yoh 3:16) "Karena begitu
besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal". Tuhan Yesus Kristus yang disebut
Firman (logos) penciptaan (Kol 1:15-17; Yoh 1:3, 10a) telah berinkarnasi
(mengambil bentuk materi dengan menjelma menjadi manusia: (Yoh 1:1, 14);
dan melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib serta kebangkitan-Nya dari
antara orang mati, Ia telah mendamaikan Allah dengan segala sesuatu atau
dunia ini (Kol 1:19-20; 2 Kor 5:18-19). Tuhan Yesus telah memulihkan
hubungan Allah dengan manusia dan dengan seluruh ciptaan-Nya dan memulihkan
hubungan manusia dengan alam. Atas dasar itu maka hubungan harmonis dalam
Eden (Firdaus) telah dipulihkan.
Apa yang dibayangkan dalam Perjanjian Lama sebagai nubuat tentang
kedamaian seluruh bumi dan di antara seluruh makhluk (Yesaya 11:9) "Tidak
ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku
yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti
air laut yang menutupi dasarnya", (Yesaya 65:17) "Sebab sesungguhnya, Aku
menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak
akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati". Maka dalam iman
Kristen hubungan baru manusia dengan alam bukan saja hubungan dominio
(menguasai) tetapi juga hubungan comunio (persekutuan). Itu sebabnya Tuhan
Yesus yang telah berinkarnasi itu menggunakan pula unsur-unsur alam yaitu
"air, anggur dan roti" dalam sakramen yang menjadi tanda dan meterai
hubungan baru manusia dengan Allah. Dengan kata lain, hubungan manusia
dengan Allah yang baik harus tercermin dalam hubungan yang baik antara
manusia dengan alam. Persekutuan dengan Allah harus tercermin dalam
persekutuan dengan alam. Hubungan yang baik dengan alam, sekaligus
mengarahkan kita pada penyempurnaan ciptaan dalam "langit dan bumi yang
baru" (Why 21:1-5) yang menjadi tujuan akhir dari karya penebusan Allah
melalui Tuhan Yesus Kristus. Dalam langit dan bumi yang baru itulah Firdaus
yang hilang akan dipulihkan.
E. Dapatkah Manusia Memandang Alam Semesta Sama Seperti Perintah Tuhan
"Mengusahakan Dan Memelihara"?
Kerusakan lingkungan berakar dalam keserakahan dan kerakusan manusia.
Itu sebabnya manusia yang dikuasai dosa keserakahan dan kerakusan itu
cenderung sangat konsumtif. Secara teologis dapat dikatakan bahwa dosa
telah menyebabkan krisis moral/krisis etika dan krisis moral ini
menyebabkan krisis ekologis, krisis lingkungan. Dengan demikian setiap
perilaku yang merusak lingkungan adalah pencerminan krisis moral yang
berarti tindakan dosa. Dalam arti itu maka upaya pelestarian lingkungan
hidup harus dilihat sebagai tindakan "pertobatan dan kelahiran kembali"
(Yohanes 2:38-39); Bertobatlah……untuk pengampunan dosamu", 39; Rasul Paulus
menegaskan: Dan dengan banyak perkataan lain lagi ia memberi suatu
kesaksian yang sungguh-sungguh dan ia mengecam dan menasihati mereka,
katanya: "Berilah dirimu diselamatkan dari angkatan yang jahat ini.".
Dilihat dari sudut pandang Kristen maka tugas pelestarian lingkungan
hidup yang pertama dan utama adalah mempraktekkan pola hidup baru, hidup
yang penuh pertobatan dan pengendalian diri, sehingga hidup kita tidak
dikendalikan dosa dan keinginannya, tetapi dikendalikan oleh cinta kasih.
Materialisme adalah akar kerusakan lingkungan hidup. Maka materialisme
menjadi praktek penyembahan alam (dinamisme modern). Alam dalam bentuk
benda menjadi tujuan yang diprioritaskan bahkan sembah menggantikan Allah.
Kristus mengingatkan bahaya mamonisme (cinta uang/harta) yang dapat
disamakan dengan sikap rakus terhadap sumber-sumber alam (1 Tim 6:9-10);
"Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat
dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang
menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. 10; Karena akar
segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa
orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai
duka". Karena mencintai materi, alam dieksploitir guna mendapatkan
keuntungan material. Maka supaya alam dapat dipelihara dan dijaga
kelestariannya manusia harus berubah (bertobat) dan mengendalikan dirinya.
Manusia harus menyembah Allah dan bukan materi. Dalam arti itulah maka
usaha pelestarian alam harus dilihat sebagai ibadah kepada Allah melawan
penyembahan alam, khususnya penyembahan alam modern alias
materialisme/mamonisme. Pelestarian alam juga harus dilihat sebagai wujud
kecintaan kita kepada sesama sesuai ajaran Yesus Kristus, di mana salah
satu penjabarannya adalah terhadap seluruh ciptaan Allah sebagai sesama
ciptaan.
F. Kesimpulan
Alam atau lingkungan hidup telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada kita
untuk digunakan dan dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia. Manusia dapat
menggunakan alam untuk menopang hidupnya. Dengan kata lain alam diciptakan
oleh Tuhan dengan fungsi ekonomis, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Tetapi bukan hanya kebutuhan manusia menjadi alasan penciptaan.
Alam ini dibutuhkan pula oleh makhluk hidup lainnya bahkan oleh seluruh
sistem kehidupan atau ekosistem.
Alam ini berfungsi ekumenis (untuk didiami) oleh seluruh ciptaan
lainnya. Alam ini rumah kita. Kata-kata ekonomi, ekumene dan ekologi
berakar dalam kata Yunani oikos artinya "rumah". Ekonomi berarti menata
rumah, itulah tugas pengelolaan kebutuhan hidup. Ekumene berarti mendiami
rumah. Itulah tugas penataan kehidupan yang harmonis. Ekologi berarti
mengetahui/menyelidiki rumah. Itulah tugas memahami tanggung jawab terhadap
alam. Manusia adalah penata dalam rumah bersama ini. Pertama ia adalah
pengelola ekonomi. Tetapi ia lebih dikuasai oleh kerakusan karena itu
diperlukan pembaruan/pertobatan dan pengendalian diri kembali supaya timbul
sikap respek dan tindakan penuh tanggung jawab terhadap lingkungan.
Ibadah yang sejati adalah ibadah yang dapat diimplementasikan secara
bertanggung jawab dalam hidup yang nyata. Dalam menata kehidupan bersama
umat Kristen harus bermitra dengan semua orang, bahkan dengan semua
makhluk. Ekumene berarti bekerja bersama membangun kehidupan di atas planet
ini. Tugas itu adalah tugas bersama semua orang dan seluruh ciptaan. Maka
tugas orang Kristen adalah memberi kontribusinya sesuai dengan iman dan
pengharapan kepada YESUS KRISTUS sebagai TUHAN, memperkaya dan
mengoptimalkan ibadahnya dengan terus menerus menjaga dan memelihara
kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya sebagai ungkapan syukur kepada
Tuhan. Optimalisasi ibadah itu dinyatakan dalam bentuk disiplin,
penghematan dan pengendalian diri.
G. Sumber Data
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
http://www.sabda.org/reformed/etika_lingkungan_hidup Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Berbasis Agama (Oleh: Muhjiddin Mawardi).