BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metrorhagia juga dikenal sebagai perdarahan uterus disfungsional adalah masalah yang biasanya di derita oleh seorang wanita. Metrorrhagia adalah keadaan umum, terutama untuk beberapa tahun pertama menstruasi (pubertas metrorrhagia). Hal ini juga diamati dengan pasien yang dekat dengan fase menopause mereka. Pada dasarnya, kondisi ini ditandai dengan episode perdarahan (terutama bercak namun dapat menyebabkan pendarahan parah) di luar fase menstruasi.(Siswoyo, 2014) Dengan demikian, episode perdarahan digambarkan sebagai tidak teratur dalam jumlah dan pola. Mengingat siklus menstruasi normal wanita, fase menstruasi yang\(umumnya dikenal sebagai menstruasi) harus rata-rata 4 hari dan harus terjadi pada bulan depan nanti. Untuk mempermudah, metrorrhagia adalah di antara bercak vagina dalam menstruasi bulanan, ancaman kesehatan dianggap mungkin dan tidak boleh dianggap enteng. Ini harus mendorong kita untuk mencari nasihat medis untuk sejumlah kondisi yang mendasarinya mungkin untuk mencari penyebab kelainan tersebut. Tetapi perhatikan, orang tidak boleh panik dan menganggapnya disebabkan oleh penyakit yang ditakuti. (Anis, 2014) B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi? 2. Bagaimana Siklus Menstruasi normal ? 3. Apa definisi dari Metroragia? 4. Apa etiologi dari Metroragia? 5. Apa saja manifestasi klinis dari Metroragia? 6. Bagaimana patofisiologi dari Metroragia? 7. Bagaimana woc dari Metroragia? 8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Metroragia? 9. Bagaimana penatalaksanaan dari Metroragia? 10. Bagaiamana asuhan keperawatan dari Metroragia? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari Sistem Reproduksi 2. Untuk mengetahui Siklus Menstruasi normal 3. Untuk mengetahui defisini dari Metroragia 4. Untuk mengetahui etiologi dari Metroragia 5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Metroragia 6. Untuk mengetahui patofisiologi dari Metroragia 7. Untuk mengetahui woc dari Metroragia
1
2
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Metroragia 9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Metroragia 10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Metroragia D. Manfaat Manfaat Bagi mahasiswa Agar mahasiswa mengetahui dan memahami cara asuhan keperawatan sistem reproduksi “Metroragia” dengan cepat dan tanggap dan meningkatkan potensi diri sehubungan dengan penanggulangannya.
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian lua r yang terletak di perineum. 1. Alat genitalia wanita bagian luar
3
Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita ( Bobak, IM, 2000 ) a.
Mons veneris / Mons pubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak)
b.
berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks. Bibir besar (Labia mayora) Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari: 1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan
kelanjutan dari
rambut pada mons veneris. 2) Bagian dalam
c.
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar 3 sebasea (lemak). Bibir kecil (labia minora) Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
d.
Klitoris Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan
e.
seksual. Vestibulum Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
4
fourchette. Vestibulum
terdiri
dari
muara
uretra,
kelenjar
parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, f.
panas, dan friksi. Perinium Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
g.
vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium. Kelenjar Bartholin Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek. Pada saat hubungan seks
pengeluaran lendir
meningkat. h.
Himen (Selaput dara) Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran
i.
dari lendir yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi. Fourchette Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil
2.
dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen. Alat genitalia wanita bagian dalam
Gambar 2.2 Organ Interna Wanita (Bobak, IM, 2000) a.
Vagina Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke
5
bagian atas vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang
kandung
kemih.
Vagina
merupakan saluran muskulo- membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian vagina
bawah.
Pada puncak (ujung)
menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang
menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung
banyak
glikogen
yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu b.
persalinan. Uterus Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan terab a padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar
6
2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium/lapisan otot, dan endometrium. 1) Peritoneum a) Meliputi dinding rahim bagian luar b) Menutupi bagian luar uterus c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan d) Pembuluh darah limfe dan urat saraf e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen 2) Lapisan otot a) Lapisan luar: seperti “Kap” melengkung dari fundus uteri menuju ligamentum b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai c)
osteum uteri internum. Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan
tersebut
membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah
terjepit
rapat dengan demikian perdarahan dapat terhenti. 3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya bertambah.
Bagian rahim yang terletak
antara osteum uteri internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan. 4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul, ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum. a) Ligamentum latum
7
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke dinding panggul (2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung pembuluh darah limfe dan ureter (3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi (4) Ligamentum rotundum (teres uteri) (5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan mencapai labia mayus (6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat (7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi b) Ligamentum infundibulo pelvikum (1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul (2) Menggantung uterus ke dinding panggul (3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum c)
ovarii proprium Ligamentum kardinale machenrod (1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju
panggul (2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri (3) Tempat masuknya pembulu h darah menuju uterus d) Ligamentum sacro uterinum Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod menuju os sacrum e)
Ligamentum vesika uterinum (1) Dari uterus menuju ke kandung kemih (2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan
persalinan 5) Pembuluh darah uterus a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk arteri spinalis uteri b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah
pada tuba fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika. 6) Susunan saraf uterus
8
7) Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum. c. Tuba Fallopi Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas li gamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas: 1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum internum tuba. 2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling sempit. 3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”. 4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut fimbriae tubae. Fungsi tuba fallopi : 1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum 2) 3) 4) 5)
uteri. Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi. Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi. Tempat terjadinya konsepsi. Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan
d.
implantasi. Ovarium Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon–hormon steroid. Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
9
Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu: 1) Korteks ovarii a) Mengandung folikel primordial b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
e.
c ) Terdapat corpus luteum dan albikantes 2) Medula ovarii a) Terdapat pembuluh darah dan limfe b) Terdapat serat saraf Parametrium Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar ligamentum latum. Batasan parametrium 1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping 2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri 3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium. 4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii
B.
Menstruasi Normal Menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan berkaitan dengan psikologis- pancaindra,
korteks
serebri,
aksis
hipotalamus-hipofisis-
ovarial, dan endrogen (uterus-endometrium dan alat seks sekunder). Pola haid merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. (Manuaba, 2008). Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur 10 – 16 tahun (Jonesh, 2005). Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus (Sarwono, 2002). Menurut Bobak, menstruasi atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami setiap perempuan. Seorang perempuan
yang
pertama kali mendapat haid adalah pertanda bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan. Fungsi hasil
interaksi
antara
menstruasi
normal
merupakan
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan
10
perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Jones, 2005). Perubahan Siklus Haid 1. Perubahan siklus Haid merupakan suatu keadaan siklus haid yang berbeda dengan yang sebelumnya, yang diukur mulai dari siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal, yang dapat berkisar kurang dari 2.
batas normal sekitar 22– 35 hari (Varney, 2007). Siklus Menstruasi Ciri khas kedewasaan wanita ditandai
dengan
adanya
perubahan-perubahan siklius pada alat kandungan sebagai persiapan untuk suatu kehamilan. Peristiwa penting tersebut ditandai dengan datangnya haid yaitu pengeluaran darah tiap bulan dari rahim. Ada pameo yang mengatakan, ketika haid, rahim menangis karena pembuahan tidak kunjung terjadi. Pendarahan akibat runtuhnya dinding lapisan dalam rahim adalah puncak dari serangkaian peristiwa saling berkaitan, yang bertujuan mempersiapkan rahim menampung sel telur yang dibuahi. Bila kehamilan tidak terjadi, dinding yang sudah dipersiapkan itu mengelupas. Siklus baru yang sama dimulai lagi. Pengendali utama dari semua peristiwa itu ialah hipotalamus. Bagian otak itu pun masih dapat dipengaruhi oleh emosi dan kekecewaan. Terbukti dari kenyataan, haid dapat dipengaruhi oleh pikiran yang kacau, atau perjalanan, dan pindah pekerjaan. Lamanya haid terhenti tidak selalu dapat dipastikan. Ada yang dua atau tiga bulan kemudian datang kembali, dan ada pula yang sampai setahun penuh, bahkan dapat pula lebih. Wanita yang mengalami hal ini, memerlukan pemeriksaan yang cermat terhadap kemungkinan menderita penyakit yang dapat menyebabkan amenorea. a. Gambaran Klinis Menstruasi
11
Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang waktu antara awal menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya. Siklus yang diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan menstruasi – fase luteal − relatif konstan dengan rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita (Hanafi, 2002). Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan
berbagai
ukuran
sangat
mungkin
ditemukan.
Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam endometrium. Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama
satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa
kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun (Bobak, 2004). b. Aspek Hormonal Selama Siklus Menstruasi
12
Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan berbagai organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan koordinasi yang disebut hormon. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ tertentu yang disebut organ target. Hormon- hormon yang berhubungan dengan siklus menstruasi ialah: 1) Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis: a) Luteinizing Hormon (LH) b) Folikel Stimulating Hormon (FSH) c) Prolaktin Releasing Hormon (PRH). d) Steroid ovarium Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik c.
dari ovarium. Fase-fase dalam Siklus Menstruasi Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus (Bobak, 2004). Fase-fase tersebut adalah : 1) Fase menstruasi atau deskuamasi Fase ini endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini berlangsung selama lima
hari (rentang tiga
sampai enam hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progeseron, LH (Luteinizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat. 2) Fase pascamenstruasi atau fase regenerasi
13
Fase
ini,
terjadi
penyembuhan
luka
akibat
lepasnya
endometrium. Kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ± 4 hari. 3) Fase intermenstum atau fase proliferasi Fase ini merupakan periode pertumbuhan
cepat
yang
berlangsung sejak sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8-10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase intermenstum atau fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folike ovarium. Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : a) Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel. b) Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang c)
tinggi. Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase permukaan
ini
dapat
dikenali
dari
yang tidak rata dan dijumpai banyaknya
mitosis. 4) Fase pramenstruasi atau fase sekresi Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu : a) Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya karena kehilangan cairan. b) Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan menjadi lebih berkelok-
14
kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar. Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama. yang arterial. d.
ada
Keadaan
di
seputar
pembuluh-pembuluh
ini memudahkan terjadinya nidasi
(Hanafiah, 1997). Mekanisme siklus menstruasi Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai mencapai kadar 5 mg/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml), dibawah pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang terus-menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin praovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan kembali menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml, dan FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml. Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel akan mulai pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini dimulailah pembentukan dan pematangan korpus
luteum
progesteron,
yang
sedangkan
disertai
dengan
gonadotropin
meningkatnya mulai
turun
kadar
kembali.
Peningkatan progesteron tersebut tidak selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada beberapa wanita yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan fase luteal. Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi progesteron terus menerus meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml.
15
Estradiol yang dikeluarkan terutama dari folikel yang besar yang tidak mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler. Produksi estradiol dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Admin, 2010). C. Metroragia 1. Definisi Metrorrhagia pendarahan yang terjadi di antara siklus mentruasi, atau dengan kata lain timbul lebih sering dari biasa (yatim faisal,2001) Metroragia adalah pendarahan uterus biasanya tidak banyak timbul pada interfan partun mestruasi yang tidak biasanya (chandranita, 2004) Metroragia dideskripsikan sebagai perdarahan diantara dua kejadian menstruasi. Perdarahan pada metroragi lebih tidak teratur karena pengaruh hormon yang tidak seimbang dan lebih sering muncul dengan konsistensi bercak-bercak (Schorge, 2008). Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan 2.
fungsional dan penggunaan eksogen.(www.kumpulanaskep.com) Etiologi Beberapa penyebab dari perdarahan diluar haid yaitu: a. Metroragia di luar kehamilan: 1) Sebab–sebab organic Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada: a) Serviks uteri; seperti (1) Polip servisis uteri Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa. Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis servikalis (Tiran, 2005). (2) Erosio porsionis uteri Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri
(mulut
rahim).
Penyebabnya
bisa
karena
infeksidengan kuman-kuman atau virus, bisa juga
16
karena rangsangan zat kimia /alat tertentu; umumnya disebabkan oleh infeksi. (3) Ulkus pada portio uteri, Ulkus portio Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum. b) Korpus uteri, seperti; Polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma uteri. c) Tuba fallopii; Kehamilan ekstopik terganggu, radang tuba, tumor tuba. d) Ovarium; Radang overium, tumor ovarium. 2) Sebab–sebab disfungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungís ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang b.
diperlukan perawatan di rumah sakit. Metroragia oleh karena adanya kehamilan: abortus, kehamilan ektopik (hamil diluar kandungan).
3.
4.
Manifestasi Klinis a. Siklus menstruasi tak teratur b. Tidak haid dalam jangka waktu lama (amenorea) c. Sering mengalami flek d. Nyeri e. Tegang pada payudara f. Cepat emosi Patofisiologi
17
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita premenapause (folikel persistem). Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi siklus ovulasi. Pada siklus ovulasi Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.
5. WOC Diluar kehamilan Sebab organik
Sebab disfungsional
Serviks uteri
Korpus uteri
Tuba fallopi
Ovarium
Pembesaran,
Pertumbuhan sel abnormal
Membesar
Adanya infeksi kuman/ bakteri
peradangan meluasnya ulkus
Pembesaran dan meluas
Adanya kehamilan (kehamilan ektopik)
Umur <20 & > 40 (masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium)
adanya kehamilan di tuba fallopi (polip, tumor, kusta) Sel telur tidak bisa ke uterus Sel telur berrnidasi dituba fallopi Sel telur mengalami pertumbuhan abnormal
Peradangan Metroragia
Kontraksi Menekan saraf di tuba fallopi Merangsang saraf MK: Nyeri Akut
Terjadinya flek
Hb Anemia Kelemahan fisik
MK: Kurang Pengetahuan
MK: Intoleransi Aktifitas
MK: Ansietas
Terjadi lebih dari 8 hari Penggunaan pembalut terus menerus dan pengeluaran darah >80 ml
MK: Gangguan Integritas Kulit
MK: Defisite Volume Cairan
6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah b.
kesana. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda (< 40 tahun) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
c.
7.
endometrium. Laparoskopi: Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak
berhasil dalam uji coba terapeutik. d. Uji kehamilan: untuk melihat ada tanda-tanda kehamilan e. Pemeriksaan koagulasi : untuk memantau faktor pembekuan darah Penatalaksanaan a. Istirahat baring dan transfusi darah b. Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan: 1) Estrogen dalam dosis tinggi Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secar IM dipropionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi. 2) Progesteron fPemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone 15 mg atau asetas medroksi progesteron
(provera) 10 mg, yang dapat diulangi berguna dalam masa pubertas. 3) Androgen: propionas testosteron 50 mg IM. Hormon ini memiliki umpan balik positif dari perdarahan uterus akibat hyperplasia endometrium. Pada pubertas, pengobatan bisa dilakukan dengan terapi hormonal. Pemberian esterogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan. Terapi dapat dilaksanakan pada hari ke-5 perdarahan uterus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-21 siklus haid (Astarto, 2011) Kecuali pada pubertas, terapi yang baik dilakukan adalah dilatasi dan kerokan (Wiknjosastro, 2010). Ketika semua terapi sudah diberikan namun perdarahan masih belum juga berhenti, langkah terakhir untuk metroragia adalah histerektomi (Manuaba, 2008).
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN METRORAGIA A. Pengkajian 1. Identitas klien Umur: biasanya terjadi pada usia muda kurang dari 20 tahun dan pada 2.
usia diatas 40 tahun. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama: Nyeri b. Riwayat penyakit sekarang 1) Nyeri disertai keluarnya darah dari rahim yang tidak teratur. 2) Aktifitas istirahat tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
3) Eliminasi perubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan c.
frekuensi berkemih Urinalisis: peningkatan konsentrasi urine. Riwayat penyakit dahulu Pasien-pasien dengan metroragia mungkin menceritakan riwayat nyeri serupa yang timbul pada setiap siklus haid serta punya riwayat
3.
abortus. Pemeriksaan fisik Pengkajian juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik mulai B1-B6 a. Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada benjolan pada kepala, dan b.
biasanya pasien mengeluhkan pusing. Rambut: warna rambut biasanya hitam, tidak ada ketombe dan
c.
tampak bersih. Mata: bentuk sismetris antara kiri dan kanan, konjungtiva pucat,
d.
sklera putih, penglihatan normal. Hidung: bentuk hidung normal, terlihat ada pernapasan cuping
e. f.
hidung. Mulut: bentuk bibir normal, mukosa agak kering. Telingga: bentuk telinga normal antara kanan dan kiri, bersih dan
g.
tidak ada gangguan pendengaran. Leher: bentuk leher normal, tidak ada benjolan, tidak ada
h.
i.
j.
k.
pembesaran vena jugularis. Jantung 23 Inspeksi: bentuk dada normal. Palpasi: tidak ada nyeri tekan. Auskultasi: denyut jantung mengalami peningkatan. Perkusi: pekak Paru-paru Inspeksi: pernapasan tidak teratur dan mengalami peningkatan. Palpasi: tidak ada nyeri tekan. Auskultasi: bunyi napas normal regular. Perkusi: resonan Abdomen Inspeksi: bentuknya normal, tidak ada pembesaran. Palpasi: ada nyeri tekan pada bagian abdomen bawah. Auskultasi: peristaltic usus normal Perkusi: timpani Ekstremitas Inspeksi: ekstremitas atas bawah normal tetapi pasien tampak lemah,
kulit tampak pucat. Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada ekstremitas atas atau bawah. B. Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf. 2. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan. 5. Ansietas berhubungan dengan perdarahan dan terjadinya flek. 6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan terjadinya flek. C. Perencanaan 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan penekanan saraf. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2x24jam nyeri dapat diadaptasi oleh pasien (nyeri berkurang). Kriteria hasil: a. Skala nyeri berkurang (skala 0-3) b. Pasien tampak rileks Intervensi
Rasional
1. Beri lingkungan tenang
1. Meningkatkan istirahat dan
dan kurangi rangsangan
meningkatkan kemampuan
penuh stress
koping
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
2. Analgesik dapat menurunkan nyeri.
analgesic 3. Memudahkan relaksasi, 3. Ajarkan strategi relaksasi (misalnya nafas berirama
terapi non farmakologi tambahan
lambat, nafas dalam, bimbingan imajinasi
4. Penggunaan persepsi sendiri atau prilaku untuk
4. Evaluasi dan dukung mekanisme koping px 5. Kompres hangat
menghilangkan nyeri dapat membantu mengatasinya lebih efektif 5. Mengurangi rasa nyeri dan memperlancar aliran darah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam pasien memiliki Hb dalam batas normal (12-16 gr/dl). Kriteria hasil: a. Perderahan berkurang/berhenti. b. Hb pasien dalam batas normal (12-16 gr/dl).
c.
Memiliki asupan cairan yang adekuat.
Intervensi
Rasional
1. Manajemen elektrolit dengan
1. Mencegah terjadinya syock.
meningkatkan keseimbangan elektrolit
dan
komplikasi. 2. Pemantauan
mencegah
cairan
dengan
mengumpulkan
dan
menganalisis data px untuk mengatur
keseimbangan
elektrolit. 3. Manajemen
nutrisi
2. Agar
terjadi
keseimbangan
cairan dan elektrolit.
dengan
membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang.
3.
3. Agar input dan output seimbang.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat mempertahankan kelembapan daerah genital dengan baik. Kriteria hasil: a. Interigas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, b.
temperature, hidrasi, pigmentasi) Pasien menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
c. d.
mencegah terjadinya cedera berulang. Perfusi jaringan baik Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit. Intervensi 1. Monitor kulit akan adanya kemerahan. 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
Rasional 1. Untuk mengetahui ada tidaknya infeksi. 2. Pada kulit yang lembab akan mudah tumbuhnya bakteri atau
3. Berikan HE kepada pasien untuk menjaga kebersihan dengan cara menganti pembalut setiap 4-5jam sekali/saat pembalut terasa penuh. 4. Melaporkan adanya gangguan sensasi pada daerah genital. 4.
jamur. 3. Untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit saat menggunakan pembalut dalam waktu yang lama. 4. Untuk mengetahui perubahan pada daerah genital.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam pasien dapat beraktivitas seperti semula. Kriteria hasil: a. Pasien dapat mengidentifikasi faktor–faktor yang memperberat dan memperingan intoleran aktivitas dan pasien mampu beraktivitas. Intervensi 5. Beri lingkungan tenang dan
Rasional 5. Menghemat energi untuk
perode istirahat tanpa
aktivitas dan regenerasi seluler/
gangguan, dorong istirahat
penyembuhan jaringan
sebelum makan 6. Tingkatkan aktivitas secara
6. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan
bertahap 7. Menurunkan penggunaan 3. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
energi dan membantu keseimbangan supply dan kebutuhan oksigen
8. Ansietas berhubungan dengan perdarahan dan terjadinya flek. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam kecemasan pada pasien berkurang. Kriteria hasil: a. Pasien dapat mengungkapkan factor-faktor yang membuat pasien cemas. b. Pasien nampak relaks.
Intervensi 1. Memberikan bantuan
Rasional 1. Secara psikologis
secara fisik dan psikologis,
meningkatkan rasa aman
memberikan dukungan
dan meningkatkan rasa
moral. 2. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaikbaiknya. 3. Mengatur waktu khusus
saling percaya. 2. Meningkatkan /memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien. 3. Meningkatkan rasa aman
dengan klien untuk
dan memungkinkan klien
berdiskusi tentang
melakukan komunikasi
kecemasan klien.
secara lebih terbuka dan
4. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya. 5. Berikan privasi klien dengan orang terdekatnya.
lebih akurat. 4. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. 5. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas dan perilaku adaptasi.
5.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan terjadinya flek. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam pasien mengetahui penyebab dari timbulnya flek. Kriteria hasil: a. Pasien mengetahui penyebab dari flek. b. Pasien mampu menjelaskan factor penyebabnya. c. Pasien mengetahui pengobatan dari metroragia. Intervensi
Rasional
1. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. 2. Jelaskan tanda dan gejala, penyebab, dll. 3. Jelaskan program
1. Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada pasien. 2. Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi cemas
pengobatan.
pasien. 3. Mempermudah intervensi pada pasien.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Metroragia dideskripsikan sebagai perdarahan diantara dua kejadian menstruasi. Perdarahan pada metroragi lebih tidak teratur karena pengaruh hormon yang tidak seimbang dan lebih sering muncul dengan konsistensi bercak-bercak (Schorge, 2008). Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen. B. Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan segala sesuatu yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang profesional dalam menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-nurhendif5401-2-babii.pdf
30
http://fk.unand.ac.id/images/skills_lab_Blok_3.2_revisi_2012.pdf https://kpsfkunmul.files.wordpress.com/2014/03/trapmed-pemeriksaanug-feminina-blok-5.pdf
31