MAKALAH MATERNITAS MENOPAUSE DAN PERIMENOPAUSE
DISUSUN OLEH :
ANITA INDAHNIATI 160210004 ASNI ASTUTI SIMANULLANG 160210005 NOVIYANTI 160210022
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN 2017
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI Menopause Merupakan menstruasi kita yang paling akhir sampai kita tidak mendapatkan menstruasi selama satu tahun. Memasuki masa menopause seringkali ditandai dengan menstruasi yang berkurang secara bertahap dan esterogen yang diproduksi pun semakin sedikit. Namun, ada juga wanita yang memasuki masa menopause secara tiba-tiba dimana siklus menstruasi langsung berhenti. Peri Menopause Merupakan masa transisi menopause. Ini meliputi beberapa tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti, ketika mungkin kita mulai mengalami gejalagejala seperti pendarahan yang tak teratur atau hot flush, dan tahun-tahun setelah kita mengalami mengalami masa menstruasi kita yang terakhir walaupun kita tak tau pasti kapan itu terjadi. Pada sebagian orang, menstruasi bisa terjadi lebih banyak dan pada sebagian lainnya justru lebih sedikit. Pada masa ini produk esterogen mulai berkembang dan fungsi ovarium juga mulai men urun dan akhirnya berhenti. Pada akhir masa peri menopause mulai terjadi penurunan fungsi pada organ tubuh terutama otak, tulang, dan sistem saraf. Penurunan fungsi ini berbeda-beda pada setiap orang. 2.2 HORMON YANG BERUBAH Pada suatu masa di dalam hidup kita, fungsi ovarium akan berkurang efektifitasnya sehingga kadar esterogen dan progesteron menjadi mulai menurun. Ketika ini terjadi, kita akan mulai mengalami perubahan siklus menstruasi atau gejala yang berhubungan dengan menurunnya kadar esterogen. Fungsi ovarium mulai menurun rata-rata pada saat seorang wanita berusia pertengahan 40an. Saat ini, kadar hormon yang turun naik akan membuat kita terganggu. Ada dua faktor utama yang berperan dalam hal ini. Pertama, lebih sedikit folikel yang matang dan kedua, produksi telur mulai berkurang, sehingga ovulasi terjadi pada setiap siklus menstruasi. Konsekuensinya terbentuknya pola baru perubahan kadar hormon selama siklus menstruasi. Pertama, bila folikel tak matang, hanya sedikit estrogen yang diproduksi selama dua minggu pertama siklus. Karena pada telur yang matang
dalam folikel, folikel itu tak dapat melepaskan telur yang akan melekat pada korpus luteus. Bila ovulasi tak terjadi, juga tak akan progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum pada paruh kedua siklus. Ini berarti estrogen akan terus membentuk lapisan uterus tanpa diimbangi oleh efek dari progesteron, dan ini akan mengakibatkan haid yang berat diluar yang biasanya. Yang kedua, gagalnya ovarium mengeluarkan telur yang matang akan menyebabkan kadar estrogen turun menjadi sangat rendah sehingga lapisan uterus tak terstimulasi untuk menyiapakan telur yang dibuahi sehingga menstruasi tak terjadi. Ketika kadar estrogen dan ptogesteron, kelenjar hipotalamus dan kelenjar pituitari berusaha untuk mengoreksi keadaan ini dengan menaikan produksi FSH dan LH untuk menstimulasi ovarium melakukan fungsi normalntya. Bila ovarium tak mampu bereaksi dengan membuat matang folikel dalam setiap dalam siklus kadar FSH dan LH yang tinggi ini akan mengganggu operasi normal dari sistem tubuh lainnya termasuk metabolisme, kimiawi otak, dan keadaan tulang. 2.3 SIKLUS MENSTRUASI Seperti sistem hormonal lainnya di dalam tubuh, siklus menstruasi ada dibawah kendali sebuah kelenjar yang ada di otak, yang disebut hipotalamus. Kelenjar ini berfungsi melepaskan berbagai macam hormon. Siklus ini dimulai ketika kelenjar pituitari yang ada dibagian dasar otak yang bereaksi terhadap s uatu senyawa kimia yang disebut gonadotrophin releasing hormone dari hipotalamus mengeluarkan hormon lain yang disebut FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon ini menyebabkan sebuah folikel yang terdapat di ovarium yang berisi telur mejadi matang. Pada saat ini, folikel melepaskan hormon yang disebut estrogen. Estrogen memicu pertambahan pasokan darah ke dalam uterus sehingga dinding uterus menebal dan terbentuk, siap untuk me nerima telur yang sudah dibuahi. Kadar estrogen biasanya mencapai puncaknya tepat pada saat sebelum terjadinya ovulasi dan kemudian berkurang secara bertahap. Kelenjar hipotalamus dan pituitari bereaksi terhadap kadar estrogen yang tinggi ini dengan mengeluarkan sedikit FSH. Kerika folikel sudah benar-benar matang, kelenjar pituitari mengeluarkan hormon lain, yaitu LH (Luitenizong Hormone), untuk melepaskan folikel tersebut dan memicu ovum untuk turun ke tabung Fallopi menuju uterus. Inilah yang disebut ovulasi dan biasanya terhadi 14 hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi. Folikel yang kosong (yang telurnya sekarang telah melekat di korpus luteum) mengeluarkan hormon yang disebut progesteron, yang selanjutnya membantu mempersiapkan tubuh wanita untuk hamil dengan membuat peka jaringan di payudara, dinding uterus, dan dinding vagina. Bila telur tidak dibuahi setelah kira-kira tujuhb hari sesudah ovulasi, folikel akan diserap tubuh. Imi akan
mengakibatkan turunnya kadar progesteron. Turunnya kadar progesteron ini, bersama dengan turunnya kadar estrogen, akan memicu pelepasan lapisan uterus dalam bentuk aliran darah haid, yang terjadi sekitar dua minggu stelah sel telur pertama kali dilepaskan dari ovarium. Hari pertama keluarnya darah haid ini biasanya dianggap sebagai hari pertama siklus menstruasi. Siklus ini biasanya sekitar 28 hari, walaupun ada juga yang lebih panjang atau pendek dari itu, yaitu ada 20 hari dan ada juga yang sampai 36 hari. Ini normal bagi seorang wanita. Pada sekitar hari kelima dari siklus baru, telur yang lain lagi akan mulai matang dan seluruh proses terulang lagi, kecuali bila telur dibuahi. Kapan itu datang? Usia memasuki masa menopause pada setiap wanita berbeda-beda. Ada yang diatas 40 tahun dan ada yang dibawahnya. Biasanya berkisar antara 35-55 tahun. 2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SESEORANG MEMASUKI MENOPAUSE
CEPAT
LAMBATNYA
1. Faktor keturunan Sering dikatakan bahwa wanita yang ibu atau kakak perempuannya lebih dini mengalami menopause , cenderung mengalami hal yang sama, begitu pula sebaliknya , walaupun ini belum didukung oleh suatu riset. 2. Nutrisi Wanita yang kesehatan dan asupan gizinya baik, cenderung mendapat menstruasi lebih dini dan memasuki masa menopause lebih dini dan memasuki masa menopause lebih lambat. 3. Cepat lambatnya awal menstruasi Wanita yang terlambat mendapat menstruasi, misalnya pada usia 16 atau 17 tahun, akan mengalami menopause lebih awal. Sedangkan wanita yang cepat mendapat menstruasi , misalnya pada usia 10 atau 13 tahun, cenderung lebih lambat memasuki masa menopause, biasanya kira-kira pada usia 50 tahun. 4. Bobot tubuh Wanita yang bobot tubuhnya lebih tinggi biasanya memasuki masa menopause lebih lambat daripada wanita yang bobotnya lebih rendah. Ini terjadi karena wanita yang bobitnya lebih tinggi lebih banyak memilki sel-sel lemak daripda wanita yang bobotnya lebih rendah. Karena sel-sel ini memproduksi estrogen, semakin banyak sel-sel lemak yang dimilki, semakin lambat ia memasuki masa menopause. 5. Merokok atau tidak merokok Wanita yang merokok rata-rata lebih cepat mengalami menopause daripada wanita yang tidak merokok.
6. Pernikahan Wanita yang telah menikah umumnya mendapat menopause satu tahun lebih lambat daripada mereka yang tidak menikah. 7. Penyakit Wanita yang mengalami gangguan medis yang menyebabkan meningkatnya kadar estrogen , seperti penderita diabetes atau fibroid akan lambat memasuki menopause. 2.5 SINDROM MENOPAUSE Sindrom menopause merupakan gejala normal yang dialami oleh wanita menopause. Gejala itu timbul akibat terjadinya perubahan fisik dan psikis pada wanita yang mengalaminya. Namun, gejala-gejala yang timbul sangatlah individual. Tak setiap wanita mengalami gejala yang sama. Ada wanita yang merasa tidak mengalami perubahan berarti saat menjalani masa menopause dan ada juga yang sebaliknya. Semuanya tergantung pada kondisi kesehatan , emosi, asupan makanan, dan aktivitas fisik seseorang. Sindrom fisik menopause antara lain berupa dirasakannya arus panas pada bagian atas tubuh (hot flush), sulit tidur (insomnia), sakit kepala (migrain), osteoporosis (kerapuhan tulang), vagina mengering, rambut rontok, dan badan yang cenderung lebih mudah gemuk. Sedangkan secara psikis, wanita menopause seringkali mengalami perubahan suasanan hati, depresi, stres, mudah marah, dan mudah tersinggung. 2.6 GEJALA PERIMENOPAUSE 1. Perubahan pola haid Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia 2030 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore meningkat. Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi seperti halnya haid yang tidak teratur. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya
perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting , siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita tersebut “selalu berdarah”. Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas. Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola perdarahan. Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90% wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya 10-12% dari wanita premenopause yang mengalami amenore mandadak. Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat perimenopause. Oleh karena siklus haid pada periode ini kemungkinan anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium akibat unopposed estrogen menjadi lebih tinggi. 2. Ketidakstabilan vasomotor Gangguan vasomotor merupakan gejala kedua pada wanita perimenopause. Lebih kurang 85% dari wanita perimenopause mengalami hot flushes, keringat malam dan gangguan tidur yang merupakan gejala dari ketidakstabilan vasomotor. Intensitas, lamanya serta frekuensi dari gejala tersebut sangat bervariasi. Kadang kala seorang wanita mengalami 40 kali hot flushes setiap hari dan badan basah kuyub oleh keringat malam, beberapa yang lain mengalami 1-2 kali perhari dan merasa sangat susah dan terganggu. Hot flushes selama perimenopause, temperatur jari-jari mengalami peningkatan kira-kira 3,1 ± 0,30C dan peningkatan ini menetap untuk selama lebih kurang 44 menit. Mekanisme terjadinya hot flushes ini belum diketahui secara lengkap. Meskipun terjadi perubahan dalam termoregulasi, imunoreaktif neurotensin,
katekolamin dan LH semuanya ditemukan selama hot flushes, penurunan estradiol merupakan faktor yang lebih dipercaya. Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas, berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka,leher dan dada. Chill, clammines dan ansietas juga sering menyertai hot flashes. Lamanya hot flashes umumnya 1-5 menit dan hanya 6% yang mengalami >6 menit. Gejala ini lebih banyak dialami oleh wanita di Amerika Utara, Eropa dan Australia sekitar 50-85% dan terjadi secara periodik selama 1-5 tahun. Hanya 10-20% wanita Indonesia dan 10-25% wanita China yang mengalami hot flashes. 3. Gangguan tidur Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik atau sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur diantaranya:
Susah untuk jatuh tidur
Terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur
Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali. Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius, mengakibatkan kelelahan, insomnia, depresi, iritabilitas dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Harus dapat dibedakan apakah gangguan tidur tersebut skunder akibat hot flushes malam hari, berhubungan dengan depresi atau timbul karena faktor lain, seperti: Gangguan hipotalamus; hampir selalu menyebabkan tidur yang terlambat. Kebiasaan sehari-hari seperti tidur sebentar atau jadwal tidur yang tidak teratur, sehingga menyebabkan gangguan tidur tengah malam. Stimulan seperti kafein, alkohol, nikotin dan beberapa obat; hal lain yang dapat mengakibatkan gangguan tidur seperti sakit, ansietas dan gangguan emosional. Gangguan fisik seperti nyeri artritis, mengakibatkan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Nokturia yang mengakibatkan sering terbangun. Gangguan tidur yang sangat umum pada perimenopause adalah memanjangnya keterlambatan tidur (saat mulai berbaring sampai benar-benar jatuh tertidur). Normalnya periode ini tidak lebih dari 10 menit.
4. Gangguan seksual (Obstet Gynecol) Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun, frekuensi gangguan seksual dilaporkan meningkat. Kejadian gangguan ini cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Gejala-gejala dari gangguan seksual ini antara lain : berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus. Perubahan ini harus dijelaskan karena banyak dari para wanita tidak mengetahui adanya pengaruh
hormonal. Mereka harus diyakinkan dan belajar bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian normal pada masa transisi perimenopause. a. Kekeringan vagina (vaginal dryness) Vaginal dryness kadang-kadang dialami akibat berkurangnya produksi estrogen selama perimenopause. Keadaan ini dapat menyebabkan atropi urogenital dan perubahan dalam kuantitas dan komposisi sekresi vagina. Perkiraan prevalensi vaginal dryness diantara wanita perimenopause lanjut antara 18-21%. b. Keinginan seksual yang berubah Dennerstein dkk melaporkan dalam penelitian di Australia, meskipun sebagian besar wanita tidak menunjukkan perubahan dalam sexual interest selama menopause, sebanyak 31% mengalami penurunan seksual dan 7% sexual interest -nya meningkat. Hanya 6% dari wanita yang mengalami penurunan seksual tersebut mengatakan menopause sebagai alasan. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh faktor fisiologi yang membuat hubungan seks menjadi sulit (seperti vaginal dryness, hot flashes, inkontinensia urine) atau oleh faktor sosial dan lingkungan. 5. Sindroma urogenital Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen serum mulai berkurang. Gangguan – gangguan tersebut dapat berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi. Pada uretra sel-selnya juga mengalami atropi. Pada uretra tampak otot yang menonjol keluar seperti prolaps yang kadang-kadang disalahartikan sebagai “prolaps uretra”. Stenosis uretra sering juga ditemukan. Stenosis uretra, atropi selsel epitel kandung kemih dapat menimbulkan keluhan “Reizblase” (iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa polakisuria, disuria bahkan dapat timbul gangguan berkemih. Di negara-negara barat pengaruh inkontinensia urine pada wanita usia pertengahan antara 26-55%. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan mukosa uretra dan trigonum menjadi atropi sehingga kontrol berkemih menjadi lemah. 6. Gangguan Psikologi/kognitif Gejala-gejala psikologi dan kognitif seperti depresi, iritabilitas, perubahan mood, kurangnya konsentrasi dan pelupa juga ditemukan pada banyak wanita perimenopause. Banyak wanita menggambarkan gangguan ini sebagai “perimenopause berat”. Seperti diketahui bahwa kejadian depresi kira-kira 2 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Risiko depresi mayor adalah 7-12% untuk pria dan 20-25% untuk wanita. Usia rata-rata terjadinya depresi adalah 40 tahunan.
Data laboratorium menyatakan bahwa hormon ovarium sangat berkhasiat, dimana sinyal kimiawi perifer secara umum mempengaruhi aktivitas neuronal. Perubahan level estrogen dan progesteron menunjukkan sejumlah pengaruh neurotransmiter SSP seperti dopamin, norepinefrin, asetilkolin dan serotonin yang kesemuanya diketahui sebagai modulator untuk mood, tidur, tingkah laku dan kesadaran. Selama perimenopause, fluktuasi hormon terutama fluktuasi estrogen dapat mengubah level neurotransmiter di SSP yang dapat mempengaruhi tidur, daya ingat dan mood. Penting sekali untuk membedakan perubahan mood karena pengaruh hormon dengan kelainan depresi mayor. Pada pasien tanpa riwayat depresi, terapi sulih hormon harus dipertimbangkan. 7. Gejala-gejala somatik Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause antara lain; sakit kepala, pusing, palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semua keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut umum terjadi dan bersifat fisiologis. Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan pendidikan dan suportif harus dilakukan pada awal timbulnya gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah tersedia. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tidak ada pengobatan bagi wanita pada masa perimenopause, sebab mereka masih menghasilkan estrogen. Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal yang nyata dan tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi, jika dianggap penting, pengobatan tidak harus ditunda. 8. Fertilitas Gambaran hormonal pada wanita perimenopause bervariasi dengan luasnya secara individual dan waktu. Pilihan terapi hormonal pada perimenopause tergantung pada keadaan hormonal pasien. Banyak penelitian mengatakan perlunya terapi kombinasi dengan estrogen dan progestogen pada perimenopause. Wanita pada masa ini akan mengalami periode iregular dan interval amenorea, tetapi ovarium mereka tetap menghasilkan estrogen. Sensitivitas hipotalamus menurun terhadap umpan balik negatif estrogen ovarium karena penurunan yang progresif sejumlah folikel dan menurunnya sekresi inhibin yang merupakan kontrol selektif untuk FSH. Masa ini juga ditandai oleh hormonal oscillation sehingga seorang wanita mempunyai gejala-gejala menopause dalam 1 bulan dan bulan berikutnya dengan siklus berovulasi dan menjadi risiko untuk terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Limapuluh persen wanita berumur 40-an masih berpotensi untuk subur dan kehamilan pada kelompok umur ini disertai dengan mortalitas ibu yang meningkat, abortus spontan, kelainan fetus dan mortalitas perinatal. Risiko kehamilan kira-kira 10% pada umur 40-44 tahun, 2-3% untuk umur 45-49 tahun dan risiko tidak menjadi nol untuk wanita lebih dari 50 tahun.
9. Osteoporosis Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya massa tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang usia 50 tahun/lebih yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang. Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria, karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh estrogen. Penyusutan terjadi sekitar 3% pertahun dan akan berlangsung terus hingga 5-10 tahun pasca menopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total jarinngan tulang yang menyusut sekitar 40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%. Selain digunakan sebagai pengobatan, estrogen juga dapat digunakan sebagai pencegahan osteoporosis. Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan, karena biaya pengobatan untuk osteoporosis cukup besar. Di Amerika Serikat biaya perawatan patah tulang akibat osteoporosis pertahun mencapai 20-30 triliyun rupiah. Untuk dapat mencegah terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan begitu seorang wanita memasuki usia menopause dan terus berlanjut sampai 5-10 tahun pasca menopause. 10. Kelainan kardiovaskular (Warren & Kulak) Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan pada wanita menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker payudara dan kanker endometrium. Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih, pada tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit kardiovaskular dan setelah 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira 40% penyakit koroner pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap penyakit jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit ini bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena perubahan lipoprotein yang terjadi pada menopause. Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan menurun sampai 50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause yang mempunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46 mg/dL mempunyai risiko 6 kali lipat untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita dengan kadar HDL kolesterol lebih dari 67 mg/dL.
2.7 PENGOBATAN MENOPAUSE Pilihan pengobatan untuk menopause a. perubahan gaya hidup - pola makan yang sehat dan seimbang - olahraga - menghindari hal-hal yang dapat memicu timbulnya gejala b. pengobatan berbasis hormon - HRT (Terapi estrogen tunggal, yang dikombinasikan secara sekuensial atau berkelanjutan) - Tibolone - Fitoestrogen (zat kimia alamiyang diperoleh dari makanan herbal) - Testosteron c. Obat-obatan untuk mengurangi hot flushes (rasa panas) dan keringat - Clonidine - Selective serotonin receptor inhibitor (SSRI) d. Terapi komplementer - Obat-obatan herbal - Homeopati - Refleksiologi - Hipnosis - Akupuntur - Aromaterapi - Yoga e. Pengobatan untuk menorhagia (menstruasi teratur tetapi sangat banyak, yang dialami oleh banyak wanita pada masa menjelang menopause) - Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) - Tiranexamic acid - Etamyslate - Terapi progestogen-tunggal - Pembedahan f. Pengobatan untuk gejala psikologis - Psikoterapi , konseling - Obat-obatan antidepresan g. Pengobatan untuk gejala urogenital (gejala fisik yang mempengaruhi sistem saluran kemih dan organ genital) - Pelicin / pelembab vagina - Obat-obatan untuk mengatasi ketidakmampuan untuk mengendalikan (inkontinensia) - Antibiotika untuk infeksi kandung kemih