BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengahtengah masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak akan survive survive apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern. Kecuali perubahan yang bertujuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, organisasi kadang-kadang menganggap perlu secara sengaja melakukan perubahan guna meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Karena sifat dan tujuan setiap organisasi berbeda satu sama lain maka frekuensi dan kadar perubahan yang terjadinya pun tidak selalu sama. Organisasi-organisasi tertentu lebih sering mengalami perubahan, sementara organisasi lain relatif jarang melakukannya. Menghadapi kondisi lingkungan yang selalu berubah tersebut, tidak ada cara lain yang lebih bijaksana bagi seorang pimpinan kecuali dengan memahami hakekat perubahan itu sendiri dan menyiapkan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Dewasa ini para manajer perlu untuk menyelaraskan tentang perilaku organisasi dan perubahan organisasi dengan menjelaskan tentang apa, siapa, di mana, mengapa dan bagaimana perubahan organisasi berlangsung. Dengan kata lain, para manajer perlu menjelaskan siklus manajemen perubahan, dengan memahami situasi situasi saat ini dan mengembangkan rencana perubahan. Manajemen perubahan adalah proses terus-menerus untuk memperbaharui memperbaharui arah, struktur, dan kemampuan organisasi beradaptasi untuk melayani kebutuhan yang selalu berubah baik karena tuntutan internal maupun eksternal organisasi. Menguasai strategi dalam memenej perubahan pada saat ini sangatlah penting, mengingat sepanjang sejarah laju perubahan perubahan dirasakan semakin lebih cepat ketimbang ketimbang masa-masa sebelumnya. Aliansi dan struktur struktur organisasi dapat berubah dengan cepat, bahkan pasar pun dapat berubah dalam hanya semalam saja. Segala bentuk kontrol dan kritik pada organisasi harus lebih lebih terbuka, segala bentuk tradisi akan akan mengalami tantangan, asumsi-asumsi dasar tentang operasi organisasi bisnis akan dipertanyakan kembali. Pendeknya, risiko kegagalan akan lebih besar daripada sebelumnya dan tingkat ketegangan pada para pekerja akan membutuhkan perhatian yang konstan.
1
B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari Manajemen Perubahan? 2. Apa Penyebab dari Perubahan Perubahan? 3. Apa saja problem dalam melaksanakan perubahan dan bagaimana cara mengatasinya?
C. Tujuan 1. Sebagai bahan Referensi dan bisa dijadikan bahan Perbandingan demi mendapatkan kebenaran. 2. Sebagai Kelengkapan tugas yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan.
2
BAB II PEMBAHASAN MANAJEMEN PERUBAHAN A. Pengertian Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah proses terus-menerus memperbaharui organisasi berkenaan dengan arah, struktur, dan kemampuan untuk melayani kebutuhan yang selalu berubah dari pasar, pelanggan dan para pekerja itu sendiri. Kegiatan manajemen perubahan harus berlangsung pada tingkat tinggi mengingat laju perubahan yang dihadapi akan lebih besar dari masa sebelumnya. Last
but
not
least,
agar
terjadi
perubahan
yang
signifikan
dan
dapat
diimplementasikan dengan baik kedalam suatu organisasi, maka hal berikut ini harus segera terjadi, yakni: Orang harus memahami dengan jelas tentang apa yang dimaksud dengan organisasi bisnis dan pelanggan. Dengan demikian, definisi yang jelas tentang tujuan bersama diperlukan; dan Persyaratan kinerja baru harus dinyatakan dengan jelas dan dipahami oleh para pekerja, sehingga mereka mampu melakukan perubahan perilaku sekaligus merubah cara mereka melakukan bisnis, tentunya perubahan ini secara luas harus selaras dengan tujuan organisasi. Dengan demikian, para manajer perlu melakukan pembinaan untuk suatu perubahan yang konstruktif pada seluruh organisasi. Ketika ide perubahan disampaikan kepada seluruh lapisan organisasi sebagai sebuah mainstream, maka dengan sendirinya perlu dibarengi oleh perubahan infrastruktur pembinaan yang sudah ada, yang dapat mengatasi segala bentuk resistensi, sehingga mereka terdorong untuk mencoba dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah direncanakan. Kemampuan organisasi untuk bertahan hidup (survive) sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk berubah, menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang dihadapi atau menyesuaikan diri dengan perubahan potensial yang akan terjadi di masa mendatang. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi. Tanpa adanya perubahan, maka dapat dipastikan usia organisasi tersebut tidak akan bertahan lama. Setiap organisasi yang mengabaikan konsep perubahan akan mengalami dampak negatif yang timbul oleh karenanya. Organisasi modern dewasa ini harus menghadapi dan
3
menyelesaikan sejumlah persoalan yang menyebabkan terciptanya kebutuhan akan perubahan internal organisasi. Menurut McCalman perubahan suatu organisasi memerlukan apa yang disebut dengan Perpetual Transition Management, yaitu suatu kerangka kerja manajemen transisi yang akan memberikan sejumlah pemahaman penting tentang apa yang memicu adanya perubahan perubahan di dalam organisasi dan bagaimana organisasi tersebut bereaksi terhadapnya. Model manajemen transisi tersebut mencakup 4 (empat) macam proses yang saling terkait dan beroperasi pada tingkatan yang berbeda dan mencakup berbagai factor yang berbeda pula dalam hirarkhi keorganisasian. Adapun keempat macam lapisan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Lapisan pemicu (the trigger layer), yang berhubungan dengan identifikasi kebutuhan dan peluang-peluang untuk perubahan penting, yang dirumuskan secara sadar dalam wujud peluang-peluang dan bukan dalam bentuk ancaman-ancaman atau krisis-krisis.
2.
Lapisan visi (the vision layer), yang menetapkan perkembangan masa yang akan datang organisasi yang bersangkutan, dengan jalan menekankan suatu visi dan mengkomunikasikannya secara efektif, sehubungan dengan arah kemana organisasi tersebut sedang melaju.
3.
Lapisan konversi (the conversion layer) yang dibentuk guna memobilisasi dukungan di dalam organisasi yang bersangkutan, bagi visi baru tersebut sebagai metode yang paling tepat dalam hal menangani pemicu-pemicu perubahan tersebut.
4.
Lapisan pemeliharaan dan pembaruan, yang mengidentifikasi cara-cara dengan apa perubahan dipertahankan, serta dikembangkan melalui perubahan-perubahan dalam sikap dan prilaku, dan dipastikan tidak akan kembalinya organisasi tersebut ke tradisitradisi yang berlaku sebelumnya.
B. Penyebab Perubahan
Sebagai sebuah proses, perubahan tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut M. Nur Nasution (2010), perubahan pada sebuah organisasi dapat memicu timbulnya penolakan baik dari individu maupun dari organisasi itu sendiri. FAKTOR YANG MENDORONG TERJADINYA PERUBAHAN 1.
Ketidakamanan ekonomis;
2.
Ketakutan atas hal yang tidak diketahui;
3.
Ancaman pada hubungan sosial; 4
4.
Kebiasaan;
5.
Kegagalan kebutuhan untuk berubah;
6.
Proses informasi selektif;
7.
Iklim ketidakpercayaan;
8.
Ketakutan akan kegagalan;
9.
Konflik pribadi;
10.
Sistem penghargaan tidak memperkuat.
FAKTOR YANG MENGHAMBAT TERJADINYA PERUBAHAN 1.
Kelambanan struktural dan kelompok kerja;
2.
Tantangan keseimbangan kekuatan yang ada;
3.
Usaha perubahan sebelumnya tidak berhasil;
4.
Terlalu fokus pada perubahan terbatas;
5.
Ancaman pada hubungan kekuasaan yang sudah ada;
6.
Ancaman terhadap alokasi sumber daya yang sudah ada.
7.
Demografis
8.
Persepsi terhadap revolusi informasi
9.
Lingkungan dan social.
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: faktor eksternal dan internal. 1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah penyebab perubahan yang berasal dari luar sekolah atau sering disebut lingkungan. Sekolah sebagai organisasi modern menganut asas sistem terbuka. Konsekuensinya, sekolah harus responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya. Dalam kenyataannya, banyak sekali penyebab perubahan yang termasuk faktor eksternal, antara lain: teknologi, pemerintah, tuntutan p asar, dan arus globalisasi. Perkembangan dan kemajuan teknologi merupakan penyebab penting dilakukannya perubahan pada hampir semua jenis organisasi, termasuk sekolah. Berbagai temuan teknologi (misalnya ICT) memaksa sekolah untuk menerapkannya, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam mendukung proses administrasi. Penerapan temuan teknologi tersebut menyebabkan
perubahan dalam berbagai hal, misalnya prosedur kerja yang dilakukan,
jumlah,kompetensi, dan kualifikasi SDM yang diperlukan, 5
sistem penggajian yang
diberlakukan, dan bahkan kadang-kadang struktur organisasi yang digunakan. Penggunaan peralatan baru bisa juga menyebabkan berkurangnya bagian-bagian yang ada atau berubahnya pola hubungan kerja antara karyawan. Sekolah juga terselenggara di tengah-tengah masyarakat yang menganut sistem pemerintahan tertentu. Konsekuensinya, sekolah harus tunduk kepada berbagai peraturan pemerintah yang berlaku. Jika suatu saat pemerintah memberlakukan aturan atu ran baru maka sekolah harus melaksanakannya dengan kemungkinan melakukan perubahan internal sesuai dengan isi peraturan baru tersebut. Peraturan itu dapat saja menyangkut input, mekanisme kerja, persyaratan kualifikasi dan kompetensi SDM, maupun
kompetensi lulusan yang yang dihasilkan. Peraturan
apapun yang pada akhirnya diberlakukan di sekolah, harus dilaksanakan dengan cara dan strategi yang paling efisien. Sebagaimana organisasi yang lain, sekolah juga merupakan lembaga pelayan masyarakat yang keberadaannya dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu produk itu produk (dalam hal ini lulusan) yang dihasilkan harus senantiasa menyesuaikan dengan tuntutan pelanggan/pasar. Pada kenyataannya tuntutan pasar terkait dengan jumlah maupun kompetensi lulusan senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Menghadapi kondisi seperti itu mau tidak mau sekolah harus mengakomodasi jika ingin lulusannya diterima pasar. Akhir-akhir ini tuntutan untuk mengikuti arus globalisasi tidak mungkin dibendung lagi. Sekolah sebagai lembaga yang menyiapkan SDM yang nantinya akan terjun ke pasar global sudah tentu harus tanggap terhadap tuntutan itu. itu. Itulah sebabnya berbagai strategi dan kebijakan yang dianggap sesuai, ditempuh oleh sekolah seperti penerapan ISO, total quality management , peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, dan sejenisnya. Penerapan berbagai kebijakan sperti itu akan mengubah secara signifikan kondisi internal sekolah, khususnya menyangkut mekanisme kerja organisasi.
2. Faktor Internal
Faktor internal adalah penyebab dilakukannya perubahan yang berasal dari dalam sekolah yang bersangkutan, antara lain: 1) Persoalan hubungan antar komponen sekolah. 2) Persoalanterkait dengan mekanisme kerja. 3) Persoalan keuangan.
6
Hubungan antar komponen sekolah yang kurang harmonis merupakan salah satu problem yang lazim terjadi. Problem ini dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu (1) problem yang menyangkut hubungan atasan-bawahan (bersifat vertikal), dan (2) problem yang menyangkut hubungan sesama anggota yang kedudukannya setingkat (bersifat horizontal). Problem atasan bawahan yang sering timbul menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi. Problem problem yang bersumber dari keputusan pimpinan, dapat menyebabkan munculnya berbagai perilaku negatif pada bawahan yang kurang menguntungkan organisasi, misalnya sering terlambat datang, sering absen, mangkir, dan sejenisnya. Sampai pada titik tertentu, problem semacam itu dapat menyebabkan munculnya unjuk rasa sehingga memaksa pimpinan untuk mengambil tindakan yaitu mengubah keputusan yang diambil atau justru menindak bawahan yang berunjukrasa. Komunikasi antara atasan dan bawahan juga sering menimbulkan problem. Keputusannya sendiri mungkin baik (dalam arti dapat diterima oleh bawahan) tetapi karena terjadi salah informasi (miscommunication), bawahan menolak keputusan pimpinan. Dalam kasus seperti itu perubahan yang dilakukan akan menyangkut sistem saluran komunikasi yang digunakan. Problem yang sering timbul berkaitan dengan hubungan sesama anggota (warga sekolah) pada umumnya menyangkut masalah komunikasi (kurang lancar atau mace tnya komunikasi antar warga), dan juga menyangkut masalah kepentingan masing-masing warga. Persoalan seperti itu sering menimbulkan konflik antar warga sehingga perlu dilakukan perubahan, misalnya dalam hal jalur komunikasi atau bahkan struktur organisasi yang digunakan. Di samping berbagai persoalan di atas, mekanisme kerja yang berlangsung dalam sebuah sekolah kadang-kadang juga merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut masalah sistemnya sendiri dan dapat pula terkait dengan perlengkapan atau peralatan yang digunakan. Pola kerjasama yang terlalu birokratis atau sebaliknya terlalu bebas misalnya, dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. Sistem yang terlalu kaku menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang mangakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya menurunkan produktivitas kerja. Demikian juga halnya jika sistem yang digunakan terlalu bebas. Perubahan yang harus dilakukan dalam hal ini akan menyangkut struktur organisasi yang digunakan. Dengan mengubah struktur, pola hubungan antar anggota akan mengalami perubahan. Pengoperasian sebuah lembaga pendidikansudah barang tentu memerlukan uang. Kesulitan keuangan yang dialami sekolah kadang-kadang juga memaksa untuk dilakukannya 7
perubahan, misalnya penciutan daerah operasi, rasionalisasi, perubahan struktur organisasi, dan sebagainya.
C. Tahap-tahap Perubahan
Setiap perubahan memiliki tujuan tertentu yang dapat berupa upaya penyesuaian terhadap perubahan lingkungan (misalnya selera konsumen berubah, adanya peraturan baru yang diberlakukan pemerintah, kemajuan teknologi, dan lain-lain) dan upaya peningkatan efisiensi organisasi dalam rangka mencapai kondisi yang yang lebih baik. Apa pun jenis tujuan yang hendak dicapai,
setiap
perubahan
harus
disiapkan
dengan
baik
mengikuti
langkah-langkah
tertentu.Secara sederhana, tahapan (langkah-langkah) yang harus ditempuh dalam mengadakan perubahan sekolah adalah sebagai berikut: a. Menyadarkan seluruh warga sekolah bahwa perubahan tertentu perlu dilakukan (unfreezing). (unfreezing). b. Melaksanakan perubahan/menerapkan sesuatu yang baru(changing). baru(changing). c. Menstabilkan situasi setelah perubahan dilaksanakan (refreezing). Tahap pertama ialah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perubahan. Tahapan ini berkenaan dengan faktor manusianya, dalam hal ini seluruh warga sekolah. sekolah . Manusia memegang posisi kunci dalam proses perubahan. Mereka dapat merupakan kunci keberhasilan tetapi sebaliknya dapat juga merupakan faktor penyebab gagalnya perubahan yang dilakukan. Oleh karena itu faktor manusianya harus terlebih dahulu disiapkan dengan baik sebelum perubahan dilaksanakan. Setelah anggota menyadari arti pentingnya perubahan yang hendak dilakukan, barulah perubahan yang sesungguhnya dilaksanakan. Konsekuensi dari perubahan tersebut bisa sangat beragam, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Saat-saat perubahan berlangsung, sekolah berada dalam kondisi kritis dan sering terjadi chaos chaos karena aturan yang lama sudah ditinggalkan/tidak berlaku lagi tetapi aturan yang baru belum berjalan dengan sempurna. Kondisi seperti itu wajar karena memang sedang dalam masa transisi.Penerapan sesuatu yang baru dapat saja diikuti dengan perubahan sikap dan tingkahlaku warga sekolah. Tahapan berikutnya ialah mengembalikan sekolah kepada situasi yang normal kembali. Setelah perubahan dilaksanakan, berbagai aturan baru diberlakukan secara penuh, demikian juga para anggota diharapkan bersikap dan bertingkahlaku sesuai kondisi organisasi yang baru. Jika pada tahapan pertama kondisi yang sudah stabil sengaja ’dibuka’ sehingga siap menerima 8
perubahan, maka pada tahapan yang terakhir ini kondisi kondisi yang berubah tadi ’ditutup’, agar stabil kembali. Secara lebih rinci, Wallace dan Szilagyi (1982: 386) mengemukakan bahwa proses perubahan organisasi yang direncanakan (planned change) mencakup enam tahapan, yaitu: a. Dirasakannya kebutuhan untuk melakukan perubahan b. Pengenalan bidang permasalahan c. Identifikasi hambatan d. Pemilihan strategi perubahan e. Pelaksanaan f. Evaluasi Urutan proses perubahan yang mencakup tahapan-tahapan tersebut ditunjukkan pada gambar 1.
Dirasakan kebutuhan utk melakukan perubahan: Faktor intern dan ekstern (1)
Pengenalan bidang permaslahan:
Evaluasi:
Pelaksanaan:
Model, metode, pendekatan
Waktu, tempat, kedalaman
Diagnosis dan tujuan (2)
(6)
(5)
Identifikasi hambatan: Resistensi terhadap perubahan (3)
Pemilihan strategi perubahan: Struktur, teknologi, tugas, atau orang (4)
Gambar 1. Proses Pelaksanaan Perubahan yang Direncanakan Sumber: Wallace, J.M. & A.D. Szilagy (1982: 387)
Perbedaan bobot permasalahan yang dihadapi oleh sebuah sekolah, menyebabkan perbedaan intensitas perubahan yang dituntut. Permasalahan-permasalahan yang tergolong kecil menuntut perubahan yang berskala kecil pulasedangkan permasalahan yang tergolong besar menuntut perubahan yang yang berskala besar. Terhadap perubahan-perubahan yang berskala kecil, 9
pimpinan
biasanya
sanggup
menghadapi
sendiri
(mendiagnosa
dan
menentukan
strateginya),akan tetapi terhadap perubahan yang tergolong besar, biasanya pimpinan membentuk satuan tugas khusus untuk melakukan diagnosis, menentukan tujuan, dan strategi yang akan ditempuh. Tahap berikutnya ialah identifikasi terhadap berbagai keterbatasan (constraints) yang dihadapi oganisasi dalam melakukan perubahan. Berbagai keterbatasan itu mencakup iklim kepemimpinan, struktur, organisasi, dan karakteristik anggota. Iklim kepemimpinan ialah suasana kerja yang ditimbulkan oleh gaya kepemimpinan seseorang. Apakah suasana kerja cenderung menerima atau menolak terjadinya perubahan banyak ditentukan oleh praktik kepemimpinan yang diterapkan seseorang. Struktur yang fleksibel memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi keberhasilan suatu program perubahan dibandingkan dengan struktur yang kaku dan birokratis, kecuali jika strukturnya itu sendiri yang hendak diubah. Berbagai karakteristik individu (anggota) yang ikut menentukan keberhasilan program perubahan organisasi antara lain: sikap, kepribadian, dan harapan. Karakteristik-karakteristik tersebut harus ikut dipertimbangkan sehingga aspek-aspek yang tidak mendukung dapat dihilangkan (setidak-tidaknya dikurangi), sementara itu aspek-aspek yang mendukung dapat lebih ditingkatkan perannya dalam mencapai keberhasilan perubahan yang dilaksanakan. Setelah mengenali berbagai keterbatasan yang ada, tahapan berikutnya ialah memilih strategi perubahan yang sesuai. Harold Levitt (Wallace J.M. & A.D. Szilagy: 389) mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan perubahan organisasi ada empat macam strategi yang dapat dipilih, yaitu : a. Perubahan struktur organisasi. b. Perubahan teknologi. c. Perubahan tugas. d. Perubahan manusianya. Perubahan struktur berkenaan dengan pola hubungan kerja antar anggota. Sebagai contoh perubahan dari pola sentralisasi ke dalam desentralisasi atau sebaliknya, perubahan dari bentuk fungsional ke bentuk matrik, perubahan dari struktur yang memiliki tingkat formalitas tinggi ke tingkat formalitas rendah, dan sebagainya. Perubahan teknologi terutama berkaitan dengan proses dan metode kerja yang digunakan, misalnya penggantian sistem manual dengan mesin, penggunaan komputer, dan penggunaan ICT. Perubahan tugas berkaitan dengan perubahan jenis, macam, maupun jumlah satuan tugas 10
yang dikerjakan anggota. Termasuk dalam katagori ini misalnya mutasi kerja, rotasi kerja, dan penambahan serta pengurangan tugas-tugas yang dibebankan kepada anggota. Perubahan manusianya ialah perubahan organisasi yang menyangkut faktor orang dalam kedudukannya sebagai warga sekolah. Termasuk dalam katagori ini misalnya program-program latihan, penataran, bimbingan & konseling, dan pemecahan masalah (problem solving).
D. Problem Pelaksanaan Perubahan dan Cara Mengatasinya Sekolah merupakan sebuah sistem sistem yang terdiri dari berbagai komponen. Perubahan pada salah satu komponen akan berpengaruh terhadap komponen yang lain. Manusia merupakan komponen yang paling sulit diprediksi dan dalam kaitannya dengan perubahan organisasi, merupakan persoalan yang paling rumit. Orang memiliki kecenderungan menolak adanya perubahan sebab perubahan akan membawa mereka ke dalam situasi yang tidak menentu. Pada umumnya orang menginginkan situasi yang stabil sehingga cenderung mempertahankan kondisi dan kedudukan yang telah mapan. Nadler (1983: 554-555) mengemukakan bahwa dalam upaya melaksanakan perubahan organisasi terdapat tiga problem yang dihadapi, yaitu : a. resistensi atau penolakan terhadap perubahan, b. pengawasan organisasi, dan c. kekuasaan Yang dimaksud resistensi terhadap perubahan ialah bahwa orang (anggota) cenderung menolak perubahan dan berusaha mempertahankan status dan kenyamanan kerja sebagaimana yang telah mereka peroleh sebelumnya. Perubahan akan membawa mereka kepada situasi yang kacau sehingga menimbulkan kecemasan. Berbagai kemudahan yang mereka peroleh selama ini juga terancam hilang, setidaknya mengalami perubahan. Mereka sudah terbiasa dengan lingkungannya, menjalin hubungan baik dengan teman-teman sejawatdan juga pimpinannya. Perubahan organisasi akan merusak berbagai hubungan yang sudah terjalin tersebut. Kecuali itu anggota yang sudah memiliki kedudukan dan kekuasaan tertentu merasa terancam pula dengan adanya perubahan organisasi. Dalam situasi yang baru nanti tidak ada jaminan bahwa mereka akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan apa yang mereka dapatkan dalam kondisi lama. Dari berbagai alasan itulah maka anggota cenderung menolak perubahan organisasi.
11
Problem kedua berkenaan dengan pengawasan organisasi. Dalam situasi yang normal (sebelum perubahan dilaksanakan) pengawasan mudah dilakukan sebab jalurnya sudah pasti sebagaimana tergambar pada struktur organisasi. Akan tetapi dengan adanya perubahan, situasinya menjadi lain. Organisasi diliputi suasana kacau, paling tidak selama masa transisi. Dalam keadaan seperti itu sukar memantau tingkahlaku dan penampilan anggota. Dengan demikian
sukar
pula
melakukan
tindakan
perbaikan
jika
ternyata
terjadi
penyimpangan.Mekanisme pengawasan p engawasan sebagaimana sebagai mana tergambar dalam struktur organisasi hanya dapat dilakukan dengan efektif pada situasi yang stabil. Dalam masa transisi belum jelas benar siapa mengawasi siapa atau siapa bawahan siapa karena strukturnya mengalami perubahan. Problem yang ketiga menyangkut masalah kekuasaan. Pada umumnya dalam sebuah organisasi(termasuk sekolah) terdapat kelompok-kelompok informal yang memiliki ’kekuasaan’ dalam mengendalikan organisasi. Kelompok-kelompok seperti itu memiliki pengaruh yang besar terhadap pimpinan dan ikut mewarnai kebijakan-kebijakan yang diambil organisasi. Aktivitas kelompok-kelompok seperti itu cenderung bersifat politis daripada rasional organisatoris. Mereka sudah memiliki ’kedudukan’ kedudukan’ yang mapan dalam struktur yang berlaku. Dengan adanya perubahan organisasi, suasana menjadi m enjadi kacau sehingga kedudukan mereka terancam. Akibatnya para anggota dan juga kelompok-kelompok yang ada saling berebut pengaruh agar dapat menduduki posisi kunci dalam struktur yang baru nanti. Situasi seperti itu dapat menyebabkan tujuan perubahan itu sendiri tidak tercapai,atau setidak-tidaknya mengurangi keefektifan pencapaian tujuan perubahan. Implikasi ketiga problem tersebut terhadap pengelolaan perubahan ditunjukkan pada gambar 2. Terhadap problem resistensi diperlukan tindakan penyadaran bagi anggota akan arti pentingnya perubahan dalam rangka peningkatan keefektifan organisasi. Dengan demikian timbul motivasi anggota untuk berpartisipasi aktif dan positif dalam program perubahan yang dilaksanakan. Terhadap problem pengawasan, perlu dilakukan persiapan khusus selama berlangsungnya masa transisi sehingga situasi tidakmenentu yang terjadi pada masa itu dapat terkendali. Sementaraitu terhadap problem kekuasaan, perlu diciptakan mekanisme politik yang dinamis dan sehat sehingga sanggup mendukung pelaksanaan program perubahan organisasi.
12
PROBLEM
IMPLIKASI
Resistensi
Pengawasan
Kekuasaan
Perlu ditumbuhkan motivasi untuk melakukan perubahan
Perlu pengelolaan masa transisi
Perlu diciptakan dinamika politik yg mendukung perubahan
Gambar 2. Problem yang Dihadapi danImplikasinya terhadap Pengelolaan Perubahan Sumber: Nadler, D.A. (1983: 556)
Adapun Beberapa Model Perubahan. 1. Perubahan Tyagi Tyagi 2001, model Lewin belum cukup karena hanya menyangkut sumber daya manusia. Bebrapa komponen sistem dalam proses perubahan: 1.
Adanya kekuasaan untuk melakukan perubahan.
2.
Mengenal dan mendefinisikan masalah.
3.
Proses penyelesaian masalah.
4.
Mengimplementasikan masalah.
5.
Mengukur, mengevaluasi dan mengontrol hasil.
2. Model Perubahan Kreitner dan Kinicki Pendekatan sistem Kreitner dan Kinicki 2001, kerangka kerja perubahan organisasi terdiri dari inputs, target elemen of change dan outputs. 3. Model Perubahan Burnes Burners 2000, tiga macam model perubahan yang dikelompokan berdasarkan frekuensi dan besaran perubahan: The increamental model of change. 1.
Perubahan berlangsung secara bertahap.
2.
Perubahan secara berganti pada masing-masing bagian.
3.
Perubahan terjadi karena ada respon internal dan eksternal. 13
4.
Respon terjadi karena adanya perubahan organisasi.
The puctuated equilibrium model. 1.
Model keseimbangan terpotong terjadi jika aktivitas stabil dalam jangka panjang (periode equilibrium).
2.
Terpotong oleh gunjangan fundamental jangka pendek (periode revolusioner).
3.
Periode revolusioner mengganggu secara substantif dengan menciptakan pola aktivitas dan equilibrium baru.
4.
Perubahan stabilitas jangka panjang dipengaruhi oleh perubahan aktivitas jangka pendek.
5.
Goncangan tersebut menghasilkan equilibrium baru dengan stabilitas jangka panjang.
The continuous transformation model. 1.
Model transformasi berkelanjutan bertujuan agar organisasi tetap survive dengan puan untuk mengubah secara berkelanjutan.
2.
Lingkungan berubah secara cepat, radikal dan tidak dapat diprediksi.
3.
Dengan transformasi berkelanjutan, organisasi dapat menjaga agar sejalan dengan perubahan lingkungan dan organisasi tetap survive. Model Perubahan Conner
1.
Dinamika perubahan manusia memiliki struktur dengan daya tahan (resilience) sebagai pola sentral dan didukung oleh tujuh pola pendukung:
2.
Sifat perubahan (the natural of change).
3.
Prose perubahan (process of change).
4.
Peran perubahan (role of change).
5.
Menolak perubahan (resisting change).
6.
Terikat pada perubahan (comiting to change).
7.
Bagaimana budaya mempengaruhi perubahan (how culture influences change).
8.
Pentingnya tim kerja yang sinergis. Model Perubahan Victor Tan
a.
Membuka pikiran.
b.
Menenangkan hati.
c.
Memungkinkan tindakan.
d.
Menghargai prestasi. 14
E. Pendekatan Manajemen Perubahan
a.
Mengidentifikasikan objek yang terkena dampak perubahan yang mungkin menolak perubahan.
b.
Menelusuri sumber, tipe dan tingkat resistensi perubahan yang mungkin ditemukan.
c.
Mendesain strategi yang efektif untuk mengurangi resistensi tersebut. Kemungkinan untuk mengimplementasikan perubahan secara berhasil sangat
meningkat apabila setiap orang yang terlibat didalamnya memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang akan terjadi, dan mengapa hal tersebut akan terjadi. Dalam hal ini, para pengambil keputusan perlu menyadari benar-benar bahwa perubahan merupakan suatu proses konstan di dalam suatu organisasi modern. Resistensi terhadap perubahan ini tidak bisa disepelekan karena sifatnya yang menular, melumpuhkan, dan merintangi (Wibowo:2006) sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan dari perubahan itu sendiri. Seperti disebutkan di atas, perubahan senantiasa mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Perlu diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga dalam hal demikian tentu perlu diupayakan agar dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Transisi dari kondisi awal hingga kondisi kemudian memerlukan suatu proses transformasi, yang tidak selalu berlangsung dengan lancer, mengingat bahwa perubahan-perubahan seringkali disertai dengan aneka macam konflik yang muncul. Disinilah arti penting dari manajemen pengelolaan, yaitu untuk mengawal agar a gar proses transformasi tersebut berlangsung b erlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan yang seminimal mungkin. Perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengarjakan atau berpikir tentang sesuatu. Dengan demikian, perubahan membuat sesuatu menjadi berbeda. Perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme kerja, SDM dan budaya.
15
F. Karakteristik Perubahan a.
Bersifat misterius karena tidak mudah dipegang,
b.
Memerlukan tokoh terkenal dalam melakukan perubahan,
c.
Tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan,
d.
Perubahan terjadi setiap saat secara kontinu,
e.
Ada sisi lembut dan sisi perubahan,
f.
Membutuhkan waktu, biaya, dan kekuatan,
g.
Dibutuhkan upaya khusus untuk menyentuh nilai dasar/budaya korporat,
h.
Banyak diwarnai mitos,
i.
Perubahan menimbulkan ekspektasi yang dapat menimbulkan getaran emosi dan harapan,
j.
Perubahan selalu menakutkan yang menimbulkan kepanikan.
Kebanyakan organisasi yang berhasil adalah mereka yang focus pada seluruh aktivitas pekerjaan dalam melakukan perubahan. Organisasi yang sukses dalam mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk membantu menerima perubahan dinamakan learning organizational. Perubahan organisasional bukanlah proses sederhana. Perubahan organisasional adalah mengenal perubahan kinerja organisasi. Ikatan antara apa yang kita lakukan dengan hasilnya, lebih banyak energy, komitmen, dan kesenangan selama proses perubahan. Namun sebelum mengimplementasikan perubahan, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: -
Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang salah pada keadaan sekarang ini?
-
Aspek apa dari keadaan saat ini yang tidak dapat tetap sama?
-
Seberapa serius masalahnya?
TUJUAN PERUBAHAN Tujuan perubahan disatu sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan disisi lain, mengupayakan perubahan perilaku karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya. Perubahan harus dilakukan secara hatihati dengan mempertimbangkan berbagai hal agar manfaat yang ditimbulkan oleh perubahan harus lebih besar daripada beban kerugian yang harus ditanggung. Tujuan suatu perubahan pada umumnya masih bersifat makro dengan jangka waktu relative panjang. Untuk itu, tujuan dijabarkan dalam jangka waktu lebih pendek dengan ukuranyang lebih spesifik, dan konkret 16
dengan menetapkan sasaran perubahan. Sasaran perubahan dapat diarahkan pada struktur organisasi, teknologi, pengaturan fisik, SDM, proses mekanisme kerja dan budaya organisasi. Perkembangan Perubahan menurut Corner: 1.
Introduksi teknologi baru
2.
Total quality management (TQM)
3.
Business Process Reengineering (BPR)
G. Tipologi Perubahan
Kritner dan Kinicki (2001) mengelompokkan perubahan ke dalam tiga tipologi, yaitu: adaptive change, innovative change, dan radically innovative change. a.
Adaptive
change
merupakan
perubahan
yang
paling
rendah
tingkat
kompleksitasnya, dan ketidak pastiannya. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan perubahan yang sifatnya berulang atau meniru perubahan dari unit kerja yang berbeda, dan karyawan tidak merasakan kekhawatiran atas perubahan. b.
Innovative change memperkenalkan praktik baru dalam organisasi. Perubahan ini berada di tengah kontinum diukur dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastiann ya. Ketidakbiasaan dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan ketidak pastian yang lebih besar akan hasilnya dapat membuat ketakutan terhadap tipe perubahan ini.
c.
Radically Innovative change merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan, cenderung paling menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan, karena memberikan dampak kuat pada keamanan kerja karyawan. Perubahan inivativ radikal merupakan perubahan yang bersifat mendasar/fundamental dengan dampak dan resiko yang luas. Resistensi perubahan cenderung meningkat bila perubahan begerak dari perubahan adptif, inivatif, dank e radikal.
H. Peran Pemimpin dalam Perubahan
a.
Sponsor, yaitu individu atau kelompok yang mempunyai kekuasaan member persetujuan perubahan.
b.
Agent, individu atau kelompok yang mepunyai tanggung jawab membuat perubahan.
c.
Target, yaitu individu atau kelompok yang harus berubah. 17
d.
Advocate, yaitu individu atau kelompok yang ingin mencapai perubahan tetapi kurang memiliki kekuasaan.
I. Fase Komitmen Perubahan
1.
Fase ini melakukan komitmen terdiri dari contact dan awareness. Usaha melakukan kontak dalam bentuk rapat, pidato, atau memo untuk mendapatkan kepedulian. Hasil yang mungkin diperoleh dari kepedulian bisa pemahaman atau kebingungan.
2.
Penerimaan terdiri atas tahapan pemahaman dan persepsi. Hasil dari pemahaman bisa persepsi positif atau negative. Persepsi positif akan mendukung memulai perubahan.
3.
Janji (commitment)
4.
Fase ini terdiri dari installation, adoption, institutionalization, dan internalization. Installation merupakan kesempatan pertama dimana tindakan komitment timbul. Tindakan ini memerlukan konsisten tujuan, investasi sumber daya, dan subordinasi sasaran jangka pendek dengan tujuan jangka panjang. Ada dua kemungkinan hasil dari installation stage, yaitu perubahan digugurkan setelah implementasi awal atau diadopsi untuk pengujian jangka panjang. Installation stage merupakan tes pendahuluan dengan focus pada masalh memulai perubahan, maka adopsi menguji implikasi lebih luas dari perubahan. Adopsi focus pada kepentingan dengan masalah mendalam dan jangka panjang. Tingkat komitmen dipertimbangkan untuk mencapai tahap adopsi, tetapi proyek perubahan pada tahap ini tetap dievaluasi, dengan opsi pada penundaan. Ada dua kemungkinan hasil pada tahap adopsi; perubahan dapat dihentikan setelah digunakan secara ekstensif atau perubahan dapat dilembagakan sebagai prosedur standar operasi.
Memulai Perubahan 1.
Mengelola pada saat turun dan saat sedang naik Pada saat pasar sedang tumbuh, kita bisa meningkatkan keuntungan dengan pemasaran. Sebaliknya, pada saat pasar sedang lesu dan kondisi perusahaan menurun, yang terutama harus dilakukan adalah efesiensi. Pada saat sedang tumbuh kita bisa memainkan instrument utang. Sedangkan pada saat
18
turun, perbaikan diarahkan pada sisi asset, terutama merampingkan organisasi, membuang beban, dan mengubah arah masa depan. Ada beberapa beberapa indicator untuk melihat seberapa jauh perusahaan dapat diputar haluannya. Indicator indikatornya adalah sebagai berikut: a.
Dukungan yang kuat dari stakeholder, termasuk karyawan, komunitas, dan pemegang saham. Bila perusahaan besar dibutuhkan pula dukungan dari negara.
b.
Adanya bisnis inti (cor business) yang mampu mendatangkan cashflow, yang tampak dari kondisi EBIT (Earning Before Interest dan Taxes) yang positif dan cukup memenuhi kebutuhan baru.
c.
Adanya tim manajemen yang solid dan tangguh untuk mengendalikan operasional perusahaan.
d.
Sumber-sumber baru pembiayaan, khusus pembiayaan jangka panjang.
2.
Produk andalan Salah satu syarat untuk keluar dari situasi yang sulit adalah adanya produk
andalan.
Biasanya kesulitan yang dialami oleh perusahaan dimulai dengan tidak
dapat diandalkannya produk andalan. Banyak hal yang menyebabkan produk andalan kehilangan auranya di pasar, misalnya: Pengendalian mutu tidak memadai Delivery tidak tepat waktu Teknologi ketinggalan zaman Muncul produk-produk pengganti Medan kompetisi baru. Tahap-tahap Perubahan Setiap perubahan memiliki tujuan tertentu yang dapat berupa upaya penyesuaian terhadap perubahan lingkungan (misalnya selera konsumen berubah, adanya peraturan baru yang diberlakukan pemerintah, kemajuan teknologi, dan lain-lain) dan upaya peningkatan efisiensi organisasi dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik. Apa pun jenis tujuan yang hendak dicapai, setiap perubahan harus disiapkan dengan baik mengikuti langkah-langkah tertentu.Secara sederhana, tahapan (langkah-langkah) yang harus ditempuh dalam mengadakan perubahan sekolah adalah sebagai berikut: a.
Menyadarkan seluruh warga sekolah bahwa perubahan tertentu perlu dilakukan (unfreezing). 19
b.
Melaksanakan perubahan/menerapkan sesuatu yang baru(changing).
c.
Menstabilkan situasi setelah perubahan dilaksanakan (refreezing).
J. Cara dalam Mengimplementasikan Proses Perubahan
1.
Disiplin diri
2.
Kerja sama tim
3.
Manfaat teknologi
4.
Orientasi pada tindakan Strategi dan tindakan sangat penting dalam menciptakan perubahan. Strategi
berorientasi pada perubahan yang kontinu dan bersifat terobosan. Strategi tindakan adalah strategi yang inovasi dan dilandasi cara berpikir entrepreneur. Ada enam hal yang menjadi pegangan dalam melakukan tindakan perubahan yaitu: a.
Jangan abaikan strategi
b.
Bertindak cerdik dan rajin
c.
Warnai perubahan dengan mimpi besar
d.
Tumbuhkan kesadaran bahwa setiap awal pasti sulit
e.
Berikanlah value
f.
Berorientasi bisnis
5.
Menghilangkan pemikiran yang salah
6.
Kekuatan pendorong SDM yang cerdas
7.
Mengembangkan potensi
8.
Memperbaiki keterampilan
9.
Menjadi lebih efektif
10.
Mempengaruhi orang lain
11.
Merencakan ke depan
12.
Mengubah Pola Pikir
13.
Menciptakan keunggulan
20
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Perubahan bukanlah suatu proses yang dapat dipaksa atau digerakkan secara massal, namun perubahan harus dipupuk pada kadar yang sesuai bagi setiap individu yang terlibat terlibat pada organisasi secara keseluruhan. Bagi Bagi manajer perubahan, adalah kewajiban kewajiban untuk menjelaskan kepada semua orang tentang realitas situasi dan kecepatan yang dibutuhkan untuk melanjutkan perubahan, disamping menyeimbangkan kebutuhan kebutuh an individu dan organisasi pada realitas bisnis dan pasar. Pada akhirnya, setiap orang harus percaya bahwa perubahan yang telah telah mereka buat adalah benar dan berharga bagi diri mereka sendiri dan organisasi. Idealnya, struktur pembinaan bagi perubahan dilakukan secara resmi dan kontinyu, yaitu disediakan waktu dan sumber daya yang memadai yang dikhususkan untuk membina perubahan secara efektif. Sinisme mungkin akan terjadi ketika program pembinaan terlalu dicangkokkan sehingga melebihi beban kerja. Mungkin perlu menciptakan infrastruktur permanen, misalnya pembinaan dalam bentuk hubungan mentoring, pengawasan, dan kelompok strategik yang membantu dalam menguji dan mengkalibrasi ulang perubahan, baik pada saat sebelum, selama dan sesudah terjadinya siklus perubahan. Mengembangkan struktur permanen akan memungkinkan setiap orang untuk bekerja secara individual dan kolektif dalam mengatasi perubahan, sehingga akan memunculkan ketegangan kreatif dan upaya eksperimental untuk mencairkan pola pikir yang masih tertutup. B. Saran
Perubahan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Perubahan senantiasa mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Oleh karena kita harus mengubah dalam cara mengarjakan atau berpikir tentang sesuatu. Dengan demikian, perubahan membuat sesuatu menjadi berbeda. Perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan.
21