20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan bayi mammalia, termasuk manusia, yang mengandung karbohidrat (laktosa), protein, lemak, mineral dan vitamin. Laktosa yang merupakan satu-satunya karbohidrat dalam susu mammalia, adalah disakarida yang terdiri dari gabungan 2 monosakrida yaitu glukosa dan galaktosa (Heyman, 2006).
Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4% (Sinuhaji, 2006).
Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah keseluruhan kalori susu (35 – 45%). Di samping itu laktosa juga penting untuk absorpsi kalsium. Namun studi klinis menunjukkan, mineralisasi tulang bayi yang mendapat formula susu sapi (mengandung laktosa) maupun formula kedelai (karbohidratnya terdiri dari polimer glukosa), tidak ada perbedaan (Steichen, 1987).
Galaktosa yang merupakan hasil hidrolisa laktosa, merupakan senyawa yang penting untuk pembentukan serebrosida. Serebrosida ini penting untuk perkembangan dan fungsi otak. Galaktosa ini juga dapat dibentuk oleh tubuh (di hati) dari bahan lain (glukosa) (Mayes, 1990).
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim, yaitu semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540 nm (Lehninger AL. 1982). Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung (Kanti A. 2005).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pentingnya laktosa bagi tubuh?
2. Bagaiman cara analisa laktosa dalam susu secara kualitatif dan kuantitatif?
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
Untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman lebih mengenai laktosa.
Untuk mengetahui cara analisa laktosa dala susu secara kualitatif dan kuantitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Susu adalah hasil pemerahan dari ternak sapi perah atau dari ternak menyusui lainnya yang diperah secara kontinu dan komponen-komponennya tidak dikurangi dan tidak ditambahkan bahan-bahan lain. Koponen utama susu terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Komponen-komponen lainnya yang terkandung dalam susu yang jumlahnya sedikit tetapi penting antara lain lesitin, kolesterol, dan asam-asam organik (Depkes RI, 2005).
Tabel 2.1. Komposisi rata-rata susu sapi
Komposisi
Kadar
Air %
83,3
Protein, %
3,2
Lemak, %
4,3
Karbohidrat, %
3,5
Kalium, mg/100g
4,3
Kalsium, mg/100g
143,3
Fosfor, mg/100
60,0
Besi, mg/100g
1,7
Vitamin A, SI
130,0
Vitamin B1, mg/100g
0,03
Vitamin C, mg/100g
1,0
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan contoh polimer alami. Karbohidrat adalah senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4kkal. Di dalam sistem pencernaan dan juga usus halus, semua jenis karbohidratyang dikonsumsi akan terkonversi menjadi glukosa untuk kemudian diabsorbsi oleh aliran darah dan ditempatkan ke berbagai organ dan jaringan tubuh (Irawan, 2007).
Laktosa
Laktosa (C12H22O11) adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air anhidrat.
Tabel 2.2 Sifat-sifat fisika kimia laktosa ( FI edisi IV, hal. 488 )
Sifat-sifat fisika kimia laktosa
Keterangan
BM
342,30
Pemerian
Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau atau rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau
Kelarutan
Mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih; sangat sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
Kejernihan
( Larutkan 3g dalam 10ml air mendidih; terbentuk larutan jernih, tidah berwarna dan tidak berbau
Laktosa, β galacotse 1,4 glukosa merupakan komposisi gula pada susu mammalia yang unik. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa (Solomons, 2002). Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah dari keseluruhan kalori yag terdapat pada susu (35-45%). Selain itu, laktosa juga diperlukan untuk absorbsi kalsium. Hasil hidrolisa laktosa yang berupa galaktosa, adalah senyawa yang penting untuk pembentukan sebrosida. Serebrosida ini penting untuk perkembangan dan fungsi otak. Galaktosa juga dapat dibentuk oleh tubuh dari glukosa di hati. Karena itu keberadaan laktosa sebagai karbohidrat utama yang terdapat di susu mammalia, termasuk ASI, merupakanhal yang unik dan penting (Sinuhaji, 2006).
Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4% (Sinuhaji, 2006).
Laktosa merupakan gula pereduksi yang terdapat pada atom C pertama dari molekul glukosa. Seperti diketahui laktosa merupakan disakarida yang tersusun dari glukosa dan galaktosa dengan ikatan 1-4. Di dalam tubuh latosa disintesis dalam kelenjar sus (Belizt, et.al, 2009).
Laktosa dengan hidrolisis akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada glukosa. Laktosa mempunyai sifat mereduksi dan mutarotasi. Berikut gambar reaksinya :
Gambar 2. Laktosa yang merupakan disakarida terdiri dari gugus galaktose dan glukosa.
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim, yaitu semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540 nm (Lehninger AL. 1982). Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung (Kanti A, 2005). Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas.
Manfaat mengonsumsi laktosa :
Memberikan rasa maanis dengan tingkat kemanisan lebih rendahdari sukrosa.
Membantu penyerapan natrium&kalsium.
Memberikan efek positif terhadap fifiologis usus, termasuk efek prebiotik, melunakan kotoran dan membantu mengikat air.
2.4 Uji Identifikasi Laktosa
Analisis Kualitatif
Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yg dapat dgunakan untuk analisis kualitatif. Beberapa reaksi yg lebih spesifik dpt membedakan golongan karbohidrat. Banyak cara untuk mengetahui atau mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu bahan alam, diantaranya adalah sebagai berikut:
Uji Molisch
Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam sulfat pekat. Dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa hidroksi metil furfural, sedangkan dehidrasi pentose menghasilkan senyawa fulfural. Uji positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan a-naftol dalam pereaksi molish.Uji molisch adalah uji kimia kualitatif untuk mengetahui adanya karbohidrat. Uji ini untuk semua jenis karbohidrat. Mono-, di-, dan polisakarida akan memberikan hasil positif. Sampel yang diuji dicampur dengan reagent Molisch, yaitu -naphthol yang terlarut dalam etanol 95%. Setelah pencampuran atau homogenisasi, H2SO4 pekat perlahan-lahan dituangkan melalui dinding tabung reaksi agar tidak sampai bercampur dengan larutan atau hanya membentuk lapisan. H2SO4 pekat (dapat digantikan asam kuat lainnya) berfungsi untuk menghidrolisis ikatan pada sakarida untuk menghasilkan furfural. Furfural ini kemudian bereaksi dengan reagent Molisch, -naphthol membentuk cincin yang berwarna ungu. Reaksi :
Gambar 2. Reaksi Uji Molisch pada karbohidrat (Underwood, 1996)
KH (pentose) + H2SO4 pekat furfural + α-naftol warna ungu
KH (heksosa) + H2SO4 pekat HM-furfural + α-naftol warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).
Tabel 2. Hasil Reaksi Molisch
Prosedur kerja :
Masukkan 15 tetes larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang masih kering danbersih
Tambahkan 3 tetes pereaksi Molisch. Campurkan dengan baik.
Miringkan tabung rekasi, lalu alirkan dengan hati-hati 1 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung supaya tidak bercampur.
Perhatikan terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas antara kedua lapisan yangmenandakan reaksi positif karbohidrat.
Catat hasil dan buatlah kesimpulannya.
Lakukan tes terhadap larutan glukosa, galaktosa, laktosa, sukrosa, maltosa, arabinosa,larutan 1% amilum dan selulosa (kapas) yang disuspensikan dalam air.
Uji Benedict
Uji Benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi (yang memiliki gugus aldehid atau keton bebas) . Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa, glukosa dan maltosa. Uji benedict berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana alkalis, biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti sitrat atau tatrat untuk mencegah terjadinya pengendapan CuCO3.
Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata, kadang disertai dengan larutan yang berwarna hijau, merah, atau orange. Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict. Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam waterbath selama 4 - 10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi). Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidik sedemikian rupa sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak bersifat pereduksi.
Pengamatan yang dilakukan dalam uji Benedict ini dapat dilakukan dengan mengamati perubahan warna dan terjadinya endapan. Warna larutan dapat terlihat bermacam-macam tergantung dari konsentrasi karbohidrat yangg dipakai, larutan dapat berwarna hijau, hijau kebiruan dan kuning. Pada uji Benedict terhadap glukosa dan fruktosa larutan berwarna hijau kebiruan dan terdapat endapan merah bata di dalamnya yang menandakan pengujian positif, sedangkan pada maltosa dan laktosa larutan memiliki warna hijau kebiruan tanpa endapan merah batahal ini menunjukan bahwa pengujian positif terdapat gula di dalamnya, tetapi pada pengujian terhadap sukrosa dan pati warna yang terlihat adalah biru menandakan bahwa hasil uji negatif mengindikasikan bahwa sukrosa dan pati tidak memiliki gula pereduksi yang dapat mereduksi reagen benedict. Uji Benedict dapat dilakukan pada urin untuk mengetahui kandungan glukosa. Urin yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urine diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit diabetes. Berikut reaksi yang berlangsung:
R-COH + CuO Cu2O (s) + R-COOH
Atau
KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 Cu2O (endapan merah bata)
Pereaksi Benedict : Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram natrium karbonat anhydrous (Na2CO3), 173 gram natrium sitrat, dan 17,3 gram tembaga (II) sulfat pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.
Prosedur kerja :
Masukkan 3 tetes larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang masih kering dan bersih
Tambahkan 2 mL pereaksi Benedict, kemudian dikocok.
Masukan kedalam penangas air selama 5 menit. Amati perubahan warna endapannya.
Pembentukan warna endapan hijau, kuning, atau merah menunjukan reaksi positif karbohidrat.
Catat hasil dan buatlah kesimpulannya.
Lakukan percobaan ini dengan menggunakan larutan glukosa, galaktosa, maltosa,fruktosa, laktosa, sukrosa dan larutan amilum.
Uji Barfoed
Uji ini untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan jalan mengontrol kondisi-kondisi percobaan, seperti pH dan waktu pemanasan. Pada analisa ini, karbohidrat direduksi pada suasana asam. Disakarida juga akan memberikan hasil positif bila didihkan cukup lama hingga terjadi hidrolisis. Uji Barfoed menggunakan reagen Barfoed yang terdiri dari tembaga asetat dan asam asetat glacial sebagai pereaksi. Diketahui bahwa disakarida merupakan agen pereduksi yang lemah, mereka tidak membentuk ion kupri pada reagen Barfoed yang ada dalam keadaan asam, sedangkan monosakarida merupakan agen pereduksi yang kuat dan mampu membentuk ion kupri dalam reagen Barfoed dalam keadaan asam karena itu uji Barfoed ini digunakan untuk membedakan disakarida pereduksi dengan monosakarida pereduksi dalam suatu sampel. Pada proses pengujian, larutan dipanaskan, pemanasan terhadap sampel membantu asamasetat glacial menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida yang kemudian akanmereduksi reagen, karena itu perbedaan waktu yang ada menjadi indikasi perbedaan terhadap monosakarida pereduksi dan disakarida pereduksi. Monosakarida pereduksi ditandai dengan terjadinya endapan merah bata kupro oksida (Cu2O) pada saat di panaskan dalam kurun waktu dua sampai tiga menit sedangkan disakarida pereduksi di tandai dengan pembentukan endapan merah bata kupro oksida (Cu2O) dalam kurun waktu sepuluh sampai dua belas menit. Reaksi :
KH + camp CuSO4dan CH3COOH Cu2O endapan merah bata
Prosedur kerja :
Masukkan 1 mL larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang masih kering dan bersih.
Tambahkan 1 mL pereaksi Barfoed, kemudian dikocok.
Masukan kedalam penangas air selama 3 menit.
Kemudian didinginkan dalam air mengalir.
Bila tidak terjadi reduksi selama 5 menit, lakukan pemanasan selama 15 menit sampai terlihat adanya reduksi.
Catat hasil dan buatlah kesimpulannya
Lakukan percobaan ini dengan larutan glukosa, galaktosa, laktosa, sukrosa dan maltosa.
Analisis Kuantitatif
Kadar karbohidrat dalam berbagai bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimia dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan pendahuluan yaitu hidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Luff Schoorl.
Laktosa termasuk dalam golongan gula reduksi sehingga secara kuantitatif dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan reagen biuret atau Luff Schoorl. Metode yang digunakan Iodometri (Luff Schoorl). Prinsipnya laktosa dalam susu dipisahkan dari kandungan protein susu dengan dengan menambahkan K4 Fe(CN)6 : Zn Asetat ( 1: 3) untuk mengendapkan protein dalam susu. Laktosa yang diperoleh ditetapkan secara iodometri. Tujuannya untuk mengetahui kadar laktosa dalam susu.
Prosedur :
Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Masukan 10 ml KIO30,100 N ke dalam labu erlemeyer 250ml
Tambahkan 2,5ml H2SO4 4N
Tambahkan 2,5ml KI 15%
Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning muda
Tambahkan indikator amilum 1%
Titrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru tepat hilang.
Penetapan Kadar Laktosa
Timbang dengan seksama 5 gram bahan, larutkan dalam 50ml aquadest pana. Setelah dingin masukkan dalam labu ukur 100ml dan ad-kan dengan aquadest sampai batas garis.
Tambahkan larutan K4Fe(CN)6 3ML dan Zn Asetat 9ml atau larutan Pb asetat sebanyak 5ml sebelu diencerkan sampai tanda garis.
Pipet filtrat 0,0 ml dan masukan dalam erlemeyer, tambahka 25,0 ml reagen Luff Schoorl.
Panaskan menggunakan kondensor hingga terbentuk endapan merah bata, dari mendidih tunggu selama 15menit (jangan sampai birunya hilang). Angkat dan dinginkan.
Setelah dingin tambahkan 15ml KI 15% dan 25ml H2SO4 4N (tambahkan dengan pelan-pelan lewat dinding erlemeyer).
Titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 hingga kunng muda, lalu tambahkan 0,5 ml indikator amilum, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang.
Penetapan Blanko
Ambil 25,0 ml reagen Luff Schoorl dengan buret, kemudian masukkan dalam erlemeyer.
Penaskan menggunakan kondensor hingga terbentuk endapan merah bata, dari mendidih tunggu selama 15 menit. Angkat dan dinginkan.
Setelah dingin tambahkan 15ml KI 15% dan 25ml H2SO4 4N.
Titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 hingga kuning muda, lalu tambahkan 0,5ml indikator amilu, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang.
PENGHITUNGAN
Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
(V x N) Na2S2O3 = (V x N) KIO3
N Na2S2O3 = (V x N)KIO3Na2S2O3
Penetapan Kadar Laktosa
mL blanko-mL tesX N thio0,1 = a mL
Kadar Laktosa = mg Laktosa x Pengenceran mg bahan x 100%
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4% (Sinuhaji, 2006).
Laktosa dengan hidrolisis akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada glukosa. Analisa laktosa dalam susu bisa dilakukan dengan analisa secara kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif dengan Uji Molisch, Uji Benedict dan Uji Barfoed, sedangkan dalam analisa kuantitatif dengan metode iodometri ( Luff Schoorl).
Saran
Dalam proses praktikum harus dilakukan secara teliti (kuantitatif).
Perlu dilakukan uji laktosa secara kualitatif dan kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Petunjuk Praktikum Amami, Kediri: Jurusan Pedidikan S1 Farmasi; 2013.
Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995.
Fessenden, Ralph J and Fessenden, Jean S (1982). Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Heyman MB. 2006. Lactose ntolerance in infants, children, and adolescent. Ped. J. 118, 3, 1279.
Kanti A. 2005. Actinomycetes selulolitik dari tanah hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Biodiversitas 6(2):85-89
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Mayes PA. Gluconeogenesis and control of blood glucose. Dalam: Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, penyunting. Harper's Biochemestry. Edisi ke-22. Connecticut: Prentice-Hall International Inc., 1990. h. 179-98.
Mimouni F, Campaigne B, Neylan M, Tsang RC. Bone mineralisation in the first year of life in infants fed human milk, cow milk formula, or soy based formula. J Pediatr 1993; 122:348-54.
Poedjiadi, Anna. (1994). Biokimia. Jakarta: UI
Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39, 4, 424-429
Steichen J, Tsang RC. Bone mineralisation and growth in term infants fed soy based or cow milk based formula. J Pediatr 1987; 110:687-92.
Sudarmaji, Slamet. (2003). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Tim Biokimia. Pedoman Praktikum Biokimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
ANALISA LAKTOSA DALAM SUSU
MAKALAH
Oleh:
RIYAS SANJUNG ANDIKA
NIM:10111037
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2014