1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ilmu konservasi gigi adalah ilmu tertua di bidang kedokteran gigi yang ber b erk kemb mbaang se seja jak k ab abaad ke-1 -18 8 se seb bag agaai seb sebu uah so sollusi bag agii ma masy syaara rak kat yan ang g men eng gal alaami kerusakan gigi dan mempertahankan gigi mereka selama mungkin di dalam mulut. Ilmu konservasi gigi merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari tentang cara menanggulangi kelainan (penyakit) jaringan keras gigi, pulpa dan periapikal untuk mempertahankan gigi didalam mulut melalui restorasi dan perawatan endodontic, baik secara konvensional maupun bedah. Ilmu ini bertujuan untuk melakukan perawatan gigi serta mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut agar estetik dan fungsi kunyah kembali normal (J.D. Eccles dan R.M.Green, 1994). Perkembangan konservasi gigi diarahkan ketiga bidang kekhususan, yaitu: kariologi, endodontologi, dan teknologi restorasi. Sebelum merencanakan perawatan konservasi gigi, kita harus terlebih dahulu menentukan diagnosis. Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit yang diderita pasien. Diagnosis merupakan kesimpulan dari pemeriksaan, baik itu pemeriksaan subyektif, pem p emer erik iksa saan an oby byek ekti tiff, dan peme meri rik ksa saan an pen enu unja jan ng lai ain nny nya. a. Dala lam m pen eneg egaakan diagnosis perlu dilakukan prosedur penegakan diagnosis secara sistematis. Pemeriksaan yang cermat perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Kesalahan dalam mendiagnosis menyebabkan perawatan yang yang tidak tepat, yang dapat merugikan pas p asie ien n dan dokte terr gig igii se sen ndir irii.
1.2
Tujuan
1.2.1
Menjelaskan cara pengisian kartu status pasien konservasi gigi.
1.2.2
Menentukan diagnosis dan rencana perawatan perawatan pasien skill lab konservasi gigi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Prosedur Penegakan Diagnosis dalam Bidang Konservasi Gigi
2.1.1
Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan
subyektif
dilakukan
dengan
anamnesis,
yaitu
mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien. Pertanyaan yang diajukan antara lain identitas pasien (nama, pekerjaan, alamat, umur); keluhan pasien; riwayat alergi; penyakit sistemik yang diderita; dan juga gejala-gejala yang dirasakan pasien; seperti rasa sakit yang timbul saat makan dingin atau panas, jenis sakit yang dirasakan (tajam, linu, cekotcekot, berulang), dan riwayat munculnya penyakit (spontan atau dirangsang). 2.1.2
Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan obyektif meliputi: 1. Pemeriksaan ekstra oral Terdiri dari pemeriksaan asimetri wajah dan pembengkakan kelenjar limfe, baik itu submandibular maupun submental. Cara melakukan pemeriksaan ini yaitu dengan melakukan palpasi pada bagian leher pasien. Apabila pembengkakak teraba, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0. 2. Pemeriksaan intra oral Terdiri dari:
Pemeriksaan fraktur (gigi yang patah), abrasi (ausnya gigi akibat gesekan), dan atrisi (ausnya gigi akibat pengunyahan). Bila ada gigi fraktur, abrasi, atau atrisi, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
3
Pemeriksaan karies Meliputi jenis karies dan etiologi karies.
Pemeriksaan perkusi Bertujuan untuk mengetahui adanya keradangan pada jaringan periondontal.
Dilakukan
dengan
mengetuk
permukaan
gigi
menggunakan handle instrumen tangan. Bila gigi terasa sakit saat diketuk, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan tekanan Bertujuan untuk mengetahui adanya keradangan pada jaringan periodontal. Dilakukan dengan menekan gigi menggunakan handle instrumen tangan. Bila gigi terasa sakit saat ditekan, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan palpasi Dengan
meraba
pada
gingiva
dimulai
dari
tepi
ke
tepi
menggunakan ujung jari telunjuk dan jari tengah. Bila terdapat fluktuasi, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan kegoyangan gigi Dilakukan dengan menggerakkan gigi kea rah bukolingual dan mesiodistal. Dari pemeriksaan diperoleh hasil derajat kegoyangan gigi.
Pemeriksaan polip Dari hasil pemeriksaan karies, apabila diketahui adanya perforasi maka perlu diperiksa polip pulpa (massa jaringan lunak dalam kavitas yang berasal dari jaringan pulpa) dan polip jaringan ikat (massa jaringan lunak dalam kavitas yang berasal dari jaringan ikat di bawah bifurkasi gigi). Apabila terdapat polip, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
4
Pemeriksaan vitalitas gigi Pemeriksaan vitalitas gigi dilakukan berurutan. Apabila pada gigi pasien belum terdapat perforasi atau lubang pada pulpa, maka tes vitalitas yang dilakukan antara lain: -
Tes termal Tes yang dilakukan untuk tes termal umumnya adalah tes termal dingin, karena tes termal panas dapat merusak jaringan pulpa. Tes termal dingin dilakukan dengan menempelkan cotton pellet yang telah disemprot dengan ethil chloride pada bagian servikal gigi (bila gigi utuh), pada dasar kavitas (bila terdapat kavitas), atau pada puncak cusp (pada anak-anak). Bila gigi yang dites terasa sakit, pada kartu status diberi tanda + yang berarti gigi tersebut vital. Bila tidak terasa sakit, maka dilanjutkan ke tes berikutnya.
-
Tes kavitas Dengan melakukan pengeburan pada dasar kavitas (cavity entrance) menggunakan round bur . Bila terasa sakit, pada kartu status diberi tanda + yang berarti gigi tersebut vital. Bila tidak terasa sakit, maka dilanjutkan ke tes berikutnya.
-
Tes jarum Miller Dengan memasukkan jarum Miller melalui lubang pada pulpa sampai pada ujung apikal gigi, sedalam panjang gigi rata-rata. Kemudian dilakukan foto rontgen dengan jarum Miller tetap menancap pada gigi. Bila terasa sakit, maka pada kartu status diberi tanda + yang berarti gigi tersebut vital. Bila tidak, maka dapat disimpulkan bahwa gigi tersebut sudah non-vital.
Apabila pada gigi pasien sudah terdapat perforasi, maka langsung dilakukan tes jarum Miller.
5
3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiografi, yang bertujuan untuk melihat keadaan ruang pulpa, keadaan saluran akar, keadaan periapikal, keadaan jaringan periodontal, dan mendukung tes jarum Miller.
2.2
Diagnosis dalam Bidang Konservasi Gigi
Diagnosis yang terdapat dalam bidang konservasi gigi, antara lain diagnosis kelainan-kelainan pulpa sebagai berikut :
Pulpitis reversible
Pulpitis irreversible
Pulpitis hiperplastis kronis
Nekrosis pulpa parsialis
Nekrosis pulpa totalis
Di samping diagnosis kelainan-kelainan pulpa di atas, juga ada diagnosis kelainan periapikal, antara lain:
2.3
Dental granuloma
Kista periapikal
Abses periapikal kronis
Abses periapikal akut
Rencana Perawatan Bidang Konservasi Gigi
Terdapat berbagai rencana perawatan untuk kelainan dalam bidang konservasi gigi, antara lain:
Tumpatan plastis
Tumpatan rigid
Pulp capping
6
Pulpektomi
Apeksogenesis
Endo intrakanal
Apeksifikasi
Dasar pertimbangan dalam menentukan rencana perawatan di antaranya: -
Besar dan kedalaman karies
-
Letak gigi yang dikeluhkan terkair dengan fungsi dan estetika
-
Vitalitas gigi
-
Kondisi gigi
-
Kondisi jaringan periodontal
7
BAB III PEMBAHASAN
3.1
Cara Pengisian Kartu Status Pasien Konservasi Gigi
Tahap-tahap dalam mengisi kartu status pasien konservasi gigi, yaitu: 1. Melakukan anamnesis pada pasien, antara lain identitas, keluhan pasien, riwayat medis, riwayat alergi, dan gejala-gejala subyektif yang dialami pasien, kemudian mencatatnya pada kartu status. 2. Melakukan pemeriksaan obyektif berupa pemeriksaan ekstraoral dan intraoral pada pasien, kemudian mencatatnya pada kartu status. Pada pemeriksaan obyektif:
Apabila pasien merasa sakit, maka pada kartu status diberi tanda +
Apabila pasien tidak merasa sakit, maka pada kartu status diberi tanda 0
Apabila pemeriksaan tidak dilakukan, maka pada kartu status diberi tanda –
3. Melakukan pemeriksaan penunjang (radiografi) kemudian mencatat hasilnya pada kartu status (keadaan pulpa, akar, jaringan periodontal, dan daerah periapikal). 4. Menentukan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan pemeriksaan yang telah dilakukan. Diagnosis terdiri dari diagnosis klinik dan diagnosis kelainan periapikal. Diagnosis dicatat pada kartu status. 5. Menentukan rencana perawatan berdasarkan diagnosis kemudian mencatatnya pada kartu status. 6. Menentukan prognosis. 7. Menggambar keadaan gigi sebelum perawatan pada kartu status.
8
3.2
Diagnosis dan Rencana Perawatan Pasien Skill Lab Konservasi Gigi
Pada skill lab konservasi gigi dilakukan anamnesis, pemeriksaan obyektif, dan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan didapat data sebagai berikut:
Identitas Nama
: Nn. Shinta Nofadella
Pekerjaan
: Mahasiswi
Alamat
: Batu Raden, Jember
Jenis kelamin : Perempuan Umur
: 17 tahun
Keluhan penderita Gigi 36 berwarna kehitaman. Pasien merasa hal tersebut mengganggu estetika.
Gejala subyektif Tidak didapati rasa sakit saat gigi mendapat rangsangan makanan dingin, panas, manis, atau asam. Tidak ada rasa sakit, baik itu rasa sakit
tajam,
linu,
cekot-cekot,
dan
sebagainya,
mengunyah ataupun spontan.
Pemeriksaan obyektif -
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfe
-
Tidak ada pembengkakan intra oral
-
Terdapat karies profunda
-
Tidak ada perforasi
-
Hasil tes tekanan, perkusi, dan palpasi : 0
-
Tidak ada kegoyangan gigi
-
Tidak ada fraktur
-
Gingiva sekitar gigi normal
-
Hasil tes termal dingin: 0
Pemeriksaan penunjang Berupa pemeriksaan radiografi.
baik
saat
9
Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa gigi tersebut sudah non-vital. Pemeriksaan radiografi dilakukan karena dicurigai gigi pasien tersebut letaknya salah. Dari hasil pemeriksaan radiografi didapat hasil bahwa gigi 36 pasien mengalami agenesis dan ternyata gigi yang dikeluhkan adalah gigi 75 (masih gigi sulung). Dari data tersebut dapat ditentukan diagnosis sementara gigi 75 adalah nekrosis pulpa totalis. Diagnosis tersebut masih berupa diagnosis sementara karena tidak dilakukan tes jarum Miller untuk menguji kevitalan gigi lebih lanjut. Dari diagnosis tersebut, rencana perawatan untuk gigi 75 adalah ekstraksi, dengan pertimbangan gigi tersebut adalah gigi sulung dan terdapat resorbsi akar.
10
BAB IV KESIMPULAN
Sebelum merencanakan perawatan konservasi gigi, kita harus terlebih dahulu menentukan diagnosis. Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit yang diderita pasien. Diagnosis merupakan kesimpulan dari pemeriksaan, baik itu pemeriksaan subyektif, pemeriksaan obyektif, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan subyektif adalah anamnesis terhadap pasien. Pemeriksaan obyektif meliputi pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan radiografi. Apabila diagnosis sudah ditentukan, maka selanjutnya kita dapat menentukan rencana perawatan yang tepat. Diagnosis untuk gigi 75 Nn. Shinta Nofadella, pasien skill lab konservasi gigi, adalah nekrosis pulpa totalis. Rencana perawatan untuk gigi tersebut adalah ekstraksi.
11