MAKALAH KIMIA LANJUT
“
Peningkatan Peningkatan P roperty Beton Dengan De ngan Menggunaka Menggunaka n Nano-S ilika ilika Sebagai Penerapan Penerapan Tekn Tek nologi olog i Na Na no dala dala m Material
Andreanus Andreanus Katili
1206260583 1206260583
Bayu Bayu Pratama
1206260476 1206260476
Daniel Soaloon
1206260495
Dodoru Dodo russ Darius Darius Dodi Way
1206324334 1206324334
Hanif Audina R
1206218013 1206218013
Rinald Rinald i Dwiyanto
1206243646 1206243646
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS FAKULTAS TE TEKNIK KNIK UNIVERSITAS INDONE IN DONESIA SIA DEPOK 2014 2 014
”
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin pesat berpengaruh terhadap perkembangan infrastruktur. infrastruktur. Penmba ngunan dan pem pe mb angun angu nan infrastrukt infrastruktu ur ini te ntu tidak tidak lepas dari material bangunan yang digunakan. Saat ini, beton merupakan material yang paling bany ban yak d igunakan dalam bidang konstru ko nstruksi. ksi. Beberapa keleb iha iha n beto n adalah harga harga nya ya ya ng relatif relatif murah, me milik milik i tingkat tingkat keawetan keaweta n dan kekua kek uatan tan yang ba ik, tahan api, api, dan bahannya penyusunnya mudah didapatkan. Namun, terdapat beberapa kelemahan dari material beton. Salah satunya adalah peristiwa keretakan pada beton akibat pengaruh temperatur tinggi dari proses hidrasi yang dapat memberikan dampak pada kegagalan struktur struktur suatu s uatu bangunan. ba ngunan. Hal ini umumnya umumnya terjadi pada je nis beto beto n massal assa l atau ata u sering diseb disebut ut mass concrete. concrete. Mass concr ete ete (beton massal) didefinisikan sebagai suatu volume beton dengan dimensi cukup besar yang membutuhkan tindakan untuk menanggulangi keretakan akibat peningkatan panas hidrasi dari seme n dan perubahan volume (" Mass Co ncrete – crete – ACI ACI 207 " ACI Manual of Concrete Practice). Beton yang tergolong mass concrete concrete didesain sedemikian rupa dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kondisi cuaca, rasio volume permukaan, tingkat pemanasan dan perubahan suhu. Desain tersebut juga memperthitungkan fungsi konstruksi dan efek samping dari keretakan yang mungkin terjadi. Pada pembetonan massal perlu diperhatikan tingginya panas hidrasi yang menyebabkan terjadinya perbedaan suhu yang tinggi antara titik-titik dalam beton itu. Pada pembuatan pembuatan beto n massal, massal, diperlukan pe nggunaan nggunaa n semen seme n yang an g sangat banyak. Penggunaan Pen ggunaan semen yang sangat banyak ini mengakibatkan jumlah pelepasan panas menjadi sangat besar selama sela ma proses hidrasi berlangsung. Pana Pa nass hidrasi yang dihasilkan akan menaikka menaikkan n suhu beton. Pada permukaan beton, hidrasi itu dapat dilepaskan karena berinteraksi dengan lingkungan sehingga suhu permukaan teap rendah. Sedangkan, panas hidrasi pada bagian dalam beton massal tetap tertahan sehingga menimbulkan suhu yang tinggi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada bagian dalam beton massal, maka temperatur puncaknya kira-k ira 70 C. Akibat penurunan suhu yang tidak sama pada bagian luar dan pada bagian dalam beto n, dapat terjadi keretakan pada beton dalam struktur bangunan. Selain itu, hal ini juga dibarengi dengan pertumbuhnya teknologi yang semakin tinggi, dimulailah penelitian untuk mengatasi permasalahan keretakan beton dengan tambahan bahan nanoteknologi. Nanoteknologi adalah sebuah cabang ilmu yang yang mengaplikasikan banda-benda kecil untuk dimanfaatkan dengan dimensi berkisar 1 sampai 100 nm. Beberapa jenis teknologi bisa dalam bentuk cair dan padatan seperti silika, magnesium, calcium dan lain-lain. Fungsi dari nanoteknologi ini adalah untuk mencegah keretakan-keretakan yang memungkinkan terjadi karena faktor internal beton, dengan cara mengisi celah-ce lah pada beton.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : -. Mengetahui faktor-faktor penyebab keretakan pada beton -. Mengidentifikasi kegunaan nanotechnology untuk mengatasi meningkatkan mutu beton
1.3 Ringkasan Solusi Permasalahan
Seperti yang telah disebutkan dalam latar belakang masalah, kelemahan penggunaan beton terutama beton massal adala h peristiwa keretakan (crack) pada permukaan beton akibat dari panas hidrasi yang cukup tinggi. Maka, dalam pembuatan beton massal yang volumenya besar diperlukan pengontrolan agar dapat menanggulangi perkembangan panas hidrasi dan perubahan volume beton untuk meminimalisasi keretakan yang terjadi ( Rosidawani, 2005). Studi dan pengontrolan pengecoran struktur beton terhadap panas hidrasi sangat penting untuk meminimalisir keretakan pada proses pengerasan beto n. Untuk mencegah agar tidak terjadi keretakan maka dapat digunakan tipe semen yang menimbulkan panas hidrasi yang rendah ata u digunakan bahan penambah yang sesuai. Salah satu cara untuk mengurangi temperatur/panas hidrasi yang tinggi adalah dengan cara penggantian (replacement ) sebagian proporsi semen dengan bahan lain berupa
material nanotechnology. Nanoteknologi adalah sebuah cabang ilmu yang yang mengaplikasikan banda-benda kecil untuk dimanfaatkan dengan dimensi berkisar 1 sampai 100 nm. Beberapa jenis teknologi bisa dalam bentuk cair dan padatan seperti silika, magnesium, calcium dan lain- lain. Penurunan panas hidrasi dapat terjadi akibat reaksi kimia antara SiO2 dari pozzofume dengan salah satu produk hidrasi berupa kalsium hidroksida (Ca(OH)2) (Yazici et al, 2008). Dengan adanya pelepasan sejumlah panas dari reaksi semen, maka reaksi antara SiO 2 dengan Ca(OH)2 ber;angsung lebih cepat. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi pozzolanik seperti yang ditunjukkan sebagai berikut : Ca(OH)2 + SiO 2 C-S-H Penambahan pozzofume dalam campuran semen akan menyebabkan panas hidrasi yang dilepaskan oleh semen diserap kembali untuk berlangsungnya reaksi pozolanik. Hal ini akan menyebabkan penurunan panas hidrasi yang dihasilkan sehingga dapat mengatasi keretakan pada beton. Selain itu, penambahan nanoparticle berupa fly ash disini memiliki beberapa keuntungan. Penambahan nano alumina akan menamba h kuat teka n dari beton jika dicampurkan dengan semen. Selain itu penamba han nano silica juga menambah kekuatan tekan pada beton.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 BAHAN BAKU 2.1.1 BAHAN BAKU BETON
Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar dengan pasta semen (kadang-kadang juga ditambahkan admixtures), campuran tersebut apabila dituangkan ke dalam cetakan kemudian didiamkan akan menjadi keras seperti batuan. Proses pengerasan terjadi karena adanya reaksi kimiawi antara air dengan semen yang terus berlangsung dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan kekerasan beton terus bertambah sejalan dengan waktu. Beton dapat juga d ipandang sebaga i batuan buatan d i mana ada nya rongga pad a partike l yang be sar (agregat kasar) diisi oleh agregat halus dan rongga yang ada di antara agregat halus akan diisi oleh pasta (campuran air dengan semen) yang juga berfungsi sebagai bahan perekat sehingga semua bahan penyusun dapat menyatu menjadi massa yang padat. Bahan penyusun beton meliputi air, semen portland, agregat kasar dan halus serta bahan tambah, di mana setiap bahan penyusun mempunyai fungsi dan pengaruh yang berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor yang mempe ngaruhi kuat tekan beto n terdiri dar i kualitas bahan penyusun, nilai faktor air-semen, gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan dan perawatan) serta umur beton (Tjokrodimuljo, 1996). 2.1.1.1 SEMEN PORTLAND
Semen portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara me nghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips sebagai bahan tambahan. Unsur utama yang terkandung dalam semen dapat digolongkan ke dalam empat bagian yaitu : trikalsium silikat (C 3S), dikalsium silikat (C2S), trikalsium aluminat (C3A) dan tetrakalsium aluminoferit (C 4AF), selain itu pada semen juga terdapat unsur-unsur lainnya dalam jumlah kecil misalnya : MgO, TiO 2, Mn2O3, K 2O dan Na2O. Soda atau potasium (Na2 O dan K 2O) merupakan komponen minor dari unsur-unsur penyusun semen yang harus
diperhatikan, karena keduanya merupakan alkalis yang dapat bereaksi dengan silika aktif dalam agregat sehingga menimbulkan disintegrasi beton (Neville dan Brooks, 1987). Unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar (70% - 80%) dan paling dominan dalam memberikan sifat semen (Tjokrodimuljo, 1996), bila semen terkena air maka C3S akan segera berhidrasi dan memberika n pengar uh yang besar dalam proses pengerasan semen terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Unsur C 2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga hanya berpengaruh setelah beto n berumur 7 hari. Unsur C3A bereaksi sangat cepat dan memberikan kekuatan setelah 24 jam, semen yang megandung unsur C3A lebih dari 10% akan berakibat kurang tahan terhadap sulfat. Unsur yang paling sedikit dalam semen adalah C3AF sehingga tidak memberikan pengar uh yang signifikan terhadap kekerasan pasta semen atau beton. Tabel 2.1. Komposisi Penyusun Semen Menurut ASTM C 180-84 (Neville dan Brooks, 1987) Persentase Komponen Penyusun Semen
C3 S
C2 S
C3 A
C4AF
CaSO4
CaO
MgO
Bebas
Hilang Pijar
Jenis I
59
15
12
8
2,9
0,8
2,4
1,2
Jenis II
46
29
6
12
2,8
0,6
3,0
1,0
8
3,9
1,3
2,6
1,9
13
2,9
0,3
2,7
1,0
12
2,7
0,4
1,6
1,0
( 8) Jenis III
60
12
12 ( 15)
Jenis IV
Jenis V
30
46
5
( 35)
( 40)
( 7)
43
36
4 ( 5)
Proses hidrasi yang terjadi pada semen portland dapat dinyatakan dalam persamaan kimia sebagai berikut : 2(3CaO.SiO 2) + 6H2O
3.CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO 2) + 4H2O
3.CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
Hasil utama dari proses hidrasi semen adalah C3S2H3 (tobermorite) yang berbentuk gel dan panas hidrasi selama reaksi berlangsung. Hasil yang lain berupa kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan sisa dari reaksi antara C3S dan C2S dengan air, kapur bebas ini dalam jangka panjang ce nderung melemahkan beton karena d apat bereaksi de ngan zat asam maupun sulfat yang ada di lingkungan sekitar sehingga menimbulkan proses korosi pada beton.
2.1.1.2 AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% dari volume mortar atau beton. Pemilihan agregat merupakan bagian yang sangat penting karena karakteristik agregat akan sangat mempengaruhi sifat-sifat mortar atau beton (Tjokrodimuljo, 1996). Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gradasi atau distribusi ukuran butir agregat, karena bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang seragam akan menghasilkan volume pori yang besar tetapi b ila ukuran b utir-butirnya bervariasi maka volume po ri me njadi kecil. Hal ini disebabkan butir yang lebih kecil akan mengisi pori di antara butiran yang lebih besar. Agregat sebagai bahan penyusun beton diinginkan mempunyai kemampatan yang tinggi, sehingga volume pori dan bahan pengikat yang dibutuhkan leb ih sedikit. Menurut British Standard 882:1973 (Gambhir, 1986), distribusi ukuran butiran agregat halus dibagi menjadi empat daerah atau zone yaitu: zone I (kasar), zone II (agak kasar), zone III (agak halus) dan zone IV (halus) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dan distribusi agregat kasar yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2.2 Batas-Batas Gradasi Agregat Halus (Gambhir, 1986) Ukuran
Persentase Berat yang Lolos Saringan
Saringan
Gradasi
Gradasi
Gradasi
Gradasi
(BS)
Zone I
Zone II
Zone III
Zone IV
10,00 mm
100
100
100
100
5, 00 mm
90-100
90-100
90-100
95-100
2,36 mm
60-95
75-100
85-100
95-100
1,18 mm
30-70
55-90
75-100
90-100
0,60 mm
15-34
35-59
60-79
80-100
0,30 mm
5-20
8-30
12-40
15-50
0,15 mm
0-10
0-10
0-10
0-15
Tabel 2.3. Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar (Gambhir, 1986) Ukuran Saringan (BS)
Persentase Berat yang Lolos Saringan 5 mm sampai 40 mm
5 mm sampai 20 mm
37,5 mm
90-100
100
20,0 mm
35-70
90-100
10,0 mm
10-40
50-85
5,0 mm
0-5
0-10
Ukuran agregat dalam prakteknya secara umum digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu : a. Batu, jika ukuran butiran lebih dari 40 mm. b. Kerikil, jika ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm. c. Pasir, j ika ukuran butiran antara 0,15 mm sampa i 5 mm. Butiran yang lebih kecil dari 0,15 mm dinamakan “silt” atau tanah (Tjokrodimuljo, 1996). Secara umum, agregat dalam beton akan memberikan kekuatan yang maksimum apabila keadaannya bersih (tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan). Bahan-bahan yang merugikan dalam beton adalah : a. Zat organic Zat organik pada agregat, umumnya berasal dari pelapukan tumbuh-tumbuhan yang berbentuk humus dan / atau lumpur organik (AM Neville, 1981). b. Tanah liat, lumpur, debu Tanah liat pada agregat bisa berupa gumpalan atau lapisan yang menutupi permukaan butiran agregat. Lumpur dan debu merupakan partikel ya ng berukuran 0.002 mm s/d 0.006 mm. Tanah liat, lumpur dan debu akan menyerap air yang cukup banyak didalam beton, jadi akan memperbanyak FAS yang dibutuhkan dalam beton, hal ini akan memperbesar susut dalam beton.
c. Garam Chlorida dan sulfat Garam Chlorida akan berbahaya terhadap beton ataupun tulangannya (karena adanya unsur Cl). Garam sulfat (MgSO4) akan berbahaya terhadap beton. Serangan MgSO4 terhadap beton akan memberikan suatu senyawa baru yang bersifat expansive (LEA, FILTON , 1985). d. Partikel-partike l yang tidak kekal Partikel yang tidak kekal adalah partikel yang mudah berubah bentuk (berubah komposisinya). Co ntoh partikel tersebut adalah pyrit (besi sulfida). 2.1.1.3 AIR
Air merupakan bahan penyusun beton yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen, yang juga berfungsi sebagai pelumas antara butiran-butiran agregat agar dapat dikerjakan dan dipadatkan. Proses hidrasi dalam beton segar membutuhkan air kurang lebih 25% dari berat semen yang digunakan, tetapi dalam kenyataan jika nilai faktor air semen kurang dari 35% beton segar menjadi tidak dapat dikerjaka n dengan sempurna sehingga setelah mengeras beton yang dihasilkan menjad i keropos dan memiliki kekuatan yang rendah. Kelebihan air dari proses hidrasi diperlukan untuk syarat-syarat kekentalan (consistency) agar dapat dicapai suatu kelecakan (workability) yang baik. Kelebihan air ini selanjutnya akan menguap atau tertinggal di dalam beton sehingga menimbulkan pori-pori (capillary poreous) d i dalam beton yang sudah mengeras. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada air yang akan digunakan sebagai bahan pencampur beton meliputi kandungan lumpur maksimal 2 gr/lt, ka ndungan garam- garam yang dapat merusak beton maksimal 15 gr/lt, tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gr/lt serta kandungan senyawa sulfat maksimal 1 gr/lt. Secara umum air dinyatakan memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bahan pencampur beton, apabila dapat menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90% kekuata n beton yang menggunakan air suling (Tjokrodimuljo, 1996).
2.1.1.4 BAHAN TAMBAH (ADMIXTURE)
Bahan tambah yaitu bahan selain unsur pokok pada beton (air, semen dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, baik sebelum, segera atau selama pengadukan beton dengan tujuan mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaaan segar atau setelah mengeras. Fungsi-fungsi bahan tambah antara lain: mempercepat pengerasan, menamba h kelecakan (workability) beton segar, menambah kuat tekan beton,
meningkatkan daktilitas atau mengurangi sifat getas beton, mengurangi retak-retak pengerasan dan sebagainya. Bahan tambah diberikan dalam jumlah yang relatif sed ikit dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang berakibat memperburuk sifat beton (Tjokodimuljo, 1996).
Bahan tambah menurut maksud penggunaannnya dibagi
menjadi dua golongan yaitu admixtures dan additives. Admixtures ialah semua bahan penyusun beton selain air, semen hidrolik dan agregat yang ditambahkan sebelum, segera atau selama proses pencampuran adukan di dalam batching , untuk merubah sifat beton baik dalam keadaan segar atau setelah mengeras. Definisi additive lebih mengarah pada semua bahan yang ditambahkan dan digiling bersamaan pada saat proses prod uksi semen (Taylor, 1997). Menurut Tjokrodimuljo (1996), bahan tambah dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Chemical Admixtures merupakan bahan tambah bersifat kimiawi yang dicampurkan pada adukan beton dengan maksud agar diperoleh sifat-sifat yang berbeda pada beton dalam keadaan segar maupun setelah mengeras, misalnya sifat pengerjaannya yang lebih mudah dan waktu pengikatan yang lebih lambat atau lebih cepat. Superplasticizer merupakan salah satu jenis chemical admixure yang sering ditambahkan pada beton segar. Pada dasarnya penamba han superplasticizer dimaksudkan untuk meningkatkan kelecakan, mengurangi jumlah air yang diperlukan da lam penca mpuran (faktor air semen), mengurangi slump loss, mencegah timbulnya bleeding dan segregasi, menambah kadar udara (air content) serta memperlambat waktu pengikatan ( setting time). 2. Pozolan ( pozzolan) merupakan bahan tambah yang berasal dari alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur silikat dan aluminat yang reaktif. Pozolan sendiri tidak mempunyai sifat semen, tetapi dalam keadaa n halus bereaksi denga n kapur bebas dan air menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. Pozolan dapat ditambahkan pada campuran adukan beton atau mortar (sampai batas tertentu dapat menggantikan semen), untuk memperbaiki kelecakan (workability), membuat beton menjadi lebih kedap air (mengurangi permeabilitas) dan menambah ketahanan beton atau mortar terhadap serangan bahan kimia yang bersifat agresif. Penambahan po zolan j uga dapat meningkatkan kuat tekan beton karena adanya reaksi pengikatan kapur bebas (Ca(OH)2 ) oleh silikat atau aluminat menjadi tobermorite (3.CaO.2SiO2.3H2O). Pozolan yang saat ini telah banyak diteliti dan
digunakan antara lain sillica fume (SF), fly ash (FA), Ground Granulated Blast Furnace Slag (GGBS ), tras alam dan abu sekam padi ( Rice Husk Ash). 3. Serat ( fibre) merupakan bahan tambah yang berupa serat gelas /kaca, plastik, baja atau serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk). Penambahan serat ini dimaksudkan untuk meningkatkan kuat tarik, menambah ketahanan terhadap retak, meningkatkan daktilitas dan ketahanan beton terhadap beban kejut (impact load ) sehingga dapat meningkatkan keawetan/durabilitas beton, misalnya pad a perkerasa n jalan ra ya atau lapangan udara, spillway serta pada bagian struktur beton yang tipis untuk mencegah timbulnya keretakan.
2.2. Persyaratan Material Beton Untuk memperoleh beton dengan kualitas yang diinginkan, terutama untuk material bangunan, tentunya
diperlukan pengeta huan mengenai karakteristik beton
yang baik.
Karakterisitik beton yang baik dapat disimpulkan sebagai berikut (Putu Laintarawan, dkk; 2009:33) : a. Kepadatan Rongga pada beton sedapat mungkin terisi penuh oleh agregat dan pasta semen sebagai bahan penyusunnya. b. Kekuatan Beton harus mempunyai kekuatan dan daya tahan internal yang diperlukan untuk menunjang suatu bangunan sehingga dapat tahan terhadap berbagai kegagalan c. Faktor air semen Faktor air semen harus terkontrol sehingga dapat memenuhi persyaratan kekuatan beton yang direncanakan. Semakin rendah nilai fakor air semen, maka akan semakin tinggi kekuatan betonnya. Berikut merupakan nilai faktor air semen dan kandungan semen sebagai penyusun beto n yang ditempatkan dalam berba gai kondisi d. Tekstur Permukaan beton yang terekspos oleh udara harus memiliki kerapatan dan kekuatan tekan yang tahan terhadap segala cuaca.
Tabel 2.4. Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor Air Semen Maksimum (sumber : PBI 1971)
2.2 PELAPUKAN MATERIAL
Struktur beton harus mampu menghadapi kondisi dimana dia direncanakan, tanpa mengalami kerusakan (deteriorate) selama jangka waktu yang direncanakan.Beton yang demikian disebut mempunyai ketahanan yang tinggi (durable). Kurangnya ketahanan disebabkan oleh pengaruh luar seperti pengaruh fisik, kimia maupun mekanis, misalnya pelapukan oleh cuaca, per ubahan temperatur yang drastis, abrasi, aksi elektrolis, sera ngan oleh cairan atau gas alami ataupun industri. Besarnya kerusakan yang timbul sangat tergantung pada kualitas beton, meskipun pada kondisi yang ekstrim beton yang terlindung dengan baik pun akan mengalami kehancuran. (Paul Nugraha & Antoni, 2007 : 207).
2.2.1
JENIS-JENIS KERUSAKAN PADA BETON
Macam-macam kerusakan pada beton adalah sebagai berikut : a. Retak ( Crack ) Retak (crack) terjadi pada permukaan beton karena mengalami penyusutan, lendutan akibat beban hidup (live load)/ beban mati (dead load), akibat gempa bumi maupun perbedaan temperatur yang tinggi pada waktu proses pengeringan. b. Pengelupasan beton ( Spalling ) Pengelupasan ( spalling ) pada struktur yaitu terkelupasnya selimut beton besar atau kecil sehingga tulangan pada beton tersebut terlihat akibat terlalu tipisnya selimut beton ketika melakukan pengecoran, hal ini apabila dibiarkan dengan bertambahnya waktu, tulangan akan berkarat / korosi dan ak hirnya bisa terjadi patah. c. Disintegrasi Bagian yang terlemah dari beton akan mengalami disintegrasi, permukaan beton menjadi kasar, karena umur akan terjadi proses alami yang mengalami pelapukan pada bidang-bidang terluar beto n, proses pe lapukan beton ak ibat lingkunga agresif antara lain air laut, karbonasi dan lain-lain. Beton yang berhubungan langsung dengan lingkungan yang berkadar asam tinggi akan lebih cepat mengalami disintegrasi. d. Patah Patah yang terjadi pada beton biasanya dikarenakan struktur beton yang tidak mampu untuk menahan beban. Kerusakan ini bisa terjadi karena pada saat pembuatan campuran beton (mix design) kurang diperhatikan proporsi yang digunakan. Sebelum pembuatan campuran beton harus menghitung beban-beban rencana yang akan menimpa struktur beton tersebut agar patah pada beton tidak terjadi. e. Keropos Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur beton yang terlalu lama. Jenis ke rusakan ini j uga b isa timbul kare na pengerjaan be ton yang kurang baik, agregat kasar terlalu banyak, kurangnya butiran halus yang dicampur, termasuk semen, faktor air se men tidak tepat, pe madata n yang tidak se mpurna karena rapatnya tulangan, pasta semen keluar dari cetakan yang kurang rapat. f.
Delaminasi
Beton mengelupas sampai kelihatan tulangannya disebut delaminasi. Kerusakan ini bisa terjadi pada konstruksi bangunan dikare nakan banyak sebab, diantaranya kegagalan pada pembuatan campuran, reaksi k imia, kelebihan beban dan sebagainya. Oleh karena itu perlu diper hitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi pada konstruks i bangunan.
2.3.2 PENYEBAB KERUSAKAN / PELAPUKAN PADA BETON
Sedangkan pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan kerusakan atau pelapukan pada beton adalah sebagai berikut: a. Pengaruh Mekanis Beton dapat mengalami kerusakan karena adanya pengaruh mekanis, seperti pengikisan permukaan oleh a ir, ledakan, gempa bumi, kecelakaan lalu lintas dan pembeba nan yang berlebihan. Kerusakan beton ak ibat pengaruh mekanis ini dapat bervariasi dari kerusakan permukaan sampa i hancur berkep ing-keping. b. Pengaruh fisik Pengaruh fisik yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton antara lain pengaruh temperatur (panas hidrasi, kebakaran), susut dan rayap, pelesakan yang tidak sama dari pondasi atau per letakan. c. Pengaruh kimia Pengaruh kimia yang bisa merusak beton antara lain serangan asam karena semen portland dan se men campuran mempunyai keta hanan yang renda h terhadap asam. Pengaruh lain adalah serangan sulfat yang mana hampir semua sulfat dapat merusak pasta semen. Selain itu minyak pelumas yang berlebihan akan merubah mutu beton yang direncanakan yang memudahkan kerusakan beton tersebut. Terjadinya korosi juga dapat menjadi penyebab kerusakan pada beton.
BAB IV PENAMBAHAN NANOSILICA KE DALAM CAMPURAN BETON
4.1. NANO SILIKA
Nanosilika merupkan suatu jenis mineral yang melimpah
di Indonesia dan diolah melalui
teknologi nano. Konstruksi bangunan menjadi dua kali lebih kokoh, tahan gempa, dan kedap air laut dengan ditemukannya bahan konstruksi nanosilika ini. Nanosilika diproses dengan ball mill yang hasilnya menjadi lebih halus sehingga menjadi lebih kuat.
Menurut Dr Nurul Taufiqu
Rochman dalam Konferensi Internasional " Advanced Material and Practical Nanotechnology" di Serpong, Banten, Senin (04/09), pencampuran beton dengan 10% bahan nano-silica dapat membuat kekuatan beton bertambah menjadi dua kali lipatnya. Peneliti dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi silika hingga miliaran ton. Bahan tersebut dapat ditemuka n d i berbagai tempat seperti pantai, pegunungan, dan lain-lain sehingga dapat dipero leh dengan mudah dan murah. Nanosilika harganya hanya 30 persen lebih mahal daripada se men, namun kua litasnya mencapai dua kali lipat. 4.2. PEMBUATAN NANO SILICA
Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran nano/ mikrosilika perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika biasanya dapat diperoleh dengan metode special milling , yaitu metode milling biasa yang sudah dimodifikasi khusus sehingga kemampuan untuk menghancurkannya jauh lebih efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh silika sampai pada skala nano (Anonim,2011).nano kristal silika dapat disintesis dengan metode kopresipitasi. Berikut gambar 1 merupakan gambar bagamaana mempero leh nano silica dari bahan pasir alam dengan proses metode kopresipitasi (Hadi, Tanpa tahun).
Pasir Alam
Uji XRF,XRD
Direndam dalam HCL 2M (12 jam) Pasir + NaOH (5,6,7) M Larutan Na2SiO3 + H2O
Stirrer 2 Jam dengan suhu o
80
Titrasi HCL (pH ~7-8,~4-5, ~1-2) Endapan puih Si(OH)4 + NaCl Pencucian dan pengeringa silika
Uji XRF,XRD, SEM
4.3. RUMUS MOLEKUL DAN STRUKTUR NANO SILICA
Di dalam semen senyawa silica oksida tidak berdiri sendiri. silica oksida dalam semen bergabung dengan senyawa lainnya ya itu ka lsium oksida yang dalam semen molekul tersebut adalah trikalsium slikat (C 3 S) dengan rumus molekulnya 3CaO.S iO2 dan komponen yang ked ua dalam semen yaitu dikalsium silikat (C 2S) dengan rumus molekul 2CaO.SiO2 yang mana senyawa Senyawa C3A berhidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah besar panas dan memberikan kekuatan awal setelah 24 jam, namun kurang tahan terhadap agresi sulfat yang dapat menimbulkan retak beton. Hidrasi C3S akan menghas ilkan pengerasan dan pelepasan sejumlah panas da lam beberapa jam hingga sebelum umur 14 hari pertama. Seda ngkan C2 S reaksi hidrasinya berjalan perlahan dan pelepasa n panasnya berlangsung lambat sehingga berpengaruh pada pengerasan setelah umur beto n 14 hari. Struktur molekul silica oksida dalam ukuran nano dapat meningkatka n mutu beton dengan cara memperluas per mukaan beton yang diak ibatkan oleh me ngecilnya ukuran partikel dan mengisi pori-pori yang ada dalam beto n serta me ningkatkan ikatan antar molek ul.
( sien ce dir ect.com-Explor ing th e potential of silo xane surface m odified nano -SiO2 to i mprove the Portland cement pastes hydration properties)
4.4. KOMPOSISI NANO SILICA DALAM BETON
Dalam pembuatan beton, diperlukan mix design untuk mendapatkan sebuah beton dengan mutu yang diinginkan. Ketika tidak ditambahkan dengan admixture atau bahan additive lainnya maka campuran hanya biasa saja, tanpa perubahan seberapa banyak agregat kasar, agregat halus, semen ataupun air yang harus d ikurangi untuk mendapatkan beton de ngan mutu yang diinginkan. Berbeda komposisinya ketika akan ditambahi dengan admixture ataupun additive. Jika bahan additivenya memiliki sifat seperti semen maka yang harus dibandingkan berapa jumlah yang memenuhi adalah semen, sedangkan jika bahan additive yang digunakan mempengaruhi faktor W/C maka banyak air yang harus dicampurkan denga n perbandingan yang sesuai. Berikut mix design dan karakteristik material beton yang sudah ditambahkan nano silica sebagai bahan admixture -
Menggunaka n semen jenis II atau IV
-
Nano silica 35 nm, SG 1.36, dan PH 9.5
-
Agregat kasar SG 2.79, absorbs 0.6%, dan ρ dry 1634 kg/m3
-
Agregat Halus SG 2.78, absorbs 0.8%, da n fn 3
Perhitungan mix des ign menggunakan berbagai kriteria dan rumus. Berikut rumusnya 1. Pengujian bahan material beton dengan kriteria yang didapatkan seperti di atas 2. Penentuan ketinggian Slump yang diinginkan 3. Menentukan ukuran maksimum agregat kasar yang digunakan, dengan batasan sebagai berikut Ukuran maksimum tidak boleh lebih besar dari 1/5 dimensi minimum elemen struktur, 1/3 tebal plat, atau ¾ ruang bebas a ntar tulang. Batasan ini memberikan nila i agregat maksimum 1.5 inci (40 mm) kecuali produk massal
Perkembangan saat ini menyarnkan untuk nilai w/c yang sama, maka pengurangan ukuran maksimum agregat akan meningkatkan kekuatan beton 4. Estimasi jumlah air pencampur dan kandungan udara 5. Penentuan W/C ratio dengan melihat kekuatan yang diinginkan 6. Menentukan jumlah se men 7. Estimasi jumlah agregat kasar 8. Estimasi jumlah agregat halus yang menggunakan dua metode yaitu metode massa dan metode volume.
4.5. Pengaruh Nano Silica dalam Beton Setelah ditamba hkan Nano Silika maka aka n didapat beton dengan pengetesan yang sudah dilakukan didapatkan beton sebagai berikut. 1. Adiabatic Temperature
Gambar 1. Adiabatic temperature tes pada sa mpel beton A (tanpa fly ash) dan B Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan temperatur pada beton yang menunjukkan proses hidrasi pada beton, proses hidrasi yang terjadi pada sampel A dan B memiliki temperatur yang berbeda-beda setiap waktunya. Namun, yang dapat disimpulkan adalah sampel A dan B yang memiliki kadar nano-silica 3% dan 6% mengalami proses hidrasi 4 jam lebih cepat dibandingkan sampel beton A dan B yang kadar nano- silica di dalam betonnya 0% dan suhu tertinggi saat p roses hidrasi pada sampel A dan B dengan kadar nano silica 3% dan 6% lebih tinggi dan rentan waktu beton dalam keadaan suhu tinggi tersebut memiliki waktu yang lebih pendek dibandingkan suhu tertinggi pada sampel beton A dan B yang kadar nano-s ilica 0%.
2. Tes Properti Mekanikal
Gambar 2. Compressive Strength vs waktu curring
Gambar 3. Kuat tegangan beto n pada sampel A dan B hari ke-28
Tabel 2. K uat tegangan beto n pada har i ke-3 dan ke-7
Dari hasil tabel dan grafik diatas dapat dilihat nilai dari tegangan pada sampel beton A dan B memiliki kuat tegangan yang berbeda sesuai dengan kadar nano-silica pada beton. Pada sampel A dengan kadar nano-silica 0% memiliki kuat tegangan terendah dibandingkan beton dengan kadar nano-silica dengan kadar 6% yang memilki nilai tegangan paling tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada sampel B dengan kadar nanosilica 0% memiliki kuat tegangan terendah dibandingkan beton dengan kadar nano-silica dengan kadar 6% yang memilki nilai tegangan paling tinggi. Dapat disimpulkan bahwa ukuran partikel yang semakin kecil berdamapak pada penambah luas permukaan beton sehingga nilai kuat tegangan maksimum yang diterima beton akan meningkat. 3.
RCPT (rapid chloride permeability test ) Tes ini dilakukan untuk melihat nilai koefisien permeabilitas pada beton dengan menggunakan klorida.
Tabel 3. Hasil tes RCPT
Gambar 5. K ondisi secara fisik pada sampel B-0 (0%) dan B-2 (6%)
Gambar 6. Distribusi pori pada sampel A dan B Dari gambar dan tabel diatas dapat dilihat bahwa permeabilitas yang terjadi pada beton dengan kadar nano-silica 0% memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai permeabilitas pada sa mpel yang mengndung nano-silica. Beton dengan keadaan tanpa teknologi nano memiliki pori yang lebih besar dibandingkan sampel beton dengan teknologi nano, hal ini terjadi karena ukuran partikel pada sampel beton yang tidak menggunakan teknologi nano-silica memiliki ukuran yang lebih besar yaitu 9 kali lipat lebih besar dari ukuran partikel sampel beton yang menggunakan teknologi nano. Oleh
karena itu, besarnya pori pada beton akan mengakibatkan rembesan yang terjadi pada beton dan seba liknya, sehingga ukuran pori pada beton berbanding lurus dengan rembesan yang terjad i pada beton.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasaka n penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa 1. Keretakkan pada beton bisa terjadi kare na adanya proses hidrasi, kurang ta hannya beton saat proses pembebanan, pengaruh lingkungan, dan ketika proses produksi dilaksanakan. 2. Penambahan nano silika pada beton dapat meningkatkan mutu beton 3. Penambahan nano silika dapat me mpercepat proses hidrasi (mempersingkat durasi), meningkatkan kekuatan beton, serta memperkecil void ratio dan porositas beton
5.2. Saran
Perkembangan teknologi material dengan menerapkan teknologi nano di Indonesia masih sangat kurang. Padahal kebutuhan akan material terus meningkat seiring dengan berkembangnya zaman karena pembangunan akan terus berlangsung terlebih di Negara Indonesia yang masih merupakan Negara berkembang. Seharusnya di Negara Indonesia menaruh konsern yang sangat tinggi pada perkembangan teknolo gi salah satunya teknologi bahan. Teknologi nano-silika dapat mengakibatkan property dan durabilitas dari beton meningkat, sehingga dalam perkembangan teknologi material akan sangat bermanfaat. Namun, untuk membuat partikel menjadi ukuran nano memerlukan biaya dan teknolgi yang canggih untuk dapat memproduksinya. Oleh karena itu, diperlukan langkah taktis efektif dan efisien yang dapat memproduks i silica oksida menjad i berukuran nano agar dapat dimanfaatkan secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
I Putu Laintarawan, ST, MT., I Nyoman Suta Widnyana, ST, MT., I WAYAN Artana, ST., 2009. Buku Ajar Konstruksi Beton I. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hindu Indonesia (halaman 1-3, semen) Vili Lilkov, Ivan Rostovsky, Ognyan Petrov, Yana Tzvetanova, Plamen Savov. Long term study of harde ned cement pastes containing silica fume and fly ash. A.M. Said, M.S. Zeidan, M.T. Bassuoni, Y.Tian. Properties of concrete incorporating nanosilica