Disediakan 4 botol refluks
Diisi 2 botol refluks dengan 20 ml air suling sebagai blangko dan 2 botol lagi dengan 20 ml air sample
Ditambahkan ke dalam masing-masing botol HgSO4 dan15 ml K2Cr2O7 0,25N, 15ml H2SO4 pekat, dan beberapa butir batu didih
Direfluks botol-botol tersebut selama 1 jam (dihitung mulai dari mendidih)
Dibuat larutan (NH4)Fe(SO4)2 sebanyak 100mL dalam labu ukur. Dilarutkan dalam sedikit air dan ditambahkan beberapa mL H2SO4 pekat, diencerkan sampai 100mL
Dinginkan larutan hasil refluks
Dititrasi masing-masing larutan dalam botol dengan (NH4)2Fe(SO4)2 dengan diberi 4 tetes Ferroin
Dihitung angka COD masing-masing larutan
vii
MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
CHEMICAL OXYGEN DEMAND
Disusun Oleh :
Hardy Wicakra 114 1300 02
Dian Maesita 114 1300 06
Siska Indriyani 114 1300 20
Wisnu Jatikusumo 114 1300 68
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
JURUSAN/PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
SERPONG
2014
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
JURUSAN/PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
CHEMICAL OXYGEN DEMAND
Disusun Oleh :
Hardy Wicakra 114130002
Dian Maesita 123130006
Siska Indriyani 111130020
Wisnu Jatikusumo 114 130068
Makalah diajukan untuk Memenuhi
Persyaratan Ujian Akhir Semester
Jurusan/Program studi Teknik Kimia
Institut Teknologi Indonesia
Serpong
Serpong, Mei 2014
Diketahui Oleh :
(Dra.Lin Marlina,Msi)
Dosen Mata Kuliah Kimia Analisis
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah PraktikumKimia Analisis yang berjudul "CHEMICAL OXYGEN DEMAND ".Penulisan makalah praktikum ini
dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari dosen pembibing dengan mata kuliah PraktikumKimia Analisis.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis merasa masih terdapat beberapa kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh penyusun makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran sangat diharapkan bagi penulis demi penyempurnaan pembuatan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.Amin.
Serpong, Mei 2014
Penyusun
ABSTRAK
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas air.Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air melalui nilai COD yang dihasilkan dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan yang telah terjadi.Sedangkan variabel pada analisa COD ini adalah air sampel.Tujuan dari praktikum COD (Chemical Oxygen Demand) adalah untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik di dalam air dengan metode refluk.Dilakukan perlakuan terhadap semua air sampel, yaitu dengan metode refluks.Pada tahap akhir dilakukan titrasi dengan indikator Ferroin dan Ferro Amonium Sulfat (FAS) sebagai penitrannya. Didapatkan nilai akhir COD pada masing-masing air sampel, antara lain : air limbah pabrik tahu sebesar 250 ppm, 280 ppm, 565 ppm sedangkan pada air Danau Pamulang 35 ppm, air Danau Puspitek 170 ppm, air sawah 45 ppm dan air cucian piring sebesar 590 ppm.Dari ketujuh sampel tersebut sebagian besar masih memenuhi standar baku mutu dan hanya sedikit yang tidak memenuhi standar baku mutu.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABLE vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan : 2
1.3 Rumusan Masalah : 2
1.4 Batasan Masalah : 2
1.5 Hipotesa : 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Chemical Oxygen Demand 4
2.1.1 COD 4
2.1.2 Analisis COD 5
2.1.3Metode Analisa COD 5
2.2 Refluks 9
2.2.1 Prinsip Refluks 9
2.2.2 Komponen Alat 9
2.2.3 Refluks di distilasi industri 10
2.2.4 Refluks distilasi di laboratorium 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12
3.1 Alat dan Bahan 12
3.1.1 Alat : 12
3.1.2 Bahan 12
3.2 Variable dan Parameter 12
3.2.1 Variable : 12
3.2.2 Parameter 12
3.3 Cara Kerja 13
3.4 Matriks Percobaan 13
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN 14
4.1 Data pengamatan 14
4.1.1 Hasil Analisa COD Air Limbah Tahu 14
4.1.2 Hasil Analisa COD Air Limbah Tahu 14
4.1.3 Hasil Analisa COD Air Limbah Tahu 14
4.1.4 Hasil Analisa COD Air Danau Pamulang 14
4.1.5 Analisa COD Air Danau Puspitek 15
4.1.7 Analisa COD Air Sawah 15
4.1.9 Analisa COD Cucian Piring 15
BAB V PEMBAHASAN 16
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 20
6.1 Kesimpulan 20
6.1 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABLE
Tabel 2.1Perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dalam berbagai jenis air 7
Tabel 2.2Jenis zat organik / inorganik yang tidak atau dapat dioksidasikan melalui tes COD dan BOD 8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Refluks 9
Gambar 2.2 Refluks di distilasi Industri 10
Gambar 2.3 Refluks di laboratorium 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan senyawa yang bersifat pelarut universal, karena sifatnya tersebut, maka tidak ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya terdapat unsur dan senyawa yang lain. Dengan terlarutnya unsur dan senyawa tersebut, terutama hara mineral, maka air merupakan faktor ekologi bagi makhluk hidup. Walaupun demikian ternyata tidak semua air dapat secara langsung digunakan memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi kriteria dalam setiap parameternya masing-masing
Berbagai sumber air yang dipergunakan untuk keperluan hidup dan kehidupan dapat tercemar oleh berbagai sumber pencemaran. Limbah dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat menjadi penyumbang pencemaran terhadap air yang akan dipergunakan, baik untuk keperluan makhluk hidup maupun untuk keperluan kehidupan yang lain. Keberadaan Zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih akan menimbulkan gangguan terhadap kualitas air. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air berada pada kondisi yang kritis, atau merusak sifat kimia air.
Rusaknya sifat kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan kegiatan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun.
Apabila semakin sedikit kandungan udara di dalam air maka angka COD akan semakin besar.Besarnya angka COD tersebut menunjukkan bahwa keberadaan zat organik di air beradadalam jumlah yang besar. Organik-organik tersebut mengubah oksigen menjadikarbondioksida dan air sehingga perairan tersebut menjadi kekurangan oksigen.Hal inilah yang menjadi indikator seberapa besar pencemaran didalam limbah cair oleh pembuagan domestik dan industri.Semakin sedikit kadar oksigen didalm air, semakin bear jumlah pencemar (organik) didalm perairan tersebut.Karena itu air yang biasa di konsumsi harus memiliki kadar COD yang rendah.
1.2 Tujuan :
Adapun tujuan dari praktikum Kimia Analisis ini adalah :
Mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam air
1.3 Rumusan Masalah :
Berdasarkan tujuan diatas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana perbandingan nilai COD air sampel dengan air blanko?
Nilai COD manakah yang paling besar dari setiap sampel yang digunakan?
1.4 Batasan Masalah :
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah pada :
Mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam air .
Percobaan ini dilakukan dalam penelitian skala laboratorium
1.5 Hipotesa :
Berdasarkan perumusan masalah diatas , maka penulis mengemukakan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Perbandingan nilai COD air sampel yang didapat akan lebih besar dibandingkan nilai COD yang didapatkan dari blanko
Air limbah yang diuji dalam praktikum, menghasilkan nilai COD yang paling besar adalah air limbah pabrik tahu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Chemical Oxygen Demand
2.1.1 COD
COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion krom.
Prinsip reaksinya sebagai berikut :
H+(g) + CxHyOz(g) + Cr2O72- (l) CO2(g) + H2O(g) + Cr3+(s)
katalis
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD.Kenyataannya hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organik dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L.
2.1.2 Analisis COD
Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
2.1.3Metode Analisa COD
Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metode standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metode alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.Perkembangan metode-metode penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metode yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metode yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air, namun tidak semua zat-zat organik dalam air bungan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui test COD antara lain :
Zat organik yang dapat diuraikan seperti protein, glukosa
Senyawa-senyawa organik yang tidak dapat teruraikan seperti NO2-, Fe2+, S2-, dan Mn3+
Homolog senyawa aromatik dan rantai hidrokarbon yang hanya dapat dioksidasi oleh adanya katalisator Ag2SO4.
Dalam tes COD digunakan larutan K2Cr2O7 untuk mengoksidasikan zat-zat organik dalam keadaan asam yang mendidih dengan reaksi :
H+(g) + CxHyOz(g) + Cr2O72- (l) CO2(g) + H2O(g) + Cr3+(s)
Ag2SO4
Dimana perak sulfat (Ag2SO4) berperan sebagai katalisator yang berfungsi untuk mempercepat reaksi (katalis) sedangkan HgSO4, ditambah untuk menghilangkan ion klorida yang ada dalam air buangan.
Uji coba ini secara khusus bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan, karena terdapatnya bahan-bahan beracun. Manfaat lain dari uji coba ini adalah waktunya singkat. Uji coba ini tidak mengadakan perbedaan antara zat organik yang stabil dan yang tidak stabil. Dia tidak dapat memberikan suatu petunjuk tetang tingkat dimana bahan-bahan yang aktif secara biologis dapat diseimbangkan namun untuk semua tujuan yang praktis, ia dengan cepat dapat memberikan data analisa yang teliti tentang zat-zat yang dapat dioksidasi dengan sempurna secara kimiawi.
Air buangan yang mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme sering dijumpai sebagai contoh air yang mengandung besi dalam jumlah tinggi sering ditumbuhi oleh bakteri besi yaitu ferrobacillus atau ferrobacillus ferooxidans, air yang mengandung H2S sering ditumbuhi oleh bakteri belerang yaitu thiobacillus.mikroorganisme yang bersifat saprofit organotrofik sering tumbuh pada air buangan yang mengandung sampah tanaman dan bangkai hewan. Pada contoh lain, insektisida organik sintetik dapat digunakan atas tiga kelompok yaitu :
Insektisida organoklorin, seperti DDT
Insektisida organofosfor, seperti perthion dan baygon
Insektisida karbonat, seperti karboril dan baygon
Sifat-sifat insektisida tersebut berbeda-beda meskipun termasuk dalam satu kelompok. Dua sifat insektisidanya yang penting jika dilihat dari segi pencemarannya terhadap lingkungan yaitu daya racunnya dan kemudahan untuk terdegradasi.
COD dengan BOD sama-sama menganalisa kebutuhan oksigen.Namun pengujian COD pada air sampel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pengujian BOD.
Keunggulannya antara lain:
Sanggup menguji air limbah industri yang beracun dan tidak dapat diuji dengan pengujian BOD karena bakteri akan mati.
Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD memerlukan waktu 5 hari.
Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.
Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.
Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal menjadi tes COD.
Kekurangannya antara lain :
Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang seharusnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja, karena hal tersebut diatas maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan dalam tabel dibawah ini tercantum perbandingan angka tersebut dalam beberapa jenis air.
Tabel 2.1Perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dalam berbagai jenis air
Jenis Air
BOD/ COD
Air buangan domestik ( penduduk )
0,40-0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer
0,60
Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis
0,20
Air Sungai
0,10
(Sumber : Alerts, G.1987.Metoda Penelitian Air.Surabaya : Usaha Nasional)
Angka perbandingan yang lebih rendah dari seharusnya, misalkan untuk air buangan penduduk (domestik) < 0,20 menunjukan adanya zat-zat bersifat racun bagi mikroorganisme.
Tidak semua zat-zat organik dalam air buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau BOD.Tabel dibawah ini menunjukan jenis zat organik / inorganik yang tidak atau dapat dioksidasikan melalui tes COD dan BOD.
Tabel 2.2Jenis zat organik / inorganik yang tidak atau dapat dioksidasikan melalui tes COD dan BOD
Jenis zat organik / inorganik
Dapat dioksidasikan melalui tes
COD
BOD
Zat organik yang biodegradable (protein, gula, dan lain-lain)
X
X
Selulosa dan sebagainya
X
-
N organik yang non-biodegradable (NO2-, Fe2+, S2-, Mn3+)
X
X
N organik yang biodegradable a
X
-
NH4 bebas (Nitrifikasi)
-
Xb
Hidrokarbon Aromatik dan rantai
Xc
-
(Sumber : Alerts, G.1987.Metoda Penelitian Air.Surabaya : Usaha Nasional)
Keterangan :
Biodegradable : dapat diuraikan atau dicerna
Mulai setelah 4 hari dan dapat dicegah dengan pembubuhan Inhibitor
Dapat Dioksidasikan karena adanya katalisator Ag2SO4
2.2 Refluks
Refluks merupakan proses dimana terjadinya perubahan fase zat cair menjadi fasa gas (uap), kemudian uap yang terjadi dikondensasi menggunakan alat kondensor dengan perubahan fasa dari fasa gas menjadi fasa cair kembali dengan mengambil panas laten oleh air pendingin.
Gambar 2.1 Alat RefluksDalam proses refluks terjadi proses reversible. Proses reversible adalah proses yang dalam reaksinya terjadi secara bolak-balik. Terjadi dari fasa cair, kemudian berubah menjadi fasa gas, dn kemudian berubah lagi menjadi fasa cair, atau keadaan sebelumnya. Sehingga tidak ada uap yang dibebaskan pada proses refluks. Dalam proses refluks cenderung tidak terjadi perubahan warna, hal tersebut dikarenakan tidak adanya kontaminasi dari udara sekitar, dan juga tidak adanya zat dalam larutan yang terbuat akibat pemanasan.
Gambar 2.1 Alat Refluks
2.2.1 Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu bersama-sama dengan cairan lalu dipanaskan. Uap-uap cairan terkondensasi pada kondensor menjadi molekul-molekul cairan yang akan turun kembali menuju labu dan demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai sempurna, penggantian pelarut dilakukan setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
(Sumber : http://zilazulaiha.blogspot.com/2011/10/refluks.html)
2.2.2 Komponen Alat
Labu didih : berfungsi untuk larutan yang sedang dipanaskan atau diuapkan khususnya pemanasan yang dirangkaikan dengan pendingin balik. Sewaktu proses pemanasan atau penguapan hendaknya dilengkapi dengan batu didih (boiling chips)
Kondensor : berfungsi untuk pendinginan uap panas atau cairan panas. Biasanya digunakan pada proses refluks atau destilasi.
Pemanas Otomatis : berfungsi untuk memanaskan larutan dalam labu dasar bulat
kaki tiga : untuk menyangga labu dasar bulat, kondensor saat proses pemanasan
statif : untuk menyangga kondensor dan labu dasar bulat
klem : untuk menahan kondensor spiral dan labu dasar bulat
selang masuk : sebagai penghubung air masuk dari sirkulator menuju kondensor
selang keluar : sebagai penghubung keluarnya air dari kondensor menuju ember
sirkulator : alat untuk mensirkulasikan air
ember : sebagai tempat menyimpan air
batu didih : alat untuk mencegah terjadinya bumping
2.2.3 Refluks di distilasi industri
Refluks sangat banyak digunakan dalam industri yang menggunakan kolom distilasi skala besar dan fractionators seperti kilang minyak, petrokimia dan pabrik kimia, dan pabrik pengolahan gas alam.
Gambar 2.2 Refluks di distilasi IndustriDalam konteks itu, refluks mengacu pada bagian dari produk cair overhead dari kolom distilasi atau fractionator yang dikembalikan ke bagian atas kolom seperti yang ditunjukkan dalam diagram skematik dari suatu kolom distilasi khas industri.
Gambar 2.2 Refluks di distilasi Industri
Di dalam kolom, refluks cairan downflowing memberikan pendinginan dan kondensasi dari uap upflowing sehingga meningkatkan efisiensi dari kolom distilasi.
2.2.4 Refluks distilasi di laboratorium
Alat ditunjukkan dalam diagram distilasi batch dan distilasi kontinyu. Campuran cair yang akan disuling ditempatkan ke dalam labu bulat-bottomed bersama dengan beberapa butiran, dan kolom fraksionasi ini dipasang ke atas. Sebagai campuran dipanaskan dan mendidih.
Gambar 2.3 Refluks di laboratoriumUap yang mengembun pada platform kaca (dikenal sebagai piring atau nampan) di dalam kolom dan kembali ke dalam cairan di bawahnya.Pada kondisi steady state, uap dan cair pada setiap kolom berada dalam kesetimbangan.Hanya yang paling volatile uap tetap dalam bentuk gas dan semua gas naik ke atas.Uap di bagian atas kolom kemudian diteruskan ke kondensor, di mana mendingin sampai mengembun menjadi cairan.Pemisahan dapat ditingkatkan dengan penambahan lebih nampan (untuk suatu pembatasan praktis dari panas, aliran, dll). Proses berlanjut sampai semua komponen yang paling stabil dalam kolom cair mendidih keluar dari campuran. Hal ini dapat diakui oleh kenaikan suhu yang ditampilkan pada termometer.Untuk distilasi kontinyu, campuran umpan masuk di tengah-tengah kolom.
Gambar 2.3 Refluks di laboratorium
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat :
Alat Refluks
Gelas Kimia
Buret
Gelas Ukur
Labu Erlenmayer
Labu Ukur
Pipet Ukur
3.1.2 Bahan
Batu Didih
Ferroin
K2Cr2O7
(NH4)2Fe(SO4)2
H2SO4 Pekat
HgSO4
Sampel : air limbah pabrik tahu, air Danau Pamulang, air Danau Puspitek, air sawah dan air cucian piring
3.2 Variable dan Parameter
3.2.1 Variable :
Aquades dan air sampel, yaitu air limbah pabrik tahu, air Danau Pamulang, air Danau Puspitek,air sawah, dan air cucian piring
3.2.2 Parameter
Nilai Chemical Oxygen Demand
3.3 Cara Kerja
3.4 Matriks Percobaan
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
Sampel
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Data pengamatan
4.1.1 Hasil Analisa COD Air Limbah Tahu
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
6,9 ml
280 ppm
Sampel
4,1 ml
4.1.2 Hasil Analisa COD Air Limbah Tahu
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
5,1 ml
250 ppm
Sampel
2,6 ml
4.1.3 Hasil Analisa COD Air Limbah Tahu
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
12,15 ml
565 ppm
Sampel
6,5 ml
4.1.4 Hasil Analisa COD Air Danau Pamulang
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
4,55 ml
35 ppm
Sampel
4,2 ml
4.1.5 Analisa COD Air Danau Puspitek
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
5,8 ml
170 ppm
Sampel
4,1 ml
4.1.6 Analisa COD Air Sawah
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
2,55 ml
45 ppm
Sampel
2,1 ml
4.1.7 Analisa COD Cucian Piring
Refluks
Volume FAS (mL)
COD (ppm)
Blanko
8,45 ml
590 ppm
Sampel
7,1 ml
BAB V
PEMBAHASAN
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam.Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat- zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.Sedangkan Tujuan dari Praktikum Chemical Oxygen Demand (COD) adalah untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam air.
Dalam praktikum Chemical Oxygen Demand (COD) sampel yang dapat maupun telah digunakan adalah limbah air tahu, air Danau Pamulang, air Danau Puspitek, air keran, air sawah dan air cucian piring sedangkan aquades sebagai blanko, blanko atau air suling bebas organik merupakan air suling yang tidak mengandung senyawa organik atau mengandung senyawa organik dengan kadar lebih rendah dari batas deteksi.Variabel yang digunakan adalah sampel yang telah dijelaskan sebelumnya.COD merupakan parameter yang menjadi acuan dalam praktikum ini, karena COD digunakan untuk mengetahui jumlah oksigen pada aquades dan air sampel sehingga dapat diketahui apabila kedua air tersebut tercemar dan dapat mencemari lingkungan atau tidak.
Sedangkan menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam air, praktikan menggunakan reagen HgSO4 , K2Cr2O7 ,H2SO4 pekat , Batu Didih , Larutan Ferrous Ammonium Sulfate (FAS) , dan Ferroin.Fungsi dari reagen tersebut adalah sebagai berikut :
HgSO4 ( Merkuri Sulfat) berwujud Kristal atau serbuk yang di tambahkan pada masing-masing botol refluks.HgSO4 berfungsi untuk menghilangkan gangguan yang disebabkan oleh ion klorida selama proses analisis berlangsung, dimana akan diikat oleh ion Hg+ sehingga membentuk HgCl dengan kata lain HgSO4 sebagai katalis untuk mempercepat reaksi.
K2Cr2O7 (Kalium Dikromat) berwujud larutan, larutan ini digunakan sebagai oksidator (Oxidixing Agent) selama proses oksidasi berlangsung.
H2SO4 pekat merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat.Dalam keadaan pekat sulfat H2SO4 sebagai oksidator dari asam muncul.Tujuan digunakannnya H2SO4 dalam praktikum Chemical Oxygen Demand (COD) karena larutan tersebut dapat mempercepat reaksi pada senyawa organik yang lambat reaksinya dan berfungsi pula sebagai penentu suasana asam.
Batu didih adalah benda yang kecil, bentuknya tidak rata, dan berpori, yang dimasukkan ke dalam cairan yang sedang dipanaskan.Batu didih terbuat dari bahan silika, kalsium karbonat, porselen, maupun karbon. Fungsi penambahan batu didih pada praktikum COD adalah untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh bagian larutan dan untuk menghindari titik lewat didih.Pori-pori dalam batu didih akan membantu penangkapan udara pada larutan dan melepaskannya ke permukaan larutan (ini akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung kecil pada batu didih). Tanpa batu didih, maka larutan yang dipanaskan akan menjadi superheated pada bagian tertentu, lalu tiba-tiba akan mengeluarkan uap panas yang bisa menimbulkan letupan/ledakan (bumping).Batu didih tidak boleh dimasukkan pada saat larutan akan mencapai titik didihnya. Jika batu didih dimasukkan pada larutan yang sudah hampir mendidih, maka akan terbentuk uap panas dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba.Hal ini bisa menyebabkan ledakan ataupun kebakaran. Jadi, batu didih harus dimasukkan ke dalam cairan sebelum cairan itu mulai dipanaskan.Jika batu didih akan dimasukkan di tengah-tengah pemanasan karena kelalaian praktikan, maka suhu cairan harus diturunkan terlebih dahulu.
Ferrous Ammonium Sulfate (FAS) berfungsi sebagai titran, yaitu menitrasi sisa K2Cr2O7
Ferroin berfungsi sebagai penentu terjadinya titik akhir titrasi , yaitu ketika terjadinya perubahan warna larutan. Pada analisa COD digunakan sebanyak 6 tetes.
Selain reagen, bahan penunjang terlaksananya praktikum COD adalah wadah dan alat, seperti buret, gelas kimia, gelas ukur , labu Erlenmeyer, pipet ukur , spatula, dan alat refluks.
Refluks adalah salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatile.Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatile yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif.Reaksi senyawa-senyawa organik umumnya lambat.Agar kecepatan reaksi dapat diperbesar maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi jumlah zat tetap maka reaksi dapat dilakukan dengan cara refluks.Pada saat proses refluks berlangsung terjadi reaksi seperti dibawah ini:
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
Reaksi diatas terjadi karena penambahan merkuri sulfat (HgSO4) pada sampel, sebelum penambahan reagen lainnya.Ion merkuri bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida.Dengan adanya ion Hg2+, konsentrasi ion Cl- sangat kecil dan tidak menggangu oksidasi zat organik dalam percobaan COD.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa didalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah terpakai.Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan FAS, dimana reaksi yang berlangsung sebagai berikut
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau-biru larutan berubah menjadi coklat-merah.Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal,karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.
Dan dari seluruh perhitungan hasil titrasi antara sampel dan blanko didapatkan nilai blanko lebih besar dari sampel sedangkan nilai COD yang diperoleh air limbah tahu bervariasi dengan hasil sebesar 250 ppm, 280 ppm dan 565 ppm .Hal tersebut menandakan bahwa ada yang sesuai dan tidak dengan Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengelolahan Kedelai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor : 15 Tahun 2008 sebesar 300 mg/l.Sedangkan nilai air Danau Pamulang sebesar 35 ppm.Air Danau Puspitek memiliki niai COD sebesar 170 ppm sehingga berbanding lurus untuk hasil air Danau Pamulang dan berbanding terbalik untuk hasil air Danau Puspitek dengan standar baku mutu 100 ppm.Air sawah 45 ppm, standar baku mutu air sawah 250 ppm.Pada limbah air cucian piring 590 ppm dengan standar baku mutu sebesar 250 ppm.Apabila melebihi angka standar baku mutu tersebut maka limbah tergolong berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup didalamnya atau tergolong tercemar dan bila tidak melebihi angka tersebut maka dikategorikan aman bagi lingkungan perairan maupun makhluk hidup didalamnya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan :
No.
SAMPEL
VOLUME FAS (ml)
NILAI COD (ppm)
BLANKO
SAMPEL
1.
Air Limbah Tahu
6,9
4,1
280
2.
Air Limbah Tahu
5,1
2,6
250
3.
Air Limbah Tahu
12,15
6,5
565
4.
Air Danau Pamulang
4,55
4,2
35
5.
Air Danau Puspitek
5,8
4,1
170
6.
Air Sawah
2,55
2,1
45
7.
Air Cucian Piring
8,45
7,1
590
6.2 Saran
Dari hasil analisa COD diharapkan dapat menganalisa angka COD untuk berbagai sampel air.
DAFTAR PUSTAKA
" Praktikum COD" http://www.google.com/=makalah+chemical+oxygen+demand
" Praktikum COD" http://pemudaniasutara.blogspot.com/2012/03/chemical-oxygen-demand-cod.html
" Makalah Praktikum COD" http://ilmualambercak.blogspot.com/2013/04/pengertian- chemical-oxygen-demand-cod.html
" Laporan Praktikum COD" http://mico0355.webs.com/apps/blog/show/17061974-pengertian-dan-analisa-cod- chemical-oxygen-demand-
" Laporan Praktikum COD" http://hendra-aquacultur.blogspot.com/2013/06/codchemical-oxygen-demand-dodissolved.html
LAMPIRAN
Data Perhitungan
COD = VBlanko-Vsampel×BEO2 ×NFAS×1000Volume Sampel
Air limbah tahu
COD = 5,1-2,6×8×0,25×100020
= 250 ppm
Air limbah tahu
COD = 6,9-4,1×8×0,25×100020
= 280 ppm
c.Air limbah tahu
COD = 12,15-6,5×8×0,25×100020
= 565 ppm
Air danau Pamulang
COD = 4,55-4,2×8×0,25×100020
= 35 ppm
Air Sawah
COD = 2,55-2,1×8×0,25×100020
= 45 ppm
Air Cucian Piring
COD = 8,45-7,1×32×0,25×100020
= 590 ppm
Air Danau Puspitek
COD = 5,8-4,1×8×0,25×100020
= 170 ppm
Data Perhitungan Pembuatan Larutan FAS
Dik : 100 ml FAS
BM = 392,13 gr/mol
BE = BM / Ekivalen
= 392,13 gr/mol : 1
= 392,13 gr/mol
Dik : N = 0,25
N = grBE ×1000mL
0,25=gr392,13 ×1000100
Gr = 9,8 gram
Data Perhitungan Pembuatan Larutan K2Cr2O7
Dik : 100 ml K2Cr2O7
BM = 294,2 gr/mol
BE = BM / Ekivalen
= 294,2 gr/mol : 6
= 49,03 gr/mol
Dik : N = 0,25
N = grBE ×1000mL
0,25=gr49,03 ×1000100
Gr = 1,225 gram
Dihitung angka COD masing-masing larutan
Dititrasi masing-masing larutan dalam botol dengan (NH4)2Fe(SO4)2 dengan diberi 4 tetes Ferroin
Dinginkan larutan hasil refluks
Dibuat larutan (NH4)Fe(SO4)2 sebanyak 100mL dalam labu ukur. Dilarutkan dalam sedikit air dan ditambahkan beberapa mL H2SO4 pekat, diencerkan sampai 100mL
Direfluks botol-botol tersebut selama 1 jam (dihitung mulai dari mendidih)
Ditambahkan ke dalam masing-masing botol HgSO4 dan15 ml K2Cr2O7 0,25N, 15ml H2SO4 pekat, dan beberapa butir batu didih
Diisi 2 botol refluks dengan 20 ml air suling sebagai blangko dan 2 botol lagi dengan 20 ml air sample
Disediakan 4 botol refluks