BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Ketidakadilan gender hampir terjadi pada setiap periode sejarah. Dalam lintasan sejarah, setiap kelompok masyarakat mempunyai konsepsi ideologis tentang jenis kelamin. Di beberapa kelompok masyarakat, jenis kelamin digunakan sebagai kriteria yang penting dalam pembagian kerja. Kelompokkelompok masyarakat tersebut membagi peran, tugas dan kerja berdasarkan jenis kelamin, meskipun sebagaian di antaranya ada yang dipandang cocok dan wajar untuk dilakukan oleh kedua jenis kedua jenis kelamin. Pembagian tersebut adalah awal mula dari munculnya diskriminasi. Ketidakadilan gender banyak terjadi dalam masyarakat, dengan bentuk yang bervariasi baik berupa marginalisai, stereotip, subordinasi, kekerasan, maupun peran ganda. Hal ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya faktor kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada perempuan atau laki – laki, kesalahan pemahaman agama, yaitu memandang perempuan kaum yang lemah dan nomor dua. Selain itu faktor tradisi, kabiasan, asumsi ilmu pengetahuan dan kemajian IPTEK. Pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki – laki laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap, yang tidak langsung berupa peraturan per-UU, kebijakan yang telah menimbulkan berbagai ketidak adilan yang telah berakar dalam sejarah, adat, norma dalam masyarakat. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga j uga dialami oleh laki – laki. laki. Pada umumnya ketidakadilan gender ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak adilan gender itu berdampak pulapada laki – laki – laki. laki. Dengan adanya ketidakadilan gender telah menyebabkan kesengsaraan dan kemiskinan bagi masyarakat terutama bagi kaum perempuan yang lebih sering mengalami
ketidakadilan
gender.
Untuk
1
menghindari
atau
meminalisir
permasalahan ini diperlukan peran semua pihak agar lebih memahami konsep gender dan tidak mengabaikan kepentingan laki – laki maupun perempuan dalam pengambilan suatu keputusan pemerintah. Sehingga korban diskrimansi gender semakin sedikit. B.
Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Gender? 2. Apa saja macam – macam teori gender? 3. Apa pengertian dari ketidakadilan dan diskriminasi gender? 4. Apa saja bentuk-bentuk ketidakadilan gender? 5. Apa contoh kasus dari ketidakadilan gender dalam rumah tangga?
C.
Tujuan 1. Mengetahui pengertian gender 2. Mengetahui macam-macam teori gender 3. Mengetahui pengertian dari ketidakadilan dan diskriminasi gender 4. Mengetahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender 5. Mengetahui contoh kasus ketidakadilan gender dalam rumah tangga
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dibentuk oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Melainkan gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
B. Teori Gender Teori gender diturunkan dari pemikiran-pemikiran dan teori-teori sosial. Pada mulanya dikenal dua aliran teori, yaitu teori nurture dan teori nature. Kemudian dikembangkan teori yang bersifat kompromistis yang disebut teori keseimbangan atau teori equilibrium. Demikian selanjutnya terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk membahas permasalahan gender.
3
1. Teori Nurtur Menurut teori nurture, perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil kondtruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa,
dan
bernegara.
Konstruksi
sosial
menempatakan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas borjuis, sedangkan perempuan sebagai kelas proletar. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh kaum feminis internasional yang cenderung mengejar kesamaan (sameness) dengan konsep 50 : 50 (fifty-fifty)., konsep yang kemudian dikenal dengan istilah perfect equality (kesamaan kuantitas). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan baik dari nilai agama maupun nilai budaya. Berangkat dari kenyataan tersebut, para feminis berjuang dengan menggunakan pendekatan sosial konflik, yaitu konsep yang diilhami oleh ajaran Karl marx (1818-1883) dan Machiavelli (1469-1527), dilanjutkan oleh David Lockwood (1957) dengan tetap menerapkan konsep dialektika. Randall Collins (1987) beranggapan bahwa keluarga adalah wadah tempat pemaksaan, suami sebagai pemilik dan wanita sebagai pelayan. Margrit Eiclen
beranggapan
bahwa
keluarga
dan
agama
adalah
sumber
terbentuknya budaya dan perilaku diskriminasi gender. Konsep sosial konflik menempatkan kaum laki-laki sebagai kaum penindas (borjuis) dan perempuan sebagai kaum tertindas (proletar). Bagi kaum proletar tidak ada pilihan lain kecuali dengan perjuangan lain menyingkirkan penindas demi mencapai kebebasan dan persamaan. Aliran nurture melahiran paham sosial konflik yang banyak dianut masyarakat sosialis komunis yang menghilangkan strata penduduk (egalitarian). Paham sosial konflik memperjuangkan kesamaan proporsional(perfect equality) dalam segala aktivitas masyarakat, seperti di DPR, militer, manajer, menteri, gubernur, pilot, dan partai politik. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmative action) guna memberikan peluang bagi
4
pemberdayaan perempuan agar bisa termotivasi untuk merebut posisi yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki. Akibatnya sudah dapat diduga, yaitu timbulnya reaksi negatif dari laki-laki yang apriori terhadap perjuangan tersebut yang dikenal dengan perilaku “male backlash”.
2. Teori Nature Menurut teori nature, perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perebedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dana tugas yang bias dipertukarkan, tetapi ada yang tak biasa dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiahnya. Banyak kaum perempuan yang yang sadar terhadap kelemahan teori nurture, lalu beralih ke teori nature. Pendekatan nurture dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada pada peran yang bersifat naluri (instinct). Perjuangan kelas tidak
pernah
mencapai
hasil
yang
memuaskan,
karena
manusia
memerlukan kerjasama kemitraan secara struktural dan fungsional. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas (dvision of labor). Begitu pula dalam kehidupan keluarga. Harus ada kesepakatan antara suami dan istri, siapa yang menjadi kepala rumah tangga dan siapa yang menjadi ibu rumah tangga. Dalam organisasi sosial juga dikenal adanya pimpinan dan anggota, aatasan dan bawahan, yang mempunyai tugas, fungsi, dan kewajiban yang berbeda. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan antara suami dan istri dalam keluarga, atau antara kaum perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat.
5
3. Teori Equilibrium (keseimbangan) Teori equilibrium atau teori keseimbangan menekankan pada konseo kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan kelurga, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap
kebijakan
dan
strategi
pembangunan
agar
diperhitungkan
kepentingan dan peran perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan di antara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan, melainkan komplementer, saling melengkapi satu sama lain. R.H. Tawney mengemukakan bawa keragaman peran apakah karena faktor biologis, etnis, aspirasi, minat, pillihan, atau budaya pada hakekatnya adalah realita kehidupan manusia. Hubungan antara laki-laki dan perempuan bukan hubungan yang saling bertentangan, bukan dilandasi konflik dikotomis, bukan pula structural fungsional, melainkan hubungan komplementer, saling melengkapi, dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun kemitraan yang harmonis. Ini karena setiap pihak mempunyai kelebihan sekaligus kekurangan, kekuatan sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara.
4. Teori Adaptasi Awal Teori adaptasi awal pada prinsipnya menyatakan bahwa adaptasi awal manusia merupakan dasar pembagian kerja secara seksual, sekaligus dasar sobordinasi perempuan. Teori ini dibangun berdasarkan asumsi sebagai berikut : a. Berburu sangat penting bagi kelangsungan nenek moyang kita. b. Laki-lakilah yang hamper selalu melakukan kegiatan berburu c. Perempuan bergantung pada laki-laki untuk memperoleh da ging d. Laki-laki berbagi daging buruannya terutama dengan istri-istri dan anak-anaknya
6
e. Sekali pola pemabgian berdasarkan jenis kelamin ini terbentuk, dia tidak berubah sampai sekarang.
5. Teori Teknik Lingkungan Teori teknik lingkungan didasarkan pada apa yang dianggap sebagai hokum alam, yaitu kelangkaan sumberdaya alam dan tekanan penuduk. Teori ini menjelaskan bahwa upaya untuk mengontrol pertumbuhan penduduk sudah terjadi sejak jaman dahulu. Dalam konteks ini pandangan mengenai perempuan berakar pada peran reproduktif mereka.
6. Teori Struktural-Fungsionalis atau Teori Sistem Sosial Teori ini mengakui adanya keanekaragaman dalam kehidupan sosial. Dalam kondisi seperti itu, dibuatlah suatu sistem yang berlandaskan konsensus nilai agar terjadi interelasi demi sesuatu yang dinamakan harmoni, stabilitas, dan keseimbangan. Sistem ini mensyaratkan aktor dalam jumlah memadai, sehingga fungsi dan struktur seseorang dalam system menentukan tercapainya stabilitas atau harmoni. Ini berlaku untuk semua sistem sosial : agama, pendidikan, politik, sampai rumah tangga. Sosialisai fungsi dan struktur dilakukan dengan institusionalisasi, melalui norming, atau norma-norma yang disosialisasikan.
7. Teori Konflik Sosial Teori ini menyakini bahwa inti perubahan dalam sistem sosial dimotori oleh konflik. Konflik timbul karena adanya kepentingan dan kekuasaan. Bila salah satu kepentingan yang memiliki kekuasaan memenangkan
konflik,
maka
ia
akan
menjadi
dominan
dan
melanggengkan sistem sosial yang telah terbentuk. Teori ini sangat sinis terhadap kekuasaan, kemapanan, sifat borjuis, system kapitalis, dan semua hal yang memiliki strata dan struktur. Teori ini juga memandang institusionalisasi sebagai system yang melembagakan pemaksaan. Istilah
7
mereka adalah imperatively coordinate association, yaitu pemaksaan koordinasi relasi sosial dalam sebuah sistem. Dalam hubungan ini termasuk juga hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan.
C. Ketidakadilan Dan Diskriminasi Gender Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial yang di dalamnya baik perempuan maupun lakilaki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung berupa perlakuan dan sikap, maupun tidak langsung berupa dampak suatu perundangundangan dan kebijakan yang menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang telah berakar dalam sejarah dan budaya serta dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat. Ketidak-adilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang tertanam sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja, melainkan dialami pula oleh lakilaki. Meskipun secara agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai bidang kehidupan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun hal itu berdampak pula terhadap laki-laki.
Bentuk-bentuk manifestasi
ketidakadilan akibat
diskrimainasi gender itu meliputi marjinalisasi, sub ordinasi, pandangan stereotype, kekerasan, dan beban kerja
D. Bentuk – Bentuk Ketidakadilan Gender Ketidakadilan gender tergambar dalam beberapa bentuk: 1. Marginalisasi (pemiskinan, peminggiran) Marginalisasi adalah sikap perilaku masyarakat atau negara yang berakibat pada penyisihan bagi perempuan dan laki-laki. Marginalisasi lebih kepada peminggiran ekonomi. Marginalisasi juga didasarkan akibat perbedaan gender yang memberi batasan pada peran perempuan. Contohnya, perempuan kurang mendapat tempat untuk memegang posisi jabatan tinggi dalam birokrasi dan militer, sangat sedikit sekali peluangnya. Dan pada laki-laki ia
8
kurang mendapat tempat untuk bidang yang memerlukan ketelitian dan telaten seperti buruh garmen atau rokok.
2. Subordinasi (menomorduakan) Adalah suatu keyakinan bahwa jenis kelamin satu lebih diutamakan dari pada jenis kelamin yang lainnya. Sehingga, menimbulkan ketidaksetaraan, merasa menjadi nomor dua, tidak mendapat ruang berpendapat dan lainya. Apalagi didukung oleh budaya, adat istiadat, tafsir agama, peraturan birokrasi yang menjadikan perempuan sebagai subordinat, perempuan kurang memiliki peluang untuk mengambil keputusan. Contohnya, ada profesi tertentu yang menjadikan ciri sebagai profesi perempuan seperti sekertaris dan guru TK. Dalam profesi tertentu ada pembedaan gaji antara perempuan dan lakilaki,dimana laki-laki lebih besar.
3. Stereotype (pelabelan) Penandaan yang acap kalibersifat negatif. Secara umum terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Stereotipe menghasilkan ketidakadilan dan diskriminasi gender. Contohnya, perempuan hanya dikaitkan dengan sektor domestik. Wanita juga digambarkan sebagai mahluk yang lemah, emosional, tidak bisa memimpin, kurang rasional dalam seumur hidupnya. Standar penilaian terhadap perempuan dan laki-laki berbeda tetapi standar penilaian itu lebih hanya merugikan perempuan.
4. Peran ganda Beban pekerjaan jenis kelamin satu dengan jenis kelamin yang lain lebih banyak. Contohnya, seorang perempuan yang bekerja, ia tetap berperan menjadi ibu ketika dirumah. Ujung-ujungnya peran tersebut dilimpahkan kepada asisten rumah tangga, yang juga perempuan. Jadi beban tersebut tidak berpindah ke jenis kelamin yang lain. Misalnya, berbagi peran dengan suami tentang pengasuhan anak.
9
5. Kekerasan (violance) Kekerasan merupakan bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin, keluarga, masyarakat, negara kepada jenis kelamin lainya. Kekerasan semata-mata ada bermula dari pembedaan antara feminim dan maskulin. Pembedaan tersebut telah memicu kekerasan terjadi. Contohnya, pemerkosaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, pemukulan, penghinaan, eksplotasi seks pada perempuan dll.
Bentuk-bentuk
ketidakadilan
pada
perempuan
menunjukan
bahwa
ketidakadilan dalam gender dari dulu hingga sekarang tetap ada. Bahkan akan terus ada, dan realitanya perempuan menjadi pihak yang banyak mendapat perlakuan tidak adil. Jika keadilan terwujud maka kesetaraan gender pun terwujud. Dan keadilan akan terwujud selama laki-laki, masyarakat, negara sadar akan gender
E. Contoh Kasus Ketidakadilan Gender Dalam Rumah Tangga 1.
Kasus tentang ketimpangan gender dan atau kekerasan dalam rumah tangga KASUS
FS adalah seorang wanita muda dari suku batak yang belum lama menikah dengan
seorang
pria suku
batak di
kota Binjai tempat
dia
bekerja
sebagai tenaga kesehatan. Saat ini FS bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sedangkan
suaminya
bekerja sebagai
honorer
di
departemen
kehutanan. Singkat cerita setelah melalui pernikahan selama dua tahun pasangan FS dan suaminya belum juga di karuniai anak, dan berbagai keperluan rumah mulai dari pembayaran kredit rumah, sepeda motor, tagihan listrik dan air semua di bayar oleh FS dari penghasilan nya sebagai PNS. FS juga sebulan sekali di beri nafkah secara biologis (seksualitas), dalam hal urusan rumah (membersihkan rumah atau cuci piring dan kain) suami juga tidak mau membantu walaupun suami sedang libur kerja dan FS sedang dinas.
10
Berdasarkan
penjelasan
dari kasus
diatas dan
sesuai
pengakuan
dari FS bahwa sekarang FS dan suami nya dalam proses persidangan cerai. 2. Analisis kasus tersebut: Bentuk kasus nya adalah kekerasan secara : a.
Ekonomi Berbagai keperluan rumah mulai dari pembayaran kredit rumah, sepeda motor, tagihan listrik dan air semua di bayar oleh FS dari penghasilan nya sebagai PNS
b.
Seksual FS juga di beri nafkah secara biologis sebulan sekali (seksualitas),
c.
Diskriminasi dalam membersihkan rumah Dalam hal urusan rumah (membersihkan rumah atau cuci piring dan kain) suami juga tidak mau membantu walaupun suami sedang libur kerja dan FS sedang dinas.
Penyebab kasusnya adalah a. Fedoalisme pada budaya di indonesia khususnya pada suku batak bahwa laki – laki selalu ingin di hormati b. Sistem budaya patriakhi yang sudah sangat kental dalam suku batak bahwa laki – laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan perempuan c. Kehidupan sosial ekonomi tidak adil bagi perempuan, dimana wanita karena
mempunyai
penghasilan
lebih
dari
suami
jadi
suami
mengharuskan istri yang membayar semuanya
3. Dampak terhadap bidang kesehatan a.
Stress Karena FS menanggung beban secara materi dan psikis
b.
Merokok FS mengalihkan stress pada dirinya dengan merokok, padahal sebelumnya FS tidak pernah merokok
11
c.
Gairah seksualitas menurun Ada baiknya jika hubungan seks dilakukan secara teratur 1-4 kali seminggu. Pertimbangannya, frekuensi tersebut sesuai ritme tubuh atau kondisi fisiologis pria maupun wanita.
4. Pemecahan masalah terhadap kasus ini adalah a.
Dukungan psikologi Dukungan
perilaku,
ditandai
teman untuk mengajak melakukan
dengan keluarga
aktifitas
dan
sehari-hari. Dukungan
kognisi, ditandai dengan teman sekerja mendampingi agar berkonsentrasi, fokus ketika sedang bekerja, mengajak nya berbicara agar tidak sering melamun dan termenung sendiri. Dukungan secara emosional, ditandai dengan mengajak
nya
agar mood nya
baik dan
suasana
hatinya
tidak menyalahkan diri sendiri b.
Dukungan social Melakukan upaya penyadaran tentang kesetaraan gender, baik melalui publikasi maupun aksi-aksi. Informasi tentang kesetaraan gender diharapkan dapat mengubah pandangan dan keyakinan yang sudah melekat tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Selain itu informasi tentang kesetaraan gender juga diharapkan mampu mengubah pandangan masyarakat tentang ketidakadilan gender. Dukungan informasi tentang kesetaraan gender tersebut membantu perempuan yang mengalami kekerasan untuk menentukan sikapnya terhadap ketidakadilan gender serta menilai masalahnya secara lebih jernih dan realistis.
c.
Pendekatan advokasi Pendekatan advokasi yang berkembang selama ini dapat diletakkan pada fokus penyadaran dan peningkatan partisipasi perempuan secara kualitatif. Proses penyadaran pada masyarakat sipil dilakukan oleh sejumlah LSM, melalui program pelatihan dan pendampingan perempuan.
12
5. Upaya yang dapat dilakukan agar tidak lagi terulang ketimpangan gender dan atau kekerasan terhadap perempuan a. Memberikan perlindungan yang efektif bagi setiap perempuan yang mengalami
tindakan
diskriminasi
dan
kekerasan
dan
menjamin
terlaksananya secara efektif upaya penegakkan hukum terhadap setiap tindakan diskriminasi dan kekerasan yang terjadi, melalui lembaga peradilan nasional dan melalui lembaga-lembaga negara lainnya b. Menjamin perempuan untuk memperoleh pertolongan, penyelesaian, penggantian yang adil atas segala kerugian dan penderitaan akibat diskriminasi dan kekerasan c. Membela, mendukung dan mendorong setiap tindakan penghapusan diskriminasi gender dan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok orang atau organisasi dan menjamin bahwa aparatur negara dan lembaga-lembaga pemerintahan bertindak sesuai dengan tanggungjawab melindungi perempuan yang mengalami diskriminasi dan kekerasan d. Melakukan
tindakan-tindakan
yang
efektif
guna
memperbaharui,
mencabut atau membatalkan peraturan perundang-undangaan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan. e. Mendorong dan meningkatkan komitmen daerah bagi terlaksananya kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan secara sistemis, komprehensif, bekesinambungan, dan terpadu f. Mendorong
kelembagaan
yang
menangani
tugas
dan
fungsi
pemberdayaan perempuan baik di pemerintah daerah maupun masyarakat untuk meningkatkan kinerja dalam upaya perlindungan perempuan.
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Gender adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang terkonstruksikan atau dibentuk dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu masa waktu tertentu. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial yang di dalamnya baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender telah melahirkan ketimpangan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, selain itu ketimpangan lebih banyak dialami perempuan dari pada laki-laki. Akibat diskriminasi gender yang telah berlaku sejak lama, kondisi perempuan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, politik, hankam dan HAM berada
pada
posisi
yang
tidak
menguntungkan.
Kondisi
yang
tidak
menguntungkan ini apabila tidak diatasi, maka ketimpangan atau kesenjangan pada kondisi dan posisi perempuan tetap saja akan terjadi. Bahwa status perempuan dalam kehidupan sosial dalam banyak hal masih mengalami diskriminasi haruslah diakui. Kondisi ini terkait erat dengan masih kuatnya nilainilai tradisional terutama di pedesaan, dimana perempuan kurang memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya.
B. SARAN Berdasarkan simpulan di atas maka penulis akan menyampaikan saran-saran sebagai berikut.
Dari kasus diatas dapat dijadikan gambaran tentang ketidakadilan gender antara kaum laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan rumah tangga.
14
Ketidakadilan gender dalam kasus diatas dapatmembantu memperbaiki permasalahan mengenai ketidakadilan gender yang dialami oleh kaum perempuan.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://gendernews88.wordpress.com/2010/09/07/konsep-dan-teori-gender/ Pusat Kajian Gender Wanita dan Gender Universitas Indonesia, Hak Asasi Perempuan, Yayasan Obor, Jakarta, 2007. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. http://mbaawoeland.blogspot.co.id/2011/12/gender-dan-ketidakadilan-gender.html http://wahidadress.blogspot.co.id/2016/04/makalah-ketidakadilan-gender_6.html http://perjalanankuliahkita.blogspot.co.id/2013/07/makalah-gender.html ”Harmonisasi Konsep dan Definisi Gender untuk Aplikasi Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan” Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Jakarta 2008.
16