PELAJARAN AGAMA KATOLIK
Panggilan Hidup Berkeluarga Frederick Ivan SMAN 3 Cimahi
Latar Belakang Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin saya tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui lebih rinci mengenai pembahasan bab tentang Panggilan Hidup Berkeluarga. Makalah ini di susun oleh saya dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri saya maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang “Panggilan Hidup Berkeluarga menurut pandangan Gereja” dan disusun untuk memenuhi tuntutan tugas keagamaan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Atik, pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih. Frederick Ivan
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP -
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan Renungan
I. Pendahuluan Berkeluarga adalah juga suatu panggilan hidup, memutuskan untuk berkeluarga bukanlah suatu hal yang mudah, karena mereka pun harus bisa menerima 2 kehidupan menjadi satu kehidupan, pasangan harus berani menerima apa adanya sang kekasihnya, dan juga saat mengucapkan janji perkawinan itu pun mereka sadar bahwa mereka benjani akan mengasihi dan merawat anak yang dikaruniai Tuhan kepada mereka. Komitmen ini tidak mudah, karena mereka harus ingat juga mereka berjanji bukan hanya berdua, tetapi juga dengan Tuhan, serta juga hadir beberapa saksi perkawinan, janji dengan Tuhan ini seakan hilang dalam kehidupan keluarga, jika masing-masing ada masalah mereka malah lari ke orang lain, hal ini bisa mengakibatkan masuknya pihak ketiga dan malah memperkeruh keadaan. Bukankah Tuhan ada ditengah mereka berdua ? Beranilah mengakui kesalahan, beranilah meminta maaf dan beranilah berdiskusi berdua, berdoa berdua dihadapan Tuhan, sharinglah masing-masing persoalan, cobalah buka hati masing-masing, dan biarkan Tuhan hadir, jika kita mengasihi diri kita dan kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita, kita pun bisa mengasihi pasangan kita, jika kita bisa memulai dari diri kita, jangan menjadi egois dan menunggu sang kekasih untuk memulai dahulu, tapi mulailah dari diri sendiri, kalau kita tidak memulai maka hal itu tidak akan ada. “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) Hidup berkeluarga merupakan suatu panggilan yang punya nilai luhur. Namun masih ada juga pandangan yang keliru tentang tujuan dan makna hidup berkeluarga, antara lain: 1. Perkawinan atau hidup keluarga dianggap sebagai kontrak à banyak kawin cerai dan nilai luhur perkawinan menurun 2. Perkawinan atau hidup berkeluarga bertujuan untuk mendapat keturunan à saat tidak mendapat keturunan, perkawinan menjadi bubar 3. Perkawinan atau hidup keluarga bertujuan untuk memperoleh status, harta, warisan, kekuasaan, dsb à pendidikan anak dan kesejahteraan pasangan menjadi diabaikan.
II.
Pembahasan
Hidup berkeluarga adalah SEKOLAH CINTA Gereja menekankan CINTA sebagai dasar perkawinan dan hidup berkeluarga, artinya:
Hubungan seorang lelaki dan perempuan didasarkan pada CINTA. Bukan hanya kesepakatan hidup bersama, tetapi juga melibatkan Allah didalamnya Dalam sekolah Cinta, setiap orang belajar untuk: 1. Menentukan prioritas yang sesuai dengan kebutuhan pasangan dan anak-anak 2. 3. 4. 5. 6.
Mengolah konflik Mengampuni dan menerima pengampunan bila ada kesalahpahaman Memahami dan menyelesaikan tugas bersama Memiliki kepekaan terhadap orang lain Mengolah dan mengembangkan hidup rohani
SAKRAMEN PERKAWINAN Definisi Sakramen perkawinan menurut KHK Kan. 1055 § 1: orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.” seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orangSifat Perkawinan Katolik:
Perkawinan Katolik adalah sebuah Sakramen karena melambangkan hubungan antara Kristus dan GerejaNya; dan kasih Allah pada manusia. Perkawinan dalam Gereja Katolik adalah sebuah perjanjian, bukan sebagai kontrak Perkawinan Katolik bersifat tak terceraikan. “apa yang telah dipersatukan Allah tidak dpat diceraikan manusia” Perkawinan Katolik bersifat monogami Tujuan perkawinan adalah kesejahteraan suami-istri, keturunan dan pendidikan anak à oleh karena itu tiadanya anak/keturunan tidak dapat menjadi alasan untuk perceraian.
MEMPERSIAPKAN HIDUP BERKELUARGA Karena Hidup berkeluarga adalah sesuatu yang luhur maka seseorang harus mempersiapkan dengan baik. Bentuk-bentuk persiapan perkawinan: a. Masa pergaulan biasa Masa dimana seorang laki-laki atau perempuan mengenal lebih banyak lawan jenisnya agar mendapatkan kecocokan, baik dari tipe maupun karakternya. b. Masa Pacaran Masa pengenalan, dimana seorang laki-laki atau perempuan saling mengenal pribadi pasangannya secara lebih mendalam. Perlu diingat untuk tetap menjaga norma-norma kesusilaan. c. Masa pertunangan Masa persiapan perkawinan jangka pendek. Ingat, pada masa ini pasangan belum menjadi suami-istri sehingga masing-masing tetap tinggal bersama orangtuanya dan tetap menjaga norma kesusilaan. Dalam masa ini diharapkan pasangan mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan yang bertujuan:
Memberi bekal untuk hidup berkeluarga secara katolik Memberi wawasan tentang makna dan hakikat perkawinan Katolik Memberi pegangan untuk bertindak dan mengatur hidup rumah tangganya kelak
Menurut KHK Kan. 1062, Pertunangan tidak menimbulkan tuntutan untuk pernikahan, artinya bisa saja pada masa pertunangan tersebut pernikahan dibatalkan.(“Dari janji untuk menikah tidak timbul hak pengaduan untuk menuntut peneguhan perkawinan; tetapi ada hak pengaduan untuk menuntut ganti rugi, bila ada.”)
III. Penutup Kesimpulan : Pada hakikatnya panggilan hidup selibat dan hidup berkeluarga adalah jalan hidup yang dipilih dan ditempuh berdasarkan cinta kasih.
Renungan : Menjaga Komitmen Hidup Berkeluarga Suatu pagi, seorang bapak datang kepada seorang pastor. Ia baru saja bertengkar dengan istrinya yang telah memberinya lima orang anak. Dia merasa sangat kesal terhadap istrinya. Menurutnya, istrinya telah merendahkan martabatnya sebagai seorang lelaki dan kepala keluarga. Karena itu, ia ingin menceraikan istrinya. Ia sudah bosan hidup dalam konflik terus-menerus dengan istrinya. Kepada pastor, ia berkata, “Pastor, saya sudah tidak tahan lagi hidup dengan istri saya. Dia selalu meremehkan saya. Kalau boleh, saya menceraikan dia.” Pastor itu tersenyum mendengar pengaduan bapak itu. Beberapa saat kemudian, ia berkata kepadanya, “Orang beriman itu mesti selalu setia. Apa pun situasinya.” Bapak itu terkejut mendengar kata-kata pastor itu. Ia tidak percaya mendengar kata-kata pastor itu. Ia tahu dan sadar bahwa ia mesti selalu setia kepada istrinya. Tetapi kali ini ia sudah tidak sabar. Ia tidak ingin hidup lebih lama dengan istrinya. Lantas ia berkata, “Tetapi pastor, kesetiaan saya sudah habis. Apa saya harus memaksakan diri?” Pastor itu tersenyum mendengar kata-kata bapak itu. Lalu ia berkata, “Bapak, tidak semua orang dipanggil dan dipilih untuk menjadi suami dari istri bapak. Pasti dia punya hal-hal yang sangat baik. Pasti dia punya keunggulan-keunggulan yang hanya boleh dimiliki oleh bapak. Cobalah setia kepadanya walaupun ia meremehkan bapak.” Setiap orang dipanggil dan dipilih oleh Tuhan untuk hidup bersama yang lain. Dalam kehidupan berkeluarga, setiap orang dipanggil secara khusus untuk menjadi suami atau istri untuk orang tertentu saja. Ada perbedaan-perbedaan yang begitu besar di antara dua insan yang membangun keluarga. Tetapi perbedaan-perbedaan itu menjadi rahmat yang menguatkan. Perbedaan-perbedaan itu menjadi kekayaan yang dapat digunakan untuk memajukan kehidupan berkeluarga.
Ada kalanya di antara dua insan itu terjadi kesalahpahaman. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Kalau ada konflik, mereka mesti dapat menyelesaikannya dengan kepala dingin. Konflik tidak diselesaikan dengan sensasi. Mereka mesti terusmenerus berusaha untuk menyelesaikan konflik itu. Tuhan menghendaki mereka tetap setia dalam panggilan hidup berkeluarga itu. Untuk itu, setiap keluarga mesti tetap setia pada komitmen yang telah mereka ikrarkan pada saat perkawinan mereka. Ketika mereka menikah, mereka bersumpah setia satu sama lain dalam untung dan malang. Maka mereka mesti tetap setia pada komitmen itu. Mereka mesti memelihara komitmen itu dalam perjalanan hidup mereka. Hidup berkeluarga itu juga suatu panggilan dari Tuhan. Tuhan menghendaki agar keluarga-keluarga membangun cinta kasih dan persaudaraan. Dalam konteks ini, suami istri dipanggil untuk saling menyucikan diri dengan saling mencintai. Ketidaksetiaan itu melukai hidup berkeluarga. Karena itu, saya mengajak keluarga-keluarga untuk tetap bertahan dalam hidup berumah tangga. Yakinlah, Tuhan senantiasa menyertai dan memberikan rahmatNya bagi keluarga-keluarga. Tuhan memberkati. ** Frans de Sales, SCJ
DAFTAR PUSTAKA http://yohanesgabrielpwk1.wordpress.com/2011/06/30/menjaga-komitmen-hidup-berkeluarga/
www.carmelia.net/index.php?option=com... religionkosayu.wordpress.com/2012/.../panggilan-hidup-berkeluarga.. http://www.kicauburung.com/ponren/?p=666