Makalah Jampersal (Jaminan Persalinan) AGUSTUS 8, 2012 B Y DETTONK
BAB I PENDAHULUAN
1.
A.
Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kemudian pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selanj utnya pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi -tingginya. Oleh sebab itu di awal tahun 2011, Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI mencanangkan suatu kebijakan yang tertuang dalam program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program ini dibuat guna membantu dalam pencapaian tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional serta Millenniu m Development Goals (MDGs) tahun 2015. Salah satu dari tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yang terkait dengan program Jampersal ini adalah Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000kelahiran hid up, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015,
diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain -lain 11% (SKRT 2001). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, upaya penurunan AKI dan AKB tidak dapat lagi dilakukan dengan intervensi biasa, diperlukan upaya-upaya terobosan serta peningkatan kerjasama lintas sektor untuk mengejar ketertinggalan penurunan AKI dan AKB, agar dapat mencapai target MDGs. Salah satu indikasi yang penting adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan. Sasaran peserta dari program Jampesal ini ialah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (pasca melahirkan sampai 42 hari) dan bayi baru lahir (0-28 hari) yang belum memiliki jaminan biaya kesehatan. Pelayanan Jampersal ini meliputi pemeriksaan kehamilan ante natal care (ANC), pertolongan persalinan, pemeriksaan post natal care (PNC) oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan jaringannya), fasilitas kesehatan swasta yang tersedia fasilitas persalinan (Klin ik/Rumah Bersalin, B ersalin, Dokter Praktik, Bidan Praktik) dan yang telah menanda-tangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. Selain itu, pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit dan komplikasi dilakukan secara berjenjang di Puskesmas dan RS berdasarkan rujukan.
Sumber pendanaan program Jampersal berasal dari dana APBN yang dituangkan dalam satu DIPA bergabung dengan program Jamkesmas. Jamkesmas dananya untuk tahun 2011 ini mencapai Rp6,3 triliun, dan dari jumlah itu sebesar Rp1,2 triliun digunakan untuk program Jampersal.
1.
B.
2.
Tujuan umum
Tujuan
Untuk mengetahui gambaran jaminan persalinan 1.
Tujuan khusus
A.
Untuk mengetahui Pengertian Jaminan Persalinan
B.
Untuk mengetahui Tujuan Jaminan Persalinan
C.
Untuk mengetahui Sasaran Jaminan Persalinan
D.
Untuk mengetahui Kebijakan Operasional Jampersal e. Untuk mengetahui Manfaat Jaminan Persalinan f. Untuk mengetahui Pendanaan Jaminan Persalinan
1.
Untuk mengetahui Pengorganisasian Jaminan Persalinan
2.
C.
A.
Manfaat praktis
Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi terbaru untuk para analis dalam melakukan penelitian dan juga pihak terkait agar dapat membuat program-program yang akurat untuk mengatasi masalah Jampersal. 1.
Manfaat keilmuan Diharapkan dapat menjadi kajian dan acuan serta bahan bacaan dalam studi literatur dalam konteks penelitian.
1.
Manfaat bagi penulis Penulis dapat menambah wawasan tentang penyakit pada industri maju dan mampu mempelajari serta mancari tahu atau dapat meneliti hal-hal yang dianggap dapat berhubungan dengan Jampersal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
A.
PENGERTIAN JAMINAN PERSALINAN
Jaminan Persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dan dasar hukum dari jaminan persalinan yaitu Permenkes RI NO 2562/ MENKES / PER / XII / 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Sumber pendanaan program Jampersal berasal dari dana APBN yang dituangkan dalam satu DIPA bergabung dengan program Jamkesmas. Jamkesmas dananya untuk tahun 2011 ini mencapai Rp6,3 triliun, dan dari jumlah itu sebesar Rp1,2 triliun digunakan untuk program Jampersal.
1.
B.
2.
Tujuan umum
Tujuan
Untuk mengetahui gambaran jaminan persalinan 1.
Tujuan khusus
A.
Untuk mengetahui Pengertian Jaminan Persalinan
B.
Untuk mengetahui Tujuan Jaminan Persalinan
C.
Untuk mengetahui Sasaran Jaminan Persalinan
D.
Untuk mengetahui Kebijakan Operasional Jampersal e. Untuk mengetahui Manfaat Jaminan Persalinan f. Untuk mengetahui Pendanaan Jaminan Persalinan
1.
Untuk mengetahui Pengorganisasian Jaminan Persalinan
2.
C.
A.
Manfaat praktis
Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi terbaru untuk para analis dalam melakukan penelitian dan juga pihak terkait agar dapat membuat program-program yang akurat untuk mengatasi masalah Jampersal. 1.
Manfaat keilmuan Diharapkan dapat menjadi kajian dan acuan serta bahan bacaan dalam studi literatur dalam konteks penelitian.
1.
Manfaat bagi penulis Penulis dapat menambah wawasan tentang penyakit pada industri maju dan mampu mempelajari serta mancari tahu atau dapat meneliti hal-hal yang dianggap dapat berhubungan dengan Jampersal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
A.
PENGERTIAN JAMINAN PERSALINAN
Jaminan Persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dan dasar hukum dari jaminan persalinan yaitu Permenkes RI NO 2562/ MENKES / PER / XII / 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
1.
B.
TUJUAN JAMINAN PESALIANAN
A.
a.
Tujuan umum
Jaminan Persalinan mempunyai tujuan untuk menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. 1.
b.
A.
Meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga
Tujuan khusus
kesehatan. B.
Meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.
C.
Meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan.
D.
Meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.
E.
Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
1.
C.
SASARAN JAMINAN PERSALINAN
Sasaran yang dijamin Jampersal : 1.
Ibu hamil.
2.
Ibu bersalin.
3.
Ibu nifas (pasca melahirkan – 42 42 hari).
4.
Bayi baru lahir (0-28 hari).
1.
D.
A.
Pengelolaan Jaminan Persalinan di setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota) menjadi satu
KEBIJAKAN OPERASIONAL
kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). B.
Pengelolaan kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari program Jamkesmas yang mengikuti tata kelola kepesertaan dan manajemen Jamkesmas, namun dengan kekhususan dalam hal penetapan pesertanya.
C.
Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan.
D.
Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.
E.
Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
F.
Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan.
G.
Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) didanai berdasarkan usulan POA Puskesmas.
H.
Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan swasta dibayarkan dengan mekanisme klaim. Klaim persalinan didasarkan atas tempat (lokasi wilayah) pelayanan persalinan dilakukan.
1.
E.
RUANG LINGKUP JAMINAN PERSALINAN
Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari: 1.
a.
Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama. Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED ( Adalah Puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan obstetri (kebidanan) dan neonatus emergensi dasar) serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: 1.
Pemeriksaan kehamilan
2.
Pertolongan persalinan normal
3.
Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan
4.
Pelayanan bayi baru lahir
5.
Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
1.
b.
Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan. Pelayanan tingkat lanjutan diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi: 1.
Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit.
2.
Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
3.
Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.
1.
F.
PAKET MANFAAT JAMINAN PERSALINAN
Peserta jaminan persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi: 1.
Pemeriksaan kehamilan (ANC) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan tata laksana pelayanan mengacu pada buku Pedoman KIA. Selama hamil sekurang -kurangnya ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali dengan frekuensi yang dianjurkan sebagai berikut: -
1 kali pada triwulan pertama
-
1 kali pada triwulan kedua.
-
2 kali pada triwulan ketiga
1.
Persalinan normal
2.
Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan
3.
Pelayanan bayi baru lahir normal
4.
Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi
5.
Pelayanan pasca keguguran
6.
Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar
7.
Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar
8.
Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar
9.
Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi
10. Penanganan rujukan pasca keguguran 11. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) 12. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif 13. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif
14. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif 15. Pelayanan KB pasca persalinan. Tatalaksana PNC dilakukan sesuai dengan buku pedoman KIA.Ketentuan pelayanan pasca persalinan meliputi pemeriksaan nifas minimal 3 kali. Pada pelayanan pasca nifas ini dilakukan upaya KIE/Konseling untukmemastikan seluruh ibu pasca bersalin atau pasangannya menjadi akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap (MOP dan MOW) untuk tujuan pembatasan dan IUD untuk tujuan penjarangan, secara kafetaria disiapkan alat dan obat semua jenis kontrasepsi oleh BKKBN. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya antara tenaga di fasilitas kesehatan/pemberi layanan dan Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD yang menangani masalah keluarga berencana serta BKKBN atau (BPMP KB) Propinsi.
1.
G.
PENDANAAN JAMINAN PERSALINAN
A.
a.
Ketentuan Umum Pendanaan
Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan merupakan belanja bantuan sosial bersumber dari dana APBN yang dimaksudkan untuk mendorong percepatan pencapaian MDGs pada tahun 2015, sekaligus peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan difaslit as kesehatan, sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak langsung men jadi pendapatan daerah.
1.
b.
Sumber dan Alokasi Dana
A.
1.
Sumber dana
Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya KesehatanKementerian Kesehatan. 1.
2.
Alokasi dana
Alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/Kota diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan di daerah tersebut dikalikan besaran biaya paket pelay anan persalinan tingkat pertama.
1.
c.
Penyaluran dana
Dana untuk pelayanan Jamkesmas termasuk Jampersal merupakan satu kesatuan (secara terintegrasi) disalurkan langsung dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V ke:
1.
Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab Pengelolaan Jamkesmas di wilayahnya.
2.
Rekening Rumah Sakit untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (pemerintah dan swasta).
1.
d.
Pengelolaan Dana
Agar penyelenggaraan Jamkesmas termasuk Jaminan Persalinan terlaksana secara baik, lancar, transparan dan akuntabel, pengelolaan dana tetap memperhatikan dan merujuk pada ketentuan pengelolaan keuangan yang berlaku. 1.
Pengelolaan dana jamkesmas dan jaminan persalinan di pelayanan dasar
Pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dibentuk Tim Pengelola Jamkesmas tingkat Kabupaten/Kota. Tim ini berfungsi dan bertanggung dalam pelaksanaan penyelenggaraan Jamkesmas di wilayahnya. Salah satu tugas dari Tim Pengelola Jamkesmas adalah melaksanakan pengelolaan keuangan Jamkesmas yang meliputi penerimaan dana
dari Pusat, verifikasi atas klaim, pembayaran, dan pertanggungjawaban klaim dari fasilitas kesehatan Puskesmas dan lainnya.
1.
Pengelolaan dana pada fasilitas kesehatan lanjutan
Pengelolaan dana pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dilakukan mulai dari persiapan pencairan dana, pencairan dana, penerimaan dana, dan pertanggungjawaban dana. Adapun pengelolaan dana pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan adalah sebagai berikut : 1.
Dana pelayanan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan dipelayanan kesehatan lanjutan disalurkan ke rekening Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam satu kesatuan (terintegrasi).
2.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (Rumah Sakit/Balai Kesehatan) membuat laporan pertanggungjawaban/klaim dengan menggunakan INA-CBGs.
3.
Selanjutnya Laporan pertanggungan jawaban/klaim tersebut sebagaimana dimaksud angka 3 (tiga) dilaksanakan sebagaimana pertanggungjawaban yang selama ini telah berjalan di Rumah Sakit (sesuai pengaturan sebelumnya).
4.
Sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan negara, Jasa Giro/Bunga Bank harus disetorkan oleh Rumah Sakit ke KasNegara.
5.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan mengirimkan secara resmi laporan pertanggungjawaban/klaim dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan terintegrasi kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dan tembusan kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/kota dan Provinsi sebagai bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan.
6.
Seluruh berkas dokumen pertanggungjawaban dana disimpan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan untuk bahan dokumen kesiapan audit kemudian oleh Aparat Pengawas Fungsional ( APF)
1.
e.
Kelengkapan Pertanggungjawaban/Klaim
Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jaminan Persalinan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke Tim Pengelola Kabupaten/Kota dilengkapi: 1.
Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila tidak terdapat buku KIA pada daerah setempat dapat digunakan bukti-bukti yang syah yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang menangani. Tim Pengelola Kabupaten/Kota menghubungi Pusat (Direktorat Kesehatan Ibu) terkait ketersediaan buku KIA tersebut.
2.
Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan untuk Pertolongan persalinan.
3.
Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra rujukan yang telah dilakukan di tandatangani oleh ibu hamil/ibu bersalin.
4.
Fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya) dari ibu hamil/yang melahirkan.
1.
f.
A.
Dana jamkesmas dan dana persalinan terintegrasi dan merupakan dana belanja bantuan sosial yang diperuntukkan
Pemanfaatan dana di puskesmas, bidang praktek dan swasta lainya.
untuk pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas dan pelayanan persalinan bagi seluruh ibu hamil/bersalin yang membutuhkan. B.
Setelah dana tersebut disalurkan pemerintah melalui SP2D ke rekening Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab program, maka status dana tersebut berubah menjadi dana masyarakat ( sasaran ), yang ada di rekening dinas kesehatan.
1.
H.
PENGORGANISASIAN
Pengorganisasian kegiatan Jaminan Persalinan dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen kegiatan Jaminan Persalinan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengelolaan kegiatan Jaminan Persalinan dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pengelolaan Jaminan Persalinan dibentuk Tim Pengelola di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Pengelolaan kegiatan Jaminan Persalinan terintegrasi dengan kegiatan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan BOK.
Pengorganisasian manajemen Jamkesmas dan BOK terdiri dari: 1.
Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas sektor), sampai tingkat kabupaten/kota.
2.
Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas program), sampaitingkat kabupaten/kota.
BAB III PENUTUP
1.
A.
KESIMPULAN
Kebijakan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan maksud untuk mempermudah akses ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC dan pertolongan persalinan yang hygienis oleh tenaga kesehatan yang terlatih baik persalinan normal maupun dengan penyulit. Hal i ni dilakukan untuk mengatasi hambatan biaya persalinan yang sering rmenjadi masalah pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Jaminan persalinan sesungguhnya merupakan perluasan kepesertaan dan manfaat Jamkesmas kepada ibu hamil, bersalin dan ibu dalam masa nifas yang belum mempunyai jaminan persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
http://mediabidan.com/ruang-lingkup-jaminan-persalinan/ http://dinkes.jatimprov.go.id/contentdetail/12/2/132/jaminan_persalinan_jampersal.html http://dinkes.bantulkab.go.id/berita/baca/2012/04/23/084644/program-jaminan-persalinan-jampersal-kabupaten bantul-tahun-2012 http://sehatnegeriku.com/mengupas-kebijakan-jaminan-persalinan/ http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/05/Buku-Juknis-Jampersal_Final_versi-cetak1.pdf http://www.depkes.go.id/downloads/PERATURAN_MENTERI_KESEHATAN_JUKNIS_JAMPERSAL.pdf http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/buku-saku-jampersal1.pdf
Program Jampersal (Definisi, Fungsi & Manfaat) Selama ini mungkin kita sudah terbiasa "pesimis" dengan segala macam bentuk program pemerintah :). Wajar ini terjadi karena memang ada banyak contoh yang tidak berjalan sesuai rencana. Entah itu hanya menjadi slogan atau hanya dinikmati sebagian kalangan. Tapi tidak semuanya seperti itu, bilapun ada kekurangan disana-sini masih bisa dimaklumi karena toh tak ada yang sempurna di dunia ini :). Salah contoh program pemerintah yang sangat mulia dan telah berjalan cukup baik adalah program Jampersal.
Apakah program Jampersal itu ? (sumber: www.kesehatanibu.depkes .go.id)Jampersal adalah singkatan dari jaminan persalinan, sebuah program dari Departemen Kesehatan berdasarkan Permenkes No.252 / Menkes / Per / XII / 2011 tentang Petunjuk teknis jaminan persalinan. Kegiatan Jampersal secara resmi dilaksanakan di seluruh Indonesia sejak Januari 2012. Pengertian umum dari program Jampersal adalah program pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan dan pemeriksaan masa nifas (postnatal) bagi seluruh ibu hamil yang belum mempunyai jaminan kesehatan serta bayi yang dilahirkannya pada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan program
jaminan
persalinan
terintegrasi
dengan
program
JAMKESMAS. (sumber:
www.jamsosindonesia.com)
Apakah tujuan program Jampersal ? Tujuan program ini warcoff jadikan satu sebagai berikut :
Meningkatkan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan pelayanan nifas dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (postnatal) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan menghilangkan hambatan finansial dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.
Memberikan kemudahan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan pelayanan nifas ibu, dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (postnatal) ke tenaga kesehatan
Mendorong peningkatan pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan pelayanan nifas ibu dan bayi baru lahir (postnatal) ke tenaga kesehatan.
Dengan dukungan Jampersal diharapkan makin mengurangi hambatan finansial yang dihadapi masyarakat yang selama ini tidak memiliki jaminan pembiayaan persalinan, agar mereka dapat mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia.
Apa saja bentuk layanan dari Jampersal ? Bentuk pelayanan jampersal pada intinya tidak hanya meliputi pelayanan persalinan tapi juga termasuk dengan ketersediaan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, bidan swasta, rumah sakit pemerintah/swasta, rumah bersalin dan sejenisnya yang telah bekerjasama dengan pihak terkait. (untuk lebih jelas bisa dilihat disini)
Bagaimana contoh penerapan di daerah ? Di Palembang sendiri program ini telah berjalan cukup baik dan sudah banyak dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Contohnya adik warcoff yang beberapa bulan lagi melahirkan. Dimana persyaratan untuk mendapatkan layanan Jampersal ini tidak rumit cuma melengkapi prosedur berikut :
KTP
KK
Surat keterangan lurah
Surat periksa puskesmas
Dan sudah ada kerjasama dengan beberapa rumah sakit swasta, bidan swasta, klinik bersalin, etc sehingga penerapan program ini di Palembang bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Tapi perlu diketahui jika program Jampersal ini diutamakan untuk kelahiran anak pertama dan kedua saja, jadi untuk kelahiran anak ketiga dan seterusnya tidak diprioritaskan untuk mendapatkan Jampersal hehe. Secara keseluruhan program Jampersal ini sangat bermanfaat terutama bagi kalangan menengah ke bawah
dan
harapan
kita
semua
tentu
program
ini
dijauhkan
dari
segala
macam
bentuk
korupsi/penyalahgunaan hingga bisa langgeng dan secara maksimal bisa dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan. Semoga manfaat :). ASKES Askes merupakan sebuah asuransi kesehatan untuk mengatasi risiko dan ketidakpastian peristiwa sakit serta implikasi biaya-biaya
yang diakibatkannya. Asuransi kesehatan mengubah peristiwa tak pasti dan sulit diramalkan menjadi peristiwa yang pasti dan terencana. Asuransi membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang dengan cara perangkuman risiko (risk poling). Untuk mengubah peristiwa yang tidak dapat diprediksi, anggota membayar sejumlah uang yang relative kecil namun teratur (disebut premi) kepada lembaga asuransi. Program asuransi kesehatan social bagi pegawai negeri sipil (PNS) merupakan usaha penugasan pemerintah kepada PT. Askes (Persero) dan dalam usaha perasuransiaan dikenal sebagai Government Captive Health Insurance, bukan merupakan bentuk monopoli. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, PT. Askes juga akan menaikkan kelas perawatan bagi peserta untuk PNS.
Peserta Askes untuk PNS adalah :
1.
PNS golongan I, II, III, Penerima pensiunan, Veteran dan Perintis Kemerdekaan yang membayar iuran untuk jaminan pemeliharaan kesehatan (PP No. 69 tahun 1991).
2. 3.
Dokter pegawai tidak tetap (Kepres No. 37 thn 91). Bidan Pegawai tidak tetap (Kepres No. 23 thn 94) PNS Golongan I, II, III akan mendapat perawatan di kelas II, sedangkan Golongan IV di kelas I di rumah sakit.
Adapun anggota keluarga dari peserta askes sendiri adalah : 1.
Isteri atau suami dari peserta askes dan anak yang sah atau anak angkat dari peserta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Anak yang sah atau anak angkat dari peserta yang mendapat tunjangan keluarga sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan ketentuan belum mencapai usia 21 tahun, belum menikah, belum berpenghasilan dan masih tanggungan peserta atau sampai usia 25 tahun yang masih mengikuti pendidikan formal.
Hak peserta Askes dan anggota keluarga : 1.
Memperoleh kartu askes.
2.
Memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Memperoleh penjelasan / informasi tentang hak dan kewajiban serta tata cara pelayanan kesehatan.
4.
Menyampaikan keluhan baik secara lisan / (telepon/dating langsung) atau tertulis/surat, kantor PT. Askes. Kewajiban peserta askes :
1.
Membayar premi.
2.
Memberikan data identitas diri untuk penerbitan kartu askes.
3.
Berperan aktif mengetahui dan menaati semua ketentuan dan prosedur pelayanan kesehatan yang berlaku.
4.
Menjaga kartu askes agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatakan oleh yang tidak berhak. Pengertian Kartu Askes 1. Identitas/ bukti sah sebagai peserta, yang wajib dimiliki oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta Anggota Keluarganya dan berlaku nasional. 2. Ditunjukkan pada setiap kali berobat di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk PT. Askes 3. Masing-masing peserta dan keluarga memiliki 1 (satu) Kartu Askes.
Proses Untuk Memperoleh Kartu Askes 1. Dibuat di PT. Askes Cabang/ PT. Askes Kabupaten/Kota setempat sesuai domisili peserta. 2. Mengisi Daftar Isian Peserta dan melampirkan: a. Foto copy SK terakhir atau SK Pensiun, Surat Nikah, Akte Kelahiran Anak/ Keterangan Lahir, Kartu Tanda Penduduk (KTP). b. Surat Keterangan dari Sekolah / Perguruan Tinggi (bagi anak berusia lebih dari 21 tahun). c. Daftar Gaji (bagi PNS aktif) atau Surat Tanda Bukti Penerima Pensiun (STBPP) bagi Pensiunan. d. Pasfoto 2 (lembar) ukuran 2x3 Cm, kecuali bagi anak usia balita. Kewajiban Peserta 1. Membayar premi. 1. Memberikan data identitas diri untuk penerbitan Kartu Askes. 2. Mengetahui dan mentaati semua ketentuan dan prosedur yang berlaku. 3. Menggunakan haknya secara wajar. 4. Menjaga agar Kartu Askes tidak dimanfaatkan oleh yang tidak berhak. Hak Peserta 1. Memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Memperoleh penjelasan/ informasi tentang hak, kewajiban serta tata cxara pelayanan kesehatan bagi dirinya dan anggota keluarganya. 3. Menyampaikan keluhan baik secara lisan (telepon/datang langsung) atau tertulis/surat, ke Kantor PT. Askes. Pengertian Kartu Askes
1.
Identitas/ bukti sah sebagai peserta, yang wajib dimiliki oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta Anggota Keluarganya dan berlaku nasional.
2.
Ditunjukkan pada setiap kali berobat di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk PT. Askes
3.
Masing-masing peserta dan keluarga memiliki 1 (satu) Kartu Askes. Proses Untuk Memperoleh Kartu Askes
1.
Dibuat di PT. Askes Cabang/ PT. Askes Kabupaten/Kota setempat sesuai domisili peserta.
2.
Mengisi Daftar Isian Peserta dan melampirkan: e. Foto copy SK terakhir atau SK Pensiun, Surat Nikah, Akte Kelahiran Anak/ Keterangan Lahir, Kartu Tanda Penduduk (KTP). f. Surat Keterangan dari Sekolah / Perguruan Tinggi (bagi anak berusia lebih dari 21 tahun). g. Daftar Gaji (bagi PNS aktif) atau Surat Tanda Bukti Penerima Pensiun (STBPP) bagi Pensiunan. h. Pasfoto 2 (lembar) ukuran 2x3 Cm, kecuali bagi anak usia balita. Prosedur Penggantian Kartu Askes Peserta melapor ke PT Askes setempat sesuai domisili peserta, dan melengkapi persyaratan antara lain: 1. Pindah Puskesmas: a. Mengisi daftar isian peserta. b. Menyerahkan pas foto 2 lembar ukuran 2x3 Cm. c. Menyerahkan Kartu Askes yang lama. 2. Pindah Tugas dan Pisah Domisili: a. (Persyaratan sama dengan butir 1 di atas). b. Menyerahkan surat pindah tugas. 3. Naik Golongan: a. (Persyaratan sama dengan butir di atas). b. Menunjukkan Surat Keputusan Pengangkatan. 4. Kartu Askes Hilang: a. Menyerahkan surat laporan kehilangan dari kepolisian setempat. b. Menyerahkan pas foto 2 lembar ukuran 2x3Cm. c. Menunjukkan Kartu Pegawai (Karpeg) atau KARIP (Kartu Identitas Pensiun). 5. Kartu Askes Rusak: a. Menyerahkan Kartu Askes yang rusak.
b. Menyerahkan pas foto 2 lermbar ukuran 2x3Cm. 6. Kesalahan Administarsi/ Redaksional: Menyerahkan Kartu Askes yang tidak sesuai.
Fasilitas Kesehatan apa Saja yang Melayani Peserta Askes? 1. Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya. 2. Rumah Sakit Pemerintah. 3. Rumah Sakit TNI/POLRI/Swasta. 4. Apotik. 5. Optikal. Di seluruh Indonesia, yang ditunjuk PT. Askes. Pelayananan Kesehatan Yang Dijamin PT. Askes 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Rawat Inap Tingkat Pertama). 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (Rawat Jalan Tingkat Lanjutan dan Gawat Darurat/ Emergency. 3. Rawat Inap. 4. Persalinan. 5. Pelayanan Obat sesuai Daftar & Plafon Harga Obat (DPHO) PT. Askes. 6. Alat Kesehatan meliputi: a. Kacamata. b. Gigi Tiruan. c. Alat Bantu Dengar. d. Kaki/ Tangan Tiruan. e. Implant. 7. Operasi, termasuk operasi jantung, paru. 8. Haemodialisis (cuci darah). 9. Cangkok ginjal. 10. Penunjang diagnostik termasuk USG, CT Scan, MRI. Prosedur dan Ruang Lingkup dari Tiap Jenis Pelayanan 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama: a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP). 1). Dilakukan di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingakat Pertama lainnya yang ditunjuk, dimana Kartu Askes terdaftar, meliputi pelayanan: (a) Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan (b) Pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis kecil oleh dokter umum atau paramedis. (c) Penunjang diagnostik. (d) Pemeriksaan, pengobatan gigi termasuk pencabutan dan tambal gigi. (e) Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta imunisasi dasar. (f) Penyembuhan efek samping keluarga berencana (kontrasepsi). (g) Pemberian obat-obatan. (h) Pemberian surat rujukan ke Rumah Sakit. 2). Menunjukkan Kartu Askes. 3). Bila bepergian / cuti / dinas, dapat berobat ke Puskesmas setempat dengan terlebih dahulu lapor ke PT. Askes setempat dan menunjukkan surat cuti/ dinas atau surat lapor diri dari RT/RW setempat. b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) 1) Dilakukan di Puskesmas dengan tempat tidur, meliputi pelayanan: (a) Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum. (b) Perawatan dan penunjang diagnostik. (c) Pemberian obat serta bahan dan alat kesehatan habis pakai. (d) Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan
(e) Pemberian surat rujukan ke Rumah Sakit. 2). Menunjukkan Kartu Askes serta menyerahkan surat perintah rawat dari dokter Puskesmas. 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL). 1). Dilakukan di Rumah Sakit, meliputi pelayanan: (a) Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan. (b) Pemeriksaan dan pengobatan oleh Dokter Spesialis. (c) Penunjang diagnostik. (d) Tindakan medis dan rehabilitasi medis. (e) Pemberian obat-obatan. (f) Pemberian surat rujukan. 2). Menunjukkan Kartu Askes serta menyerahkan surat rujukan dari Puskesmas. b. Pelayanan Gawat Darurat: 1). Dilakukan di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit terdekat, yang harus diberikan secepatnya untuk menghindari/ mengurangi resiko kematian atau cacat. 2). Menunjukkan Kartu Askes dan tidak perlu rujukan dari Puskesmas. 3). Bila dilakukan di Rumah Sakit yang tidak ditunjuk PT. Askes, peserta membayar terlebih dahulu kemudian mengajukan penggantian biaya ke PT. Askes. 3. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) a. Dilakukan di Rumah Sakit, meliputi pelayanan: 1) Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan oleh dokter spesialis atau subspesialis. 2) Penunjang diagnostik. 3) Tindakan medis operatip dan non operatip. 4) Perawatan intensif (ICU / ICCU). 5) Pelayanan rehabilitasi medis. 6) Pemberian obat-obatan.
b. Akomodasi di ruang perawatan sesuai hak peserta (beserta anggota keluarganya) yakni: 1) Di Rumah Sakit Pemerintah. (a) PNS Gol. I dan II, di ruang kelas III (b) PNS Gol. III, di ruang kelas II (c) PNS Gol. IV, di ruang kelas I (d) Pensiunan Sipil Di ruang kelas sesuai dengan golongan pada saat pensiun. (e) Pensiunan TNI/POLRI, di ruang kelas sesuai dengan golongan terakhir yaitu: (1) Prajurit dua s/d Pembantu Letnan Satu, di ruang kelas III (2) Letnan dua s/d Kapten, di ruang kelas II (3) Mayor s/d Jenderal, di ruang kelas I 2) Di RS. TNI/POLRI/ Swasta yang di tunjuk (tertentu): (a) Semua golongan di ruang kelas III (b) Menunjukkan Kartu Askes dan menyerahkan surat perintah rawt inap. (c) Bila Di rawat di kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya, selisih biaya pelayanan yang timbul menjadi beban peserta. (d) Dalam waktu 3 x 24 jam hari kerja, mengurus Surat Jaminan Perawatan di Tim Pengendali RS. Atau PT. Askes (e) Bila memerlukan perawatan diluar wilayah propinsi, diperlukan surat rujukan dari Rumah Sakit yang merawat dan dilegalisasi oleh Tim Pengendali RS. Serta surat pengantar dari Kantor PT. Askes setempat. 7. Persalinan a. Sesuai dengan prosedur pelayanan Rawat Inap. b. Dilakukan di Puskesmas dengan tempat tidur, Rumah Sakit, Rumah bersalin baik yang ditunjuk maupun yang tidak ditunjuk PT. Askes atau oleh Bidan/Dukun. c. Bila dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak ditunjuk PT. Askes peserta membayar terlebih dahulu, kemudian
mengajukan penggantian biaya ke PT. Askes. d. Jaminan pelayanan hanya untuk sampai kelahiran anak ke 2 (dua) yang hidup. 8. Pelayanan Obat: a. Obat yang diberikan mengacu kepada DPHO*) PT Askes. b. Pada pelayanan RJTP dan RITP, obat diperoleh langsung di Puskesmas tersebut. c. Pada pelayanan RJTL dan RITL, obat diambil di apotik atau Instalasi Farmasi di Rumah Sakit. d. Untuk Obat Khusus: 1). Obat antibiotik di luar DPHO. Dilengkapi dengan hasil resistensi dan telah disetujui oleh pimpinan Rumah Sakit serta harus dilegalisasi oleh PT. Askes. 2). Obat sitostatika untuk penyakit kanker. Dilengkapi dengan keterangan medis dan protokol terapi khusus dari tim onkologi yang merawat, yang telah disetujui oleh Pimpinan Rumah Sakit serta harus dilegalisasi oleh PT. askes. 3). Obat khusus lainnya (antara lain cairan nutrisi, antibiotika tertentu dan obat life saving), dilengkapi dengan keterangan medis khusus dari dokter/tim dokter yang merawat dan telah disetujui oleh Pimpinan RS serta harus dilegalisasi oleh PT. Askes. e. Menunjukkan Kartu Askes. 9. Pelayanan alat Kesehatan : a. Kaca Mata, Gigi Tiruan, Alat Bantu Dengar, Kaki/Tangan Tiruan: 1) Diberikan hanya kepada peserta tidak termasuk keluarga 2) Pembuatan resep /surat keterangan mengenai: (a) Kaca mata, dibuat oleh dokter spesialis mata dengan ukuran lensa spheris minimal 0,5 D dan cylindris minimal 0,25 D. (b) Pembuatan Gigi tiruan, dibuat oleh dokter gigi. (c) Alat bantu dengar, dibuat oleh dokter ahli THT. (d) Kaki/ Tangan tiruan, dibuat oleh dokter ahli bedah tulang.
3) Jangka waktu penggantian: (a) Kaca mata, gigi tiruan (untuk gigi yang sama) dan Kaki/Tangan tiruan, adalah 1(satu) kali dalam 2 (dua) tahun. (b) Alat bantu dengar, adalah 1(satu) kali dalam 5 (lima) tahun. 4) Peserta membayar terlebih dahulu, penggantian biaya diajukan ke PT. askes di wilayah domisili peserta, dengan menyerahkan: kwitansi asli, foto copy Resep / Surat keterangan dari dokter yang merawat dan telah dilegalisasi oleh PT Askes. b. Implant, meliputi: Pen, plate, screw, IOL dan Implant lainnya 1). Diberikan kepada pesertatermasuk keluarga. 2). Surat keterangan untuk mendapat implant dibuat oleh dokter ahli dan dilegalisasi oleh PT. askes. 3). Peserta membayar terlebih dahulu kemudian mengajukan penggantian biaya ke PT. Askes sesuai domisili peserta, dengan menyerahkan: kwitansi asli, surat keterangan dari dokter ahli yang telah dilegalisasi oleh PT. askes. 7. Operasi Haemodialisis, Cangkok Ginjal dan Penunjang Diagnotik a. Diberikan kepada peserta termasuk keluarganya. b. Dilakukan di Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas operasi (termasuk operasi jantung, paru, ginjal), cuci darah, cangkok ginjal penunjang diagnostik (termasuk USG, CT Scan dan MRI) c. Menunjukkan Kartu Askes dan menyerahkan surat rujukan.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pemahaman tentang asuransi kesehatan di Indonesia masih sangat beragam. Dahulu banyak yang menganggap bahwa JPKM bukan asuransi kesehatan, apalagi asuransi kesehatan komersial; perkembangan selanjutnya menyebutkan JPKM sebagai
asuransi sosial karena dijual umumnya kepada masyarakat miskin di daerah-daerah. Padahal dilihat dari definisi dan jenis programnya, JPKM jelas bukan asuransi kesehatan social. Asuransi kesehatan sosial ( social health insurance) adalah suatu mekanisme pendanaan pelayanan kesehatan yang semakin banyak digunakan di seluruh dunia karena kehandalan sistem ini menjamin kebutuhan kesehatan rakyat suatu negara. Namun di Indonesia pemahaman tentang asuransi kesehatan sosial masih sangat rendah karena sejak lama kita hanya mendapatkan informasi yang bias tentang asuransi kesehatan yang didominasi dari Amerika yang didominasi oleh asuransi kesehatan komersial. Litetaruryang mengupas asuransi kesehatan sosial juga sangat terbatas. Kebanyakan dosen maupun mahasiswa di bidang kesehatan tidak memahami asuransi sosial. Pola piker (mindset) kebanyakan sarjana kita sudah diarahkan kepada segala sesuatu yang bersifat komersial, termasuk dalam pelayanan rumah sakit. Sehingga, setiap kata “sosial”, seperti “asuransi sosial” dan “fungsi sosial rumah sakit” hampir
selalu difahami sebagai pelayanan atau program untuk orang miskin. Sesungguhnya asuransi sosial bukanlah asuransi untuk orang miskin. Fungsi sosial bukanlah fungsi untuk orang miskin. Pendapat tersebut merupakan kekeliruan besar yang sudah mendarah daging di Indonesia yang menghambat pembangunan kesehatan yang berkeadilan sesuai amanat UUD45. Bahkan konsep Undang-undang Kesehatan yang dikeluarkan tahun 1992 (UU nomor 23/1992) jelas memerintahkan Pemerintah untuk mendorong pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang diambil dari konsep HMO ( Health Maintenance Organization) yang merupakan salah satu bentuk asuransi kesehatan komersial. Para pengembang JPKM di Depkes pun, tidak banyak yang memahami bahwa HMO dan JPKM sesungguhnya asuransi komersial yang tidak sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa mewujudkan sistem kesehatan yang berkeadilan (egaliter). Akibatnya, asuransi kesehatan sosial di Indonesia tidak berkembang dengan baik sampai tahun 2005. Kondisi tersebut sejalan pula dengan situasi negara-negara di Asia yang umumnya memang tertinggal dalam pengembangan asuransi kesehatan sosial. Pada tanggal 7-9 Maret 2005, WHO kantor regional Asia Pasifik, Asia Tenggara, dan Timur Tengah berkumpul di Manila untuk menggariskan kebijakan dan pedoman pengembangan asuransi kesehatan sosial di wilayah Asia-Pasifik dan Timur Tengah. Berbagai ahli dalam bidang asuransi kesehatan atau pendanaan kesehatan diundang untuk perumusan tersebut. Karena sistem pendanaan di Asiayang ada sekarang ini sangat bervariasi, maka disepakati tujuan pengembangan asuransi kesehatan sosial yaitu
mewujudkan akses universal kepada pelayanan kesehatan. Selain asuransi kesehatan sosial, sistem pendanaan melalui pajak ( National Health Service) dengan menyediakan pelayanan kesehatan secara gratis atau hampir gratis kepada seluruh penduduk, seperti yang dilakukan Malaysia, Sri Lanka, dan Thailand juga mampu menyediakan akses universal tersebut. Dalam bab ini pembahasan akan dipusatkan pada pemahaman tentang asuransi dan asuransi kesehatan sosial. Karena luasnya masalah asuransi kesehatan sosial, bab ini membatasi pembahasan pada garis-garis besar asuransi kesehatan sosial. Pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam tentang praktek-praktek asuransi kesehatan social dapat membaca buku lain atau mengikuti ujian asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia)
BAB II
ASURANSI KESEHATAN
A. Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan <:-- more --> keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tetanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan. Contohnya, seorang pasangan membeli rumah seharga Rp. 100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa mereka kepada kehancuran finansial, mereka mengambil perlindungan asuransi dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan asuransi.
1.
Pengertian Asuransi
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan
asuransi jiwa, maupun juga perusahaan asuransi umum. Di Indonesia, PT Askes Indonesia merupakan salah satu perusahaan asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan kepada para anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri baik sipil maupun non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai dengan usia 21 tahun. Para pensiunan beserta istri ataupun suami juga dijamin seumur hidup. Beberapa perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa telah memasarkan pula program program asuransi kesehatan dengan berbagai macam varian yang berbeda. Pada umumnya perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi kesehatan bekerja sama dengan provider rumah sakit baik secara langsung maupun melalui institusi perantara sebagai asisten manajemen jaringan rumah sakit. Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan asuransi jiwa, maupun juga perusahaan asuransi umum. Di Indonesia, PT Askes Indonesia merupakan salah satu perusahaan asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan kepada para anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri baik sipil maupun non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai dengan usia 21 tahun. Para pensiunan beserta istri ataupun suami juga dijamin seumur hidup. Di luar golongan tersebut pemerintah juga menyediakan program asuransi kesehatan kepada warga berpenghasilan rendah, kini disebut Jamkesmas[1], jaminan kesehatan masyarakat , di samping program itu yang dibiayai oleh APBN, sejumlah pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota juga punya program serupa yaitu Jamkesda[1]dan Jamkesos[2][3] seperti, antara lain, di kabupaten Musi Banyuasin pada 2002[4],Jembrana sejak 2003[5] di DIY sejak 2003[3] dan provinsi Sumatra Selatan, di sana disebut Jamsoskes, sejak awal januari 2009[4] walaupun pada awal maret 2010 pemerintah pusat mengkaji kemungkinan melarang pembiayaan asuransi kesehatan lewat APBD[6] Pada tahun 2009, 116,8 juta dari sekitar 230 juta penduduk Indonesia memiliki asuransi kesehatan disediakan baik oleh PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, PT Asabri maupun lewat program Jamkesmas atau asuransi lain[7].
Beberapa perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa telah memasarkan pula program-program asuransi kesehatan dengan berbagai macam varian yang berbeda. Pada umumnya perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi kesehatan bekerja sama dengan provider rumah sakit baik secara langsung maupun melalui institusi perantara sebagai asisten manajemen jaringan rumah sakit.
2.
Prinsip dasar asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu : Insurable interest Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
Indemnity Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
B. keuntungan perusahaan asuransi
Perusahaan asuransi juga mendapatkan keuntungan investasi. Ini diperoleh dari investasi premi yang diterima sampai mereka harus membayar klaim. Uang ini disebut "float". Penanggung bisa mendapatkan keuntungan atau kerugian dari harga perubahan float dan juga suku bunga atau deviden di float. Di Amerika Serikat, kehilangan properti dan kematian yang tercatat oleh
perusahaan asuransi adalah US$142,3 milyar dalam waktu lima tahun yang berakhir pada 2003. Tetapi keuntungan total di periode yang sama adalah US$68,4 milyar, sebagai hasil dari float.
BAB III RESIKO ASURANSI KESEHATAN
Risiko dan Risiko Sakit
Di Indonesia banyak orang menggunakan istilah resiko, bukan risiko. Sesungguhnya ada perbedaan makna antara resiko dan risiko. Dalam bidang asuransi istilah “resiko” digunakan untuk hal-hal yang sifatnya spekulatif. Sebagi contoh, seorang berdagang mobil mempunyai resiko rugi apabila ia tidak hati-hati mengelola usahanya atau tidak mengikuti perkembangan pasar mobil. Sedangkan istilah “risiko” digunak an dalam asuransi untuk kejadian-kejadian yang
dapat diasuransikan yang sifatnya bukan spekulatif. Risiko ini disebut juga pure risk atau risiko murni. Dalam bahasa Indonesia memang kita tidak memiliki istilah asal atau akar kata tentang risiko. Sebab risiko diterjemahkan dari bahasa Inggris risk. Akan tetapi kalau kita pelajari benar, sesungguhnya risk berkaitan dengan bahasa Arab rizk yang kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi rejeki. Keduanya mempunyai aspek ketidakpastian, yang seringkali kita nyatakan bahwa hal itu merupakan Takdir Tuhan. Risiko bersifat tidak pasti (uncertain), demikian juga rejeki. Asuransi sesungguhnya merupakan suatu cara mengelola risiko dan dapat dinyatakan sebagai upaya preventif (sebelum terjadinya sakit) dalam rangka mencegah ketidakmampuan penduduk membiayai pelayanan medis yang mahal.
C. Pemahaman tentang Risiko
Kata risiko berasal dari bahasa Inggris risk yang bermakna sebagai ................, ada juga yang mengatakan kata itu juga dipengaruhi oleh bahasa Arab rizk yang berarti rizki (rejeki). Kedua kata tersebut risk dan rizk memiliki kesamaan sifat yaitu ketidakpastian (uncertainty).Asuransi mengambil konsep risk sebagai obyek asuransi karena ketidakpastian itu dapat dikelola menjadi suatu bentuk kepastian dalam wujud yang lain. Ketidakpastian risiko sakit dapat diterima semua orang, yang selanjutnya juga berarti ada risiko biaya untuk membayar pelayanan kesehatan sebagai upaya pemulihan dari kondisi sakit. Risiko tersebut dapat dikelola menjadi suatu bentuk kepastian yaitu dengan membuat produk asuransi kesehatan yang memastikan adanya penggantian biaya pengobatan kalau pembeli produk asuransi itu jatuh sakit. Produk asuransi ini memang tidak mengubah risiko sakitnya, namun dapat mengubah risiko dampak biaya akibat sakit tersebut. Di Indonesia, risiko itu sering diartikan sebagai dampak negative suatu keadaan yang terjadi akibat kelalaian seseorang. Misalnya, pedagang mempunyai risiko rugi bila usahanya tidak dikelola dengan baik. Risiko itu lebih diartikan sebagai bentuk konsekuensi negative sebuah keadaan atau tindakan. Padahal dilihat dari asal katanya, berbeda sekali dengan pemahaman yang telah dianut secara turun temurun oleh bangsa Indonesia. Risiko tidak selalu negative, ada juga risiko yang positif, misalnya risiko keuntungan. Namun pembahasan risiko dalam konteks asuransi ini dibatasi pada risiko negative.
Melihat sifat dan definisi risiko yang diartikan dari asal katanya, maka risiko yang ada itu dapat dijadikan produk asuransi karena tingkat risiko tersebut dapat diperhitungkan berdasarkan kekerapan dan kerugian yang ditimbulkan. Perhitungan inilah yang disebut sebagai analisis risiko oleh asuransi untuk menghitung besar premi yang harus dibayar oleh seseorang yang bergabung dalam kelompok untuk berbagi risiko sebagaimana diuraikan pada bagian awal buku ini.
Dalam buku Asuransi Kesehatan di Indonesia, Thabrany (2001)1 telah membahas dasar-dasar asuransi kesehatan. Dalam bab ini, dasar-dasar tersebut disajikan kembali dengan modifikasi untuk memudahkan mahasiswa memahaminya. Pembahasan tidak memperdalam kata-kata risiko atau resiko. Sering disebutkan
bahwa untuk suatu tindakan ada risiko atau bahayanya, setiap orang paham akan hal itu. Namun waktu terjadinya dan besarnya bahaya yang akan terjadi, tidak diketahui oleh siapapun. Manusia hanya dapat memperkirakan probabilitas kejadian dan besarnya (berat-ringannya) risiko atau bahaya tersebut. Disini ada ketidakpastian (uncertainty) tentang terjadinya dan besarnya risiko tersebut. Biasanya yang disebut risiko mempunyai konotasi negatif yaitu umumnya orang mengartikan risiko sebagai sesuatu yang dapat mencelakakan atau merugikan diri, sesuatu yang tidak diharapkan. Sebenarnya, dalam pengertian ketidakpastian, ada juga risiko keberuntungan. Dalam konteks ini, kata keberuntungan itupun merupakan suatu risiko, yaitu risiko positif, risiko yang diharapkan, yang kita bedakan sebagai resiko. Fokus perhatian dunia asuransi adalah risiko yang terkait dengan kerugian baik berupa materiil maupun berupa kehilangan kesempatan berproduksi akibat menderita penyakit berat. Dilihat dari ketidakpastiannya, risiko mengadung kesamaan dengan kata rejeki yang menurut kepercayaan orang Indonesia, hanya Tuhan yang mengetahui dengan pasti jumlah, waktu dan cara perolehannya. Jadi risiko dan rizki/rejeki mempunyai kesamaan yaitu ketidakpastian, namun keduanya berbeda konotasi. Risiko berkonotasi negative (tidak diharapkan), sedangkan rizki berkonotasi positif (diharapkan). Asuransi membatasi areanya pada risiko yang berkonotasi negative karena tidak diharapkan oleh siapapun, jadi asuransi bukanlah mekanisme untuk untung-untungan, untuk mendapatkan rizki /rejeki. Dalam setiap langkah kehidupan kita, selalu saja ada risiko, baik kecil seperti terjatuh akibat tersandung kerikil sampai yang besar seperti kecelakaan lalu lintas yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan. Beruntung Tuhan telah memberikan sifat alamiah manusia yang selalu menghindarkan diri dari berbagai risiko. Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk menghindarkan dirinya dari berbagai risiko. Secara umum, cara-cara menghindarkan diri dari berbagai risiko hidup disebut sebagai manajemen risiko yang dikelompokan menjadi empat kelompok besar, akan dibahas berikut ini.
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
a. Manajemen Risiko
Dalam ilmu manajemen risiko atau risk management , kita mengenal beberapa teknik menghadapi risiko yang dapat terjadi pada semua aspek kehidupan. Teknik-teknik tersebut adalah : 1.
Menghindarkan risiko ( risk avoidance).
Kalau kita merokok, ada risiko terkena penyakit kanker paru atau penyakit jantung (kardiovaskuler). Salah satu cara menghindari terjadinya risiko terkena penyakit paru atau jantung tersebut adalah menjauhi bahan-bahan karsinogen (yang menyebabkan kanker) yang terkandung dalam rokok. Kalau kita tidak ingin mendapat kecelakaan pesawat terbang, jangan pernah naik pesawat terbang. Banyak orang melakukan teknik manajemen ini untuk risiko besar yang kasat mata. Seseorang akan menghindari naik gunung yang terjal tanpa alat pengaman, karena risiko jatuh ke jurang dapat dilihat langsung oleh mata. Tetapi banyak orang tidak menyadari bahawa risiko tersebut dapat muncul 20-30 tahun seperti yang terjadi pada risiko kanker paru atau kelainan jantung akibat merokok, sehingga kebiasaan itu dianggap tidak berisiko atau berisiko rendah. Kesadaran tentang risiko jangka panjang itu yang harus disosialisasikan kepada masyarakat supaya mereka mampu mengantisipasinya. Tidak semua orang mampu mengenali, merasakan dan menghindari risiko. Ada kelompok yang hanya mampu mengenali dan merasakan, namun tidak mampu menghindarinya. Karenanya manajemen risiko dengan cara menghindari saja tidak cukup untuk melindungi seseorang dari risiko yang akan terjadi.
2.
Mengurangi risiko ( risk reduction).
Jika upaya menghindari risiko tidak mungkin dilakukan, manajemen risiko dapat dilakukan dengan cara mengurangi risiko (risk reduction). Contohnya, kita membuat jembatan penyeberangan atau lampu khusus penyeberangan untuk mengurangi jumlah orang yang menderita kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian, pengemudi kendaraan akan berhati-hati. Atau jika ada jembatan penyeberangan, maka risiko tertabrak mobil akan menjadi lebih kecil, tetapi tidak meniadakan sama sekali. Seorang pengendara sepeda motor diwajibkan memakai helm karena tidak ada satu orangpun yang bisa terhindar seratus persen dari kecelakaan berkendara sepeda motor. Jika helm digunakan, maka beratnya risiko (severity of risk) dapat dikurangi, sehingga seseorang dapat terhindar dari kematian atau gegar otak yang memerlukan biaya perawatan sangat besar. Perawatan intensif selama 7 (tujuh) hari di rumah sakit bagi
penderita gegar otak di tahun 2005 ini dapat mencapai lebih dari Rp 20 juta. Tetapi, bagi kebanyakan pengendara sepeda motor, yang belum pernah menyaksikan betapa dahsyatnya akibat gegar otak dan berapa mahalnya biaya perawatan akibat gegar otak, tidak menyadari hal itu. Kalaupun mereka mengenakan helm, seringkali sekedar untuk menghindari dari tekanan penalty akibat pelanggaran (tilang) peraturan lalu lintas oleh polisi yang sesungguhnya merupakan risiko kecil (yang hanya sebesar ratusan ribu rupiah saja).
3.
Memindahkan risiko (r isk transfer) .
Sebaik apapun upaya mengurangi risiko yang telah kita lakukan tidak menjamin 100% kita akan terbebas dari segala risiko. Karena itu kita perlu melindungi diri kita dengan tameng lapis ketiga dari manajemen risiko yaitu mentransfer risiko diri kita ke pihak lain. Kita dapat memindahkan seluruh atau sebagian risiko kepada pihak lain (yang dapat berupa perusahaan asuransi, badan penyelenggara jaminan sosial, pemerintah, atau badan sejenis lain) dengan membayar sejumlah premi atau iuran, baik dalam jumlah nominal tertentu maupun dalam jumlah relatif berupa prosentase dari gaji atau harga pembelian (transaksi). Dengan teknik manajemen risiko ini, risiko yang ditransfer hanyalah risiko finansial, bukan seluruh risiko. Ada sebagian risiko yang tidak bisa ditransfer, misalnya rasa sakit atau perasaan kehilangan yang dirasakan oleh penderita.. Ini merupakan prinsip yang sangat fundamental di dalam asuransi. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa setiap saat sesungguhnya ada risiko kematian dan risiko kematian itu yang berpotensi menyebabkan ketiadaan dana bagi ahli warisnya untuk menjalani hidup sehari-hari atau untuk membiayai pendidikan anak, dapat ditransfer dengan membeli asuransi jiwa. Itulah sebabnya, kebanyakan orang di negara berkembang tidak membeli asuransi jiwa, karena banyak orang tidak melihat kematian sebagai suatu risiko finansial bagi ahli warisnya
4.
Mengambil risiko ( risk asumption).
Jika risiko tidak bisa dihindari, tidak bias dikurangi, dan tidak dapat ditransfer akibat ketidakmampuan seseorang atau tidak ada perusahaan yang dapat menerima transfer risiko tersebut, maka alternatif terakhir adalah mengambil atau menerima risiko (sebagai takdir).
b.Bentuk Risiko
Bentuk-bentuk risiko antara lain risiko murni, risiko spekulatif, risiko partikular dan risiko fundamental.
a.
Risiko murni adalah risiko yang akibatnya hanya ada 2 macam: rugi atau break even, contohnya pencurian, kecelakaan atau kebakaran.
b. Risiko spekulatif adalah risiko yang akibatnya ada 3 macam: rugi, untung atau break even, contohnya judi. c.
Risiko partikular adalah risiko yang berasal dari individu dan dampaknya lokal, contohnya pesawat jatuh, tabrakan mobil dan kapal kandas. Sedangkan risiko fundamental adalah risiko yang bukan berasal dari individu dan dampaknya luas, contohnya angin topan, gempa bumi dan banjir.
c.
Risiko yang dapat diasuransikan
1.
Risiko tersebut haruslah bersifat murni (pure).
Menurut sifat kejadiannya, risiko dapat timbul benar-benar sebagai suatu kebetulan atauaccidental dan dapat timbul karena suatu perbuatan spekulatif. Risiko murni adalah risiko yang spontan, tidak dibuat-buat, tidak disengaja, atau dicari-cari bahkan tidak dapat dihindari dalam jangka pendek. Orang berdagang mempunyai risiko rugi, tetapi risiko rugi tersebut dapat dihindari dengan manajemen yang baik, belanja dengan hati-hati, dan sebagainya. Risiko rugi akibat suatu usaha dagang merupakan risiko spekulatif yang tidak dapat diasuransikan. Oleh karenanya tidak ada asuransi yang menawarkan pertanggungan kalau suatu perusahaan merugi. Suatu risiko yang timbul akibat suatu tindakan kesengajaan, karena ingin mendapatkan santunan asuransi misalnya, tidak dapat diasuransikan. Contoh, seseorang mempunyai asuransi kematian sebesar satu milyar rupiah, dapat saja dibunuh oleh ahli warisnya guna mendapatkan manfaat/jaminan asuransi sebesar satu milyar rupiah tersebut. Kematian yang disebabkan karena kesengajaan seperti itu tidak dapat ditanggung. Seseorang yang sengaja mencoba bunuh diri dengan meminum racun serangga dan gagal sehingga perlu perawatan di rumah sakit tidak berhak atas jaminan perawatan, karena risiko sakitnya bukanlah risiko murni. Contoh risiko murni adalah penyakit kanker. Sakit kanker, yang membutuhkan perawatan yang lama dan
mahal, tidak pernah diharapkan oleh si penderita dan karenanya penyakit kanker merupakan risiko murni yang dapat diasuransikan atau dijamin oleh asuransi.
2.
Risiko bersifat definitif.
Pengertian definitif artinya risiko dapat ditentukan kejadiannya secara pasti dan jelas serta dipahami berdasarkan bukti kejadiannya. Risiko sakit dan kematian dibuktikan dengan suratketerangan dokter. Risiko kecelakaan lalu lintas dibuktikan dengan surat keterangan polisi. Risiko kebakaran dibuktikan dengan berita acara dan bukti-bukti lain seperti foto kejadian. 3.
Risiko bersifat statis.
Pengertian statis artinya probabilitas kejadian relatif statis atau konstan tanpa dipengaruhi perubahan politik dan ekonomi suatu negara. Hal tersebut berbeda dengan risiko bisnis yang bersifat dinamis karena sangat dipengaruhi stabilitas politik dan ekon omi. Tentu saja, risiko yang benar-benar statis dalam jangka panjang tidak banyak. Risiko seseorang terserang kanker atau gagal jantung akan relatif statis, tidak dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik, namun dalam jangka panjang risiko serangan jantung dipengaruhi keadaan ekonomi. Di negara maju, yang relatif kaya dan penduduk cenderung mengkonsumsi makan enak dengan kandungan tinggi lemak, memperlihatkan probabilitas serangan jantung lebih tinggi dibandingkan dengan negara miskin.
4.
Risiko berdampak finansial.
Setiap risiko mempunyai dampak finansial dan non finansial. Risiko yang dapat diasuransikan adalah risiko yang mempunyai dampak financial, karena yang dapat diperhitungkan adalah kerugian finansial. Transfer risiko dilakukan dengan cara membayar premi atau kontribusi kepada perusahaan asuransi, yang akan memberikan penggantian bila terjadi dampak finansial suatu risiko yang telah terjadi. Suatu kecelakaan diri misalnya mempunyai dampak finansial berupa biaya prawatan dan atau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan. Selain berdampak finansial, suatu kecelakaan juga menimbulkan rasa nyeri dan beban psikologis jika kecelakaan tersebut menimbulkan kematian atau kecacatan, sehingga risiko tersebut menimbulkan dampak yang besar. Dari semua dampak yang terjadi, hanya risiko financial
berupa biaya perawatan dan kehilangan penghasilan akibat kehilangan jiwa atau kecacatan. Dampak rasa nyeri dan perasaan kehilangan tidak dapat diasuransikan karena ukurannya sangat subyektif. Manfaat yang dapat ditawarkan asuransi untuk mengganti dampak finansial tersebut adalah penggantian biaya pengobatan dan perawatan (baik dalam bentuk uang atau pelayanan) maupun uang tunai sebagai pengganti kehilangan penghasilan akibat kematian atau kecacatan tersebut.
5.
Risiko measurable atau quantifiable.
Syarat lain adalah besarnya kerugian finansial akibat risiko tersebut dapat diperhitungkan secara akurat. Kalau seorang sakit, harus dapat diterangkan lokasi terjadinya penyakit, waktu kejadian,jenis penyakit, tempat perawatan (nama dan lokasi rumah sakit), dan biaya yang dibutuhkan untuk perawatan yang dijalani. Misalnya, Tn Budi mengalami serangan jantung diBogor, tanggal 5 September 2006 dan dirawat di RS. Anu di kota Bogor. Biaya yang diperlukan untuk perawatan Tn Budi adalah Rp. 20 Juta. Jadi yang dapat dimasukkan kedalam skema asuransi hanyalah biaya perawatan. Adapun rasa sakit sangat sulit diukur, meskipun kita punya berbagai instrumen, karena rasa sakit bersifat sangat subyektif. Besar penggantian biaya perawatan harus disepakati oleh pemegang polis dan asuradur yang dituangkan dalam kontrak pertanggungan/jaminan/polis. Khusus untuk asuransi jiwa, besar kerugian finansial akibat kematian umumnya ditawarkan dalam jumlah tertentu, mengingat kesulitan mengukur besar kerugian finansial akibat suatu kematian. Jumlah tersebut ditawarkan oleh perusahaan asuransi dan disepakati oleh pemegang polis. Penentuan jumlah tertentu ini disebut quantifiable (dapat ditetapkan jumlahnya) yang dijadikan dasar perhitungan premi yang harus dibayarkan oleh pemegang polis.
6.
Ukuran risiko harus besar (large).
Derajat risiko ( severity) memang relatif dan dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu lain. Risiko yang dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi hendaknya memenuhi syarat ukurannya. Risiko biaya rawat inap sebesar Rp 5 juta bisa dinilai besar oleh yang berpenghasilan rendah akan tetapi dinilai kecil oleh yang berpenghasilan diatas Rp 50 juta per bulan. Sebuah sistem asuransi harus secara cermat menilai kelompok risiko yang akan diasuransikan. Kecenderungan asuransi kesehatan di dunia adalah menjamin pelayanan
kesehatan secara komprehensif karena ada kaitan antara risiko dengan biaya kecil dan pelayanan yang memerlukan biaya mahal. Sebagai contoh kasus demam berdarah yang berkunjung ke dokter, mengandung risiko menjadi fatal bila pengobatan lanjutannya tidak ditanggung, karena ada kemungkinan orang tersebut tidak meneruskan pelayanannya karena kendala biaya. Jadi menjamin pelayanan kesehatan secara komprehensif merupakan kombinasi penurunan risiko (risk reduction) dan transfer risiko. Suatu skema asuransi yang hanya menanggung risiko yang kecil, misalnya hanya pengobatan di puskesmas — seperti yang dulu dipraktikkan dengan skema dana sehat atau JPKM, tidak memenuhi syarat asuransi. Oleh karena itu, dimanapun di dunia, model asuransi mikro seperti itu tidak memiliki sustainabilitas (kesinambungan) jangka panjang. Umumnya skema semacam itu berusia pendek dan tidak menjadi besar.
BAB IV JENIS ASURANSI
Telah dibahas sebelumnya bahwa asuransi adalah manajemen risiko, dimana seseorang atau sekelompok kecil orang (yang disebut pemegang polis/ policy holder atau peserta/participant) melakukan transfer risiko yang dihadapin ya kepada pihak asuransi (yang disebut asuradur/insurer atau badan penyelenggara asuransi)dengan membayar sejumlah premi (iuran atau kontribusi). Bila pemegang polis atau peserta adalah perseorangan, maka ia akan menjamin dirinya sendiri dan atau termasuk anggota keluarganya. Dalam hal pemegang polis atau peserta bersifat kelompok kecil (misalnya suatu perusahaan atau instansi), maka yang dijamin biasanya anggota kelompok tersebut (karyawan dan anggota keluarganya). Dengan pembayaran premi/iuran tersebut, maka segala risiko biaya yang terjadi akibat kejadian yang terjadi pada pemegang polis atau peserta sesuai kesepakatan yang tercantum dalam perjanjian/ kontrak akan menjadi kewajiban asuradur. Peserta yang termasuk dalam daftar yang dijamin sesuai ketentuan dalam kontrak atau peraturan disebut tertanggung atau insured . Risiko yang harus ditanggung asuradur disebut benefit atau “manfaat” asuransi, yang cakupan ( scope) dan besarnya telah ditetapkan dimuka dalam kontrak atau peraturan. Dalam asuransi kesehatan, manfaat ini sering disebut paket jaminan (benefit package) karena manfaat asuransi kesehatan pada umumnya berbentuk pelayanan kesehatan yang dijamin oleh asuradur, sedangkan manfaat asuransi jiwa atau kerugian umumnya dalam bentuk nilai nominal uang, Secara sederhana pengertian asuransi dapat digambarkan dengan ilustrasi berikut.
a. K otrak A s urans i Mekanisme asuransi merupakan hubungan kontraktual yang mengatur kewajiban dan hak para pihak. Peserta wajib membayar premi, dan berhak mendapatkan manfaat asuransi, sedangkan asuradur berhak menerima pembayaran premi dan wajib membayarkan manfaat dalam bentuk uang langsung kepada peserta atau membayarkan manfaat tersebut kepada pihak ketiga yang memberikan pelayanan kepada peserta, seperti bengkel mobil atau fasilitas kesehatan. Namun demikian, dibandingkan dengan hubungan kontraktual lainnya, kontrak asuransi memiliki ciri khas yang secara bersama-sama tidak dimiliki oleh hubungan kontraktual lainnya. Karena kekhasan kontrak asuransi inilah, maka pengelolaan atau bisnis asuransi diatur sangat ketat atau dilaksanakan langsung oleh pemerintah. Ciri khas kontrak asuransi tersebut adalah sebagai berikut:
Bersifat kondisional.
Dalam kontrak asuransi, kewajiban asuradur baru akan terjadi jika kondisi yang telah ditentukan (misalnya sakit atau kehilangan harta benda) terjadi pada diri tertanggung. Apabila tertanggung tidak mengalami kejadian tersebut, maka tidak ada kewajiban asuradur memberikan manfaat. Ciri tersebut tidak akan ditemukan dalam kontrak lain, seperti kontrak pembelian barang atau sewa gedung. Oleh karena itu, dalam kontrak asuransi seperti asuransi kesehatan pegawai negeri, pegawai yang lebih dari 20 tahun tidak pernah sakit sedangkan ia terus membayar iuran (karena bersifat wajib dan langsung dipotong dari gajinya), tidak berhak menuntut pengembalian uang iurannya. Berbeda dengan kontrak tabungan hari tua (yang disebut Dana Pensiun Lembaga Keuangan — DPLK) di bank, penabung atau ahli warisnya berhak mendapatkan kembali uang yang disimpannya secara rutin tiap bulan pada suatu waktu tertentu atau setelah penabung meninggal dunia.
Bersifat unilateral.
Pada umumnya kontrak bersifat bilateral yaitu masingmasing pihak mempunyai kewajiban dan hak yang dapat dituntut jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Dalam kontrak asuransi, pihak yang dapat dituntut karena tidak memenuhi kewajibannya hanyalah pihak asuradur. Apabila tertanggung tidak memenuhi kewajibannya, tidak membayar premi misalnya, ia tidak dapat dituntut, akan tetapi haknya otomatis hilang atau kontrak otomatis terputus (yang dalam istilah asuransi komersial disebut lapse). Kontrak unilateral ini merupakan padanan (offset) dari sifat kondisional yaitu asurasur tidak selalu wajib membayarkan manfaat.
Bersifat Aleatory.
Kontrak pada umumnya mempunyai keseimbangan nilai tukar (economic value) antara kewajiban dan hak bagi pihak pertama maupun pihak kedua. Namun kontrak asuransi memberikan nilai manfaat jauh lebih besar dibandingkan kewajiban premi yang harus dibayarkan oleh peserta. Sebagai contoh, seseorang yang menjadi peserta asuransi kesehatan membayar premi sebesar Rp 250.000 tiap bulan. Baru saja empat bulan ia membayar premi ia terkena serangan jantung dan memerlukan pembedahan yang memakan biaya (nilai tukar) Rp
150 juta. Asuradur akan memberikan manfaat tersebut, walaupun premi yang dibayarkan baru Rp. 1 juta (4 x Rp 250.000), karena dalam kontrak asuransi tersebut pembedahan jantung ditanggung penuh. Tanpa kontrak yang bersifat aleatori, tidak mungkin peserta yang membayar premi Rp. 1 juta, mendapatkan manfaat Rp 150 juta. Dalam hal ini, peserta tersebut tidak berhutang Rp 149 juta ke perusahaan asuransi. Jika saja ia berhenti menjadi peserta setelah itu, peserta tidak mempunyai kewajiban membayar premi lagi, sebaliknya peserta tersebut juga tidak mempunyai hak mendapatkan manfaat lagi dan juga tidak akan dituntut untuk melunasi selisih biaya sebesar Rp 149 juta. Sebaliknya, seorang peserta atau pemegang polis yang telah membayar premi sebesar Rp 250.000 per bulan selama 10 tahun (total 10x12xRp.250.000 atau Rp 30 juta, tanpa perhitungan bunga), akan tetapi ia tidak pernah sakit, sehingga tidak pernah mengklaim manfaat asuransi. Peserta itu tidak berhak sama sekali atas manfaat asuransi (menerima hak senilai Rp 0 rupiah), karena tidak ada kondisi yang memenuhi ketentuan kontrak (sifat kondisional). Asuradur tetap berhak menerima Rp 30 juta (plus bunga) tanpa kewajiban membayar apapun kepada tertanggung.
Bersifat Adhesi.
Dalam ikatan kontrak pada umumnya kedua belah pihak mempunyai informasi yang relatif seimbang tentang nilai tukar dan kualitas barang atau jasa yang diatur dalam kontrak. Namun pada kontrak asuransi, pihak peserta atau pemegang polis, khususnya pada asuransi individual, tidak memiliki informasi yang seimbang dengan informasi yang dimiliki asuradur. Asuradur tahu lebih banyak tentang probabilitas terjadinya sakit dan biaya-biaya pengobatan yang diperlukan untuk mengobati sakit tersebut, sedangkan pihak peserta tidak mengetahuinya dengan baik. Akibatnya, sulit bagi peserta untuk menilai apakah premi yang dibebankan kepada mereka itu murah, wajar, atau terlalu mahal. Dengan kata lain, peserta berada pada posisi yang lemah (ignorance). Itulah sebabnya, dalam industri asuransi dimanapun di dunia, pemerintah selalu mengatur dan mengawasi secara ketat berbagai aspek penyelenggaraan asuransi baik dalam hal paket jaminan dan ketentuan polis menyangkut isi, bahasa, dan bahkan ukuran huruf dalam polis, dan berbagai persyaratan asuradur yang menjamin peserta akan menerima haknya, jika obyek asuransi terjadi. Dalam dunia asuransi, kontrak semacam ini sering disebut sebagai kontrak take it or leave it.
b. Pembayaran Premi
Menurut sifat kepesertaannya, asuransi dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu kepesertaan yang bersifat wajib dan sukarela. Sifat kepesertaan itu terkait dengan kewajiban membayar premi yang juga bersifat wajib dan sukarela (lihat ilustrasi). Asuransi dengan kepesertaan wajib disebut asuransi social, sedangkan asuransi yang kepesertaannya sukarela, digolongkan sebagai asuransi komersial karena tidak ada kewajiban seseorang untuk ikut atau membeli asuransi. Sifat membeli merupakan suatu transaksi sukarela dalam perdagangan (commerce). Banyak pihak di Indonesia yang mengasosiasikan asuransi sosial sebagai asuransi bagi kelompok masyarakat ekonomi lemah (miskin), sehingga pada awalnya JPKM dinyatakan bukan sebagai asuransi komersial. Padahal dengan sifat kepesertaan yang sukarela, asuransi itu sudah dapat dikelompokkan menajdi asuransi komersial.
c.
Asuransi social
Banyak pihak di Indonesia yang mempunyai pengertian keliru tentang asuransi sosial. Kebanyakan orang beranggapan bahwa asuransi sosial adalah suatu program asuransi untuk masyarakat miskin atau kurang mampu. Pada berbagai kesempatan interaksi dengan masyarakat di kalangan sektor kesehatan, banyak yang beranggapan bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang diperkenalkan Departemen Kesehatan (Depkes) juga merupakan program jaminan untuk masyarakat miskin. Hal ini barangkali terkait dengan program JPKM dalam rangka Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) dimana Depkes memberikan insentif kepada organisasi di kabupaten yang disebut pra bapel (badan penyelenggara) untuk mengembangkan JPKM. Program JPSBK ini memberikan dana Rp 10.000 per tahun untuk tiap keluarga miskin (gakin) kepada pra bapel yang berjumlah 354 di seluruh Indonesia. Dana tersebut digunakan untuk membiayai administrasi pra bapel sebesar Rp.800, dan sisanya untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta yang dikelolanya. Diharapkan setelah dua tahun program berjalan, pra bapel dapat membuat produk JPKM dan menjualnya kepada masyarakat selain gakin. Mungkin dengan program inilah maka terbentuk pemahaman bahwa program JPKM adalah program asuransi sosial. Sebenarnya, konsep JPKM
adalah konsep asuransi komersial yang dilandasi oleh kepesertaan sukarela. Diskusi lebih lanjut tentang hal ini dibahas lebih lanjut dalam bab asuransi komersial.
BAB V KELEMAHAN ASURANSI
Selain berbagai keuntungan yang dapat dinikmati masyarakat baik secara mikro maupun secara makro, asuransi sosial tidak lepas dari berbagai kelemahan. Kelemahankelemahan tersebut antara lain: 1.
Pilihan terbatas .
Karena asuransi sosial mewajibkan penduduk dan pengelolanya yang merupakan suatu badan pemerintah atau kuasi pemerintah, maka masyarakat tidak memiliki pilihan asuradur. Para ahli umumnya berpendapat bahwa hal ini tidak begitu penting, karena pilihan yang lebih penting adalah pilihan fasilitas kesehatannya. Asuransi sosial memungkinkan peserta bebas memilih fasilitas kesehatan yang diinginkan. Itu dimungkinkan karena fasilitas kesehatan dapat dibayar secara FFS atau cara lain yang tidak mengikat. Berbeda dengan konsep HMO/JPKM kini, yang memberikan pilihan asuradur tetapi setelah itu pilihan fasilitas kesehatan terbatas pada yang telah mengikat kontrak. Bagi peserta tentu akan lebih menguntungkan adanya kebebasam memilih fasilitas kesehatan dengan biaya murah dibandingkan memilih asuradur tetapi pilihan fasilitas kesehatan terbatas.
2.
Manajemen kurang keratif/responsif.
Karena asuransi sosial mempunyai produk yang seragam dan biasanya tidak banyak berubah, maka tidak ada motivasi pengelolan untuk berusaha merespons keinginan (demand) peserta. Apabila askes sosial dikelola oleh pegawai yang kurang selektif dan tidak memberikan insentif pada yang berprestasi, maka manajemen cenderung kurang memuaskan peserta. Hal lain adalah
karena penyelenggaranya tunggal, tidak ada tantangan untuk bersaing, sehingga respons terhadap tuntutan peserta kurang cepat.
3.
Pelayanan seragam.
Pelayanan yang seragam bagi semua peserta menyebabkan penduduk kelas menengah atas kurang memiliki kebanggaan khusus. Kelompok ini pada umumnya ingin berbeda dari kebanyakan penduduk, sehingga kelompok ini biasanya kurang suka dengan sistem asuransi sosial. Pelayanan yang seragam juga sering menyebabkan waktu tunggu yang lama sehingga kurang menarik bagi penduduk kelas atas. 4.
Penolakan fasilitas kesehatan .
Profesional dokter seringkali merasa kurang bebas dengan sistem asuransi sosial yang membayar mereka dengan tarif seragam atau model pembayaran lain yang kurang memaksimalkan keuntungan dirinya. Pada umumnya fasilitas kesehatan lebih senang melayani orang yang membayar langsung dengan tarif yang ditentukannya sendiri. Tetapi perlu dipahami bahwa semua negara maju, kecuali Amerika, menerapkan sistem asuransi sosial sebagai satu satunya sistem atau sebagai sistem yang dominan di negaranya
BAB VI KESIMPULAN
Di Indonesia, PT Askes Indonesia merupakan salah satu perusahaan asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan kepada para anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri baik sipil maupun non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai dengan usia 21 tahun. Para pensiunan beserta istri ataupun suami juga dijamin seumur hidup. Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tetanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya
ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan. SARAN
Pemahaman tentang asuransi kesehatan sosial masih sangat rendah karena sejak lama kita hanya mendapatkan informasi yang bias tentang asuransi kesehatan yang didominasi dari Amerika yang didominasi oleh asuransi kesehatan komersial. Semogga saja asuransi di Indonesia dapat menjamin semua aspek warga negaranya yang mengikuti asuransi agar lebih baik lagi. Layanan asuransi yang baik dan menjamin dapat membuat banyak masyarakat semakin bertambah mengikuti asuransi-asuransi yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1 Thabrany, Hasbullah. Asuransi Kesehatan di Indonesia. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI, Depok 2001. 2 Vughan. Principle of …
3 Rejda. Principle 4 WHO. World Health Report 2000. Geneva, 2001 5 Laporan WHO 2000. 6 HIAA. Managed Care part B. Washington, D.C., 1997 7 HIAA. Health Insurance Premier, Washington, D.C., 2000 8 Health Insurance Association of America (HIAA). Source Book of Health Insurance Data. HIAA, Diposting oleh Rifqi Ahsan di 04.52 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar: Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda Langganan: Posting Komentar (Atom)
Lencana Facebook