LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
INJEKSI CAMPHORA OLEOSA
Disusun oleh : Kelompok A3 / Lokal 2A Devi Rahma Ariyanti (P23139016010)
Dosen pengawas : Dra. Gloria Murtini, M.Si, Apt
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II JURUSAN FARMASI 2017 i
Kata Pengantar
Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahNya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas Teknologi Sediaan Steril yang membahas materi tentang Pembuatan Injeksi Camphora Oleosa. Dengan adanya makalah ini, saya berharap para pembaca ikut serta memahami serta menambah pengetahuan mengenai hal tersebut. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan makalah ini tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan juga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah pada masa yang akan datang. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada kita semua yang membacanya.
Jakarta, 6 November 2017
Penulis
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar .............................................................................................................................................. ii Daftar Isi ...................................................................................................................................................... iii BAB I ............................................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................................. 2 BAB II........................................................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 3 2.1 Preformulasi ........................................................................................................................................ 7 2.2 Pendekatan Formulasi ......................................................................................................................... 9 2.3 Formulasi ............................................................................................................................................ 9 2.4 Perhitungan ....................................................................................................................................... 10 2.5 Penimbangan ..................................................................................................................................... 10 2.6 Alat dan Bahan.................................................................................................................................. 11 2.7 Cara Kerja ......................................................................................................................................... 12 2.8 Evaluasi Hasil Sediaan ...................................................................................................................... 13 BAB III ....................................................................................................................................................... 14 PENUTUP .................................................................................................................................................. 14 3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................................... 14 3.2 Pengemasan....................................................................................................................................... 14 Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 15 Lampiran ..................................................................................................................................................... 16
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan. Kata ini berasal dari kata Yunani, para dan enteron berarti di luar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral, atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain.
1
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana formulasi dari pembuatan Injeksi Camphora Oleosa? 2. Bagaimana cara pembuatan Injeksi Camphora Oleosa? 3. Bagaimana cara sterilisasi Injeksi Camphora Oleosa?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui formulasi Injeksi Camphora Oleosa 2. Mengetahui cara pembuatan Injeksi Camphora Oleosa 3. Mengetahui cara sterilisasi Injeksi Camphora Oleosa
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler. Menurut buku “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi” injeksi adalah sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan. Menurut Ansel, Syarat-syarat obat suntik : 1. Harus aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efektoksik. 2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat kecuali yang berbentuk suspensi. 3. Tidak berwarna, kecuali bila zat berkhasiatnya berwarna. 3
4. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH=7,4 (harus sama dengan pH cairan tubuh) agar bila diinjeksikan ke tubuh tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat optimal. 5. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose darah/cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis. 6. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. 7. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali penyuntikan. Umumnya injeksi digolongkan sebagai berikut : 1. Injeksi intradermal atau intracutan (i.c) Umumnya larutan atau suspense dalam air, digunakan untuk diagnose, volume lebih kurang 100 ul sampai 200 ul. 2. Injeksi subcutan (s.c) atau hipoderma Umumnya larutan isotonus dengan kekuatan sedemikian rupa hingga volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Dapat ditambahkan vasokontriktor seperti Epinefrina untuk melokalisir efek obat. 3. Injeksi intramuscular (i.m) Larutan atau suspense dalam air atau dalam minyak, volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikkan volume besar dilakukan dengan perlahanlahan untuk mencegah rasa sakit. 4. Injeksi intravenus (i.v) Umumnya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. 5. Injeksi intrarterium (i.a) Umumnya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml, digunakan jika efek obat diperlukan segera dalam daerah periferi. Tidak boleh mengandung bakterisida. 4
6. Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd) Larutan hanya digunakan untuk keadaan gawat, disuntikkan ke dalam otot jantung atau ventrikulus. Tidak boleh mengandung bakterisida. 7. Injeksi intratekal (i.t) Larutan umumnya tidak lebih dari 20 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida dan diracik dalam wadah dosis tunggal. 8. Injeksi intraartikulus Larutan atau suspense dalam air, disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. 9. Injeksi intrabursa Larutan atau suspense dalam air, disuntikkan ke dalam bursa subacromilis atau bursa olecranon. 10. Injeksi subkonjungtiva Larutan atau suspense dalam air untuk injeksi selaput lender mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 ml.
Dalam hal ini Injeksi Camphora Oleosa disuntikkan dengan cara intramuscular (IM) dan subcutan (SC) . Pemberian obat lewat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian lewat intravena. Larutan air atau minyak atau suspense bahan obat dapat diberikan lewat intramuscular. Volume yang umum diberikan lewat intramuscular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml bila disuntikkan di daerah gluteal dan 2 ml bila di deltoid. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 403). Pemberian obat lewat subkutan digunakan untuk menyuntikkan sejumlah kecil obat. Obat disuntikkan dibawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di jaringan interstitial longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong. Volume suntikan subkutan jarang lebih besar dari 2 ml. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 404). Vial adalah untuk wadah dosis berganda, dilengkapi dengan penutup karet dan plastik untuk memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Kecuali dinyatakan lain dalam monograf, obat suntik dosis berganda diharuskan mengandung zat pengawet antimikroba. Kecuali jika ditentukan khusus, wadah dosis 5
berganda tidak boleh lebih besar dari 30 ml kapasitasnya. Wadah dosis berganda yang lazim mengandung ± 10 dosis lazim obat suntik tetapi besarnya dosis berbeda-beda tergantung pada masing-masing sediaan dan pabrik. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 433) Menurut pelarut dan zat pembawa yang digunakan dalam obat suntik, terbagi 2 yaitu: 1. Zat pembawa berair, Umumnya air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk injeksi berair. Zat pembawa berair harus harus memenuhi syarat uji pirogenitas.
Air untuk injeksi, Aqua pro injection dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditambung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus di sterilkan dengan cara sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara, dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan, dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A segera setelah diwadahkan.
2. Zat pembawa tidak berair, umumnya digunakan minyak untuk injeksi. Meliputi minyak lemak, ester asam lemak tinggi baik alam ataupun sintetis. Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat Olea Pingula dan memenuhi syarat berikut :
Harus jernih pada suhu 10°
Tidak berbau asing atau tengik
Bilangan asam 0,2 sampai 0,9
Bilangan iodium 79 sampai 128
Bilangan penyabunan 185 sampai 200
Harus bebas minyak mineral
Dalam hal ini, Injeksi Camphora Oleosa dibuat dengan zat pembawa minyak (olea neutralisata ad injection) yang dalam formula ini digunakan adalah oleum olivarum.
6
Menurut cara dibuatnya, sediaan injeksi steril dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu: 1. Na steril (Sterilisasi akhir), yaitu obat disterilkan di akhir setelah proses pembuatan. Hal ini biasa dilakukan pada bahan obat yang tahan pemanasan. Alat yang digunakan dicuci bersih dan bahan obat baru disterilkan pada akhir proses pembuatan dengan wadah yang sudah tertutup rapat dan siap dikemas.
2. Aseptis, dalam hal ini seluruh alat dan bahan yang digunakan harus steril sebelum proses pembuatan dimulai. Cara kerja ini digunakan untuk obat-obatan yang sama sekali tidak tahan pemanasan. Dalam hal ini Injeksi Camphora Oleosa dibuat dengan cara Aseptis karena bahan obat yang digunakan tidak tahan pemanasan.
2.2 Preformulasi 2.2.1 Zat Aktif Kamfer (BM : 152,24)
Deskripsi
: Kamfer diperoleh dari Cinnamomum camphora (L.) Nees et Ebermayer atau dibuat secara sintetik
Pemerian
: Hablur butir atau massa hablur; tidak berwarna atau putih; bau khas, tajam; rasa pedas dan aromatik
Kelarutan
: Larut dalam 700 bagian air, dalam 1 bagian etanol (95%) P, dalam 0,25 bagian kloroform P; sangat mudah larut dalam eter P; mudah larut dalam minyak lemak.
Khasiat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk
Literatur
: Antiiritan
: Farmakope Indonesia edisi ketiga 1979. Hal 130
7
2.2.2 Zat Tambahan Klorbutanol
Deskripsi
: Klorbutanol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C4H7CI3O.1/2H20
Pemerian
: Hablur; tidak berwarna; bau dan rasa khas apek dan agak mirip kamfer, mudah menguap
Kelarutan
: Larut dalam 130 bagian air, dalam 0,6 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian gliserol P dan dalam minyak atsiri; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Khasiat
: Pengawet
: Farmakope Indonesia edisi ketiga 1979. Hal 146
Literatur
Oleum Olivae (Minyak Zaitun)
Deskripsi
: Minyak zaitun adalah minyak lemak yang diperoleh dari buah masak Olea europaea linne (familia Oleaceae).
Pemerian
: Minyak, berwarna kuning pucat atau kuning kehijauan terang; bau dan rasa khas lemah dengan rasa ikutan agak pedas.
Kelarutan
: Sukar larut dalam etanol; bercampur dengan eter, dengan kloroform, dan dengan karbon disulfide.
Khasiat
: Pelarut
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat dan hindarkan dari panas berlebih.
Literatur
: Farmakope Indonesia edisi IV hal 630
8
2.3 Pendekatan Formulasi
Dosis yang dipilih yaitu 10 ml
Wadah yang di gunakan vial berwarna coklat karena yang digunakan zat aktif harus terlindung dari cahaya
Sterilisasi injeksi aseptis karena bahan yang digunakan tidak tahan pemanasan.
Pada praktikum pembuatan Injeksi Camphora Oleosa ini digunakan minyak sebagai pelarutnya karena zat aktif tersebut mudah larut dalam minyak. Injeksi merupakan sediaan steril maka minyak yang digunakan adalah olea neutralisata ad injection yang dalam formula ini digunakan oleum olivarum.
Wadah yang digunakan harus terhindar dari cahaya, karena zat aktif dapat rusak jika terkena cahaya.
2.4 Formulasi Injeksi Camphorae Oleosa 3 vial 10 ml (Goeswin Agoes hal.291) R/ Kamfer
10
Oleum olivarum neutralisatum ad injection ad 100 ml
Formulasi yang dibuat : R/ Kamfer Chlorbutanol
10 3%
Oleum olivarum neutralisatum ad injection ad 100 ml
Sterilisasi : Oven 150o C selama 1 jam Wadah
: Vial 10 ml
Prinsip
: Aseptis
Cp
: s.c, i.m 9
KR/
:
OTT
:
Usul
: 1. Alat-alat dianggap steril (beaker glass, corong, gelas ukur, kaca arloji, vial, karet pipet, pipet, tutup aluminium vial, tutup karet vial, sudip) 2. Bahan obat (kamfer dan chlorbutanol) dianggap steril 3. Vial dianggap terlindungi dari cahaya dan berwarna coklat
2.4 Perhitungan Vial yang akan dibuat sebanyak 3 buah @10ml V’ = 10 ml + 0,7 ml = 10,7 ml V = (n x v’)’ = 3 x 10,7 = 32,1 ml ~ 40 ml. * Catatan :Karena bahan obat tidak bisa disaring (minyak) maka perhitungan penyaringan {V = (n x v’)’ + (2x3)} tidak digunakan.
Bahan : 40 𝑚𝑙
1. Kamfer
: 10 𝑔 𝑥
2. Chlorbutanol
: 0,03 g x 100 𝑚𝑙 = 0,012 g
3. Oleum olivarum neutralisatum ad injection ad
: 100 𝑚𝑙 𝑥
100 𝑚𝑙
=4𝑔
40 𝑚𝑙
40 𝑚𝑙 100 𝑚𝑙
= 40 𝑚𝑙
2.5 Penimbangan 1. Kamfer
:4g
2. Chlorbutanol
: 0,012 g
3. Oleum olivarum neutralisatum ad injection ad
: 40 ml 10
2.6 Alat dan Bahan Alat :
Spatel logam
Pinset logam
Kaca arloji
Gelas ukur
Beaker glass
Batang pengaduk
Pipet tetes dan karet pipet
Vial
Karet tutup vial dan tutup aluminium
Lumpang dan alu
Alkohol 95%
Spiritus
Sudip
Bahan :
Kamfer
Chlorbutanol
Oleum olivarum neutralisatum ad injection
11
2.7 Cara Kerja Teknik sterilisasi
: Aseptis
Sterilisasi alat dan bahan No
1
2
3
4
5
6
Alat dan Bahan
Sterilisasi
Spatel logam, pinset logam,
Flambir
batang pengaduk, kaca arloji
20 detik
Gelas ukur, pipet, corong,
Autoklaf 121°
tutup alumunium
15 menit
Vial, beaker glass
Oven 170° 30 menit
Karet pipet dan karet tutup
Direbus
botol
30 menit
Mortir dan stamper
Dibakar dgn alkohol 95%
Oleum olivarum
Oven 150ºC
neutralisatum
1 jam
Literatur
Waktu Mulai
Akhir
Watt I : 45
Dilakukan
Steril
Watt I : 77
Dianggap
Steril
Watt I : 139
Dianggap
Steril
Watt I : 53
Dianggap
Steril
Watt I : 45
Dilakukan
Steril
Watt I: hal.27
Dilakukan
Steril
12
Cara pembuatan 1.
Sterilkan alat dan bahan
2.
Timbang bahan obat, kemudian sterilkan
3.
Masukkan Kamfer dan Chlorbutanol dalam lumpang gerus ad halus, larutkan dengan oleum olivarum neutralisatum sebagian yang sudah steril
4.
Masukkan ke dalam beaker glass yang telah dikalibasi, tambahkan sisa oleum olivarum neutralisatum aduk ad homogen
5. Masukkan ke dalam vial masing-masing 10 ml, tutup vial dengan tutup karet dan tutup dengan alumunium vial 6.
Beri etiket dan kemas dalam dus beserta brosur
2.8 Evaluasi Hasil Sediaan Uji keseragaman bobot atau volume : Tujuan dari uji keseragaman bobot atau volume adalah untuk mengetahui volume sediaan apakah tetap atau berubah antara sebelum dan sesudah proses sterilisasi dan apakah ada penyusutan. Pengujian keseragaman volume berkaitan dengan uji kebocoran. Untuk injeksi dalam bentuk cairan.
13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Injeksi Camphora Oleosa merupakan injeksi yang dibuat dengan prinsip Aseptis karena zat yang digunakan tidak tahan dengan pemanasan. Injeksi Camphora menggunakan zat pembawa minyak yaitu minyak zaitun netral untuk injeksi. Disterilkan dengan pemanasan kering dalam oven pada suhu 150oC selama 1 jam. Injeksi Camphora disuntikkan dengan cara intramuscular (i.m) atau subkutan (s.c). Pemberian secara intramuskular atau subkutan digunakan untuk menyuntikkan sejumlah obat. Secara intramuskular, obat disuntikkan pada jaringan otot yang umumnya dilakukan di otot bokong atau paha. Secara subkutan, obat disuntikkan pada jaringan adiposa di bawah kulit yaitu pada permukaan terluar dari lengan atau paha. Injeksi camphora oleosa ini digunakan sebagai obat kuat jantung dan sebagai analeptika (Wattimena hal 27).
3.2 Pengemasan Wadah
: 3 vial @ 10 ml
Etiket
: Biru
Kemasan
: Vial dalam dus
Dus dan Brosur
: Terlampir
Dosis
: i.m injection = 2 ml – 10 ml / hari (Wattimena Hal : 27) s.c injection = 0,5 – 2 ml / hari (Martindale 28th edition)
14
Daftar Pustaka
1. Anonim, Farmakope Indonesia edisi III. 1979. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2. Anonim, Famakope Indonesia edisi IV. 1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indoesia. 3. The Council of The Pharmaceutical Society of Great Bitain. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press 4. Ansel, C.Howard, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. 2008. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). 5. Agoes, Goeswien, Sediaan Farmasi Steril. 2009. Bandung: Penerbit ITB. 6. Tim Penyusun. Buku Pedoman Praktikum Formulasi Sediaan Steril. 2010. Jakarta: Politeknik Kesehatan Kementrian Jakarta II. 7. Wattimena, J.R, Drs, M.Sc. 1968. Dasar – dasar Pembuatan dan Resep – resep Obat Suntik. Bandung: Tarate Bandung.
15
LAMPIRAN
Dus
Etiket
16
Brosur
17