MAKALAH ANALISIS PEMBELAJARAN EKONOMI nnectii onism ni sm dalam Pembelajaran Implikasi Teori C onnect
“
”
Disusun oleh : Ridwan Effendi
(S991708012)
Yayan Winardi
(S991708017)
Dosen Pengampu : Dr. Sutarno, M.Pd. .
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017
Daftar Isi KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i BAB I .................................................................................................................................. 4 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4 A.
Latar Belakang .......................................................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C.
Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................. 6 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6 A.
Pengertian Teori Belajar Connectionism ................................................................ 6
B.
Konsep Teori Connectionism.................................................................................... 6
C.
Penemu Teori Connectionism dan Ahli Yang Mengembangkannya .................... 9
D.
Implikasi dan Penerapan Teori Connectionism dalam Pembelajaran ............... 10
BAB III ............................................................................................................................. 12 PENUTUP ........................................................................................................................ 12 A.
Simpulan .................................................................................................................. 12
B.
Saran ........................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, atas rahmat dan karunia-NYA lah diantaranya kita telah mampu menyelesaikan makalah mata kuliah Analisis Pembelajaran Ekonomi. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang teah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti saat ini. Sebagai usaha meningkatkan pemahaman akan materi ini utamanya tentang “Implikasi Teori Connectionism Dalam Pembelajaran”. Maka telah kami susun makalah ini dengan berbagai sumber sebagai penguat dari materi ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Surakarta, September 2017
Penyusun,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Persoalan pendidikan merupakan persoalan semua elemen masyarakat mulai dari pemerintahan, masyarakat dan orangtua. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1, menyebutkan bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Ini menandakan bahwa pemerintah harus bisa menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena bangsa yang ingin maju adalah bangsa yang dengan sungguhsungguh
memperhatikan
dan
meningkatkan
pendidikan
bagi
rakyatnya.
Pendidikan merupakan indikator IPM ( Indeks Pembangunan Manusia) yaitu kesehatan, ekonomi dan pendidikan. Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokrasi belajar, yaitu pengajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai dengan karakteristiknya. Dengan memahami dan mempelajari mata kuliah belajar dan pembelajaran seorang calon guru dibekali pengetahuan, yang salah satunya berhubungan dengan teori-teori belajar. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia, sedangkan belajar merupakan kegiatan manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Agar kegiatan tersebut memperoleh hasil yang maksimal sesuai harapan. Tujuan dari mempelajari psikologi belajar adalah agar manusia mempunyai pemahaman lebih tentang individu, baik dirinya sendiri maupun orang lain serta dari hasil pemahamannya tersebut, seseorang diharapkan dapat bertindak ataupun memberikan perilaku yang lebih bijaksana. Belajar bukanlah kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi juga berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Belajar tidak hanya melibatkan yang benar saja, tetapi juga melibatkan yang tidak benar. Belajar tidak selalu dalam pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga dapat berkenaan dengan sikap, tingkah laku, serta kejiwaan dan perasaaan. Di dalam makalah ini akan dibahas tentang teori belajar yang merupakan hasil pemikiran dari Edward Lee Torndike yang disebut dengan teori belajar
koneksionisme dilengkapi dengan hukum-hukumnya dan aplikasinya atau implikasi dilapangan. Teori belajar connectionism termasuk ke dalam teori belajar Behaviorisme. B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian teori belajar connectionism? 2. Bagaimana konsep teori connectionism? 3. Siapa penemu teori connectionism? 4. Bagaimana
implikasi
dan
penerapan
teori
connectionism
pembelajaran? C. Tujuan Penulisan
1. Pengertian teori belajar connectionism. 2. Konsep teori connectionism. 3. Penemu teori connectionism. 4. Implikasi dan penerapan teori connectionism dalam pembelajaran.
dalam
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Teori Belajar Connectionism
Edward L. Thorndike dianggap sebagai ilmuwan behaviorisme terbesar sepanjang sejarah. Teori-teorinya mudah dan dapat dimengerti serta mudah diaplikasikan di dunia nyata. Beberapa teori yang mengusik pikiran para kritikus pendidikan adalah salah satu teori utamanya yang disebut dengan conectionisme (George : 2005). Menurut Edward Lee Thorndike (Thobroni 2012: 67) teori connectionism merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons. Menurut Thorndike (dalam Mustiningsih, 2009) teori ini mengartikan belajar adalah penguatan hubungan antara stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus yaitu apa saja dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal
lain yang dapat diterapkan melalui
alat indera.
Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. Stimulus dan respon merupakan upaya secara metodologis untuk mengaktifkan siswa secara utuh dan menyeluruh baik pikiran, perasaan dan perilaku. Salah satu indikadasi keberhasilan belajar terletak pada kualitas respon yang dilakukan siswa terhadap stimulus yang diterima dari guru. B. Konsep Teori Connectionism
Teori connectionism adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an, eksperimen Thondike ini menggunakan hewan untuk mengetahui fenomena belajar. Berdasarkan eksperimen itu, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon, itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan “S-R Psychology of learning ”. Untuk memperkuat stimulus – respon, Thorndike mengemukakan beberapa hukum atau ketentuan, yang terdiri dari hukum-hukum primer dan hukum-hukum sekunder (Thobroni dan Mustofa, 2012: 68-69), yaitu:
Hukum-hukum primer, terdiri dari: 1. Hukum kesiapan (law of readiness) Hubungan stimulus dengan respon akan bertambah kuat apabila didukung oleh adanya kesiapan untuk bertindak atau bereaksi sehingga respon atau reaksinya semakin mantap. 2. Hukum latihan (law of exercise) Hubungan stimulus-respon akan bertambah kuat apabila sering digunakan (law of use) dan akan berkurang erat atau lenyap jika jarang atau tidak pernah digunakan (law of disuse). Oleh karena itu untuk memperkuat hubungan stimulusrespon harus dilakukan banyak latihan, ulangan dan pembiasaan. 3. Hukum hasil (law of effect) Hubungan stimulus-respon bertambah kuat apabila disertai dengan perasaan senang atau puas. Karena itu membangkitkan rasa senang dengan memuji atau membesarkan hati anak lebih baik dalam mengajar daripada menghukum atau mencelanya. Hukum-hukum sekunder, terdiri dari: 1. Hukum reaksi bervariasi (Law of multiple response) Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 2. Hukum sikap (attitude) Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya. 3. Hukum aktifitas berat sebelah (prepotency of element) Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif). 4. Hukum respon (by analogy)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah. 5. Hukum perpindahan asosiasi (associative shifting) Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama. Hukum-hukum yang dikemukakan oleh Thorndike dalam kegiatan belajar di atas meskipun telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baik yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah, akan tetapi masih terdapat beberapa keberatan terhadap teori connectionisme ini (Purwanto, 2010:100), yaitu: 1.
Teori belajar ini menyebabkan pengajaran bersifat “Teacher Centered ”, yang terutama aktif adalah guru, gurulah yang aktif melatih dan menentukan apa yang harus diketahui siswa, sedangkan siswa sendiri pasif, kurang didorong untuk berpikir dan siswa terbiasa menunggu datangnya stimulus dari seorang guru.
2.
Teori ini lebih banyak ditujukan untuk pembentukan materi, yaitu lebih mengutamakan pembentukan materi pengetahuan siap untuk tujuan menumpuk pengetahuan sehingga siswa tidak menjadi intelektualistis tetapi verbalistis.
3.
Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
4.
Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga, yang dipentingkan dalam belajar ialah
memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulanganulangan yang terus-menerus. 5.
Karena
proses
belajar
berlangsung
secara
mekanistis,
maka
“pengertian” tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan “pengertian” sebagai unsur yang pokok dalam belajar. Thorndike dalam teori koneksionisme juga menyebutkan konsep transfer of training . Transfer of training yaitu hal yang didapatkan
dalam belajar bisa
digunakan untuk menghadapi atau memecahkan hal-hal lain yang sejenis atau berhubungan. Dalam dunia pendidikan transfer of learning ini sangat penting, Karena bila konsep ini tidak ada maka sekolah menjadi tidak berguna bagi masyarakat. Semua yang dipelajari di sekolah seharusnya bisa digunakan dalam kehidupan siswa di luar sekolah. Diperlukan usaha agar transfer of learning dapat terjadi secara optimal. Guru harus memilih bahan yang dipelajari itu agar mengandung kesamaan sebanyak mungkin dengan hal yang nantinya akan dihadapi oleh siswa, baik pada kehidupan sehari-hari maupun pada tingkat pendidikan selanjutnya (syah, 2001: 105). C. Penemu Teori Connectionism dan Ahli Yang Mengembangkannya
Teori connectionism ditemukan dan dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike (1874-1949). Edward Lee Thorndike lahir tanggal 31 Agustus 1874 di Williamsburg, dan meninggal tanggal 10 Agustus 1949 di Montrose, New York. Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and Social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911),
A Teacher’s Word Book
(1921), Your City (1939), dan Human Nature and the Social Order (1940). Thorndike juga dianggap sebagai pelopor di beberapa bidang, antara lain: 1. Learning theory. 2. Educational practice. 3. Verbal behavior.
4. Comparative psychology. 5. Intelligence testing. 6. Nature-nurture problem. 7. Transfer of learning. 8. Application of quantitatives measures to socio psychological problems. D. Implikasi dan Penerapan Teori Connectionism dalam Pembelajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Thorndike berkenaan dengan pembelajaran. 1. Perhatikan situasi murid. 2. Perhatikan respons apa yang diharapkan dan situasi tersebut. 3. Ciptakan
hubungan
respon
tersebut
dengan
sengaja,
jangan
mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya. 4. Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut. 5. Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubunganhubungan lain yang sejenis. 6. Buat hubungan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat perbuatan nyata. 7. Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi teori Koneksionisme dalam pembelajaran sangat tergantung pada pendidik. Pendidik (guru dan dosen) harus merancang pembelajaran sedemikian rupa agar proses transfer
stimulus dan
respon bisa optimal. Thorndike
berpendapat bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan siswa tahu apa yang telah diajarkan. Guru harus mengerti materi apa yang hendak diajarkan, respon apa yang diharapkan
dan
kapan
harus memberi hadiah atau
membetulkan respon yang salah. Maka tujuan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas. Tujuan pembelajaran harus masih dalam batas kemampuan belajar siswa dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi. Siswa akan lebih optimal mencapai tujuan pembelajaran jika beban belajarnya disesuaikan dengan usianya. Dalam hal ini
kurikulum sangat penting peranannya untuk membagi materi, metode dan alokasi waktu pembelajarannya. Proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. Sehingga, motivasi tidak begitu penting dalam belajar karena perilaku siswa terutama ditentukan oleh eksternal awards dan bukan instrinsik motivation. Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus. Bila siswa melakukan respon yang salah, harus segera diperbaiki, sebelum sempat diulang-ulang. Dengan
demikian
ulangan
yang teratur diperlukan sebagai
kontrol bagi guru, untuk mengetahui apakah siswa sudah melakukan respon yang benar atau belum terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Supaya guru mempunyai gambaran yang jelas dan tidak keliru terhadap kemajuan anak, ulangan harus dilakukan dengan mengingat hukum kesiapan. Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus segera diperbaiki. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin. Sehingga dapat terjadi transfer ilmu dari dalam kelas ke lingkungan di luar kelas. Materi yang diberikan kepada siswa harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah. Pelajaran yang sulit melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya. Implikasinya teori ini sangat mendorong siswa untuk berpacu untuk mencoba terhadap apa yang dia dapati ketika dalam belajar tersebut. Keinginan dirinya untuk melakukannya itu sangat mendorong teman-temannya untuk ikut ke dalam proses pembelajaran tersebut. (Aneka Makalah, 2012 , Makalah Penerapan Teori Koneksionisme
Thorndike,
http://www.anekamakalah.com/2012/12/penerapan-
teori-koneksionisme.html, diakses tanggal 21 september 2017). .
BAB III PENUTUP A. Simpulan
Teori connectionism merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons. Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar dan lima hukum tambahan. Hukum dasarnya adalah hukum kesiapan, hukum latihan, dan hukum akibat. Sedangkan hukum tambahannya adalah hukum reaksi bervariasi, hukum sikap, hukum aktivitas berat sebelah, hukum respon by analogy dan hukum perpindahan asosiasi. Thorndike dalam teori koneksionisme juga menyebutkan konsep transfer of training . Transfer of training yaitu hal yang didapatkan dalam belajar bisa digunakan untuk menghadapi atau memecahkan hal-hal lain yang sejenis atau berhubungan. Aplikasi teori Koneksionisme dalam pembelajaran sangat tergantung pada pendidik. Guru harus mengerti materi apa yang hendak diajarkan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon yang salah. Tujuan pembelajaran harus masih dalam batas kemampuan belajar siswa dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi. Proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. Motivasi tidak begitu penting dalam belajar karena perilaku siswa terutama ditentukan oleh eksternal awards dan bukan instrinsik motivation. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin. Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus segera diperbaiki. Pelajaran yang sulit melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya. Adapun implikasi dari teori connectionism dalam pembelajaran adalah teori ini sangat mendorong siswa untuk berpacu untuk mencoba terhadap apa yang dia dapati ketika dalam belajar tersebut. Keinginan dirinya untuk melakukannya itu sangat mendorong teman-temannya untuk ikut ke dalam proses pembelajaran tersebut.
B. Saran
Dalam proses pembelajaran connectionism ini sebaiknya dikombinasikan dengan teori lain dalam pengaplikasiannya. Kekurangan dari teori ini bisa dilengkapi dengan teori lain. Jadi pembelajaran yang dilakukan bisa lebih bermakna dan hasilnya bisa optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aneka Makalah. 2012. Makalah Penerapan Teori Koneksionisme Thorndike. http://www.anekamakalah.com/2012/12/penerapan-teori koneksionisme.html. diakses tanggal 21 september 2017 Boere, George. 2005. Sejarah Psikologi. Jakarta : Prima Shopie Rumini, Sri. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Penerbitan (UPP) Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya. Thabroni, M dan Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media