MAKALAH
GLOSITIS DAN KORELASINYA DENGAN PENYAKIT SISTEMIK
Disusun Oleh:
Adam Haviyan Nasrullah
G99171054
Maulidina Kurniawati
G99171025
Emanuel Rolandika
G99172067
Patricia Arindita Eka Pradipta
G99172133
Periode: 26 November 2018 – 2018 – 9 9 Desember 2018
Pembimbing: Christianie, drg., SpPerio
KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN
Lidah merupakan organ dalam rongga mulut penting pada tubuh manusia yang memiliki banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan, mengisap, menelan, persepsi rasa, bicara, respirasi, dan perkembangan rahang. Lidah dapat digunakan untukmelihat kondisi kesehatan seseorang sehingga digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kesehatan oral dan kese hatan umum pasien. Glossitis merupakan salah satu kelainan pada lidah berupa perubahan penampilan pada permukaan lidah akibat suatu peradangan akut ataupun kronis yang mengakibatkan lidah membengkak dan berubah warna.Kondisi ini dapat menyebabkan papilla di permukaan lidah menghilang. Papilla akan ber warna lebih putih dari daerah yang dikelilinginya. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan stress emosional, defisiensi nutrisi dan herediter. Keadaan ini biasanya terbatas pada dorsal dan tepi lateral dua pertiga anterior lidah dan hanya mengenai papilla filiformis sedangkan papilla fungiformis tetap baik. Papilla berisi ribuan sensor kecil yang disebut taste buds. buds. Radang parah yang mengakibatkan pembengkakan, kemerahan, dan nyeri, dapat mengubah cara penderita makan ataupun berbicara. Glossitis atau yang biasa disebut lidah geografik adalah umum dan mengenai kira – kira kira 1-2% penduduk. Paling sering mengenai wanita dan orangorang dewasa usia muda sampai pertengahan. Keadaan tersebut dapat timbul tibatiba dan menetap selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun.Terlihat hilang spontan dan kambuh kembali.Pada kasus yang berat, glossitis dapat menyebabkan tersumbatnya jalan pernafasan ketika lidah yang membengkak cukup parah sehingga membutuhkan perhatian segera.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. LIDAH A. Anatomi
Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun oleh otot lurik yang diliputi oleh membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot.Lidah merupakan bagian tubuh penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan respon rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Lidah sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan semua gerakan halus, sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan. Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan gigi dan akhirnya mendorongnya masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk dan keluar pada akarnya. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi gigi-gigi bawah, sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian atas lidah.
Gambar 1. Anatomi Lidah
B. Fungsi Lidah
1. Menunjukkan kondisi tubuh 2. Membasahi makanan di dalam mulut 3. Mengecap atau merasakan makanan a. Rasa Asin = Lidah Bagian Depan b. Rasa Manis = Lidah Bagian Tepi c. Rasa Asam = Lidah Bagian Samping d. Rasa Pahit = Lidah Bagian Belakang 4. Membolak-balik makanan 5. Menelan makanan 6. Mengontrol suara dan dalam mengucapkan kata-kata
II. GLOSITIS A. Definisi
Glositis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada lidah yang ditandai dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang halus dan mengkilat. Glositis bisa terjadi akut atau kronis. Penyakit ini dapat mencerminkan kondisi dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang gejalanya
muncul pada lidah. Keadaan ini dapat menyerang pada semua tingkatan usia. Kelainan ini sering menyerang pada laki- laki dibandingkan pada pada wanita.
Gambar 2. Glositis
B. Etiologi
Penyebab glositis dapat bermacam-macam, baik lokal maupun sistemik. 1. Lokal a. Infeksi ( streptococcal, streptococcal, candidiasis, candidiasis, TB, HSV, EBV) b. Trauma (luka bakar) c. Iritan
primer
(alkohol,
tembakau,
makanan
pedas,
permen
berlebihan) 2. Sistemik a. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam folat) b. Anemia (kekurangan Fe) c. Reaksi alergi d. Penyakit kulit (lichenplanus (lichenplanus,, erythema multiforme, multiforme, syphilis, syphilis, lesi apthous) apthous) e. HIV (candidiasis (candidiasis,, HSV, kehilangan papillae) f. Obat lanzoprazole, amoxicillin, metronidazole.
Faktor resiko : 1. Seorang pecandu alcohol 2. Seorang perokok 3. Memiliki riwayat keluarga menderita glossitis 4. Mengunyah tembakau 5. Sebelumnya ada riwayat trauma gigi
Kadangkala penyebab dari glossitis ini adalah keturunan. Suatu pemeriksaan yang mendalam merupakan hal yang perlu dilakukan guna untuk mendapatkan penyebab dari glossitis ini secara pasti. Kadangkala bila penyebabnya tidak jelas dan tidak ada kemajuan setelah dilakukan perawatan, maka perlu dilakukan biopsi. Pada beberapa kasus, glositis akan menyembuh pada pasien dengan rawat jalan. Rawat inap diperlukan bila pembengkakan pada lidah ini membesar dan menghalangi jalannya udara yang dihirup.
C. Klasifikasi
1. Idiopathic Glossitis Inflamasi pada membran mukosa dan otot lidah secara keseluruhan. 2. Atrophic Glossitis (Hunter’s Glossitis) Ditandai dengan kondisi lidah yang kehilangan rasa karena degenerasi ujung papil (bagian menonjol pada selaput yang berlendir di bagian atas lidah).Perasaan lidah terbakar yang menyebar ke bagian mulut lain yang biasanya dipicu oleh adanya ulserasi. Lidah terlihat licin dan mengkilat baik seluruh bagian lidah maupun hanya sebagian kecil. Penyebab yang paling sering biasanya adalah kekurangan zat besi.Jadi banyak didapatkan pada penderita anemia.
Gambar 3. Atropic glossitis
3. Herpetic Geometric Glossitis Terdapat retakan pada dorsum lidah yang bercabang- cabang.
Gambar 4. Herpetic Geometric Glossitis
4. Benign Migratory Glossitis Ditandai dengan eritema yang dikelilingi garis putih serpiginosa dan hiperkeratotik.
Gambar 5. Benign Migratory Glossitis
5. Median Rhomboid Glossitis Ditandai dengan kemerahan dan hilangnya papillae di bagian dorsum lidah di garis tengah di depan papillae sirkumvalata.
Gambar 6. Median Rhomboid Glossitis
D. Patogenesis
Glossitis dapat diartikan sebagai radang pada lidah, atau secara umum merupakan suatu inflamasi dengan depapilasi pada daerah dorsal lidah, sehingga hanya tersisa permukaan yang halus dan berwarna merah (Scully, 2008). Glossitis biasanya diakibatkan oleh defisiensi nutrisi dan tidak terasa sakit atau merasa tidak nyaman (McMillan et al., 2016). Beberapa penyebab dari glossitis : 1. Anemia Anemia defisiensi besi seperti yang terjadi pada saat menstruasi atau perdarahan pada gastrointestinal dapat menyebabkan depapilasi dan atrofi pada papil lidah, sehingga menyebabkan lidah menjadi terlihat halus dan berkilau, disertai dengan pucat pada bibir (Treister dan Bruch, 2010). 2. Defisiensi Vitamin B 3. Infeksi Spesies candida secara umum menyebabkan glossitis dengan eritema, rasa terbakar dan atrofi (Chi et al., 2010).
E. Gejala dan Tanda
Pasien dengan glossitis biasanya akan merasakan rasa terbakar pada lidah. Pasien juga biasanya akan merasakan rasa tidak nyaman yang dirasakan pada lidah. Pada pemeriksaan lidah akan terlihat eritema, terutama pada daerah dorsum dan seringkali juga menyebar ke daerah lateral pada lidah. Pada daerah yang mengalami eritema, struktur lidah normal tidak terlihat, yaitu dengan hilangnya papil filiformis dan atrofi pada mukosa. Mengitari daerah eritema terdapat batas yang jelas, hiperkeratosis, dengan garis serpiginous berwarna putih-kuning tidak teratur (Kelsch, 2018).
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari glossitis dapat berupa kanker pada mukosa oral, luka bakar kimia, stomatitis, fissure lidah, lichen planus¸ candidiasis mukosa, psoriasis (Kelsch, 2018).
G. Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan
adalah
untuk
mengatasi
peradangan.
Penatalaksanaan pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut dilakukan dengan pemberian obat-obatan secara oral. Pengobatan glositis tergantung pada penyebabnya. Antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi inf eksi bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi besi, maka diperlukan suplemen zat besi.Obat kumur yaitu campuran setengah teh, baking soda dan dicampur dengan air hangat. Bila pembengkakan dirasakan parah, bisa diberikan kortikosteroid. Topikal kortikosteroid juga mungkin berguna untuk penggunaan sesekali misalnya triamcinolone dalam pasta gigi yang diterapkan beberapa kali sehari. Kebersihan mulut yang baik sangat penting. Hindari iritasi seperti tembakau, panas, pedas makanan dan alcohol (Langlais, 2001).
H. Komplikasi
1. Airway Obstruksi
Udara yang masuk melalui mulut tersumbat karena lidah mengalami pembengkakan. 2. Disfagia Disfagia (dysphagia) adalah kesulitan menelan makanan.Kondisi ini biasanya menjadi tanda adanya masalah pada tenggorokan atau kerongkongan.Sebagian pasien dengan disfagia mengalami kesulitan menelan beberapa jenis makanan tertentu dan cairan. Pada kasus lain, pasien mengalami gangguan mekanisme menelan parah. Kondisi ini terjadi karenaadanya masalah pada otot dan saraf tenggorokan atau kerongkongan dan karena terjadinya penyumbatan pada tenggorokan atau kerongkongan. 3. Disfonia Disfonia adalah gangguan produksi suara. Orang yang menderita disfonia dapat mengeluarkan suara serak atau tidak ada suara sama sekali. Ada banyak penyebab disfonia, baik karena keganasan atau nonkeganasan (Pindborg, 2009).
I. Prognosis
Dalam beberapa kasus, glossitis bisa menyebabkan lidah bengkak yang dapat menghambatjalan nafas.Namun dengan penanganan yang tepat dan adekuat, gangguan pada lidah ini dapat diatasi dan dicegah kekambuhannya (Langlais, 2001).
J. Pencegahan
1. Kebersihan rongga mulut merupakan hal yang harus dilakukan. 2. Sikat gigi dan penggunaan dental floss atau benang gigi 3. Jangan lupa untuk membersihkan lidah setelah makan. 4. Kunjungi dokter gigi secara teratur. 5. Jangan gunakan bahan bahan obat atau makanan yang merangsang lidah untuk terjadi iritasi atau agent sensitisasi. Bahan bahan ini termasuk makanan yang panas dan beralkohol.
6. Hentikan merokok dan hindari penggunaan tembakau dalam jenis apapun. 7. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter bila gangguannya bertambah parah. 8. Bila lidah sudah menghalangi jalan nafas oleh karena proses enlargement, bila hal ini terjadi, mutlak diperlukan perawatan yang lebih intensif (Pindborg, 2009).
III. KORELASI GLOSITIS DAN PENYAKIT SISTEMIK A. Glositis dan Anemia Defisiensi Besi
Besi adalah elemen nutrient esensial dalam tubuh dan sangat penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi semua sel. Sekitar 3-5 g zat besi disimpan dalam tubuh dengan mayoritas berada dalam darah dan beristirahat di hati, sumsum tulang, dan otot dalam bentuk heme. Sekitar 1-2 mg zat besi hilang setiap hari, melalui kulit, desquamation enterik, dan kehilangan darah ringan. Absorpsi usus menyeimbangkan kehilangan ini. Besi berperan animperatif dalam transportasi oksigen, transfer elektron, dan berfungsi sebagai kofaktor banyak sistem enzim, seperti enzim penghasil peroksida dan enzim penghasil nitrogen oksida yang penting bagi sel kekebalan untuk berfungsi secara normal. Tanda-tanda oral anemia defisiensi besi termasuk beberapa kondisi seperti mukosa pucat, atrofi mukosa, stomatitis, atrofik glossiti s, cheilosis, varicosities lingual, angular cheilitis, lichen planus oral, berbagai bentuk kandidiasis, dan aphthous ulcers. Atrofik glositis adalah adalah istilah yang digunakan untuk untuk “papila lidah yang rata” yang mengarah mengarah ke lidah yang halus dan kemerahan yang mungkin menyerupai geographic tounge atau glossitis migratory. Tampakan mengkilap/pendatara dari dorsum lidah merupakan hasil dari atrofi atau hilangnya papilla filliformis pada awalnya, karena papilla ini paling rentan untuk defisiensi nutrisi diikuti oleh papillae fungiformis. Kondisi ini bersifat reversibel, pada suplementasi nutrisi yang tepat dan
regenerasi papila yang hilang akan terjadi. Dalam kasus yang lebih parah, lidah mungkin akan menjadi lunak.
Gambar 7. (KIRI) Stomatitis pada pada mukosa bucal kanan pada pasien anemia.
(KANAN) Atrofik glossitis pada pasien anemia
Perubahan atrofi merupakan akibat dari defisiensi satu atau lebih sistem
enzim
oksidase.
kekurangan
besi
atau
ketidakmampuan
menggunakan besi akan mengganggu enzim sitokhrom. Ariboflavinosis atau defsiensi nicotinic acid akan menghambat sistem ensim flavine dan pyridine. Pada anemia defsiensi besi awalnya pinggir pinggir lidah akan memerah kemudian papila mengalami atrofi, warna lidah menja di lebih pucat. Lidah mengalami atrof dan berwarna merah magenta terjadi pada defsiensi riboflavin. Atrofi lidah berwarna merah terang diduga terdapat hiponutrisi nicotinic acid ataupellagra. Mekanisme defsiensi mikronutrient seperti zat besi akan menghambat proliferasi mukosa. Karena, sel-sel pada papila lidah memiliki kemampuan “turn over” yang tinggi, defsiensi terhadap mikronutrien yang digunakan untuk proliferasi dan stabilisasi membran sel akan menyebabkan depapilasi lidah. Defisiensi nutrisi juga akan mengubah keadaan flora mikrobial yang berkontribusi menyebabkan terjadinya glossitis.
Semua efek fisiologis defisiensi besi tergantung pada tingkat keparahan anemia, penurunan kemampuan pengangkutan oksigen darah dan protein yang mengandung besi (Wu et al. 2014). Banyak ulasan yang menggambarkan atrofi oral dan gastric epithelium dan perubahan kuku pada individu sebagai perubahan noneritroid yang paling utama pada manusia dan hewan. Perubahan oral adalah yang paling umum dan signifikan, dengan glossitis atrofik, angular cheilitis, dan sindrom Plummer Vinson yang ditandai dengan disfagia postkrikoid yang paling umum. Besi merupakan elemen penting untuk pertumbuhan dan pematangan semua sel. Rennie et al. (1982) dalam penelitian mereka pada ketebalan sel epitel pada subjek defisiensi besi menyatakan bahwa penurunan signifikan pada ketebalan epitel total dan terutama ketebalan kompartemen thematuration, bersama dengan tingkat enzim yang rendah dalam epitel bucal. Richie et al. (2008) juga mengkonfirmasi temuan serupa dengan mengamati bahwa pemeriksaan histologis mukosa mulut pada anemia defisiensi besi mengungkapkan atrofi diafragma dengan penipisan lamina propria dari jaringan penghubung. penghubung. Penurunan kadar besi yang terus di dalam darah mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang membawa pasokan oksigen yang tidak adekuat ke jaringan mukosa mulut dan akhirnya menyebabkan atrofi mukosa (Rennie et al. 1982; Wu et al. 2014).
B. Glositis dan Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya patologi oral seperti gingivitis, periodontitis, candidiasis, oral lichen planus, planus , lesi premalignant seperti leukoplakia leukoplakia dan malignansi oral. Kadar glukosa yang tinggi pada saliva dapat meningkatkan pertumbuhan yeast. Tingginya frekuensi infeksi Candida albicans dan perubahan mikrovaskular pada pasien diabetes menyebabkan tingginya frekuensi terjadinya lesi atrofi lidah dan geographic dan geographic tongue pada tongue pada penderita diabetes. Median diabetes. Median Rhomboid
Glossitis dapat terjadi karena merupakan manifestasi dari candidiasis kronis (Ghabanchi et al., 2011). Median rhomboid glossitis glossitis dapat terjadi pada penderita diabetes melitus. Hal ini dapat disebabkan akibat manifestasi kronis dari candidiasis
pada
penderita
diabetes.
Tingginya
kadar
candida
pseudohyphae pada penderita diabetes melitus diyakini sebagai faktor yang menyebabkan median rhomboid glossitis. glossitis . Hal ini dapat disebabkan karena pada penderita diabetes, kadar glukosa pada saliva dapat meningkat yang menyebabkan pertumbuhan candida menjadi meningkat, disertai dengan berkurangnya immunoglobulin antifungal pada saliva. Pada pemeriksaan lidah dapat ditemukan atrophic “bald” spot pada pada daerah tengah lidah, bagian posterior dan anterior. Biasanya lidah akan terlihat halus dan datar (Ranjan dan Rajan, 2016).
C. Glositis dan HIV
Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen yang penting pada status kondisi kesehatan pasien dengan HIV-AIDS secara umum. Pada pasien dengan HIV-AIDS, spektrum manifestasi klinis pada gigi dan mulut sangatlah luas. Manifestasi klinis HIV pada gigi dan mulut didapatkan pada 30-80% pasien. Manifestasi klinis HIV pada gigi dan mulut dapat dikelompokkan menjadi: 1. Infeksi: bakteri, fungi, virus 2. Neoplasma: Kaposi’s sarcoma, nonnon-Hodgkin’s lymphoma 3. Dimediasi oleh imun: aphthous mayor, necrotizing stomatitis 4. Lainnya: penyakit parotis, nutrisional, xerostomia 5. Manifestasi pada gigi dan mulut sebagai efek samping dari terapi antiretroviral Sebenarnya tidak terdapat lesi oral khusus yang hanya berkaitan dengan HIV-AIDS. Akan tetapi, terdapat manifestasi klinis tertentu seperti kandidiasis oral dan oral hairy leukoplakia yang leukoplakia yang sangat sering berkaitan
dengan HIV-AIDS dan dianggap sebagai bagian dari penyakit AIDS, juga diikutsertakan dalam klasifikasi klinis HIV oleh CDC. Pada pasien dengan infeksi HIV, terdapat supresi imun terhadap imunitas yang dimediasi oleh sel seiring dengan perkembangan penyakit. Akan tetapi, di waktu yang sama pula, terdapat aktivasi imunitas sel B yang abnormal. Gangguan pada sistem imun ini juga dapat menyebabkan berbagai manifestasi oral yang bermacam-macam, diantaranya adalah aphthous ulcer dan necrotizing stomatitis.
Gambar 8. Aphthous ulcer pada pasien dengan HIV
Aphthous ulcer merupakan manifestasi oral yang dimediasi oleh imun yang berkaitan dengan HIV yang paling banyak terjadi. Ulcer ini dapat berukuran besar, soliter maupun multipel, kronis, dalam, dan nyeri. Seringkali berlangsung lebih lama pada populasi pasien seronegative dan kurang responsif terhadap terapi.
Gambar 9. Necrotizing ulcerative periodontitis
Necrotizing stomatitis merupakan ulserasi yang akut dan sangat nyeri, yang seringkali dapat hingga mencapai tulang dan menyebabkan kerusakan jaringan berat. Lesi ini bisa jadi merupakan varian dari major aphthous ulceration, akan tetapi terjadi pada ar ea yang dekat dengan tulang dan berkaitan dengan penurunan sistem imun yang berat. Lesi ini juga dapat terjadi pada area edentulosa (Bajpai dan Pazare, 2010).
D. Glositis dan Imunoterapi Imunoterapi
Menurut studi United Kingdom Children’s Cancer Study Group dan Pediatric Oncology Nurses Forum atau UKCCSG-PONF (2006), prevalensi
terjadinya
disfungsi
rongga
mulut
akibat
kemoterapi
diperkirakan mencapai 30-75% dalam setiap siklusnya. Literatur dari Cancer Care Nova Stovia (CCNS) tahun 2008, mengatakan bahwa angka prevalensi disfungsi rongga mulut lebih besar lagi, yaitu sekitar 45-80%. Berdasarkan systematic review yangdilakkukan oleh Keefe, et al. (2007) dan Eilers (2004), intervensi penanganan disfungsi rongga mulut diantaranya adalah oral care yang berkualitas, pemberian agen anti septic, pembersih mulut (multiagent mouthwashes), agen anti inflamsi, growth factor, cytokine-like agent serta berbagai agen alamiah lain yaitu chamomile, kamilosan cair dan madu. Toksisitas oral dari immunoterapi berkembang lebih jarang daripada toksisitas kulit. Namun, perubahan oral mungkin jarang dilaporkan karena efek samping yang kurang simtomatik. Mukositis yang diinduksi kemoterapi mungkin memerlukan penyesuaian dosis. Lesi oral cukup spesifik secara klinis, dan pemeriksaan sistematis mukosa mulut sangat dianjurkan sebagai bagian dari pemantauan pasien yang diobati dengan obat-obatan immunosupresif. Diperlukan skring dini dan manajemen yang tepat untuk membatasi risiko mukolitis/glossitis, dan modifikasi dosis demi mempertahankan kualitas hidup pasien (Vigarios, 2017).
Gambar 10. Mukositis yang meluas dari sisi lateral ventral lidah
diinduksi oleh kemoterapi (mukosa tidak berkeratin)
Gambar 11. A. Grade 1 mucositis dengan panitumumab (antibodi
monoclonal penargetan EGFR). B. Mucositis diinduksi oleh afatinib (pan-HER tirosin inhibitor kinase). C. Mukosa yang melibatkan mukosa labial yang diinduksi oleh erlotinib dalam monoterapi (anti EGFR). D. Diffuse radio-induced mucositis mempengaruhi mukosa keratin (dorsum lidah). E Nilai risiko tinggi ≥3 mucositis diinduksi oleh radioterapi dan cetuximab cetuximab kepala dan leher. F. Mucositis
diinduksi oleh cetuximab dan kemoterapi (carboplatin dan 5FU) dalam kombinasi).
Tabel 1. Perubahan Mukosa Oral yang Terkait dengan Penggunaan Obat Immunoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Bajpai S, Pazare AR. 2010.Oral manifestations of HIV. Contemp Clin Dent.1(1):1Dent. 1(1):15. Bhattacharya PT dan Misra SR. 2017. Effects of Iron Deficiency on theOropharyngeal Region: Signs, Symptoms,and Biological Changes Chi AC, Neville BW, Krayer JW, Gonsalves WC. 2010. "Oral manifestations of systemic disease". Am Fam Physician (review). 82(11): 1381 – 8. 8. PMID 21121523. Dennis M, Bowen, W.T., Cho.L., 2012, Mechanism of Clinical Signs, Signs, Elsevier, Australia Emmanuelle Vigarios, Joel B. Epstein, Vincent Sibaud. 2017. Oral Mucosal Changes Induced by Anticancer Targeted Therapies And Immune Checkpoint Inhibitors. USA: Support Care Cancer (2017) 25:1713 – 25:1713 – 1739. 1739. Ghabanchi, J., Tadbir AA., Darafshi, R., Sadegholvad, M. 2011. The Prevalence of Median Rhomboid Glossitis in Diabetic Patients: A Case-Control Study. Iran Red Crescent Med J 2011; 13(7):503-506 Langlais RP, Miller CS. 2001. Atlas 2001. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim . Alih bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates. 2001: 46. McMillan, Roddy; Forssell, Heli; Buchanan, John Ag; Glenny, Anne-Marie; Weldon, Jo C.; Zakrzewska, Joanna M. 2016. "Interventions for treating burning mouth syndrome". syndrome". The Cochrane Database of Systematic Reviews. 11: CD002779. doi:10.1002/14651858.CD002779 doi:10.1002/14651858.CD002779.pub3. .pub3. ISSN 1469-493X. PMID 27855478 Pindborg Jens J. 2009. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut . Alih bahasa: Lilian Yuwono. Jakarta: EGC. Scully, Crispian. 2008. Oral and maxillofacial medicine : the basis of diagnosis and treatment (2nd ed.). Edinburgh: Churchill Livingstone. p. 356. ISBN 9780443068188. Ranjan, R. and Rajan, S. 2016. Oral health manifestations in diabetic patients – patients – a review. International Journal of Community Health and Medical Research, 2, Pp.58-62.
Richie JP Jr, Kleinman W, Marina P, Abraham P, Wynder EL, Muscat JE. 2008 Blood iron, glutathione and micronutrient levels and the risk of oral cancer. Nutr Cancer 60(4):474 – 482 482 Taqwa. 2009. Kelainan Lidah. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.html (27 November 2018) Treister NS, Bruch JM (2010). Clinical oral medicine and pathology. New York: York: Humana Press. p. 149. ISBN 978-1-60327-519-4 978-1-60327-519-4.. Treister NS, Bruch JM. 2010. Clinical oral medicine and pathology. New York: Humana Press. p. 149. ISBN 978-1-60327-519-4. Wu YC, Wang YP, Chang JYF, Cheng SJ, Chen HM, Sun A. 2014. Oral manifestations and and bloodprofile in patients with iron deficiency anaemia. J Formos Med Assoc 113:83 Assoc 113:83 – 87 87