BAB I PENDAHULUAN
Teori Relativitas Einstein adalah teori yang sangat terkenal, tetapi sangat sedikit yangkita pahami. Utamanya, teori relativitas ini merujuk pada dua elemen berbeda yang bersatuke dalam sebuah teori yang sama: relativitas umum dan relativitas khusus. Kedua teori ini diciptakan untuk menjelaskan bahwa gelombang elektrimagnetik tidak sesuai dengan gerak Newton. Gelombang elektromagnetik dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat. Inti pemikiran dari kedua teori ini adalah bahwa dua pengamat yang bergerak relatif terhadap masing-masing akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama, namun isi hukum fisika akan terlihat oleh keduanya.Teori relativitaskhusus telah diperkenalkan dulu, dan kemudian berdasar atas kasus-kasus yang lebih luasdiperkenalkan teori relativitas umum. Pada masa – masa permulaan, jutaan triliun nukleoaktivitas terbentuk di sepanjang kolonglangit dengan berbagai ukuran. Merekalah cikal bakal semua benda langit, mulai dari planet,satelit, sampai pada galaksi yang paling besar. Reaksi-reaksi pada selubung nukleoaktivitasmenyebabkan evolusi pada jagat raya. Pada awalnya, selubung itu berbentuk plasmadengan temperatur yang luar biasa panas seperti pada permukaan bintang. Cahaya dan gelombang elektromagnetik yang terlepas dari reaksi fusi dan fisi bisa bergerak leluasa dalam media plasma, sehingga akhirnya tercerai-berai ke segala penjuru,yang salah satunya sampai ke bumi. Oleh pengamat di bumi, panjang gelombang cahayatampak ditangkap retina mata, sehingga tampaklah benda langit itu bersinar. Namun dalam hal ini penting pula mengetahui bagaimana hubungan hubungan antara teorirelativitas enstein dengan menghitung jarak benda langit terhadap titik acuan yaitu pusat tatasurya kita yaitu matahari. Menghitung jarak benda langit
1
khususnya planet dan dan satelit lain terhadap suatu titik acuan dapat dapat pula dilakukan dengan menerapkan rumus relativitas enstein.
2
BAB II PEMBAHASAN
II. 1 RELATIVITAS KHUSUS II. 1. 1 Kegagalan Relativitas Klasik
Pandangan tentang ala mini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Juga dikemukakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu suatu system koordinat Kartesius yang padanya tercantelkan jam – jam mutlak. Sebagai contoh, pernyataan yang lazim dikenal bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar. Hukum
– hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku
dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut kerangka lembam (inersial). Peristiwa – peristiwa peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak berbeda bagi masing – masing masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Perbandingan – perbandingan pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana. Transformasi Galileo menjadi :
Tampak bahwa hanya komponen
– x kecepatan yang terpengaruh. Dengan
mengitegrasikan persamaan pertama kita peroleh
3
Sedangkan diferensialnya memberikan
Atau
Gerak seorang perenang sebagaimana dilihatpengamat diam O di tepi sungai.
Pengamat O‟ bergerak bersama aliran sungai dengan laju u.
Gejala gelombang secara umum dapat kita definisikan sebagai rambatan gangguan periodic melalui suatu zat perantara. Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang electromagnet diramalkan berdasarkan persamaan
–
persamaan electromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari sifat zat perantara yang berperan bagi perambatan gelombang electromagnet ini. Zat perantara ini disebut eter; namun, kerena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan; maka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu
– satunya
hanyalah untuk merambatkan gelombang electromagnet. Pengertian dasar eter dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak
– eter dikaitkan dengan Sistem
Koordinat Semesta Agung. Dengan demikian, keuntungan sampingan yang akan diperoleh dari penyelidikan terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati
4
gerak bumi mengurangi eter, akan terungkap pula gerak Bumi relative terhadap “ Ruang Mutlak”. Sebelum datangnya era Einstein, dipercayai secara mutlak bahwa pengamat yang diistimewakan ini sama dengan pengamat yang menganut persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell menjelaskan teori elektromagnetika dan memperkirakan bahwa gelombang elektromagnetik akan merambat dengan kecepatan:
Ruang yang berada dalam posisi diam terhadap pengamat yang diistimewakan
dinamakan “Ruang Mutlak” Semua pengamat yang bergerak terhadap ruang mutlak ini akan mendapatkan ini akan mendapati kecepatan cahaya yang berbeda dengan c. oleh karena cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, maka yang dirasakan oleh para fisikawan abad – 19 adalah harus tersedianya suatu medium
sebagai tempat perambatan cahaya. Dengan demikian dipostulatkan “eter” untuk mewakili seluruh ruang mutlak.
II. 1.2 Postulat Einstein
Albert Einstein (1879-1955), warga Jerman-Amerika Serikat). Seorang filsuf dan pencinta damai yang ramah. Dia adalah guru intelektual bagi dua generasi fisikawan teori yang meninggalkan sidik karyanya dalam hampir setiap bidang kajian fisika modern. Permasalahan yang dimunculkan pada percobaan Michelso-Morley ini ternyata baru berhasil terpecahkan oleh teori relativitas khusus, yang membentuk landasan bagi konsep
– konsepbaru tentang ruang dan waktu. Einstein
menyatakan bahwa semua pengamat yang tidak mengalami percepatan seh arusnya diperlakukan sama terhadap apapun. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905.
5
1. Prinsip Relativitas Hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua system lembam. 2. Prinsip Kekonstanan Kecepatan Cahaya Cahaya dapat merambat dalam vakum (misalnya, ruang vakum, atau
„ruang bebas´), kecepatan cahaya dinotasikan dengan c,yang konstan terhadap gerak benda yang meiliki radiasi Postulat pertama pada dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak , yang dapat kita ukur hanyalah laju relative dari dua system lembamnya.Postulat pertama kelihatan lebih masuk akal, tetapi bagaimanapun juga postulat kedua merupakan revolusi besar dalam ilmu fisika. Einstein sudah memperkenalkan teori foton cahaya dalam makalahnya pada efek fotolistrik (yang menghasilkan kesimpulan ketidakperluan eter).
Postulat kedua, adalah sebuah konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengankecepatan c pada ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran
khusus sebagai kerangka acuan inersia „mutlak´ alam semesta, jadi bukan hanya tidak perlu, tetapi juga secara kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus. Postulat kedua kelihatan tegas dan sederhana. Percobaan Michelson Morley memang tampaknya menunjukan bahwa laju cahaya dalam arah lawan turut dan silang adalah sama.
Dan postulat kedua semata-mata menegaskan fakta ini :
bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamatan, sekalipun mereka dalam gerak relatif.
6
II. 1. 3 Akibat Postulat Einstein A. Efek dari Relativitas Khusus
Relativitas khusus menghasilkan beberapa konsekuensi dari penggunaan transformasi Lorentz pada kecepatan tinggi (mendekati kecepatan cahaya). Diantaranya adalah :
Dilatasi waktu (termasuk “paradok kembar” yang terkenal)
Konstraksi panjang
Transformasi kecepatan
Efek doppler relativistik
Simultanitas dan sinkronisasi waktu
Momentum relativistik
Energi kinetik relativistik
Massa relativistik
Energi total relativistik
Tinjauan dua pengamatan O dan O‟, O menembakan seberkas cahayamenuju sebuah cermin berjarak L dan kemudian mengukur selang waktu
2 t yang dibutuhkan berkas tersebut untuk menempuh jarak- jarak kecermin dan kemudian dipantulkan kembali ke O.
L =c t
Pengamatan O‟ sedang bergerak dengan laju tetap µ . Menurut pandangan O, titik pengiriman dan penerimaan berkas cahaya ini sama, dan O‟ bergerak menjauhi O dari arah tegak lurus.
7
L O
--------------
O‟ µ Gambar 2,4
O
O
O‟ Gambar 2.5
Gambar 2.5 memperlihatkan percobaan yang sama dari sudut pandang O‟. yang menurut O sedang bergerak dengan kecepatan - µ.
Menurut pandangan O‟
ini,, berkas cahaya dikirim dati titik titik A dan dan diterima oleh titk B setelah
t‟ . Jarak AB baginya adalah 2µ t‟. Menurut O, berkas cahaya menempuh jalak 2L dalam selang waktu 2 t, sedangkan menurut O‟, berkas cahaya itu menempuh lintasan AMB yang berjarak 2√L + (µT‟) dalam selang waktu 2 t‟. selang waktu 2
2
2
Menurut relativitas Galileo
t=t‟, dan O mengukur la ju cahaya c sehingga laju cahaya menurut pengukuran O‟ adalah √c2+µ².
8
Menurut Postulat Eintein ini tidak mungkin, karena baik O maupun O‟ kedua-duanya harus mengukur laju cahaya yang sama, yakni c. Oleh karena itu, dan
t‟ harus berbeda.
t
Hubungan antara t dan t‟ dapat dicari dengan kedua
pengukuran laju cahaya sama dengan c. Menurut O
c = 2L/2 T
L= c. t
Menurut O‟,
c = 2√L² + (µ t‟)²/2 t‟ jadi c t‟ = √L²+ (µ t‟)² Dengan menggabungkan keduanya :
t‟ = √(c+t)²+ (µt‟)² t‟ = t/√1-µ²/c . c
2
Penyusutan panjang merupakan suatu hasil umum, dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengukuran panjang yang dilakukan secara langsung. Panjang objek yang diukur dalam suatu kerangka pengamatan dimana objeknya diam, dikenal sebagai panjang sejati ( proper length), sedangkan panjang yang diukur dalam kerangka pengamatan yang bergerak dengan laju tetap terhadap kerangka diam objek akan menjadi lebih pendek. Penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah gerak -semua komponen panjang lainnya (tegak lurus arah gerak) tidak terpengaruh. Gambar
pengamatan tentang objek yang bergerak ini adalah hal yang
ideal-karena mata kita tidak dapat melihat penyusutan panjang seperti yang terlihat. Ingatlah, untuk memahaminya
bahwa retina mata atau film kamera,
hanya memberi tanggapan terhadap suatu deretan bayangan yang jatuh mengenai permukaan retina atau film pada saat yang sama. Dalam fisika klasik,efek Doppler bagi gelombang suara menerangkan bahwa bila sumber dan pengamat bergerak dengan laju v s dan vo relative terhadap
9
zat perantara , maka frekuensi
v’ yang didengar pengamat O berbeda dari
frekuensi v yang dipancarkan sumber S. hubungannya adalah
v‟ = v
Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa situasi yang terjadi tidak mungkin berlaku bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak memerlukan zat perantara. Oleh karena itu dapat mengisyaratkan bahwa bagi gelombang cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber dan
gerak pengamat, melainkan hanya
melibatkan gerak relative. B. Hubungan Massa-Energi
Enstein mampu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara massa dan energi, melalui rumus yang sangat terkenal E=mc 2. Hubungan ini telah dibuktikan dengan peristiwa yang sangat dramatis di dunia, ketika bom nuklir melepaskan energi dari massa di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir perang dunia kedua. C. Kecepatan Cahaya
Tak ada objek bermassa yang dapat bergerak dipercepat menuju kecepatan cahaya. Hanya objek tak bermassa, seperti foton, yang dapat bergerak dengan kecepatan cahaya. (foton tidak bergerak dipercepat menuju kecepatan cahaya, tetapi foton selalu bergerak dengan kecapatan cahaya). Tetapi bagi objek fisis, kecepatan cahaya adalah terbatas. Energi kinetik pada kecepatan cahaya menjadi tak terbatas, jadi tidak pernah dapat dicapai dengan percepatan.Beberapa telah menunjukkan bahwa sebuah objek secara teori dapat bergerak melebihi kecepatan cahaya, tetapi sejauh ini tidak ada entitas fisik yang dapat menujukkan itu. II. 1.4 Transformasi Lorentz
Transformasi Lorentz sebenarnya pertama kali telah diperkenalkan oleh Joseph Larmor pada 1897. Versi yang sedikit berbeda telah diperkenalkan pada
10
beberapa
dekade sebelumnya oleh Woldemar Voigt, tetapi versinya memiliki
bentuk kuadrat pada persamaan dilatasi waktu. Tetapi, persamaan dilatasi waktu kedua versi tersebut dapat ditunjukkan sebagai invarian dalam persamaan Maxwell. Seseorang Matematikawan dan fisikawan Hendrik Antoon Lorentz
mengusulkan gagasan “waktu lokal” untuk menjelaskan relatif simultanitas pada 1895, walaupun dia juga bekerja secara terpisah pada transformasi yang sama
untuk menjelaskan hasil “nol” pada percob aan Michelson dan Morley. Dia mengenalkan transformasi koordinatnya pada 1899 dan menambahkan dilatasi waktu pada 1904. Pada
1905
Henri
Poincare
memodifikasi
formulasi
aljabar
dan
menyumbangkannya kepada Lorentz dengan nama “Transformasi Lorentz” formulasi Poincare pada transformasi tersebut pada dasarnya identik dengan apa yang digunakan Einstein. Cahaya merambat dengan kecepatan tertentu, dalam ruang hampa sebesar c. Bagaimanapun cepatnya, untuk mencapai jarak tertentu cahaya memerlukan waktu tertentu juga.
Jika jarak OP ≠ OP‟, maka cahaya dari O tidak akan sampai
dalam waktu yang sama di titik P dan P‟. Jika jarak OP > OP‟ seperti yang digambarkan dalam gambar 4 berikut, dan jika waktu tiba cahaya di P‟ adalah t1 dan waktu tiba cahaya di P adalah t 2, maka bisa disimpulkan bahwa t 2 > t1.
Gambar 4 : Sebaran Cahaya Memerlukan Waktu Perambatan
Karenanya jika ada materi yang bergerak dari koordinat P ke P‟, pada saat cahaya merambat dari O ke P atau P‟, kita akan selalu bisa menemukan bahwa materi tersebut sudah bergerak lebih lama dari ε waktu. Karenanya materi tersebut
11
akan memiliki jarak dengan koordinat P. Konsekuensinya, materi tersebut akan sampai pada suatu titik dimana jarak materi tersebut ke P saat t1 akan lebih dekat dibanding jarak materi tersebut ke P saat t 2. Begitu juga dengan benda yang bergerak dari koordinat O. Ketika cahaya
tiba di P‟ dalam waktu t 1,
benda tersebut sudah bergerak dalam waktu yang lebih lama dari ε
waktu. Karenanya benda tersebut akan memiliki jarak dengan koordinat O. Dan saat cahaya sampai di P dalam waktu t 2, benda tersebut akan berada dalam jarak yang lebih jauh dari O. Sekarang kita analisa transformasi Lorentz menggunakan arah sebaran cahaya dalam salah satu sumbu ruang, misalnya sumbu x, seperti dalam gambar 5 berikut. Posisi O menurut pengamat P yang diam adalah x dan posisi O menurut
pengamat P‟ yang bergerak adalah x‟.
Gambar 5 : Transformasi Lorentz Sama halnya dengan transformasi Galileo, ia ,mengkaitkan dengan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) sebagaimana diamati dari kerangka acuan
O dengan koordinat peristiwa yang sama (x‟ y‟ z‟ t‟) yang diamati dari kerangka acuan O‟ yang bergerak denga n kecepatan u terhadap O. Seperti didepan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya sepanjang arah x (atau x‟) positif (O‟ bergerak menjauhi O). bentuk persamaan transformasi Lorentz adalah
⁄
12
) ( ⁄ ⁄
Seperti disarankan dalam RSTR, dalam pembahasan gerak relative, kita harus memperhatikan fakta bahwa cahaya menyebar dari objek menuju pengamat. Dengan memperhatikan arah sebaran cahaya dari objek menuju pengamat, kita bisa melihat bahwa dalam transformasi Lorentz yang selama ini dikenal, terdapat kesalahan fundamental dalam hal pengabaian arah sebaran cahaya. Pengabaian ini membuat
titik temu P‟, yang bergerak, dianggab sebagai titik temu dari
kejadian V p.t dan c.t‟, meskipun kedua kejadian tersebut berad a dalam waktu yang berbeda. Sesuai dengan prinsip dilasi waktu, untuk pengamat dan objek yang bergerak,
jika t dan t‟ dimulai dari waktu 0 yang sama, maka t ≠ t‟.
Konsekuensinya, titik temu P‟ akan menyalahi konsep titik temu koordinat ruang dan waktu seperti dipaparkan dalam pembahasan dibagian awal tulisan ini. Untuk mengatasi ini, Lorentz memperkenalkan variable k sebagai penyama persamaan, sedemikian hingga bisa dituliskan persamaan berikut :
c.t‟ = k(c.t – v p.t)
………………(1)
Tetapi walau bagaimanapun hal ini tidak akan menghasilkan kesimpulan
yang valid, karena titik P‟ yang bergerak tidak bisa disebut sebagai titik temu dalam dimensi ruang dan waktu untuk dua kejadian V p.t
dan c.t‟ karena t ≠ t‟. P‟
hanya akan merupakan titik temu dari dua kejadian dalam waktu yang berbeda,
jika dan hanya jika P‟ diam. Selain itu sesuai dengan konsep titik materi dalam koordinat ruang dan waktu, jika P‟ adalah pengamat yang semula dalam satu koordinat dengan P, tentu P adalah P‟ itu sendiri. Konsekuensinya ketika P‟ berada dalam koordinat ruang yang berbeda dengan P, maka tentu P‟ berada dalam waktu yang berbeda dengan P. Karenanya penggambaran O dan O‟ dalam transformasi Lorentz dalam rentang waktu yang sama dengan P dan P‟, hanya akan berada dalam koordinat ruang yang sama jika dan hanya jika O adalah diam. Dalam kondisi ini, transformasi Lorentz akan menjadi seperti digambarkan dalam gambar 6 berikut.
13
Gambar 6 : Transformasi Lorenz valid untuk kondisi P dan O diam. Dalam kondisi P dan O diam atau relative diam, sesuai dengan gambar 6, maka persamaan (1) konsep dasar transformasi Lorentz akan menjadi :
c.t‟ = k(c.t)
………….(2)
Dan k akan bernilai 1, sehingga persamaan (2) akan menjadi :
t‟ = t Dengan
demikian
……………..(3) menurut
RSTR,
bisa
disimpulkan
bahwa
penurunan
transformasi Lorentz hanya valid untuk kondisi pengamat dan objek yang diam. Dalam penggambaran penurunan transformasi Lorentz, seperti dalam gambar 5, jika posisi P dalam waktu yang berbeda berada dalam koordinat yang berbeda (P‟),
maka untuk objek O yang bergerak maka O‟ harus berada dalam koordinat
ruang yang berbeda juga. Hal ini bisa digambarkan seperti dalam gambar 7 berikut.
Gambar 7 : Koreksi transformasi Lorentz jika objek ber gerak. V p adalah kecepatan inersia P, V o adalah kecepatan inersia O, t adalah
waktu inersia yang berlaku sama bagi P dan O, dan t‟ adalah waktu pengamatan. Dengan demikian untuk gerak dalam sumbu tersebut, akan didapatkan persamaan :
14
V p.t‟+c.t‟ = c.t+vo.t
………………..(4)
Sebagai pengganti persamaan (1) yang merupakan dasar penurunan transformasi Lorentz untuk sumbu yang sama. Dengan cara ini, transformasi Lorentz yang semula mengabaikan arah gerak sebaran cahaya dari objek kepada pengamat, bisa direvisi. II. 1.5 Dinamika Relativitas
Sebelumnya kita telah membahas tentang kedua postulat Einstein
menuntun kita kepada suatu penafsiran “ relatif” baru terhadap konsep-konsep mutlak yang di anggap sebelumnya seperti panjang dan waktu. Dan dapat kita simpulkan bahwa konsep klasik tentang laju relatif tidak lagi benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kia untuk menanyakan sejauh mana sejauh manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita terhadap berbagai konsep fisika. Oleh karena itu, kita sekarang membahas ulang besaran-besaran dinamika seperti massa, energy, momentum, dan gaya, agar kita dapat mengkajinya dari sudut pandang teori relativitas khusus. Hukum kekekalan dasar dari fisika klasik, seperti kekekalan energy dan kekekalan momentum linear, semua konsep itu begitu penting
dalam fisika
klasik. Kedua hukum kekekalan ini ( bersama dengan hukum kekekalan momentum sudut ) dapat diperlihatkan merupakan akibat dari kehomogenan ( homogeneity ) dan keisotopian (isotropy ) alam semesta, jika kita mengoreksi semua efek local ( seperti perubahan pada atmosfer atau keadaan lingkungan ), maka percobaan yang dilakukan pada suatu hari tentu akan memberikan hasil sama seperti yang diperoleh dari percobaan serupa yang dilakukan pada hari berikutnya. Dengan demikian membuang konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam alam semesta yang sangat aneh, oleh karena itu kita akan tetap beranggapan bahwa alam semesta ini memilikisemacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-hukum kekekalan ini tetap berlaku, namun dengan
15
catatan bahwa relativitas khusus mungkin menghendaki suatu pendefinisian ulang terhadap besaran-besaran dinamika dasar.
V‟1 = = = 0 Karena semua kecepatan searah sumbu x, maka kita abaikan indeks bawak x), dan kecepatan massa 2 adalah (dengan v₂ = -v menurut O)
()() V‟ = = () = ₂
Kecepatan massa gabungan 2m adalah :
V‟ = – Menurut O, momentum linear sebelum dan sesudah tumbukan adalah P awal = m1v1 + m2v2 = mv + m (-v) = 0 P akhir = (2m)(v) Menurut O‟‟ P awal = m1v1 + m2v2‟ = m (0 ) + m P akhir
=
= 2mv‟ = 2m (-v) = -2mv
Karena menurut pengukuran O‟, P awal, P akhir ,, maka bagi O‟ momentum linear tidak kekal. Menurut
pembahasan,
kita
cenderung
berusaha
mempertahankan
kekekalan momentum linear dalam semua kerangka acuan. Telah diketahui bahwa semua kecepatan telah ditangani dengan benar ,
sehingga dengan mengingat
bahwa momentum hanya melibatkan massa dan kecepatan, maka kesaahan tentu terletak pada penanganan kita terhadap massa. Sejalan dengan pembahasan tentang penyusutan panjang dan pemuluran waktu ,
kiita dapat membuat
anggapan bahwa bagi besaran massa terdapat pula pertambahan massa relativistic menurut hubungan berikut : m=
√ 16
m0 disebut massa diam, dengan panjang sejati dan waktu sejati , diukur terhadap kerangka acuan terhadap benda diam. Dalam kerangka acuan lainnya, massa relativistic m akan lebih besa daripada m 0. Bag aimana definisi nassa relativistic
ini mempertahankan kekekalan momentum dalam kerangka acuan O dan O‟. Nyatakan massa yang diukur oleh O dengan m 1 , . m 2 , dan M (massa gabungan ),
dan yang oleh O‟ dengan m 1 ,. m 2 , dan M’. Anggaplah kedua objek ini memiliki massa diam m0 yang sama. Maka menurut O, kedua massa itu adalah m1 =
√
dan
m2 =
√
karena v1 = v2 = v , maka M = m1 + m2 =
√
Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan O, maka massa M adalah massa diamnya, yang selanjutnya kita nyatakan dengan M 0..
Menuruta O‟, m1‟
diam, jadi m1‟ = m0. Karena m2‟ bergerak dengan laju v 2‟ = -2v/ ( 1 + v²/c²), maka
²²
m2‟‟ = m0
massa gabungan M‟ bergerak dengan laju V‟ = -v, jadi
M‟ = √ Substitusikan hasil yang kita peroleh bagi m 0 , yaitu M0 = 2m0
√ maka
dapat diperoleh
M‟ = Tampak bahwa definisi massa yang baru ini berhasil mempertahankan kekekalan momentum menurut O, karena P awal = m 1v1 + m 2v2tetap sama dengan nol, seperti P AKHIR . Selanjutnya, kita buktikan pernyataa momentum awal dan akhir dalam
kerangka acuan O‟ : P ‟awal = m1‟v1‟ + m2‟v2‟‟
17
= m0 (0) + m0 =
²²
Dan
(-v) =
P’akhir = M’V’ =
Karena P’awal = P’akhir, maka definisi baru ki5ta tentang massa relativistic di atastelah memungkinkan kita untuk mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam kedua kerangka acuan. Definisi massa relativistic ini berhasil mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam semua kerangka acuan. Selain mendefinisikan massa relativistic, kita dapat mendefinisikan ulang momentum relativistic sebagai berikut : P =
√
Definisi ini ternyata merupakan pilihan yang terbaik, karena alas an sebagai berikut : kita dapat memperluasnya dengan mudah kerumus dua atau tiga dimensi, dan juga definisi ini menghindarkan kita dari kebingungan penggunaan massa relativistic pada kasus kasus dimana pernyataan ini tidak berlaku. Dua massa m1 dan m2 yang berjarak r terpisahdan saling tarik menarik menurut hukum grafitasi. Kedua massa ini dihubungkan oleh sebuah pegas berskala, yang
mencatat gaya antara keduanya. Pengamat O‟ berada dalam sebuah roket yang bergerak menjauhi kedua massa itu dalam arah tegak lurus garis hubung m 1 dan m2.Seperti yang akan kita buktikan, sungguh keliru memperlakukan persamaan dinamika seperti yang kita lakukan di atas dengan dengan sekadar menggantikan massa klasik dengan massa relativistic. Khususnya, tidak benar menuliskan energy kinetic sebagai ½mv2 denganmengunakan massa relativistic. Energi kinetic dalam fisika klasik didefinisikan
sebagai usaha sebuah
gaya luar yang mengubah laju sebuah objek. Definisi yang sama tetap kita pertahankan berlaku pula dalam mekanika relativisti ( dengan membatasi
18
pembahasan kita pada satu dimensi). Perubahan energy kinetik adalaH
= W = ∫
= K – K f
i
Jika benda bergerak dari keadaan diam, K i = 0, maka energy kinetic akhir K adalah K=
∫
Mengingat gaya masih belum berlaku dari segi relativiskit maka kita belum yakin tentang bagaimana melanjutkan pembahasan ini. Tanpa bukti atau kebenaran apapun, kita akan mencoba mempertahankan hukum kedua Newton dalam bentuk umum ( F = dp/dt ) sebagai hubungan dinamika yang sesuai. K=
∫ = ∫ = ∫
Pernyataan yang terakhir dapat kita ubah dengan menggunakan teknik standar pengintegrasian perbagian ,, dengan d(pv) = v dp + p dv, yang memberikan
∫ - ∫ = √ √ K = pv –
Dengan melakukan integrasi maka kita peroleh K=
² + ²√ - ² √
K = mc² -m₀ c² Besaran m₀c² disebut energy diam partikel
dan dinyatakan dengan E ₀. Jadi,
sebuah partikel yang bergerak, memiliki energy E ₀ dan tambahan energy K, sehingga dengan demikian energy relativistic total partikel adalah E = E₀ + K = m ₀c² + K = mc² Persamaan ini merupakan hasil temuan Einstein yang menyatakan bahwa energy sebuah benda merupakan ukuran lain dari massanya energy dan massa adalah setara, dan bahwa perolehan atau kehilangan energy sebuah benda dapat dipandang pula sebagai perolehan atau kehilangan massanya.
19
Dari penjelasan diatas maka kita dapatkan Konsep-konsep fisika adalah sebagai berikut : 1. Hukum kekekalan energy 2. Hukum kekekalan momentum linear 3. Hukum Newton kedua, F = dp/dt Dan kita memperkenalkan konsep-konsep baru relativistic sebagai berikut :
√ m= √
1. P = 2.
3. E= mc² = m₀c² + K = ( p2c2 + m₀2c4 )½ Bagi semua persamaan relativistik, baik kinematika maupun dinamika, berlaku persyaratan apabil v kecil sekali dibanding terhadap c, maka semua persamaan itu haruslah memberikan kembali hasil . khusus v͵
.
apabila
II. 2 TEORI KUANTUM A. Peta Konsep
TEORI
EFEK
RADIASI
HUKUM
EFEK
HUKUM
20
HIPOTESIS
HIPOTESIS
B. Radiasi Benda Hitam
Coba dekatkan tangan Anda ke sebuah lampu pijar berdaya 10 watt. Apa yang Anda rasakan? Anda akan merasakan adanya panas yang diemisikan (dipancarkan) lampu ke tangan Anda. Panas yang Anda rasakan itu berasal dari emisi radiasi kalor yang berasal dari lampu. Sekarang, coba Anda ganti lampu tadi dengan lampu lain yang berdaya lebih besar, misalnya 60 watt. Tangan Anda akan merasakan kalor yang dipancarkan lebih besar dibandingkan sebelumnya. Percobaan sederhana tadi menunjukkan bahwa makin tinggi suhu suatu benda, makin besar pula energi kalor yang dipancarkan . Fenomena ini
pertama kali diselidiki oleh Joseph Stefan yang melakukan percobaan menghitung besarnya energi kalor yang dipancarkan secara radiasi oleh suatu benda. Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa medium perantara. Biasanya dipancarkan dalam bentuk spektrum gelombang elektromagnetik . Selanjutnya Luidwig Boltzmann merumuskan secara matematis banyaknya kalor Q yang dipancarkan suatu benda selama selang waktu t adalah s ebesar :
P
Q t
e AT 4
Keterangan : P
:
Energi yang dipancarkan tiap satuan waktu atau daya (J/s atau Watt)
Q
:
Energi (kalor) yang dipancarkan suatu benda (Joule)
T
:
Selang waktu pemancaran energi (sekon)
E
:
Emisivitas benda atau kemampuan benda dalam memancarkan energi radiasi, besarnya (0 < e < 1)
:
Tetapan Stefan Boltzmann = 5,67 10-8 W/m2K 4
21
A
:
Luas permukaan benda (m 2)
T
:
Suhu mutlak benda dalam satuan Kelvin (T K = TC – 273)
Sebuah benda yang dapat menyerap semua radiasi yang mengenainya disebut benda hitam sempurna. Radiasi yang dihasilkan oleh sebuah benda hitam sempurna ketika dipanaskan disebut radiasi benda hitam. Perlu Anda pahami bahwa benda hitam sempurna hanyalah suatu model ideal. Artinya, tak ada satu pun benda di dunia ini yang berperilaku sebagai benda hitam sempurna. Benda hitam sempurna (jika ada) akan memiliki nilai emisivitas 1. C. Hukum Pergeseran Wien
Wilhelm Wien menemukan suatu hubungan empirik sederhana antara panjang gelombang yang dipancarkan untuk intensitas maksimum sebuah benda dengan suhu mutlak T, yang dinyatakan sebagai : λ maks T
C 2,898 10 3 mK
Dengan C adalah tetapan pergeseran Wien. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan grafik hubungan antara intensitas terhadap panjang gelombang suatu benda hitam sempurna untuk tiga jenis suhu. Perhatikan pergeseran puncak-puncak spektrumnya. Panjang gelombang untuk intensitas maksimum semakin kecil seiring dengan bertambahnya suhu mutlak. Total energi kalor radiasi yang dipancarkan sebanding dengan luas daerah di bawah grafik.
22
1
i s a i d a r s a t i s n e t n I
2
3
500
1000
1500
2000
2500
T1 = 6000 K T2 = 5000 K T3 = 4000 K Panjang gelombang (Å)
Gambar 7.1. Grafik intensitas terhadap panjang gelombang suatu benda
hitam pada 3 jenis suhu mutlak. Dari grafik di atas, kita mendapat gambaran bahwa intensitas radiasi maksimum akan memiliki nilai panjang gelombang kecil (dengan kata lain frekuensi besar) pada benda dengan suhu tinggi. Dan sebaliknya, intensitas radiasi maksimum akan memiliki nilai panjang gelombang besar (dengan kata lain frekuensinya kecil) ketika benda bersuhu lebih rendah. Hukum pergeseran Wien ini hanya dapat menjelaskan radiasi benda hitam dengan panjang gelombang yang nilainya kecil (pendek). Ia gagal menjelaskan radiasi benda hitam untuk panjang gelombang yang nilainya besar (panjang). D. Teori Rayleigh and Jeans
Rayleigh – Jeans dapat menjelaskan radiasi benda hitam untuk panjang gelombang yang nilainya besar, namun gagal menjelaskan radiasi benda hitam untuk panjang gelombang yang nilainya kecil. Artinya, berdasarkan teori Rayleigh and Jeans ini, hukum Stefan – Boltzmann (pers. 7.1) hanya berlaku pada panjang gelombang yang nilainya besar.
23
E. Hipotesis Kuantum Planck
Kegagalan Wien dan Rayleigh – Jeans ini memacu seorang ilmuwan fisika Max Planck untuk membuktikan Hukum Stefan – Boltzmann. Ada dua hipotesis yang dikemukakan Planck mengenai hal ini : 1. Energi radiasi yang dipancarkan oleh benda bersifat diskret, yang besarnya : En
n . h . f
Dengan n adalah bilangan asli (1, 2, 3, ....) yang disebut bilangan kuantum. Sedangkan f adalah frekuensi getaran molekul benda. Dan h adalah konstanta (tetapan) Planck yang besarnya 6,626 10-34 Js. 2. Molekul-molekul dalam benda memancarkan (emisi) atau menyerap (absorbsi) energi radiasi dalam paket-paket diskret yang disebut kuantum atau foton. Gagasan Planck ini baru menyangkut permukaan benda hitam. Selanjutnya, Albert Einstein memperluasnya menjadi fenomena yang universal. Dan berdasarkan teori kuantum, cahaya merupakan pancaran paket-paket energi (foton) yang terkuantisasi (diskret) yang besarnya sesuai dengan persamaan (7.3). Teori Planck inilah awal munculnya Fisika Modern.
Rayleigh - Jeans Planck s a t i s n e t n I
Wien
Panjang Gelombang Gambar 7.2. Perbandingan teori Wien, Rayleigh – Jeans dan
Planck.
24
F. Efek Fotolistrik
Efek fotolistrik merupakan hasil eksperimen klasik yang menunjukkan bahwa cahaya memiliki karakteristik sebagai partikel. Percobaan efek fotolistrik dilakukan oleh Albert Einstein untuk menguji adanya foton. Einstein menyatakan bahwa ketika cahaya dipancarkan, energinya harus berkurang sebesar hf, 2hf, 3hf, dan seterusnya. Dengan demikian, cahaya yang dipancarkan ternyata merupakan partikel-partikel kecil yang disebut foton. Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektronelektron dari permukaan logam (elektron foto) ketika logam tersebut disinari dengan cahaya. Berdasarkan hukum kekekalan energi : 1 2
mv 2 maks
eV 0
(7.4)
Keterangan : m
:
Massa elektron (9,1 10-31 kg)
v
:
Kelajuan pancaran elektron (m/s)
e
:
Muatan elektron (1,6 10-19 C)
V0
:
Potensial henti (Volt)
G. Efek Compton Arthur Holly Compton mempelajari gejala-gejala tumbukan antara foton dan
elektron. Ia mendapatkan kesimpulan bahwa paket-paket energi gelombang elektromagnetik itu dapat berfungsi sebagai partikel dengan momentum sebesar :
P foton
hf c
25
h
(7.5)
Keterangan : P
:
Momentum foton (kgm/s)
hf
:
Energi foton (Joule)
:
Panjang gelombang (meter)
Dari efek Compton ini tampak bahwa cahaya memiliki sifat kembar (dualisme) yaitu sebagai gelombang (memiliki panjang gelombang dan frekuensi), maupun sebagai partikel (mempunyai momentum). H. Hipotesis de Broglie Louis de Broglie mengembangkan gagasan tentang dualisme gelombang
partikel ini. Karena cahaya memiliki perilaku seperti gelombang dan partikel, mungkin juga bahwa partikel-partikel seperti elektron memiliki perilaku sebagai gelombang. Ia kemudian menunjukkan hubungan besaran-besaran antara partikel dan gelombang :
h mv
Keterangan :
:
Panjang gelombang (meter)
h
:
Konstanta Planck (6,626 10-34 Js)
m
:
Massa partikel (kg)
v
:
Kelajuan partikel (ms-1)
26
(7.6)
Contoh Soal
1. Pernyataaan yang tepat untuk postulat Einstein pada teori relativitas khusus adalah : (1) Hukum-hukum fisika adalah sama untuk semua kerangka acuan dengan percepatan konstan (2) Hukum-hukum fisika adalah sama untuk semua kerangka acuan dengan kecepatan konstan (3) Laju cahaya dalam vakum adalah sama untuk semua kerangka acuan dengan percepatan konstan (4) Laju cahaya dalam vakum adalah sama untuk semua kerangka acuan dengan percepatan konstan
A. 1, 2, 3 benar
C. 2 dan 4 benar
B. 1 dan 3 benar
D. 4 benar
E. Semua benar
Jawab : C
2. Seorang astronot berada dalam pesawat angkasa yang bergerak dengan laju 2.108 m/s terhadap kerangka acuan bumi. Jika menurut pengamat di bumi astronot telah melakukan perjalanan menurut
jam
yang
dipakai
itu memakan waktu 12 jam, maka
astronot
perjalanan
itu
telah
memakan
waktu……jam A. B.
√
C. 4
√
√
E. 2
D. 8
Jawab :
∆t = 12 jam ∆t0 = ….??? C = 3 X 108
γ=
27
=
= √ ∆t = γ∆t0
∆t √ ∆t = 4√ 12 =
0
0
(C)
3. Suatu benda dengan luas permukaan A memiliki daya radiasi P pada suhu T. jika ada bend lain yang sejenis dengan luas permukaan 2A dan suhunya 2T,
maka daya radiasi benda ini adalah… A. 4P
C. 16P
B. 8P
D. 32P
Jawab :
= X 4 P2 = P, 2 X 2 4 = 25 = 32P
(D)
28
E. 64P
Diskusi A. L. Adlyansah Pertanyaan
: Apakah dilatasi waktu berpengaruh pada usia seseorang
yang ada di bulan dan di bumi ?
Jawaban
: Waktu berpengaruh pada kecepatan berpengaruh pada
kecepatan. Jika kecepatannya tinggi, maka waktu akan semakin cepat juga. Karena kecepatan bumi lebih tinggi dari pada kecepatan bulan, maka orang yang berada di bulan akan seperti lebih muda dibandingkan dengan orang yang berada di bumi
Latihan Soal
Seorang astronot sedang berada dalam perjalanan luar angkasa dengan pesawat berkecepatan 0,8 C terhadap acuan bumi. Jika waktu di pesawat menunjukkan bahwa astronot telah melakukan perjalanan selama 3 tahun, maka jarak yang telah ditempuh astronot menurut pengamat di bumi
adalah….tahun cahaya A. 3
C. 5
B. 4
D. 6
E. 7
Jawab :
∆t0 = 3 tahun
= = ∆t = γ∆t = (3) γ=
0
= 5 tahun L0 = V∆t = 0,8C X 5 Tahun = 4 Tahun cahaya
(B)
29
Pekerjaan Rumah
1. Sebuah benda bermassa 0,12 kg yang bergerak de ngan kecepatan 1,8 x 10 8 m/s
memiliki energy kinetik ….. x 10 16 joule A. 0,27
C. 0,15
B. 0,20
D. 0,09
E. 0,03
Jawab :
γ=
= = = √ E = γE0
E = E0 + Ek
(γ-1) E0 = Ek (γ-1) m0C2 = Ek
- 1) 0,12 (9 x 10
(
16
) = Ek
0,27 x 10 16 J = Ek
(A)
2. Momentum sebuah electron bermassa diam m ketika energy totalnya 5mc 2 adalah.. A. mc
C. 2√2mc
B. 2 mc
D. 2√3mc
E. 2√6mc
Jawab :
E2 = E0 + (pc)2 (5mc2)2 = (mc2)2 + (pc)2 24m2c4 = (pc)2
2√6 mc2 = pc P = 2√6mc
(E)
3. Suatu mesin laser menghasilkan berkas laser dengan panjang gelombang 540 nm dan daya output 20 mW. Laju pancaran foton yang dihasilkan mesin
tersebut adalah ….(1016 foton/s) A. 5,45
C. 3,15
B. 4,25
D.2,25
E. 1,25
Jawab :
nhf = pt
30
= () = () = x 10 = 45 x 10 (A)
=
16
16
31
BAB III PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
1. Postulat Einstein berbunyi : a. hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan berbentuk sama dalam semua kerangka dengan kecepatan tetap
yang
acuan yang bergerak
satu terhadap lainnya
b. kelajuan cahaya dalam ruang hampa sama besar pengamat, tidak bergantung dari
untuk
semua
keadaan gerak pengamat itu
2. Panjang relativitas dapat ditentukan dengan rumus :
L Lo 1 v 2 c 2 3. Massa relativitas dapat ditentukan dengan rumus : m
mo 2 2 1 v c
4. Waktu relativitas dapat ditentukan dengan rumus :
∆t = γ∆t0 , dengan γ =
5. Radiasi planck dapat ditentukan dengan :
6. Transformasi Galileo menjadi :
7. Pada radiasi benda hitam semakin tinggi suhu suatu benda, makin besar pula energi kalor yang dipancarkan.
32