MAKALAH EVOLUSI
PANDANGAN HARUN YAHYA TERHADAP TEORI EVOLUSI DARWIN
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2
DEA HERMADIANTI
3415120257
LUKMAN AFFAN NUR
3415122193
MOCHAMAD ALI CHOMAIN
3415115823
NURNAWATI
3415122185
TANIA AGNESA
3415122179
YULI SARTIKA
3415122167
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER 2012 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2015
PANDANGAN HARUN YAHYA TERHADAP TEORI EVOLUSI DARWIN A.
Teori Evolusi Darwin
Charles Darwin mendasarkan teorinya pada beberapa pengamatan yang dilakukannya sebagai seorang ilmuwan alam muda di atas kapal H.M.S Beagle, yang berlayar pada akhir 1831 dalam perjalanan resmi lima tahun keliling dunia. Darwin muda sangat terpengaruh oleh keanekaragaman jenis (binatang) yang dia amati, terutama berbagai burung finch di kepulauan Galapagos. Perbedaan pada paruh burung-burung ini, menurut Darwin adalah sebagai hasil dari penyesuaian diri terhadap lingkungan mereka yang berbeda. Setelah pelayaran ini, Darwin mulai mengunjungi pasar-pasar hewan di Inggris. Dia mengamati bahwa pemulia sapi menghasilkan suatu keturunan sapi baru dengan mengawinkan sapi-sapi yang berbeda sifat. Pengalaman ini, bersama dengan keanekaragaman jenis burung Finch yang diamatinya di kepulauan Galapagos, memberi andil dalam perumusan teorinya. Di tahun 1859, ia menerbitkan pandangannya dalam bukunya The Origin of Species (Asal mula Spesies). Dalam buku ini dia merumuskan bahwa semua spesies berasal dari satu nenek moyang, berevolusi dari satu jenis ke jenis yang lain sejalan dengan waktu melalui perubahan-perubahan kecil. Yang membuat Teori Darwin berbeda dari Lamarck adalah penekanannya pada “seleksi alam”. Darwin berteori bahwa terjadi persaingan untuk kelangsungan hidup di alam, dan bahwa seleksi alam adalah bertahannya spesies terkuat, yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Darwin mengambil alur berpikir sebagai berikut: Di dalam satu spesies tertentu, terdapat keragaman alamiah dan karena kebetulan. Sebagai contoh beberapa sapi lebih besar daripada yang lain, sementara beberapa memiliki warna lebih gelap. Seleksi alam memilih sifat-sifat menguntungkan. Jadi, proses seleksi alam menyebabkan peningkatan gen-gen yang menguntungkan dalam satu populasi, yang menjadikan sifat-sifat populasi itu lebih sesuai untuk lingkungan di sekitarnya. Seiring dengan waktu perubahan-perubahan ini mungkin cukup berarti untuk menyebabkan munculnya spesies baru. Konsep seleksi alam adalah landasan utama Darwinisme. Pernyataan ini ditegaskan bahkan pada judul buku dimana Darwin mengajukan teorinya: The Origin of Species, by means of Natural Selection (Asal usul Spesies, melalui Seleksi Alam). Seleksi alam didasarkan pada anggapan bahwa di alam selalu terdapat persaingan untuk kelangsungan hidup. Ia memilih makhluk-makhluk dengan sifat-sifat yang paling membuat mereka mampu mengatasi tekanan yang diberikan lingkungan. Pada akhir persaingan ini, yang terkuat, yang paling sesuai dengan keadaan alam, akan bertahan. Sebagai contoh, pada sekawanan rusa yang berada di bawah ancaman pemangsa, mereka yang mampu berlari lebih cepat secara alami akan bertahan hidup. Hasilnya, kawanan rusa tersebut pada akhirnya hanya akan terdiri dari rusa-r usa yang mampu berlari cepat. Meskipun demikian, betapapun lamanya hal ini berlangsung, ini tidak akan merubah rusa tersebut menjadi jenis lain. Rusa lemah akan tersingkirkan, yang kuat bertahan, tetapi, karena tidak ada perubahan yang terjadi dalam data genetik mereka, perubahan spesies pun tidak akan terjadi. Meskipun proses seleksi ini terjadi terus-menerus, rusa tetap akan menjadi rusa.
Contoh tentang rusa tersebut berlaku untuk semua spesies. Dalam populasi manapun, seleksi alam hanya menyingkirkan yang lemah, atau individu yang tidak cocok yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam dalam habitat mereka. Mekanisme seperti ini tidak akan menghasilkan spesies baru, informasi genetik yang baru, atau organ baru. Artinya, seleksi alam tidak bisa menyebabkan apapun untuk berevolusi. Darwin pun menerima fakta ini, sesuai dengan pernyataannya “Seleksi alam tidak bisa berbuat apapun hingga perbedaan individu atau keragaman yang menguntungkan terjadi ”. Namun demikian, “Teori evolusi oleh seleksi alam” ini memunculkan keraguan sejak awalnya: 1. Apakah “keragaman alamiah dan karena kebetulan” yang dimaksud Darwin? Memang benar beberapa sapi berukuran lebih besar daripada yang lain, sementara beberapa memiliki warna lebih gelap, tetapi bagaimana keragaman ini dapat menyediakan penjelasan bagi keanekaragaman spesies hewan dan tumbuhan? 2. Darwin menegaskan bahwa “Makhluk hidup berevolusi sedikit demi sedikit”. Jika demikian, seharusnya akan hidup jutaan “bentuk peralihan”. Namun tidak terdapat bekas dari makhluk teoritis ini dalam catatan fosil. Darwin berpikir keras pada masalah ini, dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa “penelitian lebih jauh akan menyediakan bukti fosil ini”. 3. Bagaimana seleksi alam menjelaskan organ-organ kompleks, seperti mata, telinga atau sayap? Bagaimana dapat dipercaya bahwa organ-organ ini berkembang secara berangsur-angsur, sementara harus diingat bahwa mereka akan gagal berfungsi jika satu bagiannya saja hilang? 4. Sebelum memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini, simaklah hal berikut ini: Bagaimana organisme pertama, yang disebut Darwin sebagai nenek moyang dari semua spesies, muncul menjadi ada? Bisakah proses alamiah memberikan kehidupan kepada sesuatu yang asalnya benda mati? Darwin setidaknya sadar atas beberapa pertanyaan ini, seperti yang dapat dilihat dalam bab yang berjudul “Difficulties of The Theory (Masalah-masalah dari Teori ini).” Namun, jawaban yang ia sediakan tidak memiliki keabsahan ilmiah. H.S. Lipson, ahli fisika Inggris, membuat catatan tentang “masalah” Darwin ini sebagai berikut: “Saat membaca The Origin of Species, saya menemukan bahwa Darwin sendiri sangat kurang yakin daripada yang biasa digambarkan orang; bab yang berjudul “Difficulties of The Theory” (Masalah-masalah dari Teori Ini) misalnya, menunjukkan keraguan diri yang nyata. Sebagai seorang ahli fisika, saya amat terganggu terutama terhadap pernyataannya tentang bagaimana mata bisa terbentuk ” Selain seleksi alam, salah satu hal yang diduga menjadi penyebab terjadinya evolusi adalah peristiwa mutasi. Mutasi diartikan sebagai pemutusan atau penggantian yang terjadi pada molekul DNA, yang ditemukan dalam inti sel dari setiap makhluk hidup dan memuat semua informasi genetik darinya. Pemutusan atau penggantian ini diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh luar seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah sebuah “kecelakaan”, dan merusak nukleotida-nukleotida penyusun DNA atau mengubah kedudukan mereka. Hampir selalu, mereka menyebabkan kerusakan dan perubahan yang sedemikian besar sehingga sel tidak bisa memperbaikinya.
Alasan di balik ini sangatlah sederhana: DNA memiliki struktur sangat kompleks, dan perubahan-perubahan acak hanya akan merusakkannya. Ahli biologi B. G. Ranganathan menyatakan: Pertama, mutasi asli sangat jarang terjadi di alam. Kedua, kebanyakan mutasi adalah berbahaya karena terjadi secara acak, bukan secara teratur merubah struktur gen; setiap perubahan acak dalam suatu sistem yang sangat tertata rapi hanya akan memperburuk, bukan memperbaiki. Sebagai contoh, jika gempa bumi menggoncang struktur yang tertata rapi seperti gedung, akan terjadi perubahan acak pada kerangka bangunan tersebut yang, dapat dipastikan, tidak akan merupakan suatu perbaikan.
B. Pandangan Harun Yahya Terhadap Teori Evolusi Darwin
Menurut Harun Yahya, teori Darwin yang menyatakan tentang segala hal yang berkaitan dengan proses evolusi sama sekali telah terbantahkan. Hal tersebut karena didukung oleh beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keseluruhan teori tersebut lebih cenderung kepada fiktif belaka. Menurut pandangan Harun Yahya, konsep kehidupan yang berasal dari benda mati bertentangan dengan hukum dasar biologi. Dalam hal ini, Harun Yahya memberikan gambaran bahwa sel hidup merupakan hasil pembelahan dari sel hidup juga dan bukan dari pembelahan sel mati. Harun Yahya membantah gagasan yang menyatakan bahwa kehidupan muncul dari kehidupan sebelumnya. Gagasan tersebut mengandung arti bahwa makhluk hidup yang pertama kali muncul di bumi berasal dari kehidupan yang ada sebelumnya. Harun Yahya mengungkapkan pendapatnya dari sudut pandang berbeda yang menyatakan bahwa di alam semesta ini ada pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu bantahan Harun Yahya tersebut merupakan bagian dari pendapatnya dalam meruntuhkan Teori Evolusi Darwin. Dalam karyanya, Harun Yahya mengungkapkan bahwa Teori Evolusi yang dikemukakan oleh Darwin merupakan gagasan yang tidak ilmiah. Ada beberapa hal yang dijadikan dasar bagi Harun Yahya untuk membantah Teori Evolusi Darwin. Yang pertama, masih minimnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Darwin dan Lamarck untuk menjelaskan fenomena asal usul kehidupan. Ilmu genetika dan biokimia pada masa Darwin belum ada sehingga mempersempit penjelasan Darwin tentang evolusi dari sudut pandang genetika dan biokimia. Yang kedua, komposisi dan susunan unsur genetik pada makhluk hidup yang sangat rumit menunjukkan ketidakabsahan mekanisme evolusi kehidupan. Menurut Harun Yahya, kerumitan yang ada dalam setiap unsur genetik tersebut merupakan hasil rancangan Sang Pencipta alam semesta ini. Harun Yahya juga mengungkapkan kelemahan-kelemahan bukti evolusi yang dikemukakan oleh Darwin, salah satunya dari catatan fosil. Dari berbagai fosil yang ditemukan, tidak ada satu pun fosil yang menunjukkan bentuk transisi yang dapat dijadikan sebagai petunjuk proses evolusi. Di samping itu, perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata
memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya. Mengenai seleksi alam, Harun Yahya mengungkapkan bahwa tidak pernah ada satu spesies pun yang mampu menghasilkan spesies lain melalui mekanisme seleksi alam. Hal tersebut dapat teramati pada evolusi kupu-kupu Biston betularia di Inggris. Menurut Harun Yahya, terbentuknya kupu-kupu Biston betularia bersayap gelap yang terjadi pada pada awal revolusi industri di Inggris sebenarnya tidak ada. Cerita sebenarnya adalah pada awalnya warna kulit batang pohon di Inggris benar-benar terang. Oleh karena itu, kupu-kupu berwarna gelap yang hinggap pada pohon-pohon tersebut mudah terlihat oleh burung-burung pemangsa, sehingga mereka memiliki kemungkinan hidup yang rendah. Lima puluh tahun kemudian akibat polusi, warna kulit kayu menjadi lebih gelap dan saat itu kupukupu berwarna cerah menjadi mudah diburu. Akibatnya, jumlah kupu-kupu berwarna cerah berkurang, sementara populasi kupu-kupu berwarna gelap meningkat karena tidak mudah terlihat oleh pemangsa. Dalam kasus ini, Harun Yahya menganggap bahwa tidak terjadi perubahan warna sayap kupu-kupu yang diturunkan. Namun, yang terjadi sebenarnya adalah jumlah kupu-kupu yang berwarna cerah telah banyak dimangsa oleh burung-burung pemangsa, sehingga jumlah kupu-kupu berwarna cerah lebih sedikit disbanding kupu-kupu yang berwarna lebih gelap. Salah satu pokok pikiran Teori Evolusi yang juga tak luput dari bantahan Harun Yahya adalah tentang mutasi. Di dalam pandangan evolusi Darwin, mutasi dikatakan sebagai proses yang memunculkan spesies baru yang berbeda dari tetuanya. Harun Yahya menentang pandangan yang menyatakan bahwa mutasi dapat bersifat menguntungkan, tetapi pada kenyataannnya setiap mutasi bersifat membahayakan. Harun Yahya mengajukan tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan bukti pendukung evolusi: 1. Tidak pernah ditemukan mutasi yang bermanfaat, karena mutasi terjadi secara acak dan akan merusak susunan dan komposisi materi genetik. 2. Mutasi tidak menambahkan informasi genetik yang baru, tetapi hanya bersifat merubah atau merusak yang dapat mengakibatkan ketidaknormalan. 3. Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada sel-sel reproduksi organisme. Yang ketiga, menurut Harun Yahya para evolusionis tidak lagi mampu menyatakan bahwa Archaeopteryx adalah nenek moyang burung, sebab penelitian terkini terhadap fosil-fosil Archaeopteryx telah sama sekali menggugurkan pernyataan bahwa Archaeopteryx adalah makhluk “setengah- burung.” Telah diketahui bahwa Archaeopteryx memiliki struktur anatomi dan otak yang sempurna yang diperlukan untuk terbang, dengan kata lain Archaeopteryx adalah seekor burung sejati, dan “dongeng khayal tentang evolusi burung” tidak lagi dapat dipertahankan keabsahannya. Menanggapi pertanyaan apakah terdapat bukti fosil bagi “evolusi reptilia-burung” evolusionis mengajukan satu nama makhluk hidup. Dialah fosil burung yang disebut Archaeopteryx, salah satu yang dianggap sebagai bentuk peralihan yang paling dikenal luas di antara sedikit bukti yang masih dipertahankan evolusionis.
Archaeopteryx, yang disebut sebagai nenek moyang burung modern menurut evolusionis, hidup sekitar 150 juta tahun yang lalu. Teori menyebutkan bahwa beberapa dinosaurus kecil, seperti Velocariptor atau Dromaeosaurus, berevolusi dengan memperoleh sayap dan kemudian mulai mencoba untuk terbang. Begitulah, Archaeopteryx dianggap sebagai bentuk peralihan yang muncul dari nenek moyang dinosaurus dan mulai terbang untuk pertama kalinya. Akan tetapi, kajian terbaru tentang fosil Archaeopteryx menunjukkan bahwa penjelasan ini tidak memiliki landasan ilmiah apapun. Ini sama sekali bukanlah bentuk peralihan, tetapi satu spesies burung yang telah punah, yang memiliki beberapa perbedaan tak berarti dengan burung-burung modern. Pendapat bahwa Archaeopteryx adalah “setengah burung” yang tidak bisa terbang dengan sempurna sangat popular di kalangan evolusionis hingga beberapa waktu yang lalu. Ketiadaan sternum (tulang dada) pada hewan ini dijadikan sebagai bukti terpenting bahwa burung ini tidak bisa terbang dengan baik. (Sternum adalah tulang yang terletak di bawah dada tempat melekatnya otot untuk terbang. Pada saat ini, tulang dada semacam ini telah teramati pada setiap burung baik yang bisa terbang ataupun tidak, dan bahkan pada kelelawar, mamalia terbang yang termasuk dalam famili yang jauh berbeda) Akan tetapi, fosil Archaeopteryx ke tujuh, yang ditemukan pada tahun 1992, menyangkal pendapat ini. Alasannya adalah dalam penemuan fosil terbaru ini, tulang dada yang telah lama dianggap evolusionis tidak ada akhirnya ditemukan masih ada. Fosil ini digambarkan dalam jurnal Nature sebagai berikut : Spesimen ke tujuh Archaeopteryx yang baru-baru ini ditemukan masih memiliki sebagian sternum berbentuk persegi panjang, yang telah lama diperkirakan ada tetapi tak pernah terdokumentasikan. Ini menegaskan pada keberadaan otot terbangnya, tetapi kemampuannya untuk terbang lama patut dipertanyakan. Penemuan ini menggugurkan pernyataan bahwa Archaeopteryx adalah makhluk setengah burung yang tidak bisa terbang dengan baik. Ditambah lagi, struktur bulu burung ini menjadi potongan bukti terpenting yang memperkuat bahwa Archaeopteryx adalah burung yang benar-benar bisa terbang. Struktur bulu yang asimetris pada Archaeopteryx tidak bisa dibedakan dari burung modern, dan menunjukkan bahwa Archaeopteryx bisa terbang secara sempurna. Sebagai seorang ahli paleontologi terkenal, Carl O. Dunbar menyatakan, “Karena bulunya, ( Archaeopteryx) secara pasti seharusnya dikelompokkan sebagai burung.” 125 Ahli paleontologi Robert Carroll menjelaskan permasalahan ini lebih jauh. Bentuk geometri dari bulu-bulu terbang Archaeopteryx adalah serupa dengan burung modern yang bisa terbang, sementara burung yang tidak bisa terbang memiliki bulu-bulu yang simetris. Menurut Van Tyne dan Berger, ukuran dan bentuk relatif dari sayap Archaeopteryx mirip dengan yang dimiliki burung yang bergerak di antara celah-celah pepohonan. Kenyataan lain yang terungkap dari struktur bulu Archaeopteryx adalah bahwa hewan ini berdarah panas. Seperti yang telah dibahas diatas, reptilia dan dinosaurus adalah hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya naik turun mengikuti suhu lingkungannya, tidak diatur secara tetap. Satu fungsi sangat penting dari bulu burung adalah menjaga suhu tubuh agar tetap. Kenyataan bahwa Archaeopteryx memiliki bulu menunjukkan bahwa Archaeopteryx adalah benar-benar seekor burung berdarah panas yang perlu mempertahankan suhu tubuhnya, sangat berbeda dengan dinosaurus.